• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga - Test Repository"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

PENANAMAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

OLEH ORANG TUA PADA SISWA TUNAGRAHITA

SMPLB NEGERI SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh

SITI MU

ASYAROH

NIM 11112237

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO













QS. Ar-Rahman: 60

Tidak ada balasan kebaikan selain kebaikan

PERSEMBAHAN

Untuk orang tuaku, Bapak Duryadi yang telah berperan ganda sebagai ibu dalam

hidupku dan Alm Ibu Rukini yang semoga selalu dalam rengkuhan Allah SWT

Kakak-kakak, keponakan-keponakan, keluarga besarku

Bapak Kyai, guru-guru, dan para asatidz,

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan

hidayah-Nya hingga penulis dapat menyelesikan skripsi ini yang berjudul

“Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa

Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga”.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi

Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan

hingga terang benderang, semoga kita semua diakui sebagai umatnya yang kelak

mendapatkan syafaatnya di akhirat.

Selanjutnya penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Intitut Agama Islam

Negeri Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Bapak Mukti Ali, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah membimbing penulis dalam memempuh studi di IAIN Salatiga.

5. Ibu Dra. Nur Hasanah, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

dengan sabarnya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam

(8)

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu

selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi.

7. Bapak, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan

memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.

8. KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho dan bimbingan

dalam menuntut ilmu.

9. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan para

santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam warna-warni

kehidupan.

10. Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012,

terutama Kelas PAI G yang telah memberikan banyak cerita dan canda

selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga

Semoga skripsi ini dapat memberikan tambahan wawasan yang lebih luas

dan dapat menjadi sumbangan pemikiran kepada para pembaca. Penulis sadar

bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,

kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Wassalammu’alaikum wr.wb.

Salatiga, 23 September 2016 Penulis,

Siti Mu‟asyaroh

(9)

ABSTRAK

Mu‟asyaroh, Siti. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada

Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga.Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, Salatiga, 2016

Kata Kunci: Penanaman, Nilai-nilai Pendidikan Islam, Siswa Tunagrahita

Tunagrahita adalah mereka yang memiliki keterbatasan intelegensi. Karena keterbatasan itu pula sikap sosial seseorang berkurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga, untuk mengetahui metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga, serta untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Sumber utama penelitian ini adalah orang tua siswa tunagrahita, anak tunagrahita dan guru pendidikan agama Islam di SMPLB Negeri Salatiga. Proses penyajian data dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, yaitu dengan cara analisis yang cenderung menggunakan kata-kata untuk menangkap fakta, fenomena, variabel dan keadaan yang didapatkan ketika penelitian berlangsung dan menjelaskan data yang didapatkan.

(10)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang Masalah………....

(11)

C. Tujuan Penelitian………...

D. Kegunaan Penelitian………..

E. Penegasan Istilah………...

F. Tinjauan Pustaka ………...

G. Metode Penelitian ………...

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan ………..

2. Kehadiran Peneliti……….

3. Waktu dan Tempat Penelitian………...

4. Sumber dan Jenis Data………...………

H. Sistematika Penulisan………... 23

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

A. Penanaman Nilai Pendidikan Islam ..……….... 25

1. Pengertian Nilai Pendidikan Islam………... 25

(12)

3. Macam-macam Nilai Pendidikan Islam ……….... 30

4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam .... 36

B. Anak Tunagrahita ………... 43

1. Pengertian Tunagrahita ...…... 43

2. Klasifiksi Tunagrahita ..……… 45

3. Karakteristik Tunagrahita ...………... 48

C. Pendidikan Islam bagi Tunagrahita ...…… 51

BAB III: PAPARAN DATA DAN HASIL PENELITIAN A. PROFIL SUBYEK PENELITIAN ...………... 56

1. Data Informan ………... 56

2. Profil Keluarga ...………. 57

B. TEMUAN PENELITIAN...……… 66

1. Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Ditanamkan oleh Orang

Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga ... 66

2. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh

Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga

3. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung dalam

(13)

pada Siswa Tunagrahita ... 83

BAB IV: ANALISIS DATA

A. Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang Ditanamkan Orang Tua

pada SiswaTunagrahita SMPLB Negeri Salatiga ...

89

B. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang

Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga………

98

C. Faktor Penghambat Dan Faktor Pendukung dalam Penanaman

Nilai-Nilai Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa

Tunagrahita SMPLB-N Salatiga ……….... 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……….. 104

B. Saran ………... 105

C. Penutup ………. 106

Daftar Pustaka

(14)

DAFTAR GAMBAR

(15)

DAFTAR TABEL

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Gambar Selama Proses Penelitian

Lampiran II : Lembar Rekaman Observasi

Lampiran III : Data Siswa Tunagrahita Muslim SMPLB Negeri

Salatiga

Lampiran IV : Pedoman Observasi, Dokumentasi dan Wawancara

Lampiran V : Surat Penunjukan Pembimbing

Lampiran VI : Surat Ijin Penelitian

Lampiran VII : Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian

Lampiran VIII : Riwayat Hidup Penulis

Lampiran IX : Nota Pembimbing Skripsi

Lampiran X : Lembar Konsultasi

(17)
(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses pembekalan pengetahuan dimana

seseorang akan berkembang menjadi manusia yang lebih baik. Pendidikan

sangatlah dibutuhkan dalam setiap tatanan masyarakat. Dalam hal ini,

pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan dan mengaktualisasikan

diri seseorang sesuai dengan bakat dan minat yang dimilki.

Muhaimin (2002:37) menuturkan bahwa istilah pendidikan biasanya

lebih diarahkan pada pembinaan watak, moral, sikap atau kepribadian yang

lebih mengarah pada afektif.

Pendidikan merupakan hak setiap orang seperti yang tercantum dalam

UUD‟45 Pasal 31 ayat 1 yang berbunyi: “Tiap-tiap warga negara berhak

mendapatkan pengajaran”. Negara sudah memberi jaminan kepada semua

warga negara Indonesia untuk mendapatkan pendidikan, tidak terkecuali warga

negara yang mempunyai keterbatasan fisik, mental, maupun ekonomi.

Keterbatasan warga negara bukan alasan untuk warga negara tersebut tidak

mendapatkan pendidikan”. Sehingga, setiap warga negara Indonesia berhak

mendapatkan pendidikan. Keterbatasan yang dimiliki bukan berarti terbatas

juga dalam mencari ilmu, karena keberlangsungan pendidikan untuk anak

berkebutuhan khusus sudah difasilitasi oleh pemerintah dalam suatu ruang,

(19)

Hal ini sesuai dengan isi dari undang-undang tentang hak atas

pendidikan bagi penyandang kelainan ditetapkan dalam Undang-Undang No.20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 32 disebutkan bahwa:

“Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta

didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

karena kelainan pisik, emosional, mental, dan sosial”.

Dalam Islam pun juga mengajarkan bahwa setiap individu di mata

Allah SWT adalah sama, tidak pernah membedakan satu sama lain, karena

yang membedakan adalah ketakwaannya. Disinilah dalam mencapai ketakwaan

perlu adanya pendidikan Islam sebagai upaya menanamkan nilai-nilai Islam

dalam diri individu.

Pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk

menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai

kholifah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur‟an dan sunnah

sehingga terciptalah insan kamil (Arief, 2002:16).

Muhaimin (2002:168) mengungkapkan bahwa pembelajaran

pendidikan agama Islam yang selama ini berlangsung agaknya terasa kurang

terkait atau kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah

pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi “makna” dan “nilai” yang

perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik, untuk selanjutnya menjadi

sumber motivasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat, dan berperilaku

(20)

Namun di sisi lain, keberhasilan peserta didik dalam menanamkan

nilai-nilai keagamaan mereka tidak terlepas dari peran orang tua yang selalu

bersinggungan secara langsung dalam lingkungan keluarga. Sebagai teladan

utama kehidupan sebelum guru dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan

Islam di lingkungan masyarakat.

Gunarsa (1995:3) menyatakan bahwa mengasuh, membesarkan dan

mendidik anak merupakan satu tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai

halangan dan tantangan. Telah banyak usaha yang dilakukan orang tua

maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan

pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak.

Dalam QS At-Tiin ayat 4 Allah SWT befirman:



Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam

bentuk yang sebaik-baiknya”.

Pada dasarnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling

sempurna karena manusia telah diberi akal sebagai alat untuk berpikir.

Manusia juga adalah makhluk yang tertinggi dan mulia. Namun tidak semua

manusia terlahir dengan kesempurnaan karunia Tuhan. Sebagian diantara

mereka terdapat yang memiliki kelainan sehingga menghambat perkembangan

mereka. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan kelainan yang ia

miliki selalu membawa keburukan. Padahal dengan penanganan yang khusus

(21)

Dalam realita sekarang, terdapat sebagian orang tua yang memiiki

anak “berbeda” merasa malu, putus asa, kecewa dan pasrah hanya menerima

sebagai takdir yang diberikan kepada mereka tanpa melakukan hal apapun

yang terbaik untuk anaknya. Banyak juga yang merasa bahwa memiliki anak

yang berkebutuhan khusus adalah sebuah kesia-siaan. Meskipun nantinya

mereka juga mampu tumbuh besar, namun tetap saja mereka tidak mampu

menggantikan sebagai tulang punggung keluarga.

Dalam wikipedia Indonesia (Pratiwi, 2013:14) mengartikan anak yang

memiliki kelainan atau biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus adalah

anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada

umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau

fisik.

Anak yang menunjukkan pada ketidakmampuan mental disebut dengan

tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki

kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai hambatan

dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya. Mereka mengalami

keterlambatan dalam segala bidang, dan itu sifatnya permanen. Rentang

memori mereka pendek terutama yang berhubungan dengan akademik, kurang

dapat berpikir abstrak dan pelik (Apriyanto, 2012:21).

Sedangkan menurut Smart (2012:49) tunagrahita adalah istilah yang

digunakan untuk menyebut anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata.

Tunagrahita ditandai dengan ketebatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam

(22)

Aqila Smart (2012:33) mengungkapkan sebagai orang tua anak

berkebutuhan khusus (ABK) pastilah merasakan bahwa anaknya memang

berbeda. Namun, perbedaan itu bukanlah suatu kekurangan bagi anak. Maka,

untuk mencapai bakatnya, orang tua harus memahami anaknya.

Anak tunagrahita merupakan satu dari golongan anak luar biasa.

Adapun golongan anak luar biasa yaitu tunanetra (penyandang hambatan

penglihatan), tunarungu (penyandang hambatan pendengaran), tunagrahita

(penyandang gangguan perkembangan intelegensi), tunadaksa (penyandang

hambatan fisik dan gerak), tunalaras (berperilaku aneh), anak berbakat dan

anak berkesulitan belajar.

Walaupun sang anak memiliki keterbelakangan mental yang kemudian

mengakibatkan kemandirian anak tidak berkembang sesuai usianya dan juga

memiliki kelainan dalam hubungan sosialnya. Tidak menutup kemungkinan

jika para orang tua anak penyandang tunagrahita selalu mendidik, memahami,

mengarahkan dan memotivasi anaknya untuk selalu berkembang dalam

menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam. Maka sang anak pun akan terbiasa

dalam menginternalisasi nilai-nilai itu dengan senang hati dan akan

berkembanglah kemandirian serta jiwa sosialnya.

Hal ini, karena pembinaan moral terjadi melalui pengalaman dan

kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Dalam hal ini

agama memiliki peran penting, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama

(23)

yang bersumber pada nilai-nilai masyarakat akan berubah karena pengaruh

waktu dan tempat (Islamiyah, 2013:73).

Terkait dengan penerapan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SMPLB Negeri Salatiga, sekolah ini memiliki peserta didik dari berbagai jenis

keterbatasan khusus. Antara lain, peserta didik yang memiliki keterbatasan

dalam berbicara (tunawicara), kelainan intelegensi (tunagrahita),

keterbelakangan fungsi gerak dan tubuh (tunadaksa) dan keterbatasan khusus

yang lain.

Namun, diantara seluruh peserta didik berkebutuhan khusus disana

mayoritas adalah peserta didik yang memiliki keterbelakangan mental/

intelegensi atau yang biasa disebut dengan tunagrahita.

Jadi, pada dasarnya, walaupun anak memiliki keterbelakangan

intelegensi dan sosial. Mereka tetap memiliki hak dan kewajiban yang sama

dalam memperoleh pendidikan Islam baik di lingkungan keluarga, sekolah

maupun masyarakat. Serta, selain mendapatkan pembelajaran di sekolah,

khususnya di SMPLB Negeri Salatiga Salatiga, setiap anak juga harus dilatih

dan dibimbing pula oleh orang tua, sebagai suri tauladan bagi anak dimanapun

dan kapanpun mereka berada agar tertanamlah nilai-nilai pendidikan Islam

pada anak.

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka penulis

akan melakukan penelitian dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai

Pendidikan Islam oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB

(24)

B.Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan orang tua pada siswa

tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga?

2. Bagaimana metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua

pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga?

3. Apakah faktor penghambat dan faktor pendukung dalam penanaman

nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB

Negeri Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka

secara umum tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang ditanamkan orang tua

pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga

2. Untuk mengetahui metode penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh

orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga

3. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung dalam

penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa

(25)

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun

secara praktis.

1. Secara Teoritis

a. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya

kajian bidang pendidikan Islam, terutama dalam ruang lingkup kajian

pendidikan agama Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

b. Memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana upaya orang tua

dalam menananamkan nilai-nilai pendidikan Islam bagi anak

tunagrahita.

2. Secara Praktis

a. Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan mampu memberi motivasi

agar lebih memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya,

sebagai usaha untuk membina keagamaan anak. Walaupun dengan

kondisi anak yang memiliki keterbelakangan mental (seorang

tunagrahita).

b. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai pijakan dalam mengatasi problema keagamaan anak.

Diharapkan masyarakat tidak memandang sebelah mata Anak

Berkebutuhan Khusus (ABK), khususnya para anak tunagrahita dan

para orang tua yang telah berusaha dalam mendidik dan memberikan

(26)

c. Bagi para guru, khususnya guru pendidikan agama Islam, penelitian ini

diharapkan dapat digunakan sebagai landasan untuk lebih

mengembangkan keagamaan anak berkebutuhan khusus, terutama

tunagrahita karena keterbatasan mental dan sosial yang dianggap

sebagai penghambat agar anak tunagrahita tersebut dapat lebih

mendalami pendidikan Islam dan mampu menanamkannya dimanapun

dan kapanpun mereka berada.

E. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dari judul “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Islam

oleh Orang Tua pada Siswa Tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga adalah

sebagai berikut:

1. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Muhaimin (1983:7) mendeskripsikan bahwa nilai adalah sesuatu yang

dianggap memiliki harga bagi sekelompok orang tertentu.

Nilai itu sendiri adalah hakikat suatu hal yang menyebabkan hal itu

dikejar oleh manusia. Nilai juga berarti keyakinan yang membuat

seseorang bertindak atas dasar pilihannya.

Dengan demikian, penanaman nilai-nilai yang dimaksud disini adalah

proses penanaman dan penghayatan nilai kedalam jiwa seseorang sehingga

dapat tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari seseorang. Nilai yang

telah dihayati tersebut kemudian dapat menyatu pada kepribadian

(27)

Pendidikan sebagai suatu proses spiritual, akhlak, intelektual dan

sosial yang berusaha membimbing manusia dan memberinya nilai-nilai,

prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan (Langgulung, 1988:62).

Pendidikan adalah suatu usaha yang berproses berisikan bimbingan

yang akan mengarahkan seseorang pada perubahan sikap intelektual dan

sosial.

Pendidikan Islam adalah sebuah proses yang dilakukan untuk

menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya, beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mampu mewujudkan eksistensinya

sebagai kholifah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran al-Qur‟an

dan sunnah sehingga terciptanya insan kamil (Arief, 2002:16).

Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala

usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber

daya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia

seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah

lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim (Achmadi, 1992:14).

Adapun menurut Chabib Thoha (1996:99) mendefinisikan pendidikan

Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori

yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan berdasaarkan

nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam al-Qur‟an dan Hadits.

2. Tunagrahita

Anak tunagrahita merupakan satu dari golongan anak luar biasa.

(28)

penglihatan), tunarungu (penyandang hambatan pendengaran), tunagrahita

(penyandang gangguan perkembangan intelegensi), tunadaksa

(penyandang hambatan fisik dan gerak), tunalaras (berperilaku aneh), anak

berbakat dan anak berkesulitan belajar.

Anak tunagrahita adalah anak yang secara signifikan memiliki

kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dengan disertai

hambatan dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya

(Apriyanto, 2012:21-28).

Sementara, pemerintah RI memiliki istilah resmi dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 72 tahun 1991, yaitu tunagrahita merujuk pada

anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental (Pratiwi, 2013:46).

Aqila Smart (2012:49) menuturkan bahwa anak tunagrahita ditandai

dengan keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita yaitu seorang yang

memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak pada umumnya dan

mempunyai kesulitan dalam berkomunikasi dan interaksi sosial. Sehingga

mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

F. Tinjauan Pustaka

Terkait dengan penanaman nilai-nilai pendidikan Islam pada anak

tunagrahita hasil penelitian yang berhubungan dengan penelitian penulis

(29)

Penelitian Rizqi Nurul Ilmi tentang Strategi Komunikasi Guru dalam

Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama pada Anak Penyandang

Tunagrahita di SLB-C Tunas Kasih I Kabupaten Bogor Tahun 2013. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adalah adanya bentuk strategi komunikasi

yang digunakan oleh guru untuk mengajar kepada murid penyandang

tunagrahita, cara atau strategi yang digunakan berupa metode ceramah yang

mana guru terlihat lebih aktif untuk penanaman nilai-nilai agama islam pada

anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I Kabupaten Bogor.

Komunikasi verbal dan non verbal juga digunakan oleh guru dalam kegiatan

belajar mengajar. Adanya materi agama yang diajarkan kepada murid SLB

Tunas Kasih I Kabupaten Bogor, dan materi ajar pun disesuaikan dengan

kondisi anak muridnya karena keterbatasan mental yang dimiliki menjadi

upaya dan faktor penentu keberhasilan komunikasi guru dalam penanaman

nilai-nilai agama pada anak penyandang tunagrahita di SLB Tunas Kasih I

Kabupaten Bogor.

Penelitian V Tri Mulyani W tentang Penanaman Nilai Pada anak cacat

mental mampu didik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh

kesimpulan guru diharapkan dapat memberikan penjelasan maupun

contoh-contoh konkret tentang nilai-nilai baik buruk, berguna tidak berguna, disiplin,

jujur, bijaksana, dan sebagainya. Dalam proses penanaman juga, guru

diharapkan memberikan penjelasan singkat mengingat anak cacat mental

didik sangat miskin dalam perbendaharaan kata, guru akan ditiru oleh siswa,

(30)

mengajar hendaknya juga menggunakan berbagai metode. Dalam pemakaian

alat peraga misalnya dapat menggunakan warna-warni yang menyolok.

Penanaman nilai hendaknya dimulai sedini mungkin, sehingga menjadi suatu

kebiasaan.

Penelitian Siti Nur Hidayah tentang Pendidikan Agama Pada Anak

Tunagrahita (Studi Terhadap Sistem Pembelajaran PAI di SLB A, B, C, D

Muhammadiyah Susukan Kabupaten Semarang Tahun 2011). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa Guru di SLB B A,B,C,D Muhammadiyah Susukan dalam

menyampaikan, materi kepada siswa menggunakan beberapa metode

pembelajaran diantaranya meliputi metode ceramah,tanya jawab, pemberian

tugas dan demonstrasi. Selain itu, guru dalam menyampaikan materi kepada

siswa dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan dilakukan secara

berulang-ulang sampai siswa benar-benar paham terhadap materi yang

disampaikan oleh guru.

Skripsi yang ditulis oleh Siti Farihah, Jurusan Kependidikan Islam

Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Yogyakarta Tahun 2006 yang

berjudul “Upaya Orang Tua Dalam Mendidik Anak Autis (Perspektif

Pendidikan Islam)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana

upaya orang tua dalam mendidik anak autis dalam proses perkembangan

motorik, komunikasi, sosial dan kognitif serta metodenya. Hasil dari

penelitian menujukkan untuk mendidik perkembangan anak autis, orang tua

(31)

melalui terapi okupasi, terapi wicara, sosialisasi, terapi edukasi, reward dan

punishment, metode pembiasaan, dan metode cerita.

Dari beberapa penelitian diatas, memang cukup banyak tulisan ilmiah

yang hampir sama dengan tema Penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh

orang tua. Sehingga dari beberapa penelitian yang ada tersebut dapat saling

melengkapi satu sama lain.

Pada penelitian ini, penulis menekankan tentang penanaman nilai-nilai

pendidikan Islam yang diterapkan orang tua pada anaknya yang merupakan

anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga

G. Metode Penelitian

Metode lahir dari kata methodos (Yunani) atau methodus (Latin); kata ini

terbentuk dari kata meta (melampaui) dan hodos (jalan). Kata ini

sekurang-kurangnya mengandung dua arti pokok, yaitu (1) jalan atau cara untuk

melakukan sesuatu, prosedur tertentu untuk mengajar atau meneliti; (2)

keteraturan dan tatanan dalam bertindak, pikiran, sistem untuk melakukan

sesuatu. Di dalam metode terdapat jalan, aturan, dan sistem yang mengatur

unsur-unsur yang saling terkait dalam satu rangkaian kerja (Chang, 2014: 12)

Metode penelitian adalah cara yang dipandang sebagai cara mencari

kebenaran secara ilmiah. Penelitian ilmiah merupakan penyaluran hasrat ingin

tahu manusia (Kasiram, 2008:31). Jadi, secara umum, metode penelitian

adalah serangkaian langkah-langkah dan arah yang pasti dalam rangkaian

(32)

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (field research). Disini

penulis mengumpulkan data dari lapangan dengan mengadakan

penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah

yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian kualitatif, yaitu kajian berbagai studi dan

kumpulan berbagai jenis materi empiris, seperti studi kasus, kisah hidup,

pengalaman personal, pengkuan introspektif, wawancara, artifak, berbagai

teks dan produksi kultural, pengamatan, sejarah, interaksional, dan berbagai

teks visual (Setiawan, 2007: 5).

Menurut Strauss dan Corbin (2007:4) istilah penelitian kualitatif

dimaksudkan sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak

diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya.

Dengan demikian, penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah

penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa

tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga Salatiga yang dalam prosesnya

menggambarkan dan menganalisis dari hasil data yang diperoleh peneliti

atau menggambarkan permasalah yang akan diteliti secara mendalam.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti kualitatif kedudukan peneliti sebagai instrumen utama.

Kehadiran peneliti dilapangan untuk melakukan pengamatan dan

(33)

diperlukan peneliti guna untuk melengkapi data penelitian. Dalam penelitian

ini, peneliti terjun langsung ke lapangan tanpa mewakilkan kehadirannya

pada orang lain agar data dari informan didapat secara akurat.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPLB Negeri Salatiga dan di rumah

orang tua anak tunagrahita dan dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2016

sampai 20 September 2016. Dengan alasan, peneliti ingin mengetahui

bagaimana cara orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam

pada anak tunagrahita.

4. Sumber dan Jenis Data

Mengungkapkan sebuah karya ilmiah haruslah berdasarkan fakta dan

data yang nyata, baik diperoleh secara langsung maupun tidak langsung.

Untuk itu, dalam penelitian ini dapat memperoleh data melalui data primer

dan data sekunder.

a. Data Primer

Yaitu data yang dapat diperoleh langsung dari lapangan atau

tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang

diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai. Peneliti

menggunakan data ini untuk memperoleh informasi langsung tentang

bagaimana cara orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan

Islam pada anak tunagrahita.

Adapun sumber data langsung penulis dapatkan dari para orangtua,

(34)

Dalam hal ini penulis mengambil 10 orang tua wali sebagai

responden utama, wakil kepala sekolah, dan guru PAI SMLB Negeri

Salatiga sebagai sumber pelengkap.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan berbagai macam

sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi, buku harian, notula

rapat perkumpulan, sampai dokumen-dokumen resmi dari instansi

pemerintah. Data ini dapat berupa buletin, majalah, publikasi dari

berbagai organisasi, hasil-hasil studi, hasil survei, studi historis, dan

sebagainya. Data sekunder yang diperoleh penulis adalah data siswa

tunagrahita SMPLB Negeri Salatiga dan profil keluarga siswa

tunagrahita.

Penulis menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat

penemuan dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui

wawancara langsung dengan para narasumber.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

2011:186). Ada kalanya wawancara dilaksanakan secara individu

(35)

Adapun teknik ini penulis gunakan untuk mencari data tentang

penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada anak

tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga dengan

pihak-pihak yang terkait.

b. Observasi

Metode observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan

pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki

(Sukandarrumidi,2004:69). Metode ini penulis gunakan sebagai alat

bantu dalam penelitian.

Observasi di dasarkan atas pengamatan langsung. Teknik observasi

juga memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian

mengamati perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan

sebenarnya. Observasi juga dapat memungkinkan peneliti mencatat

peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan proporsional

maupun pengetahuan yang langsung di peroleh dari data (Moleong,

2008:174).

Adapun pada teknik ini penulis gunakan untuk mencari data

bagaimana proses penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua

pada anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga

Salatiga. Dengan ini, penulis akan mengadakan observasi pada pihak

(36)

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen

tertulis, gambar, maupun elektronik (Sukmadinata, 2012: 221).

Guba dan Lincoln mendefinisikan antara dokumen dan record.

Record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang

atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau

mengajukan akunting. Sedangkan dokumen adalah setiap bahan tertulis

ataupun film (Moleong, 2011:216).

Teknik ini penulis gunakan untuk memuat data atau data gambar

tentang bagaimana penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang

tua pada anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga.

d. Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang di pelajari, dan memutuskan

apa yang diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 248).

Pengumpulan dan analisis data bersifat interaktif, berlangsung

dalam lingkaran yang saling tumpang tindih. Langkah-langkahnya biasa

disebut strategi pengumpulan dan analisis data. Teknik yang digunakan

fleksibel, tergantung pada strategi terdahulu yang digunakan dan data

(37)

Gambar 3.1: Analisis data model interaktif

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif,

yakni cara analisis yang menggunakan kata-kata untuk menjelaskan

fenomena-fenomena yang diperoleh dalam suatu penelitian. Pada tahap

pertama, peneliti sebisa mungkin untuk memperoleh data

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dalam penelitian, dimana peneliti

mengumpulkan berbagai data dari orang tua siswa tunagrahita dan dari

pihak SMPLB Negeri Salatiga.

Setelah itu, data-data yang telah diperoleh kemudian direduksi

dengan memilah, memusatkan dan menyederhanakan data yang sudah

diperoleh sebelumnya. Miles (1992:16) mengungkapkan bahwa proses

reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian kualitatif

berlangsung. Melalui tahap ini, akan terlihat mana saja data yang

diperlukan untuk mengetahui bagaimana penanaman nilai-nilai

pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri

(38)

Setelah direduksi, data yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan

kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi maupun narasi, karena jenis

penelitian yang peneliti lakukan yaitu kualitatif deskriptif. Setelah

penyajian data disusun secara sistematis, dilanjutkan tahap selanjutnya

yaitu penarikan kesimpulan sesuai rumusan masalah yang ditetapkan

pada awal penelitian.

6. Pengecekan Keabsahan Temuan

Lexy J.Moleong (2011: 326-327) mengungkapkan masing-masing

teknik pengecekan diuraikan terlebih dahulu ikhtisarnya. Ikhtisar itu terdiri

dari kriteria yang di cek dengan satuatau beberapa teknik pengecekan

tertentu. Kriteria-kriteria mencakup kredibilitas (derajat kepercayaan),

kepastian (uraian rinci), kebergantungan, dan kepastian (audit kepastian).

Peneliti mengupayakan keabsahan data dengan cara mendalami

wawancara secara kontinyu, sambil mengenali subjek dan memperhatikan

suatu peristiwa secara lebih cermat. Hasil analisis sementara selalu

dikonfirmasikan dengan informasi baru yang diperoleh dari sumber lain.

Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang

berbeda, misalnya observasi, wawancara, dan dokumentasi, yang

masing-masing dibandingkan sebagai upaya pengecekan temuan.

Dalam memperoleh keabsahan data, maka peneliti menggunakan

teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2009:331).

(39)

1) Trianggulasi sumber data

Trianggulasi sumber data untuk mendapatkan data dari sumber

yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2011:241).

2) Trianggulasi metode

Trianggulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan

data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan

metode yang sama (Moleong, 2011:331)

7. Tahap-tahap Penelitian

Tahap ini terdiri atas tahap pralapangan, tahap pekerjaan lapangan,

tahap pekerjaan lapangan, dan tahap analisis data.

1. Tahap Pralapangan

Tahap ini terdiri dari enam tahapan yaitu: menyusun rancangan

penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurusi perizinan, menjajaki

dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan

perlengkapan penelitian, dan persoalan etika penelitian.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Tahapan ini terdiri dari tiga bagian yaitu: memahami latar

penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan, dan berperan serta

sambil mengumpulkan data yang akan di cari tentang penanaman

nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada anak tunagrahita yang

(40)

3. Tahap Analisis Data

Pada bagian ini yang dibahas adalah prinsip pokok, tetapi tidak

akan dirinci bagaimana cara analisis data itu dilakukan karena ada bab

khusus yang mempersoalkannya. Yang di uraikan tentang analisis data

dikemukakan pada bab berikutnya (Moleong, 2011:127-148).

4. Tahap Penulisan laporan

Langkah-langkah yang harus di lakukan antara lain:

1. Menyusun materi data sehingga bahan-bahan itu dapat secepatnya

tersedia apabila di perlukan.

2. Penyusunan kerangka laporan.

3. Mengadakan uji silang antara indeks bahan data dengan kerangka baru

yang di susun.

Setelah pekerjaan tersebut selesai, barulah peneliti siap menghadapi

penulisan yang sebenarnya dengan mengikuti kerangka yang telah disusun

itu (Moleong, 2011: 361-362).

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka dibuat

sistematika penulisan skripsi. Adapun wujud dari sistematika yang dimaksud

adalah:

BAB I: Pendahuluan meliputi: Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka,

(41)

BAB II: Pada bab ini lebih banyak memberikan tekanan pada kajian atau

landasan teoritis dalam menunjang permasalahan penanaman nilai-nilai

pendidikan Islam oleh orang tua pada siswa tunagrahita SMPLB Negeri

Salatiga

BAB III: Pada bab ini akan dikemukakan tentang profil orang tua dan bentuk

gambaran umum penanaman nilai-nilai pendidikan Islam oleh orang tua pada

anak tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga

BAB IV: Pada bab ini berisi pemaparan data beserta analisis deskriptif

penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam oleh orang tua pada anak

tunagrahita yang bersekolah di SMPLB Negeri Salatiga

(42)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penanamaman Nilai Pendidikan Islam

1. Pengertian Nilai Pendidikan Islam

Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu baik

atau buruk. Nilai-nilai tersusun secara hirarkis dan mengatur rangsangan

kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya (Sauri & Hufad,

2007: 46).

Sidi Gazalba berpendapat sebagaimana dikutip oleh Muhaimin

(1996:110) bahwa nilai bersifat ideal, abstrak, dan tidak dapat disentuh

oleh panca indra. Sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau

tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Nilai juga bukan fakta yang

berbentuk kenyataan dan konkret. Oleh karena itu, masalah nilai bukan

soal benar dan salah, tetapi soal dikehendaki atau tidak, disenangi atau

tidak.

Dalam kaitannya dengan kejiwaan, nilai ialah sesuatu yang

diinginkan. Seberapa besar keinginan terhadap sesuatu menentukan kadar

nilainya. Misalnya bagi orang yang hampir mati kehausan, air sangat

dibutuhkan, maka nilai air sangat tinggi, lebih tinggi dibandingkan emas

dan berlian. Sedang, bagi orang lain yang tidak haus, nilai air biasa saja

(43)

Dengan demikian, nilai merupakan sesuatu yang diyakini

kebenarannya dan dijadikan sebagai acuan seseorang maupun masyarakat

dalam menentukan suatu perkara atau tindakan yang dianggap baik. Nilai

sebagai pendorong dalam kehidupan seseorang yang bermakna dan akan

mewarnai kehidupan seseorang.

Sedangkan, penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

berarti proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan

(KBBI, 2007: 1134).

Istilah penanaman sama halnya dengan internalisasi. Dalam hal ini,

menurut Langgulung (1988:365-371) mengungkapkan bahwa penghayatan

(internalizazion) adalah satu jenis proses belajar dimana manusia-manusia

atau hal-hal tertentu menjadi perangsang bagi seseorang untuk

mengamalkan atau menghayati nilai-nilai tertentu dan perbuatan itu

mendapat ganjaran dari dalam perbuatan itu sendiri.

Dengan kata lain, seseorang merasa puas sebab mengerjakan

pekerjaan itu dan merasa tidak enak jika tidak mengerjakan pekerjaan itu.

Motivasi untuk menghayati nilai atau kepercayaan tertentu adalah

keinginan untuk benar. Maka, penghayatan atau penanaman terhadap suatu

ajaran yang kemudian akan mempribadi dalam diri seorang individu yang

tercermin dalam perilaku yang diwujudkannya..

Pendidikan merupakan sebagai suatu proses spiritual, akhlak,

(44)

memberinya nilai-nilai, prinsip-prinsip dan teladan ideal dalam kehidupan

(Langgulung, 1988:62).

Pendidikan Islam menurut Ahmad Tafsir (2001:32) adalah bimbingan

yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang

maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Sedangkan menurut Muhaimin dan Mujib (1993:136) pendidikan

Islam adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan

nilai-nilai pada diri anak didik melalui penumbuhan dan pengembangan

potensi fitrahnya gun mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup

dalam segala aspeknya. .

Dengan demikian, penanaman nilai pendidikan Islam yang dimaksud

disini adalah proses penghayatan nilai agama Islam kedalam jiwa

seseorang sehingga dapat tercermin dalam sikap dan perilaku sehari-hari

seseorang. Nilai yang telah dihayati tersebut kemudian dapat menyatu

pada kepribadian seseorang.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan adalah suatu proses yang berisikan bimbingan yang akan

mengarahkan seseorang pada perubahan sikap dan kepribadian seorang

Muslim. Sedangkan pendidikan agama Islam merupakan usaha yang lebih

khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan

(religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan

(45)

Dengan ini, pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar sebagai

landasan acuan. Melalui dasar ini, kemudian akan memberikan arah bagi

pelaksana pendidikan yang akan dipraktikkan. Untuk itu, dasar terpenting

dari pendidikan Islam dalam menentukan arah adalah al-Qur‟an dan

Sunnah Rasulullah (hadis) sebagai sumber utama yang berisi nilai

kebenaran dalam Islam.

Selain itu, Azyumardi Azra (2002:9) juga mengungkapkan bahwa

nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan

al-Qur‟an dan sunnah juga merupakan dasar pendidikan Islam. Dengan

catatan nilai-nilai tersebut akan mendatangkan kemanfaatan dan

menjauhkan kemudharatan bagi manusia.

Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa‟id Ismail Ali,

sebagaimana dikutip Langgulung terdiri dari atas 6 macam, yaitu:

al-Qur‟an, sunnah, qaul al-shahabat, masalih al-mursalah, urf dan pemikiran

hasil ijtihad intelektual muslim (Al-Rasyidin, 2005:35). Al-Qur‟an

berisikan aturan-aturan yang pasti kebenarannya dan dibuat oleh yang

Maha Benar dan Maha Pintar. Semua perbuatan manusia belum tentu

benar, pasti ada salahnya. Untuk itu, manusia khususnya orang Islam

meyakini bahwa Tuhanlah yang Maha Benar dan aturan Tuhanlah yang

kemudian dijadikan sebagai dasar dalam pendidikan.

Dari berbagai dasar tersebut, kemudian terumuskan tujuan-tujuan

(46)

a. Asy-Syaibani mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam

adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat

b. Abdul Fattah Jalal sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir (2001:46)

mengungkapkan bahwa tujuan utama pendidikan Islam adalah

terwujudnya manusia sebagai hamba Allah SWT.

c. Muhammad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana dikutip oleh Zulkarnain

(2008:20) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri atas 5

sasaran, yaitu: (1) Pembentukan akhlak mulia. (2) Persiapan kehidupan

dunia dan akhirat.(3) Persiapan untuk mencari rizki dan memelihara

dari segi-segi kemanfaatannya. (4) Menumbuhkan ruh ilmiah para

pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki

kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu. (5)

Mempersiapkan para pelajar untuk suatu profesi tertentu sehingga ia

mudah untuk mencari rezeki.

d. Al-Rasyidin (2005:38) mengungkapkan bahwa tujuan pendidikan Islam

adalah membimbing dan membina fitrah seseorang secara maksimal

yang bermuara pada terciptanya pribadi muslim paripurna (insan kamil)

Dari berberapa rumusan tujuan pendidikan diatas, dapat dimaklumi

bahwa tujuan pendidikan Islam mempunyai dua sasaran yang ingin dicapai

yaitu pembinaan individu dan pembinaan sosial sebagai instrumen

kehidupan di dunia dan akhirat. Tujuan individu yang ingin diwujudkan

(47)

bertakwa dalam rangka mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Sedangkan tujuan sosial adalah membangun peradaban manusia yang

Islami serta memajukan kehidupan sosial kemasyarakatan (Zulkarnain,

2008:21)

3. Macam-Macam Nilai dalam Pendidikan Islam

Nawawi (1993:229) mengungkapkan bahwa al-Qur‟an penuh berisi

nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia secara pribadi dan sebagai

anggota masyarakat, seperti dalam kehidupan keluarga, bertetangga, dan

persahabatan. Di samping itu bahkan juga berupa nilai yang mengatur

kehidupan sebagai makhluk yang mengabdi, menghambakan diri dan

menyembah Sang Pencipta.

Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, berikut adalah

pembagian nilai dilihat dari sumber yang berlaku dalam kehidupan

masyarakat, antara lain:

a. Nilai Ilahiyah

Nilai Ilahiyah adalah nilai yang dititahkan Tuhan melalui para

rasul-Nya, yang berbentuk takwa, iman, adil, yang diabadikan dalam

wahyu ilahi. Nilai ilahi selamanya tidak mengalami perubahan.

Nilai-nilai Ilahi yang fundamental mengandung kemutlakan bagi kehidupan

manusia selaku pribadi dan selaku anggota masyarakat, serta tidak

berkecenderungan untuk berubah-ubah sesuai dengan hawa nafsu

manusia dan berubah-ubah sesuai dengan tuntutan perubahan sosial

(48)

Muhadjir (dalam Thoha, 1996:64) membagi nilai Ilahiyah terdiri

dari nilai ubudiyah dan muamalah.

b. Nilai Insaniyah

Nilai Insaniyah adalah nilai yang tumbuh atas kesepakatan

manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai

Insaniyah bersifat dinamis, sedangkan keberlakuan dan kebenarannya

relatif (nisbi) yang dibatasi oleh ruang dan waktu (Muhaimin dan

Mujib, 1993:111).

Sedangkan menurut Isna (2001:98) mengungkapkan bahwa nilai

Insaniyah merupakan nilai yang lahir dari kebudayaan masyarakat baik

secara individu maupun kelompok.

Melihat dari uraian diatas, memembuktikan bahwa manusia adalah

makhluk budaya dan sosial. Sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup

bersama dalam arti manusia hidup dalam interaksi dan interdependesnsi

sesamanya. Manusia saling membutuhkan sesamanya baik jasmaniah

maupun ruhaniah. Maka, dalam proses interaksi inilah diperlukan

nilai-nilai yang merupakan faktor inheren dengan antar hubungan sosial itu.

Celcius mengatakan “Di mana ada masyarakat, di sana ada hukum”.

Hukum ialah norma-norma atau nilai-nilai untuk mengatur antar hubungan

sosial manusia (Mohammad Noor Syam, 1988:127).

Sedangkan menurut Yusuf Amir Feisal (1995:230) berpendapat

bahwa Islam mengandung berbagai sistem norma yang mencakup norma

(49)

Zulkarnain (2008:27-29) mengungkapkan bahwa berdasarkan dari

dasar-dasar utama pendidikan di atas, maka setiap aspek pendidikan Islam

mengandung beberapa unsur pokok yang mengarah kepada pemahaman

dan pengamalan doktrin Islam secara menyeluruh, pokok yang harus

diperhatikan oleh pendidikan Islam mencakup tauhid, ibadah, akhlak dan

kemasyarakatan sebagai nilai-nilai pendidikan Islam yang perlu

ditanamkan oleh anak. Nilai-nilai pendidikan Islam ini antara lain:

a. Nilai Tauhid/Akidah

Menurut etimologi, akidah adalah ikatan, sangkutan. Disebut

demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan

segala sesuatu (Ali, 2008:199).

Sedangkan menurut terminologi, akidah adalah iman, keyakinan

(Ali, 2008:134).

Setiap muslim haruslah memiliki keyakinan dari hati sehingga

akan tumbuhlah benih-benih iman yang akan menjadi landasan hidup.

Dengan berlandaskan akidah, seorang akan menjalani kehidupannya

dengan penuh makna dan terpenuhilah kebutuhan jiwanya dengan iman.

Dengan demikian, pendidikan akidah merupakan pendidikan

pertama yang harus ditanamkan pada anak. Untuk itu, orang tualah

yang memiliki tanggungjawab utama dalam menanamkan nilai akidah

pada anak dengan sebaik-baiknya.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Al-Ghazali bahwa

(50)

akan mewarnai kehidupannya sehari-hari karena terpengaruh oleh suatu

pengakuan tentang adanya kekuatan yang menguasainya yaitu Tuhan

Allah Yang Maha Esa. Sehingga timbul rasa takut berbuat kecuali yang

baik-baik saja dan semakin matang perasaan ke-Tuhanannya, semakin

pula matang segala perilakunya (Zainuddin 1991: 99).

Ruang lingkup kajian akidah berkaitan erat dengan rukun iman,

antara lain iman kepada Allah SWT, iman kepada malaikat Allah, iman

kepada kitab suci Allah SWT, iman kepada Nabi & Rasul, iman kepada

hari akhir dan iman kepada qodho dan qodar Allah SWT.

Makbuloh (2013: 95-96) mengungkapkan bahwa orang-orang

mukmin yang mantap imannya hanyalah mereka yang membuktikan

pengakuan iman mereka dengan perkataan dan perbuatan. Iman yang

sempurna itu terhujam mantap dalam hati. Iman yang benar tampak

dalam perbuatan yang benar pula.

Pendidikan Islam pada akhirnya ditujukan untuk menjaga dan

mengaktualisasikan potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif

yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Zulkarnain, 2008:27).

b. NilaiIbadah/’ubudiyah

Ibadah menurut bahasa artinya taat, tunduk, turut, ikut dan do‟a.

Karena pada hakikatnya ibadah adalah menumbuhkan kesadaran pada

diri manusia bahwa ia sebagai insan yang diciptakan Allah SWT khusus

(51)

Demikianlah menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk

menjalani serangkaian ibadah-ibadah sesuai perintah Allah SWT.

Apalagi sebagai orang tua diharapkan untuk menanamkan pendidikan

ibadah secara mendalam sedikit demi sedikit kepada anak. Agar anak

mampu terbiasa dengan ibadah yang mereka laksanakan.

Mohammad Daud Ali (2008:247) juga mengungkapkan bahwa

Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdah (ibadah yang

ketentuan pelaksanaannya sudah pasti ditetapkan oleh Allah dan

dijelaskan oleh Rasul-Nya) dan ibadah umum („ammah) yakni semua

perbuatan yang mendatangkan kebaikan kepada diri sendiri dan orang

lain, dilaksanakan dengan ikhlas karena Allah SWT, seperti belajar,

mencari nafkah, menolong orang susah dan sebagainya. Sedangkan

kajian dalam ibadah mahdah berkisar tentang thoharoh (bersuci),

sholat, zakat, puasa dan haji.

Menurut Qomarulhadi muatan ibadah dalam pendidikan Islam

diorientasikan kepada bagaimana manusia mampu memenuhi hal-hal

diantaranya: Menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah SWT,

menjaga hubungan dengan sesama insan dan kemampuan menjaga dan

menyerahkan dirinya sendiri (Zulkarnain, 2008:28).

Dengan demikian seluruh aspek ibadah dapat digunakan sebagi

media dalam memperbaiki akhlak diri.

(52)

Rachmat Djatnika mengungkapkan, sebagaimana dikutip

Mohammad Daud Ali (2008:346) akhlaq berasal dari bahasa Arab

akhlaq, bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologi

berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at.

Dr. Ulil Amri Syafri (2014:72) juga mengungkapkan bahwa

secara terminologi para ulama sepakat mengatakan akhlak adalah yang

berhubungan dengan perilaku manusia.

Menurut Imam Ghozali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin

sebagaimana dikutip oleh Syafri (2014:72) mengatakan bahwa akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan

perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan

pertimbangan.

Barmawy Umary mengungkapkan bahwa akhlak dalam diri

manusia timbul dan tumbuh dalam jiwa, kemudian berbuah dalam

segenap anggota yang menggerakkan amal-amal serta menghasilkan

sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu

yang buruk yang membawa manusia ke dalam kesesatan (Zulkarnain,

2008:29)

Dengan demikian, akhlak merupakan sifat yang tertanam dalam

diri seseorang yang diwujudkan dalam perbuatan, berupa perbuatan

baik dan buruk yang dilakukan tanpa berpikir panjang.

Dalam implementasinya, akhlak terpuji mengatur bagaimana cara

(53)

manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam sekitar dan

manusia dengan diri sendiri. Didalamnya tediri dari konsep-konsep

yang disebut dengan ruang lingkup akhlak, antara lain:

a) Akhlak kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW

b) Akhlak pribadi dan keluarga

c) Akhlak bermasyarakat dan mu’amalah

d. Kemasyarakatan

Bidang kemasyarakatan ini mencakup pengaturan pergaulan

hidup manusia diatas bumi (Zulkarnain, 2008:29)

4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam

Menurut Abdullah Nashih Ulwan (1992:1) seorang pendidik yang

sadar, akan selalu berusaha mencari metode yang lebih efektif dan mencari

pedoman-pedoman pendidikan yang berpengaruh dalam upaya

mempersiapkan anak secara mental, moral saintifikal, spiritual dan sosial

sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan, kedewasaan

dan kematangan berpikir.

Dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam, sebaiknya

digunakan metode-metode diantaranya:

a. Metode Keteladanan

Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi

(54)

didik akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang baik di dalam

perkataan dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993:215).

Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah

metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan

membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab seorang

pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang

tingkah laku dan sopan santunnya akan di tiru, disadari atau tidak,

bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan

perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, yang bersifat

material, indrawi, maupun spiritual. Karenannya keteladanan

merupakan faktor penentu baik buruknya anak didik. Jika seorang

pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani, dan tidak

berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan

sifat-sifat mulia ini.

Allah SWT mengutus nabi Muhammad saw untuk menjadi

panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah , dan bagi semua

umat manusia, di setiap masa dan tempat. Allah SWT berfirman

dalam Qs.Al-Ahzab: 21, sebagai berikut:

ٌةَنَسَح ٌةَوْسُا ِللها ِلْوُسَر ِفِ ْمُكَل ناَكْدَقَل

Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suri teladan yang baik bagimu... (Al-Ahzab: 21).

Dalam sebuah hadits juga di jelaskan bahwa Aisyah r.a pernah

(55)

َنآْرُقْلا ُهُقُلُخ َناَك

Artinya: “Akhlak beliau adalah quran.” b. Metode Pembiasaan

Pendidikan dengan membentuk kebiasaan harus dilakukan dan

dilatih secara berulang-ulang. Untuk itu, setiap pendidik terutama

orang tua harus mampu memilih kebiasaan-kebiasaan yang baik

sifatnya dan berlaku di masyarakat. Terdapat dua jenis kebiasaan

yang perlu diteruskan melalui proses pendidikan. Kedua jenis

kebiasaan itu adalah:

1) Kebiasaan yang bersifat otomatis, yang harus dilakukan meskipun

seorang anak tidak mengerti makna atau tujuannya. Misalnya

kebiasaan menyikat gigi pada pagi dan malam hari sebelum tidur,

kebiasaan bangun pagi dan segera menunaikan shalat subuh.

2) Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran

akan manfaat dan tujuannya. Misalnya kebiasaan menunaikan

shalat lima waktu yang dipahami betapa meruginya orang yang

meninggalkan sholat (Nawawi, 1993:219-220).

Diantara masalah-masalah yang diakui dan ditetapkan dalam

syari‟at Islam adalah, bahwa pada awal penciptaannya seorang anak

itu dalam keadaan suci dan bertauhid murni, beragama yang lurus dan

(56)

ْنِكلَو ُمِّيَقْلا ُنْيِّدلا َكِلاَذ ،ِللها ِقْلَِلِ َلْيِدْبَ تَلااَهْ يَلَع َساَّنلاَرَطَف ِْتِّلا ِللها َتَرْطِف

َنْوُمَلْعَ يَلاِساَّنلاَرَ ثْكَا

Artinya: ... fitrah Allah yang dengannya Dia ciptakan manusia, tidak ada penggantian pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tdiak mengetahui (Qs. Ar-Rum:30).

Dari sini dimulailah peran pembiasaan, pengajaran, dan

pendidikan dalam menumbuhkan dann menggiring anak kedalam

tauhd murni, akhlak mulia, keutamaan jiwa, dan untuk melakukan

syari‟at yang hanif (hanif) (Ulwan, 1992:45).

c. Metode Nasihat

Nasihat merupakan cara mendidik yang mengandalkan bahasa,

baik lisan maupun tertulis dalam mewujudkan interaksi antara

pendidik dengan anak didik. Nasehat bersifat penyampaian pesan dari

sumbernya kepada pihak yang memerlukan atau dipandang

memerlukan (Nawawi, 1993:221). Untuk itu, seorang orang tua perlu

memerhatikan perilaku anaknya, apabila terdapat kesalahan yang

dilakukan olehnya, seorang orang tua diharapkan untuk menasehati

anak-anaknya.

Nasihat sangat penting berperan dalam menjelakan kepada anak

tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral yang mulia, dan

mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam. Jiwa yang menerima

(57)

akal yang bijak, maka nasihat itu akan lebih cepat mendapat respon

dan akan lebih membekas (Ulwan, 1992:65 & 70).

d. Metode Pengawasan

Setiap orang tua perlu mengawasi setiap perilaku anaknya.

Sehingga dengan pengawasan setiap perbuatan yang dilakukan anak

akan terkendali. Apabila anak melakukan suatu kesalahan akan

langsung diketahui orang tua dan akan dibenarkan. Pengawasan perlu

dilakukan sejak kecil.

Pada saat usianya semakin bertambah, pemeliharaan dan

perlindungan akan semakin rumit, karena tidak sekedar fisik dan

material, tetapi juga mengenai psikis, khususnya yang berkenaan

dengan aqidah, akhlak dan syariah. Anak memerlukan perlindungan

agar tidak mendapat pengaruh buruk dari kawan-kawan dan

masyarakat sekitarnya (Nawawi, 1993:239)

Pendidikan dengan pengawasan berupaya mendampingi anak

dalam membentuk akidah dan moral, dan mengawasinya dalam

mempersiapkannya secara psikis dan sosial, dan menannyakan secara

terus-menerus tentang keadaannya, baik dalam hal pendidikan jasmani

maupun dalam hal belajarnya. Dalam hal ini pendidikan termasuk

dasar terkuat dalam mewujudkan manusia yang seimbang, yang dapat

menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik dalam kehidupan

ini (Ulwan, 1992:128-129).

(58)

Menurut Ulwan (1992:160-161) berikut adalah metode yang

diterapkan Islam dalam memberi sanksi terhadap anak, antara lain:

1) Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Seperti tertera dalam hadits riwayat Bukhari, sebagai berikut:

َشْحَفْلاَو َفْنَعْلاَو َكاَّيِاَو ِقْفِّرلااِب َكْيَلَع

Artinya: “Engkau, wahai pendidik harus bersikap lembut pada

anak. Hindari bersikap keras atau kasar”.

َعُمَو ُهَثَعَ ب َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّيََّصَّيِبَّنلا َّنَا ِّيِرَعْشَلاْا ىَسْوُم ِبَِا ْنَع

ِنَمَيْلا َلَِااًدا

اَرِّفَ نُ تَلاَواَمِّلِعَواَرِسَّعُ تَلاَوَرِّسَي:اَمَُلَ َلاَقَ ف

Artinya: “Dari Abu Musa Al-asy’ari bahwa ketika mengutus

Mu’adz bin Jabbal ke Yaman, Nabi berpesan: permudahlah, jangan kau persulit. Ajarilah jangan kau tinggalkan.”

Kedua hadits tersebut menganjurkan kepada setiap pendidik

baik guru maupun orang tua yang akan memberikan sebuah hukuman

kepada anak-anaknya, hendaknya mereka mengutamakan sikap lemah

lembut kepada anak-anaknya dan hindari sikap kekerasan yang akan

menimbulkan pertikaian, serta permudahlah apa yang menjadi

urusannya jangan kau persulit agar mereka juga mudah menyerapnya

dalam hati dan pikirannya dan ajarkan kepada mereka suatu ajaran

yang baik dan yang bisa mendidiknya.

2) Memberi sanksi terhadap anak yang salah

Diantara anak-anak itu kecerdasannya tidak sama, begitu juga

(59)

bergaul, ada juga yang berwatak keras. Semua ini kembali kepada

keturunan, lingkungan dan faktor-faktor pertumbuhan dan pendidikan.

Ibnu Khaldun mengatakan: “Barang siapa di perlakukan keras

dan kasar, harga dirnya akan turun, semangatnya akan lemah,

membuatnya malas, dan akan sering berdusta karena takut dimarahi.

Lama-kelamaan kebiasaan jeleknya ini akan menjadi kepribadiannya.

Dan rusaklah arti kemanusiaan yang dimilikinya” (Ulwan. 1992:161

-162).

Selain itu, Rosyadi (2004:216) juga mengungkapkan beberapa metode

yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, antara lain:

1. Metode hiwar (percakapan Qur‟ani dan Nabawi)

2. Mendidik dengan kiah-kisah Qur‟ani dan Nabawi

3. Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur‟ani dan Nabawi

4. Metode keteladanan

5. Metode pembiasaan diri dan pengalaman

6. Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mau‟izhah

(peringatan)

7. Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat

Gambar

Gambar 3.1: Analisis data model interaktif
Tabel 1.4 Daftar Orang Tua dan Siswa Tunagrahita

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan riset Anugrah pada tahun 2013 di Semarang, pada peneltian itu terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dan kapasitas vital paru, juga riset yang

Pak Najib, Mbak Armi, Mbak Dewi, Mbak Yani, Pak Slamet Rahardjo, Mbak Agnes, Kakak Maru dan seluruh staf yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah banyak

1) Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Disamping itu perhatian siswa pun

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penerbitan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan

Ini terbukti bahwa masih ada masyarakat yang belum mengetahui tentang kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan, maka oleh sebab itu masih banyak

Dilihat dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa untuk masing- masing variabel pada penelitian ini memiliki nilai yang lebih besar daripada 0,6 sehingga

Dakwah dengan berdasar pada pemahaman dan penafsiran inklusif ayat-ayat relasi agama mendorong terwujudnya masyarakat yang mampu memahami posisi kelompok atau