• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan sebuah negara yang pluralis. Salah satu contoh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan sebuah negara yang pluralis. Salah satu contoh"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan sebuah negara yang pluralis. Salah satu contoh pluralisme tersebut adalah dengan diakuinya enam agama di Indonesia, yaitu: Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Agama Katolik sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia mengenal sistem pembagian wilayah pelayanan gerejawi yang bertujuan untuk memudahkan pelayanan rohani kepada umat. Wilayah pelayanan rohani terbesar disebut dengan keuskupan dan dipimpin oleh seorang uskup. Secara hierarkis, Gereja Katolik dipimipin oleh uskup Roma atau yang lebih dikenal sebagai Sri Paus. Uskup Roma yang mempersatukan seluruh keuskupan Katolik di seluruh dunia. Gereja Katolik Indonesia sendiri memiliki sebuah lembaga yang bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama antar uskup dalam menjalankan tugas pastoral mereka memimpin umat Katolik Indonesia yang disebut dengan Konferensi Wali Gereja Indonesia atau disingkat dengan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia, 2002).

Sebuah keuskupan memiliki batas wilayah geografis tersendiri. Wilayah pelayanan gerejawi ini dibagi menjadi beberapa wilayah yang lebih kecil yang disebut dengan paroki (Konferensi Waligereja Indonesia, 2006). Pada setiap keuskupan, umumnya terdapat pengurus gereja yang disebut dengan Dewan Pastoral yang berfungsi meneliti dan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan pelayanan rohani di dalam keuskupan serta

(2)

memberikan kesimpulan-kesimpulan praktis berkenaan dengan masalah yang dihadapi (Konferensi Waligereja Indonesia, 2006). Dewan tersebut beranggotakan orang-orang Katolik yang berada di dalam keuskupan itu sendiri (Konferensi Waligereja Indonesia, 2006).

Gereja Katolik Indonesia dengan prinsipnya yang dinamis kreatif mengenal istilah stasi (Kusumawanta, 2013). Stasi merupakan komunitas umat beriman yang lebih kecil cakupan wilayahnya dibandingkan dengan paroki. Alasan adanya stasi di Indonesia adalah karena umat Katolik di Indonesia tersebar di berbagai daerah yang saling berjauhan dan menyulitkan untuk mendapatkan pelayanan langsung dari paroki. Dengan adanya stasi, umat di wilayah tersebut dapat memperoleh pelayanan dari pastor secara berkala dari paroki. Umat yang berada di sebuah stasi umumnya dibagi lagi menjadi beberapa lingkungan yang merupakan kumpulan umat yang tinggal saling berdekatan satu sama lain.

Pada tingkat stasi, pengurus gereja disebut dengan Dewan Pastoral Stasi. Dewan Pastoral Stasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh sejumlah Dewan Pastoral Lingkungan yang berkarya di setiap lingkungan. Schein (dalam Mangundjaya, 2002) menyatakan bahwa organisasi adalah koordinasi sejumlah kegiatan yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi kerja melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab. Seturut dengan pernyataan tersebut, pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar juga memiliki pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing antara Ketua, Sekretaris, Bendahara Dewan Pastoral Stasi dan Dewan-Dewan Pastoral Lingkungan pada tingkat

(3)

wilayah yang lebih kecil. Tujuan dari pengurus gereja sendiri adalah melaksanakan Karya Tri-Darma Gereja, yaitu Darma Pengajaran, Pengudusan, dan Penggembalaan (Keuskupan Agung Medan, 2009).

Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar merupakan salah satu dari beberapa stasi yang berada di bawah naungan Paroki Santo Fransiskus Assisi Medan. Sebagai salah seorang umat di Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar, peneliti cukup sering mendengar keluhan dari umat mengenai pelayanan yang diberikan oleh pengurus gereja. Umumnya masalah yang dikeluhkan oleh umat adalah kurang aktifnya sebagian pengurus yang mengakibatkan terkendalanya keperluan umat, perbedaan perlakuan terhadap umat berdasarkan status sosialnya, antar pengurus yang kurang kompak, dan kurangnya pembekalan rohani bagi umat.

Peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang umat mengenai pelayanan yang diberikan oleh Dewan Pastoral Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar. Salah seorang umat dalam wawancara mengutarakan sebagai berikut:

“....Pengurus gereja kita ini masih banyak yang hanya sebatas “jabatan” bukan pelayanan. Pengurusan surat-surat Belum Baik ditanggapi serius, kaum muda kita juga kurang ada pembinaan, transparansi kurang jelas jadinya juga pembangunan gereja gak berjalan baik, seminar rohani kurang, bahkan ada juga umat kita yang tidak kenal siapa pengurus gerejanya. Memang kalau ada keperluan kita umat, cepat juga ditanggapi. Tapi ya itu aja...yang penting permintaan umat selesai dikerjakan....”

(komunikasi personal, 10 September 2013)

Peneliti juga melakukan wawancara dengan seorang mantan pengurus gereja di Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar, yang dalam wawancara mengatakan:

(4)

“...Kalau yang saya lihat dulu dan sekarang pengurus gereja kita ini masih sama saja. Ada enak dan ada tidak enaknya, tapi lebih banyak tidak enaknya pun. Tidak enaknya itu kalau ada umat yang membutuhkan sesuatu namun harus sesegera mungkin dilaksanakan. Kalau enaknya ini sih, karena status pengurus gereja itu. Ada sebagian pengurus, jadi pengurus karena kalau jadi pengurus bisa dapat status, dipanggil-panggil “pak pengurus” sama umat, selalu dipanggil kalau ada acara di gereja.... Ada rasa bangga juga, kan....” (komunikasi personal, 26 September 2013)

Peneti juga melakukan preeliminary research kepada umat di Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pelayanan pengurus gereja. Peneliti melakukannya dengan membagikan kuesioner kepada 210 dari lebih kurang 2000 orang umat untuk mengetahui seberapa puaskah mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar. Kuesioner yang digunakan dirancang dengan bantuan dari pengurus gereja yang bersangkutan dan dengan mempertimbangkan saran dari dosen pembimbing.

Hasil preeliminary research menunjukkan terdapat 45% responden yang mengatakan bahwa pengurus gereja sudah memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap kebutuhan umat; 35% mengatakan pelayanan yang diberikan biasa-biasa saja, tidak memuaskan namun juga tidak mengecewakan; sedangkan sisanya (20%) mengatakan kualitas pelayanan yang diberikan masih mengecewakan. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil preeliminary research tersebut adalah masih banyak umat di Gereja Katolik Stasi Santa Thereria Lisieux Perumnas Simalingkar yang belum merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pengurus gereja. Ketidakpuasan ini menunjukkan bahwa sebagian pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar belum memberikan kontribusi yang maksimal dalam melaksanakan tugasnya, sehingga

(5)

banyak umat yang merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pengurus gereja.

Seorang pengurus gereja dituntut untuk memiliki rasa bakti dan pelayanan dalam melaksanakan tugasnya (Keuskupan Agung Medan, 2009). Seturut dengan hal tersebut diperlukan pengurus gereja yang berkomitmen dalam menjalankan tugasnya. Komitmen di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007) didefinisikan sebagai perjanjian atau kontrak (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Luthans (2005) mengatakan bahwa komitmen organisasi adalah keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi, kemauan untuk mengerahkan usaha terbaiknya untuk organisasi, dan keyakinan yang mendalam, serta menerima, nilai-nilai dan tujuan organisasi. Dengan kata lain, komitmen organisasi berhubungan dengan usaha yang dilakukan oleh anggota bagi organisasinya. Tanpa adanya komitmen dari para anggotanya, sebuah organisasi tidak akan dapat berjalan dengan baik karena tidak adanya usaha yang maksimal dari para anggotanya.

Allen dan Meyer (1991) mengatakan terdapat tiga komponen komitmen organisasi, yaitu: komitmen afektif, komitmen berkelanjutan, dan komitmen normatif. Komitmen afektif adalah kelekatan emosi positif seseorang terhadap organisasi. Komitmen tersebut adanya karena dirinya sendiri yang menginginkannya. Komitmen berkelanjutan adalah komitmen individu terhadap organisasi yang muncul karena seseorang akan merasa kehilangan sesuatu jika meninggalkan organisasinya, seperti biaya ekonomi (tunjangan pensiun) dan sosial (persahabatan dengan rekan kerja). Sedangkan komitmen normatif,

(6)

didefinisikan sebagai komitmen individu terhadap organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban untuk bekerja di dalam organisasi.

Pekerja yang berkomitmen terhadap organisasi akan berkontribusi positif terhadap organisasi. Individu dengan komitmen yang tinggi memiliki kinerja dan produktivitas yang lebih tinggi serta tingkat ketidakhadiran yang rendah (Cohen, 2003) serta cenderung mengambil aktivitas kerja yang lebih menantang (Allen & Meyer, 1991). Lebih lanjut lagi, individu dengan komitmen afektif dan normatif lebih cenderung mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi dan berkontribusi bagi kesuksesan organisasi dibandingkan dengan individu dengan komitmen berkelanjutan (Allen & Meyer, 1991).

Komitmen organisasi juga secara positif mempengaruhi organizational citizenship behavior (Herscovitch, Meyer, Stanley, & Topolnytsky, 2002; Bakhshi, Kumar, & Sharma, 2011; Chang, Tsai, & Tsai, 2011), khususnya pada komitmen afektif (Ueda, 2011). Organizational citizenship behavior (OCB) adalah perilaku yang ditampilkan oleh seorang di dalam organisasi atas dasar kemauannya sendiri, terlepas dari ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas organisasi (Organ, 1997). Sebuah organisasi akan menjadi lebih efektif dengan adanya organizational citizenship behavior di dalam diri setiap anggotanya, karena akan meningkatkan performa organisasi, membantu organisasi beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, dan membantu koordinasi antar dan di dalam kelompok kerja (Bachrach, MacKenzie, Paine, & Podsakoff, 2000). Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa OCB memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan

(7)

pelanggan atau pengguna jasa (Rahayu, Sutharjana, Thoyib, & Taroena, 2013; Asadi, Ghadam, & Pirvali, 2014) dan kualitas pelayanan (Ganjinia, Ghobadi, & Gilaninia, 2012). Dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi secara tidak langsung memiliki pengaruh postif terhadap kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan yang diberikan.

Selain mempengaruhi OCB secara positif, komitmen organisasi pada diri anggota organisasi dapat meningkatkan performa kerja, mengembangkan iklim organisasi yang hangat dan mendukung, serta antar anggota kerja bersedia saling membantu (Luthans, 2005). Anggota organisasi dengan komitmen organisasi yang tinggi juga lebih bersedia untuk berbagi dan berkorban bagi organisasinya, sehingga organisasinya tersebut dapat berjalan (Greenberg, 2010). Kecenderungan seseorang untuk berkontribusi bagi efektivitas organisasinya, juga akan dipengaruhi oleh komponen komitmen yang dimiliki. Pekerja dengan komitmen afektif yang dominan akan lebih cenderung memberikan usaha yang lebih untuk kemajuan organisasi dibandingkan dengan pekerja yang dominan pada komitmen berkelanjutan ataupun komitmen normatif (Allen & Meyer, 1991). Menurut Allen dan Meyer (1991), komitmen berkelanjutan memiliki pengaruh positif yang lebih kecil terhadap usaha dan performa kerja seseorang dibandingkan dengan dua komponen komitmen organisasi yang lain. Pekerja yang hanya membutuhkan sesuatu dari organisasi, akan melihat bahwa dirinya tidak memiliki alasan yang kuat untuk tetap mempertahankan keanggotaannya di dalam organisasi.

Berdasarkan masalah yang peneliti temukan di lapangan dan melihat pentingnya komitmen organisasi seseorang terhadap organsiasi, maka peneliti

(8)

tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran komponen komitmen organisasi yang dominan pada pengurus gereja di Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaran kompnen komitmen organisasi yang dominan dimiliki pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Menggambarkan komponen komitmen organisasi yang dominan dimiliki pengurus Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Teoritis

Menambah wacana pengetahuan di bidang psikologi khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, terutama yang berkaitan dengan komitmen organisasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran kepada Dewan Pastoral Paroki Gereja Katolik Paroki Santo Fransiskus, Padang Bulan yang membina Dewan Pastoral Stasi Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar mengenai komitmen organisasi yang dimiliki Dewan Pastoral Stasi Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar, sehingga ke depannya dapat membantu mengarahkan dan meningkatkan kualitas

(9)

pelayanan yang diberikan oleh Dewan Pastoral Stasi Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar kepada umat.

b. Memberikan gambaran kepada umat Gereja Katolik Stasi Santa Theresia Lisieux Perumnas Simalingkar mengenai komitmen organisasi yang dimiliki oleh pengurus gereja.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan

Berisikan mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II: Landasan Teori

Berisikan mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang komitmen organisasi.

Bab III: Metode Penelitian

Berisikan mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi variabel, definisi operasional, responden penelitian, instrumen dan alat ukur yang digunakan, metode pengambilan sampel dan metode analisa data.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Berisikan mengenai gambaran umum dan karakteristik dari responden penelitian, serta penggunaan analisa statistik dalam

(10)

menganalisa data. Pada bab ini pula dibahas mengenai interpretasi data yang kemudian diuraikan ke dalam pembahasan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Berisikan mengenai kesimpulan mengenai hasil penelitian, diskusi berupa pembahasan, dan saran penyempurnaan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Sehati Gas dalam hal pengarsipan dan pencatatan penjualan dan produksi tabung.Sistem pengarsipan dan pencatatan sebelumnya menggunakan sistem manual sehingga

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

dengan menggunakan Unity 3D ini tidak hanya mudah dalam menggunakan atau mengerjakan suatu pekerjaaan, tetapi aplikasi Unity 3D ini juga dapat bekerja dengan aplikasi lainnya

(2) Pengirim Informasi Kebencanaan wajib mengirimkan Informasi Kebencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Penerima Informasi Kebencanaan paling lambat 2 (dua) menit

Pantai Pulau Bengkalis bagian Barat yang mengalami laju abrasi dan akresi paling tinggi pada kurun waktu tahun 1988 – 2014 .... Laju perubahan garis pantai Pulau Bengkalis bagian

Pada bab ini akan dilakukan analisis dan pembahasana dari hasil pengumpulan dan pengolahan data terhadap penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

dibuat digunting halus hingga memiliki ukuran mesh 120/170, 170/200 dan dibawah 200mesh, Metode Komposit Hand Lay-Up telah dilakukan penelitian sebelumnya dengan memakai fraksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari nilai produksi, upah, dan jumlah unit usaha terhadap penyerapan tenaga kerja pada sektor