PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
OLEH ORANG TUA PADA SISWA TUNAGRAHITA
SMPLB NEGERI SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan
Oleh
SITI MU
’
ASYAROH
NIM 11112237
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
QS. Ar-Rahman: 60
Tidak ada balasan kebaikan selain kebaikan
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku, Bapak Duryadi yang telah berperan ganda sebagai ibu dalam
hidupku dan Alm Ibu Rukini yang semoga selalu dalam rengkuhan Allah SWT
Kakak-kakak, keponakan-keponakan, keluarga besarku
Bapak Kyai, guru-guru, dan para asatidz,
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini yang berjudul
“Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa
Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak
mendapatkan syafaatnya di akhirat.
Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Intitut Agama Islam
Negeri Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Bapak Mukti Ali, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing penulis dalam memempuh studi di IAIN Salatiga.
5. Ibu Dra. Nur Hasanah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.
7. Bapak, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
8. KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho dan bimbingan
dalam menuntut ilmu.
9. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan para
santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam warna-warni
kehidupan.
10. Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012,
terutama Kelas PAI G yang telah memberikan banyak cerita dan canda
selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga
Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas
dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.
Wassalammu’alaikum wr.wb.
Salatiga, 23 September 2016 Penulis,
Siti Mu‟asyaroh
ABSTRAK
Mu‟asyaroh, Siti. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada
Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, Salatiga, 2016
Kata Kunci: Penanaman, Nilai-nilai Pendidikan Islam, Siswa Tunagrahita
Tunagrahita adalah mereka yang memiliki keterbatasan intelegensi. Karena keterbatasan itu pula sikap sosial seseorang berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga, untuk mengetahui metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga, serta untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Sumber utama penelitian ini adalah orang tua siswa tunagrahita, anak tunagrahita dan guru pendidikan agama Islam di SMPLB Negeri Salatiga. Proses penyajian data dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, yaitu dengan cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata untuk menangkap fakta, fenomena, variabel dan keadaan yang didapatkan ketika penelitian berlangsung dan menjelaskan data yang didapatkan.
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah………....
C. Tujuan Penelitian………...
D. Kegunaan Penelitian………..
E. Penegasan Istilah………...
F. Tinjauan Pustaka ………...
G. Metode Penelitian ………...
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ………..
2. Kehadiran Peneliti……….
3. Waktu dan Tempat Penelitian………...
4. Sumber dan Jenis Data………...………
H. Sistematika Penulisan………... 23
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
A. Penanaman Nilai Pendidikan Islam ..……….... 25
1. Pengertian Nilai Pendidikan Islam………... 25
3. Macam-macam Nilai Pendidikan Islam ……….... 30
4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam .... 36
B. Anak Tunagrahita ………... 43
1. Pengertian Tunagrahita ...…... 43
2. Klasifiksi Tunagrahita ..……… 45
3. Karakteristik Tunagrahita ...………... 48
C. Pendidikan Islam bagi Tunagrahita ...…… 51
BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. PROFIL SUBYEK PENELITIAN ...………... 56
1. Data Informan ………... 56
2. Profil Keluarga ...………. 57
B. TEMUAN PENELITIAN...……… 66
1. Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Ditanamkan oleh Orang
Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga ... 66
2. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh
Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga
3. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung dalam
pada Siswa Tunagrahita ... 83
BAB IV: ANALISIS DATA
A. Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Ditanamkan Orang Tua
pada SiswaTunagrahita SMPLB Negeri Salatiga ...
89
B. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang
Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga………
98
C. Faktor Penghambat Dan Faktor Pendukung dalam Penanaman
Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa
Tunagrahita SMPLB-N Salatiga ……….... 102
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan……….. 104
B. Saran ………... 105
C. Penutup ………. 106
Daftar Pustaka
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Gambar Selama Proses Penelitian
Lampiran II : Lembar Rekaman Observasi
Lampiran III : Data Siswa Tunagrahita Muslim SMPLB Negeri
Salatiga
Lampiran IV : Pedoman Observasi, Dokumentasi dan Wawancara
Lampiran V : Surat Penunjukan Pembimbing
Lampiran VI : Surat Ijin Penelitian
Lampiran VII : Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian
Lampiran VIII : Riwayat Hidup Penulis
Lampiran IX : Nota Pembimbing Skripsi
Lampiran X : Lembar Konsultasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu proses pembekalan pengetahuan dimana
seseorang akan berkembang menjadi manusia yang lebih baik. Pendidikan
sangatlah dibutuhkan dalam setiap tatanan masyarakat. Dalam hal ini,
pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan
diri seseorang sesuai dengan bakat dan minat yang dimilki.
Muhaimin (2002:37) menuturkan bahwa istilah pendidikan biasanya
lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian yang
lebih mengarah pada afektif.
Pendidikan merupakan hak setiap orang seperti yang tercantum dalam
UUD‟45 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran”. Negara sudah memberi jaminan kepada semua
warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan, tidak terkecuali warga
negara yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, maupun ekonomi.
Keterbatasan warga negara bukan alasan untuk warga negara tersebut tidak
mendapatkan pendidikan”. Sehingga, setiap warga negara Indonesia berhak
mendapatkan pendidikan. Keterbatasan yang dimiliki bukan berarti terbatas
juga dalam mencari ilmu, karena keberlangsungan pendidikan untuk anak
berkebutuhan khusus sudah difasilitasi oleh pemerintah dalam suatu ruang,
Hal ini sesuai dengan isi dari undang-undang tentang hak atas
pendidikan bagi penyandang kelainan ditetapkan dalam Undang-Undang No.20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 disebutkan bahwa:
“Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran
karena kelainan pisik, emosional, mental, dan sosial”.
Dalam Islam pun juga mengajarkan bahwa setiap individu di mata
Allah SWT adalah sama, tidak pernah membedakan satu sama lain, karena
yang membedakan adalah ketakwaannya. Disinilah dalam mencapai ketakwaan
perlu adanya pendidikan Islam sebagai upaya menanamkan nilai-nilai Islam
dalam diri individu.
Pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai
kholifah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur‟an dan sunnah
sehingga terciptalah insan kamil (Arief, 2002:16).
Muhaimin (2002:168) mengungkapkan bahwa pembelajaran
pendidikan agama Islam yang selama ini berlangsung agaknya terasa kurang
terkait atau kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah
pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang
perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi
sumber motivasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat, dan berperilaku
Namun di sisi lain, keberhasilan peserta didik dalam menanamkan
nilai-nilai keagamaan mereka tidak terlepas dari peran orang tua yang selalu
bersinggungan secara langsung dalam lingkungan keluarga. Sebagai teladan
utama kehidupan sebelum guru dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
Islam di lingkungan masyarakat.
Gunarsa (1995:3) menyatakan bahwa mengasuh, membesarkan dan
mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai
halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua
maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan
pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak.
Dalam QS At-Tiin ayat 4 Allah SWT befirman:
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya”.
Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling
sempurna karena manusia telah diberi akal sebagai alat untuk berpikir.
Manusia juga adalah makhluk yang tertinggi dan mulia. Namun tidak semua
manusia terlahir dengan kesempurnaan karunia Tuhan. Sebagian diantara
mereka terdapat yang memiliki kelainan sehingga menghambat perkembangan
mereka. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan kelainan yang ia
miliki selalu membawa keburukan. Padahal dengan penanganan yang khusus
Dalam realita sekarang, terdapat sebagian orang tua yang memiiki
anak “berbeda” merasa malu, putus asa, kecewa dan pasrah hanya menerima
sebagai takdir yang diberikan kepada mereka tanpa melakukan hal apapun
yang terbaik untuk anaknya. Banyak juga yang merasa bahwa memiliki anak
yang berkebutuhan khusus adalah sebuah kesia-siaan. Meskipun nantinya
mereka juga mampu tumbuh besar, namun tetap saja mereka tidak mampu
menggantikan sebagai tulang punggung keluarga.
Dalam wikipedia Indonesia (Pratiwi, 2013:14) mengartikan anak yang
memiliki kelainan atau biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau
fisik.
Anak yang menunjukkan pada ketidakmampuan mental disebut dengan
tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan
dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami
keterlambatan dalam segala bidang, dan itu sifatnya permanen. Rentang
memori mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang
dapat berpikir abstrak dan pelik (Apriyanto, 2012:21).
Sedangkan menurut Smart (2012:49) tunagrahita adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata.
Tunagrahita ditandai dengan ketebatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam
Aqila Smart (2012:33) mengungkapkan sebagai orang tua anak
berkebutuhan khusus (ABK) pastilah merasakan bahwa anaknya memang
berbeda. Namun, perbedaan itu bukanlah suatu kekurangan bagi anak. Maka,
untuk mencapai bakatnya, orang tua harus memahami anaknya.
Anak tunagrahita merupakan satu dari golongan anak luar biasa.
Adapun golongan anak luar biasa yaitu tunanetra (penyandang hambatan
penglihatan), tunarungu (penyandang hambatan pendengaran), tunagrahita
(penyandang gangguan perkembangan intelegensi), tunadaksa (penyandang
hambatan fisik dan gerak), tunalaras (berperilaku aneh), anak berbakat dan
anak berkesulitan belajar.
Walaupun sang anak memiliki keterbelakangan mental yang kemudian
mengakibatkan kemandirian anak tidak berkembang sesuai usianya dan juga
memiliki kelainan dalam hubungan sosialnya. Tidak menutup kemungkinan
jika para orang tua anak penyandang tunagrahita selalu mendidik, memahami,
mengarahkan dan memotivasi anaknya untuk selalu berkembang dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam. Maka sang anak pun akan terbiasa
dalam menginternalisasi nilai-nilai itu dengan senang hati dan akan
berkembanglah kemandirian serta jiwa sosialnya.
Hal ini, karena pembinaan moral terjadi melalui pengalaman dan
kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Dalam hal ini
agama memiliki peran penting, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama
yang bersumber pada nilai-nilai masyarakat akan berubah karena pengaruh
waktu dan tempat (Islamiyah, 2013:73).
Terkait dengan penerapan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
SMPLB Negeri Salatiga, sekolah ini memiliki peserta didik dari berbagai jenis
keterbatasan khusus. Antara lain, peserta didik yang memiliki keterbatasan
dalam berbicara (tunawicara), kelainan intelegensi (tunagrahita),
keterbelakangan fungsi gerak dan tubuh (tunadaksa) dan keterbatasan khusus
yang lain.
Namun, diantara seluruh peserta didik berkebutuhan khusus disana
mayoritas adalah peserta didik yang memiliki keterbelakangan mental/
intelegensi atau yang biasa disebut dengan tunagrahita.
Jadi, pada dasarnya, walaupun anak memiliki keterbelakangan
intelegensi dan sosial. Mereka tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama
dalam memperoleh pendidikan Islam baik di lingkungan keluarga, sekolah
maupun masyarakat. Serta, selain mendapatkan pembelajaran di sekolah,
khususnya di SMPLB Negeri Salatiga Salatiga, setiap anak juga harus dilatih
dan dibimbing pula oleh orang tua, sebagai suri tauladan bagi anak dimanapun
dan kapanpun mereka berada agar tertanamlah nilai-nilai pendidikan Islam
pada anak.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka penulis
akan melakukan penelitian dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai
Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB
B.Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan orang tua pada siswa
tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga?
2. Bagaimana metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua
pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga?
3. Apakah faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penanaman
nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB
Negeri Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka
secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan orang tua
pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga
2. Untuk mengetahui metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh
orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga
3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam
penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Secara Teoritis
a. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya
kajian bidang pendidikan Islam, terutama dalam ruang lingkup kajian
pendidikan agama Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
b. Memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana upaya orang tua
dalam menananamkan nilai-nilai pendidikan Islam bagi anak
tunagrahita.
2. Secara Praktis
a. Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan mampu memberi motivasi
agar lebih memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya,
sebagai usaha untuk membina keagamaan anak. Walaupun dengan
kondisi anak yang memiliki keterbelakangan mental (seorang
tunagrahita).
b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai pijakan dalam mengatasi problema keagamaan anak.
Diharapkan masyarakat tidak memandang sebelah mata Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), khususnya para anak tunagrahita dan
para orang tua yang telah berusaha dalam mendidik dan memberikan
c. Bagi para guru, khususnya guru pendidikan agama Islam, penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai landasan untuk lebih
mengembangkan keagamaan anak berkebutuhan khusus, terutama
tunagrahita karena keterbatasan mental dan sosial yang dianggap
sebagai penghambat agar anak tunagrahita tersebut dapat lebih
mendalami pendidikan Islam dan mampu menanamkannya dimanapun
dan kapanpun mereka berada.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dari judul “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam
oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga adalah
sebagai berikut:
1. Nilai-Nilai Pendidikan Islam
Muhaimin (1983:7) mendeskripsikan bahwa nilai adalah sesuatu yang
dianggap memiliki harga bagi sekelompok orang tertentu.
Nilai itu sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu
dikejar oleh manusia. Nilai juga berarti keyakinan yang membuat
seseorang bertindak atas dasar pilihannya.
Dengan demikian, penanaman nilai-nilai yang dimaksud disini adalah
proses penanaman dan penghayatan nilai kedalam jiwa seseorang sehingga
dapat tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari seseorang. Nilai yang
telah dihayati tersebut kemudian dapat menyatu pada kepribadian
Pendidikan sebagai suatu proses spiritual, akhlak, intelektual dan
sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai,
prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan (Langgulung, 1988:62).
Pendidikan adalah suatu usaha yang berproses berisikan bimbingan
yang akan mengarahkan seseorang pada perubahan sikap intelektual dan
sosial.
Pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai kholifah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur‟an
dan sunnah sehingga terciptanya insan kamil (Arief, 2002:16).
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala
usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber
daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia
seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah
lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim (Achmadi, 1992:14).
Adapun menurut Chabib Thoha (1996:99) mendefinisikan pendidikan
Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori
yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan berdasaarkan
nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur‟an dan Hadits.
2. Tunagrahita
Anak tunagrahita merupakan satu dari golongan anak luar biasa.
penglihatan), tunarungu (penyandang hambatan pendengaran), tunagrahita
(penyandang gangguan perkembangan intelegensi), tunadaksa
(penyandang hambatan fisik dan gerak), tunalaras (berperilaku aneh), anak
berbakat dan anak berkesulitan belajar.
Anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai
hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya
(Apriyanto, 2012:21-28).
Sementara, pemerintah RI memiliki istilah resmi dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 72 tahun 1991, yaitu tunagrahita merujuk pada
anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental (Pratiwi, 2013:46).
Aqila Smart (2012:49) menuturkan bahwa anak tunagrahita ditandai
dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita yaitu seorang yang
memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dan
mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi sosial. Sehingga
mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
F. Tinjauan Pustaka
Terkait dengan penanaman nilai-nilai pendidikan Islam pada anak
tunagrahita hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian penulis
Penelitian Rizqi Nurul Ilmi tentang Strategi Komunikasi Guru dalam
Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama pada Anak Penyandang
Tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Tahun 2013. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adalah adanya bentuk strategi komunikasi
yang digunakan oleh guru untuk mengajar kepada murid penyandang
tunagrahita, cara atau strategi yang digunakan berupa metode ceramah yang
mana guru terlihat lebih aktif untuk penanaman nilai-nilai agama islam pada
anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.
Komunikasi verbal dan non verbal juga digunakan oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Adanya materi agama yang diajarkan kepada murid SLB
Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, dan materi ajar pun disesuaikan dengan
kondisi anak muridnya karena keterbatasan mental yang dimiliki menjadi
upaya dan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman
nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I
Kabupaten Bogor.
Penelitian V Tri Mulyani W tentang Penanaman Nilai Pada anak cacat
mental mampu didik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh
kesimpulan guru diharapkan dapat memberikan penjelasan maupun
contoh-contoh konkret tentang nilai-nilai baik buruk, berguna tidak berguna, disiplin,
jujur, bijaksana, dan sebagainya. Dalam proses penanaman juga, guru
diharapkan memberikan penjelasan singkat mengingat anak cacat mental
didik sangat miskin dalam perbendaharaan kata, guru akan ditiru oleh siswa,
mengajar hendaknya juga menggunakan berbagai metode. Dalam pemakaian
alat peraga misalnya dapat menggunakan warna-warni yang menyolok.
Penanaman nilai hendaknya dimulai sedini mungkin, sehingga menjadi suatu
kebiasaan.
Penelitian Siti Nur Hidayah tentang Pendidikan Agama Pada Anak
Tunagrahita (Studi Terhadap Sistem Pembelajaran PAI di SLB A, B, C, D
Muhammadiyah Susukan Kabupaten Semarang Tahun 2011). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Guru di SLB B A,B,C,D Muhammadiyah Susukan dalam
menyampaikan, materi kepada siswa menggunakan beberapa metode
pembelajaran diantaranya meliputi metode ceramah,tanya jawab, pemberian
tugas dan demonstrasi. Selain itu, guru dalam menyampaikan materi kepada
siswa dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan dilakukan secara
berulang-ulang sampai siswa benar-benar paham terhadap materi yang
disampaikan oleh guru.
Skripsi yang ditulis oleh Siti Farihah, Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Yogyakarta Tahun 2006 yang
berjudul “Upaya Orang Tua Dalam Mendidik Anak Autis (Perspektif
Pendidikan Islam)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
upaya orang tua dalam mendidik anak autis dalam proses perkembangan
motorik, komunikasi, sosial dan kognitif serta metodenya. Hasil dari
penelitian menujukkan untuk mendidik perkembangan anak autis, orang tua
melalui terapi okupasi, terapi wicara, sosialisasi, terapi edukasi, reward dan
punishment, metode pembiasaan, dan metode cerita.
Dari beberapa penelitian diatas, memang cukup banyak tulisan ilmiah
yang hampir sama dengan tema Penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh
orang tua. Sehingga dari beberapa penelitian yang ada tersebut dapat saling
melengkapi satu sama lain.
Pada penelitian ini, penulis menekankan tentang penanaman nilai-nilai
pendidikan Islam yang diterapkan orang tua pada anaknya yang merupakan
anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga
G. Metode Penelitian
Metode lahir dari kata methodos (Yunani) atau methodus (Latin); kata ini
terbentuk dari kata meta (melampaui) dan hodos (jalan). Kata ini
sekurang-kurangnya mengandung dua arti pokok, yaitu (1) jalan atau cara untuk
melakukan sesuatu, prosedur tertentu untuk mengajar atau meneliti; (2)
keteraturan dan tatanan dalam bertindak, pikiran, sistem untuk melakukan
sesuatu. Di dalam metode terdapat jalan, aturan, dan sistem yang mengatur
unsur-unsur yang saling terkait dalam satu rangkaian kerja (Chang, 2014: 12)
Metode penelitian adalah cara yang dipandang sebagai cara mencari
kebenaran secara ilmiah. Penelitian ilmiah merupakan penyaluran hasrat ingin
tahu manusia (Kasiram, 2008:31). Jadi, secara umum, metode penelitian
adalah serangkaian langkah-langkah dan arah yang pasti dalam rangkaian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Disini
penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan
penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah
yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian kualitatif, yaitu kajian berbagai studi dan
kumpulan berbagai jenis materi empiris, seperti studi kasus, kisah hidup,
pengalaman personal, pengkuan introspektif, wawancara, artifak, berbagai
teks dan produksi kultural, pengamatan, sejarah, interaksional, dan berbagai
teks visual (Setiawan, 2007: 5).
Menurut Strauss dan Corbin (2007:4) istilah penelitian kualitatif
dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak
diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa
tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga Salatiga yang dalam prosesnya
menggambarkan dan menganalisis dari hasil data yang diperoleh peneliti
atau menggambarkan permasalah yang akan diteliti secara mendalam.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti kualitatif kedudukan peneliti sebagai instrumen utama.
Kehadiran peneliti dilapangan untuk melakukan pengamatan dan
diperlukan peneliti guna untuk melengkapi data penelitian. Dalam penelitian
ini, peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa mewakilkan kehadirannya
pada orang lain agar data dari informan didapat secara akurat.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMPLB Negeri Salatiga dan di rumah
orang tua anak tunagrahita dan dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2016
sampai 20 September 2016. Dengan alasan, peneliti ingin mengetahui
bagaimana cara orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam
pada anak tunagrahita.
4. Sumber dan Jenis Data
Mengungkapkan sebuah karya ilmiah haruslah berdasarkan fakta dan
data yang nyata, baik diperoleh secara langsung maupun tidak langsung.
Untuk itu, dalam penelitian ini dapat memperoleh data melalui data primer
dan data sekunder.
a. Data Primer
Yaitu data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau
tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang
diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti
menggunakan data ini untuk memperoleh informasi langsung tentang
bagaimana cara orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan
Islam pada anak tunagrahita.
Adapun sumber data langsung penulis dapatkan dari para orangtua,
Dalam hal ini penulis mengambil 10 orang tua wali sebagai
responden utama, wakil kepala sekolah, dan guru PAI SMLB Negeri
Salatiga sebagai sumber pelengkap.
b. Data Sekunder
Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam
sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula
rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari instansi
pemerintah. Data ini dapat berupa buletin, majalah, publikasi dari
berbagai organisasi, hasil-hasil studi, hasil survei, studi historis, dan
sebagainya. Data sekunder yang diperoleh penulis adalah data siswa
tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga dan profil keluarga siswa
tunagrahita.
Penulis menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat
penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara langsung dengan para narasumber.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2011:186). Ada kalanya wawancara dilaksanakan secara individu
Adapun teknik ini penulis gunakan untuk mencari data tentang
penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada anak
tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga dengan
pihak-pihak yang terkait.
b. Observasi
Metode observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki
(Sukandarrumidi,2004:69). Metode ini penulis gunakan sebagai alat
bantu dalam penelitian.
Observasi di dasarkan atas pengamatan langsung. Teknik observasi
juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mengamati perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan
sebenarnya. Observasi juga dapat memungkinkan peneliti mencatat
peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional
maupun pengetahuan yang langsung di peroleh dari data (Moleong,
2008:174).
Adapun pada teknik ini penulis gunakan untuk mencari data
bagaimana proses penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua
pada anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga
Salatiga. Dengan ini, penulis akan mengadakan observasi pada pihak
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2012: 221).
Guba dan Lincoln mendefinisikan antara dokumen dan record.
Record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang
atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau
mengajukan akunting. Sedangkan dokumen adalah setiap bahan tertulis
ataupun film (Moleong, 2011:216).
Teknik ini penulis gunakan untuk memuat data atau data gambar
tentang bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang
tua pada anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga.
d. Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan
apa yang diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 248).
Pengumpulan dan analisis data bersifat interaktif, berlangsung
dalam lingkaran yang saling tumpang tindih. Langkah-langkahnya biasa
disebut strategi pengumpulan dan analisis data. Teknik yang digunakan
fleksibel, tergantung pada strategi terdahulu yang digunakan dan data
Gambar 3.1: Analisis data model interaktif
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif,
yakni cara analisis yang menggunakan kata-kata untuk menjelaskan
fenomena-fenomena yang diperoleh dalam suatu penelitian. Pada tahap
pertama, peneliti sebisa mungkin untuk memperoleh data
sebanyak-banyaknya yang berkaitan dalam penelitian, dimana peneliti
mengumpulkan berbagai data dari orang tua siswa tunagrahita dan dari
pihak SMPLB Negeri Salatiga.
Setelah itu, data-data yang telah diperoleh kemudian direduksi
dengan memilah, memusatkan dan menyederhanakan data yang sudah
diperoleh sebelumnya. Miles (1992:16) mengungkapkan bahwa proses
reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian kualitatif
berlangsung. Melalui tahap ini, akan terlihat mana saja data yang
diperlukan untuk mengetahui bagaimana penanaman nilai-nilai
pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri
Setelah direduksi, data yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan
kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi maupun narasi, karena jenis
penelitian yang peneliti lakukan yaitu kualitatif deskriptif. Setelah
penyajian data disusun secara sistematis, dilanjutkan tahap selanjutnya
yaitu penarikan kesimpulan sesuai rumusan masalah yang ditetapkan
pada awal penelitian.
6. Pengecekan Keabsahan Temuan
Lexy J.Moleong (2011: 326-327) mengungkapkan masing-masing
teknik pengecekan diuraikan terlebih dahulu ikhtisarnya. Ikhtisar itu terdiri
dari kriteria yang di cek dengan satuatau beberapa teknik pengecekan
tertentu. Kriteria-kriteria mencakup kredibilitas (derajat kepercayaan),
kepastian (uraian rinci), kebergantungan, dan kepastian (audit kepastian).
Peneliti mengupayakan keabsahan data dengan cara mendalami
wawancara secara kontinyu, sambil mengenali subjek dan memperhatikan
suatu peristiwa secara lebih cermat. Hasil analisis sementara selalu
dikonfirmasikan dengan informasi baru yang diperoleh dari sumber lain.
Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang
berbeda, misalnya observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang
masing-masing dibandingkan sebagai upaya pengecekan temuan.
Dalam memperoleh keabsahan data, maka peneliti menggunakan
teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2009:331).
1) Trianggulasi sumber data
Trianggulasi sumber data untuk mendapatkan data dari sumber
yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2011:241).
2) Trianggulasi metode
Trianggulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat
kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan
data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan
metode yang sama (Moleong, 2011:331)
7. Tahap-tahap Penelitian
Tahap ini terdiri atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan,
tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.
1. Tahap Pralapangan
Tahap ini terdiri dari enam tahapan yaitu: menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurusi perizinan, menjajaki
dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian, dan persoalan etika penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahapan ini terdiri dari tiga bagian yaitu: memahami latar
penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta
sambil mengumpulkan data yang akan di cari tentang penanaman
nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada anak tunagrahita yang
3. Tahap Analisis Data
Pada bagian ini yang dibahas adalah prinsip pokok, tetapi tidak
akan dirinci bagaimana cara analisis data itu dilakukan karena ada bab
khusus yang mempersoalkannya. Yang di uraikan tentang analisis data
dikemukakan pada bab berikutnya (Moleong, 2011:127-148).
4. Tahap Penulisan laporan
Langkah-langkah yang harus di lakukan antara lain:
1. Menyusun materi data sehingga bahan-bahan itu dapat secepatnya
tersedia apabila di perlukan.
2. Penyusunan kerangka laporan.
3. Mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka baru
yang di susun.
Setelah pekerjaan tersebut selesai, barulah peneliti siap menghadapi
penulisan yang sebenarnya dengan mengikuti kerangka yang telah disusun
itu (Moleong, 2011: 361-362).
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka dibuat
sistematika penulisan skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang dimaksud
adalah:
BAB I: Pendahuluan meliputi: Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka,
BAB II: Pada bab ini lebih banyak memberikan tekanan pada kajian atau
landasan teoritis dalam menunjang permasalahan penanaman nilai-nilai
pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri
Salatiga
BAB III: Pada bab ini akan dikemukakan tentang profil orang tua dan bentuk
gambaran umum penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada
anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga
BAB IV: Pada bab ini berisi pemaparan data beserta analisis deskriptif
penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam oleh orang tua pada anak
tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penanamaman Nilai Pendidikan Islam
1. Pengertian Nilai Pendidikan Islam
Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu baik
atau buruk. Nilai-nilai tersusun secara hirarkis dan mengatur rangsangan
kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya (Sauri & Hufad,
2007: 46).
Sidi Gazalba berpendapat sebagaimana dikutip oleh Muhaimin
(1996:110) bahwa nilai bersifat ideal, abstrak, dan tidak dapat disentuh
oleh panca indra. Sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau
tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Nilai juga bukan fakta yang
berbentuk kenyataan dan konkret. Oleh karena itu, masalah nilai bukan
soal benar dan salah, tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau
tidak.
Dalam kaitannya dengan kejiwaan, nilai ialah sesuatu yang
diinginkan. Seberapa besar keinginan terhadap sesuatu menentukan kadar
nilainya. Misalnya bagi orang yang hampir mati kehausan, air sangat
dibutuhkan, maka nilai air sangat tinggi, lebih tinggi dibandingkan emas
dan berlian. Sedang, bagi orang lain yang tidak haus, nilai air biasa saja
Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini
kebenarannya dan dijadikan sebagai acuan seseorang maupun masyarakat
dalam menentukan suatu perkara atau tindakan yang dianggap baik. Nilai
sebagai pendorong dalam kehidupan seseorang yang bermakna dan akan
mewarnai kehidupan seseorang.
Sedangkan, penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan
(KBBI, 2007: 1134).
Istilah penanaman sama halnya dengan internalisasi. Dalam hal ini,
menurut Langgulung (1988:365-371) mengungkapkan bahwa penghayatan
(internalizazion) adalah satu jenis proses belajar dimana manusia-manusia
atau hal-hal tertentu menjadi perangsang bagi seseorang untuk
mengamalkan atau menghayati nilai-nilai tertentu dan perbuatan itu
mendapat ganjaran dari dalam perbuatan itu sendiri.
Dengan kata lain, seseorang merasa puas sebab mengerjakan
pekerjaan itu dan merasa tidak enak jika tidak mengerjakan pekerjaan itu.
Motivasi untuk menghayati nilai atau kepercayaan tertentu adalah
keinginan untuk benar. Maka, penghayatan atau penanaman terhadap suatu
ajaran yang kemudian akan mempribadi dalam diri seorang individu yang
tercermin dalam perilaku yang diwujudkannya..
Pendidikan merupakan sebagai suatu proses spiritual, akhlak,
memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan
(Langgulung, 1988:62).
Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (2001:32) adalah bimbingan
yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Sedangkan menurut Muhaimin dan Mujib (1993:136) pendidikan
Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan
potensi fitrahnya gun mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup
dalam segala aspeknya. .
Dengan demikian, penanaman nilai pendidikan Islam yang dimaksud
disini adalah proses penghayatan nilai agama Islam kedalam jiwa
seseorang sehingga dapat tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari
seseorang. Nilai yang telah dihayati tersebut kemudian dapat menyatu
pada kepribadian seseorang.
2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam
Pendidikan adalah suatu proses yang berisikan bimbingan yang akan
mengarahkan seseorang pada perubahan sikap dan kepribadian seorang
Muslim. Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan usaha yang lebih
khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan
(religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan
Dengan ini, pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar sebagai
landasan acuan. Melalui dasar ini, kemudian akan memberikan arah bagi
pelaksana pendidikan yang akan dipraktikkan. Untuk itu, dasar terpenting
dari pendidikan Islam dalam menentukan arah adalah al-Qur‟an dan
Sunnah Rasulullah (hadis) sebagai sumber utama yang berisi nilai
kebenaran dalam Islam.
Selain itu, Azyumardi Azra (2002:9) juga mengungkapkan bahwa
nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan
al-Qur‟an dan sunnah juga merupakan dasar pendidikan Islam. Dengan
catatan nilai-nilai tersebut akan mendatangkan kemanfaatan dan
menjauhkan kemudharatan bagi manusia.
Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa‟id Ismail Ali,
sebagaimana dikutip Langgulung terdiri dari atas 6 macam, yaitu:
al-Qur‟an, sunnah, qaul al-shahabat, masalih al-mursalah, urf dan pemikiran
hasil ijtihad intelektual muslim (Al-Rasyidin, 2005:35). Al-Qur‟an
berisikan aturan-aturan yang pasti kebenarannya dan dibuat oleh yang
Maha Benar dan Maha Pintar. Semua perbuatan manusia belum tentu
benar, pasti ada salahnya. Untuk itu, manusia khususnya orang Islam
meyakini bahwa Tuhanlah yang Maha Benar dan aturan Tuhanlah yang
kemudian dijadikan sebagai dasar dalam pendidikan.
Dari berbagai dasar tersebut, kemudian terumuskan tujuan-tujuan
a. Asy-Syaibani mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam
adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat
b. Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir (2001:46)
mengungkapkan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah SWT.
c. Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Zulkarnain
(2008:20) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5
sasaran, yaitu: (1) Pembentukan akhlak mulia. (2) Persiapan kehidupan
dunia dan akhirat.(3) Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara
dari segi-segi kemanfaatannya. (4) Menumbuhkan ruh ilmiah para
pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki
kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu. (5)
Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia
mudah untuk mencari rezeki.
d. Al-Rasyidin (2005:38) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam
adalah membimbing dan membina fitrah seseorang secara maksimal
yang bermuara pada terciptanya pribadi muslim paripurna (insan kamil)
Dari berberapa rumusan tujuan pendidikan diatas, dapat dimaklumi
bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua sasaran yang ingin dicapai
yaitu pembinaan individu dan pembinaan sosial sebagai instrumen
kehidupan di dunia dan akhirat. Tujuan individu yang ingin diwujudkan
bertakwa dalam rangka mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sedangkan tujuan sosial adalah membangun peradaban manusia yang
Islami serta memajukan kehidupan sosial kemasyarakatan (Zulkarnain,
2008:21)
3. Macam-Macam Nilai dalam Pendidikan Islam
Nawawi (1993:229) mengungkapkan bahwa al-Qur‟an penuh berisi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia secara pribadi dan sebagai
anggota masyarakat, seperti dalam kehidupan keluarga, bertetangga, dan
persahabatan. Di samping itu bahkan juga berupa nilai yang mengatur
kehidupan sebagai makhluk yang mengabdi, menghambakan diri dan
menyembah Sang Pencipta.
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, berikut adalah
pembagian nilai dilihat dari sumber yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat, antara lain:
a. Nilai Ilahiyah
Nilai Ilahiyah adalah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para
rasul-Nya, yang berbentuk takwa, iman, adil, yang diabadikan dalam
wahyu ilahi. Nilai ilahi selamanya tidak mengalami perubahan.
Nilai-nilai Ilahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan
manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak
berkecenderungan untuk berubah-ubah sesuai dengan hawa nafsu
manusia dan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan sosial
Muhadjir (dalam Thoha, 1996:64) membagi nilai Ilahiyah terdiri
dari nilai ubudiyah dan muamalah.
b. Nilai Insaniyah
Nilai Insaniyah adalah nilai yang tumbuh atas kesepakatan
manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai
Insaniyah bersifat dinamis, sedangkan keberlakuan dan kebenarannya
relatif (nisbi) yang dibatasi oleh ruang dan waktu (Muhaimin dan
Mujib, 1993:111).
Sedangkan menurut Isna (2001:98) mengungkapkan bahwa nilai
Insaniyah merupakan nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik
secara individu maupun kelompok.
Melihat dari uraian diatas, memembuktikan bahwa manusia adalah
makhluk budaya dan sosial. Sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup
bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdependesnsi
sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmaniah
maupun ruhaniah. Maka, dalam proses interaksi inilah diperlukan
nilai-nilai yang merupakan faktor inheren dengan antar hubungan sosial itu.
Celcius mengatakan “Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum”.
Hukum ialah norma-norma atau nilai-nilai untuk mengatur antar hubungan
sosial manusia (Mohammad Noor Syam, 1988:127).
Sedangkan menurut Yusuf Amir Feisal (1995:230) berpendapat
bahwa Islam mengandung berbagai sistem norma yang mencakup norma
Zulkarnain (2008:27-29) mengungkapkan bahwa berdasarkan dari
dasar-dasar utama pendidikan di atas, maka setiap aspek pendidikan Islam
mengandung beberapa unsur pokok yang mengarah kepada pemahaman
dan pengamalan doktrin Islam secara menyeluruh, pokok yang harus
diperhatikan oleh pendidikan Islam mencakup tauhid, ibadah, akhlak dan
kemasyarakatan sebagai nilai-nilai pendidikan Islam yang perlu
ditanamkan oleh anak. Nilai-nilai pendidikan Islam ini antara lain:
a. Nilai Tauhid/Akidah
Menurut etimologi, akidah adalah ikatan, sangkutan. Disebut
demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan
segala sesuatu (Ali, 2008:199).
Sedangkan menurut terminologi, akidah adalah iman, keyakinan
(Ali, 2008:134).
Setiap muslim haruslah memiliki keyakinan dari hati sehingga
akan tumbuhlah benih-benih iman yang akan menjadi landasan hidup.
Dengan berlandaskan akidah, seorang akan menjalani kehidupannya
dengan penuh makna dan terpenuhilah kebutuhan jiwanya dengan iman.
Dengan demikian, pendidikan akidah merupakan pendidikan
pertama yang harus ditanamkan pada anak. Untuk itu, orang tualah
yang memiliki tanggungjawab utama dalam menanamkan nilai akidah
pada anak dengan sebaik-baiknya.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Al-Ghazali bahwa
akan mewarnai kehidupannya sehari-hari karena terpengaruh oleh suatu
pengakuan tentang adanya kekuatan yang menguasainya yaitu Tuhan
Allah Yang Maha Esa. Sehingga timbul rasa takut berbuat kecuali yang
baik-baik saja dan semakin matang perasaan ke-Tuhanannya, semakin
pula matang segala perilakunya (Zainuddin 1991: 99).
Ruang lingkup kajian akidah berkaitan erat dengan rukun iman,
antara lain iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat Allah, iman
kepada kitab suci Allah SWT, iman kepada Nabi & Rasul, iman kepada
hari akhir dan iman kepada qodho dan qodar Allah SWT.
Makbuloh (2013: 95-96) mengungkapkan bahwa orang-orang
mukmin yang mantap imannya hanyalah mereka yang membuktikan
pengakuan iman mereka dengan perkataan dan perbuatan. Iman yang
sempurna itu terhujam mantap dalam hati. Iman yang benar tampak
dalam perbuatan yang benar pula.
Pendidikan Islam pada akhirnya ditujukan untuk menjaga dan
mengaktualisasikan potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif
yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Zulkarnain, 2008:27).
b. NilaiIbadah/’ubudiyah
Ibadah menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut dan do‟a.
Karena pada hakikatnya ibadah adalah menumbuhkan kesadaran pada
diri manusia bahwa ia sebagai insan yang diciptakan Allah SWT khusus
Demikianlah menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk
menjalani serangkaian ibadah-ibadah sesuai perintah Allah SWT.
Apalagi sebagai orang tua diharapkan untuk menanamkan pendidikan
ibadah secara mendalam sedikit demi sedikit kepada anak. Agar anak
mampu terbiasa dengan ibadah yang mereka laksanakan.
Mohammad Daud Ali (2008:247) juga mengungkapkan bahwa
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdah (ibadah yang
ketentuan pelaksanaannya sudah pasti ditetapkan oleh Allah dan
dijelaskan oleh Rasul-Nya) dan ibadah umum („ammah) yakni semua
perbuatan yang mendatangkan kebaikan kepada diri sendiri dan orang
lain, dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah SWT, seperti belajar,
mencari nafkah, menolong orang susah dan sebagainya. Sedangkan
kajian dalam ibadah mahdah berkisar tentang thoharoh (bersuci),
sholat, zakat, puasa dan haji.
Menurut Qomarulhadi muatan ibadah dalam pendidikan Islam
diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal
diantaranya: Menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT,
menjaga hubungan dengan sesama insan dan kemampuan menjaga dan
menyerahkan dirinya sendiri (Zulkarnain, 2008:28).
Dengan demikian seluruh aspek ibadah dapat digunakan sebagi
media dalam memperbaiki akhlak diri.
Rachmat Djatnika mengungkapkan, sebagaimana dikutip
Mohammad Daud Ali (2008:346) akhlaq berasal dari bahasa Arab
akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at.
Dr. Ulil Amri Syafri (2014:72) juga mengungkapkan bahwa
secara terminologi para ulama sepakat mengatakan akhlak adalah yang
berhubungan dengan perilaku manusia.
Menurut Imam Ghozali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin
sebagaimana dikutip oleh Syafri (2014:72) mengatakan bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Barmawy Umary mengungkapkan bahwa akhlak dalam diri
manusia timbul dan tumbuh dalam jiwa, kemudian berbuah dalam
segenap anggota yang menggerakkan amal-amal serta menghasilkan
sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu
yang buruk yang membawa manusia ke dalam kesesatan (Zulkarnain,
2008:29)
Dengan demikian, akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam
diri seseorang yang diwujudkan dalam perbuatan, berupa perbuatan
baik dan buruk yang dilakukan tanpa berpikir panjang.
Dalam implementasinya, akhlak terpuji mengatur bagaimana cara
manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam sekitar dan
manusia dengan diri sendiri. Didalamnya tediri dari konsep-konsep
yang disebut dengan ruang lingkup akhlak, antara lain:
a) Akhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW
b) Akhlak pribadi dan keluarga
c) Akhlak bermasyarakat dan mu’amalah
d. Kemasyarakatan
Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan
hidup manusia diatas bumi (Zulkarnain, 2008:29)
4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam
Menurut Abdullah Nashih Ulwan (1992:1) seorang pendidik yang
sadar, akan selalu berusaha mencari metode yang lebih efektif dan mencari
pedoman-pedoman pendidikan yang berpengaruh dalam upaya
mempersiapkan anak secara mental, moral saintifikal, spiritual dan sosial
sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan, kedewasaan
dan kematangan berpikir.
Dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam, sebaiknya
digunakan metode-metode diantaranya:
a. Metode Keteladanan
Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi
didik akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang baik di dalam
perkataan dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993:215).
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah
metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab seorang
pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang
tingkah laku dan sopan santunnya akan di tiru, disadari atau tidak,
bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan
perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, yang bersifat
material, indrawi, maupun spiritual. Karenannya keteladanan
merupakan faktor penentu baik buruknya anak didik. Jika seorang
pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani, dan tidak
berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan
sifat-sifat mulia ini.
Allah SWT mengutus nabi Muhammad saw untuk menjadi
panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah , dan bagi semua
umat manusia, di setiap masa dan tempat. Allah SWT berfirman
dalam Qs.Al-Ahzab: 21, sebagai berikut:
ٌةَنَسَح ٌةَوْسُا ِللها ِلْوُسَر ِفِ ْمُكَل ناَكْدَقَل
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagimu... (Al-Ahzab: 21).
Dalam sebuah hadits juga di jelaskan bahwa Aisyah r.a pernah
َنآْرُقْلا ُهُقُلُخ َناَك
Artinya: “Akhlak beliau adalah quran.” b. Metode Pembiasaan
Pendidikan dengan membentuk kebiasaan harus dilakukan dan
dilatih secara berulang-ulang. Untuk itu, setiap pendidik terutama
orang tua harus mampu memilih kebiasaan-kebiasaan yang baik
sifatnya dan berlaku di masyarakat. Terdapat dua jenis kebiasaan
yang perlu diteruskan melalui proses pendidikan. Kedua jenis
kebiasaan itu adalah:
1) Kebiasaan yang bersifat otomatis, yang harus dilakukan meskipun
seorang anak tidak mengerti makna atau tujuannya. Misalnya
kebiasaan menyikat gigi pada pagi dan malam hari sebelum tidur,
kebiasaan bangun pagi dan segera menunaikan shalat subuh.
2) Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran
akan manfaat dan tujuannya. Misalnya kebiasaan menunaikan
shalat lima waktu yang dipahami betapa meruginya orang yang
meninggalkan sholat (Nawawi, 1993:219-220).
Diantara masalah-masalah yang diakui dan ditetapkan dalam
syari‟at Islam adalah, bahwa pada awal penciptaannya seorang anak
itu dalam keadaan suci dan bertauhid murni, beragama yang lurus dan
ْنِكلَو ُمِّيَقْلا ُنْيِّدلا َكِلاَذ ،ِللها ِقْلَِلِ َلْيِدْبَ تَلااَهْ يَلَع َساَّنلاَرَطَف ِْتِّلا ِللها َتَرْطِف
َنْوُمَلْعَ يَلاِساَّنلاَرَ ثْكَا
Artinya: ... fitrah Allah yang dengannya Dia ciptakan manusia, tidak ada penggantian pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tdiak mengetahui (Qs. Ar-Rum:30).
Dari sini dimulailah peran pembiasaan, pengajaran, dan
pendidikan dalam menumbuhkan dann menggiring anak kedalam
tauhd murni, akhlak mulia, keutamaan jiwa, dan untuk melakukan
syari‟at yang hanif (hanif) (Ulwan, 1992:45).
c. Metode Nasihat
Nasihat merupakan cara mendidik yang mengandalkan bahasa,
baik lisan maupun tertulis dalam mewujudkan interaksi antara
pendidik dengan anak didik. Nasehat bersifat penyampaian pesan dari
sumbernya kepada pihak yang memerlukan atau dipandang
memerlukan (Nawawi, 1993:221). Untuk itu, seorang orang tua perlu
memerhatikan perilaku anaknya, apabila terdapat kesalahan yang
dilakukan olehnya, seorang orang tua diharapkan untuk menasehati
anak-anaknya.
Nasihat sangat penting berperan dalam menjelakan kepada anak
tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral yang mulia, dan
mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam. Jiwa yang menerima
akal yang bijak, maka nasihat itu akan lebih cepat mendapat respon
dan akan lebih membekas (Ulwan, 1992:65 & 70).
d. Metode Pengawasan
Setiap orang tua perlu mengawasi setiap perilaku anaknya.
Sehingga dengan pengawasan setiap perbuatan yang dilakukan anak
akan terkendali. Apabila anak melakukan suatu kesalahan akan
langsung diketahui orang tua dan akan dibenarkan. Pengawasan perlu
dilakukan sejak kecil.
Pada saat usianya semakin bertambah, pemeliharaan dan
perlindungan akan semakin rumit, karena tidak sekedar fisik dan
material, tetapi juga mengenai psikis, khususnya yang berkenaan
dengan aqidah, akhlak dan syariah. Anak memerlukan perlindungan
agar tidak mendapat pengaruh buruk dari kawan-kawan dan
masyarakat sekitarnya (Nawawi, 1993:239)
Pendidikan dengan pengawasan berupaya mendampingi anak
dalam membentuk akidah dan moral, dan mengawasinya dalam
mempersiapkannya secara psikis dan sosial, dan menannyakan secara
terus-menerus tentang keadaannya, baik dalam hal pendidikan jasmani
maupun dalam hal belajarnya. Dalam hal ini pendidikan termasuk
dasar terkuat dalam mewujudkan manusia yang seimbang, yang dapat
menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik dalam kehidupan
ini (Ulwan, 1992:128-129).
Menurut Ulwan (1992:160-161) berikut adalah metode yang
diterapkan Islam dalam memberi sanksi terhadap anak, antara lain:
1) Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Seperti tertera dalam hadits riwayat Bukhari, sebagai berikut:
َشْحَفْلاَو َفْنَعْلاَو َكاَّيِاَو ِقْفِّرلااِب َكْيَلَع
Artinya: “Engkau, wahai pendidik harus bersikap lembut padaanak. Hindari bersikap keras atau kasar”.
َعُمَو ُهَثَعَ ب َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّيََّصَّيِبَّنلا َّنَا ِّيِرَعْشَلاْا ىَسْوُم ِبَِا ْنَع
ِنَمَيْلا َلَِااًدا
اَرِّفَ نُ تَلاَواَمِّلِعَواَرِسَّعُ تَلاَوَرِّسَي:اَمَُلَ َلاَقَ ف
Artinya: “Dari Abu Musa Al-asy’ari bahwa ketika mengutus
Mu’adz bin Jabbal ke Yaman, Nabi berpesan: permudahlah, jangan kau persulit. Ajarilah jangan kau tinggalkan.”
Kedua hadits tersebut menganjurkan kepada setiap pendidik
baik guru maupun orang tua yang akan memberikan sebuah hukuman
kepada anak-anaknya, hendaknya mereka mengutamakan sikap lemah
lembut kepada anak-anaknya dan hindari sikap kekerasan yang akan
menimbulkan pertikaian, serta permudahlah apa yang menjadi
urusannya jangan kau persulit agar mereka juga mudah menyerapnya
dalam hati dan pikirannya dan ajarkan kepada mereka suatu ajaran
yang baik dan yang bisa mendidiknya.
2) Memberi sanksi terhadap anak yang salah
Diantara anak-anak itu kecerdasannya tidak sama, begitu juga
bergaul, ada juga yang berwatak keras. Semua ini kembali kepada
keturunan, lingkungan dan faktor-faktor pertumbuhan dan pendidikan.
Ibnu Khaldun mengatakan: “Barang siapa di perlakukan keras
dan kasar, harga dirnya akan turun, semangatnya akan lemah,
membuatnya malas, dan akan sering berdusta karena takut dimarahi.
Lama-kelamaan kebiasaan jeleknya ini akan menjadi kepribadiannya.
Dan rusaklah arti kemanusiaan yang dimilikinya” (Ulwan. 1992:161
-162).
Selain itu, Rosyadi (2004:216) juga mengungkapkan beberapa metode
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, antara lain:
1. Metode hiwar (percakapan Qur‟ani dan Nabawi)
2. Mendidik dengan kiah-kisah Qur‟ani dan Nabawi
3. Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur‟ani dan Nabawi
4. Metode keteladanan
5. Metode pembiasaan diri dan pengalaman
6. Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mau‟izhah
(peringatan)
7. Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat