• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 I.1 Latar Belakang

Provinsi DKI Jakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkembang secara dinamis. Sebagai pusat pemerintahan, Kota Jakarta dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri, khususnya bagi orang-orang di pedesaan. Banyak diantara warga pedesaan yang memilih merantau ke Kota Jakarta demi memperoleh kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, arus urbanisasi sulit dikendalikan. Akibatnya Jakarta menjadi kota yang padat penduduk. Dengan penduduk yang relatif padat, kebutuhan akan lahan menjadi tinggi (Tanudirjo, 2006). Oleh sebab itu, pembangunan di Jakarta terjadi begitu cepat. Terkadang, pembangunan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan keserasian lingkungan disekitarnya. Tidak heran jika bangunan-bangunan baru berkembang tanpa mempertimbangkan keberadaan bangunan lama yang sudah ada sebelumnya (Budihardjo, 1999: 31).

Hal tersebut terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok yang berada di Kelurahan Tanjung Priok, Kecamatan Tanjung Priok, Kota Administrasi Jakarta Utara. Kata kompleks memiliki arti himpunan kesatuan atau kelompok (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Dalam konteks ini, kompleks diartikan sebagai kesatuan ruang berupa lahan. Sementara itu, dalam Pasal 1 ayat 3 UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, stasiun dinyatakan sebagai salah satu

(2)

prasarana perkeretaapian1. Oleh sebab itu, yang dimaksud dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok yaitu ruang berupa lahan yang di atasnya terdapat jalur kereta api, Stasiun K.A Tanjung Priok, dan fasilitas operasi kereta api. Pada awalnya Stasiun K.A Tanjung Priok berada di dalam areal Pelabuhan Tanjung Priok. Stasiun tersebut dibangun bersamaan dengan Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1877 dan diresmikan pada tanggal 2 November 1885 (de Jong, 1993: 94). Berkaitan dengan peningkatan aktivitas pelayaran, stasiun tersebut dibongkar demi perluasan areal pelabuhan. Oleh sebab itu, pada tahun 1914, Pemerintah Hindia Belanda melalui Staatsspoorwegen membangun Stasiun K.A Tanjung Priok yang baru di sebelah Halte Sungai Lagoa (Unit Station Maintenance,

Preservation and Architecture PT. KAI, 2014). Kemudian, stasiun baru tersebut

diresmikan pada 6 April 1925, bertepatan dengan ulang tahun Staatsspoorwegen yang ke-50 tahun (de Jong, 1993: 94-95).

Setelah peresmian tersebut, aktivitas perkertaapian di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, melayani pengangkutan penumpang serta barang. Aktivitas tersebut berlangsung bukan tanpa kendala. Pada masa pemerintahan Jepang, aktivitas perkeretaapian di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, diprioritaskan untuk kepetingan perang dan pengiriman romusha (Unit Station Maintenance,

Preservation and Architecture PT. KAI, 2014). Setelah masa kemerdekaan,

terjadi penutupan lintasan-lintasan kereta api di Sumatra, Jawa hingga Madura. Pada akhirnya, di bulan Juni 1999, Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok berhenti beroperasi. Bersamaan dengan penghentian operasional tersebut, Kota Jakarta

1 Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api agar kereta dapat dioperasikan.

(3)

semakin berkembang dan arus urbanisasi semakin meningkat. Di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, hal tersebut menyebabkan lingkungan stasiun dipadati oleh bangunan-bangunan baru (Unit Station Maintenance, Preservation

and Architecture PT. KAI, 2014).

Di sebelah barat bangunan stasiun terdapat permukiman, sedangkan di pagar pembatas jalur rel sisi selatan terdapat rumah tinggal dan bangunan usaha. Adapun di atas jalur rel, di sebelah barat daya bangunan stasiun, terdapat tenda-tenda sebagai ruang tinggal sementara. Sementara itu, dengan kondisi demikian, bangunan stasiun pada Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok ditetapkan sebagai Cagar Budaya berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM. 13/PW/.007/MKP/05 pada 25 April 2005. Oleh sebab itu, pada tahun 2009, pemugaran dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi Stasiun K.A Tanjung Priok serta untuk melestarikan bangunan stasiun sebagai Cagar Budaya. Melalui pemugaran tersebut, jalur rel di sebelah barat daya bangunan stasiun terbebas dari tenda-tenda yang digunakan sebagai ruang tinggal sementara, namun permukiman serta rumah tinggal dan bangunan usaha masih tetap ada.

Keberadaan bangunan-bangunan baru tersebut berdampak pada kelestarian bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang merupakan Cagar Budaya. Dinding koridor bangunan stasiun sisi selatan mengalami aksi vandalisme berupa coretan dan goresan. Oleh sebab itu, setelah tanggal 1 Agustus 2015, Stasiun K.A Tanjung Priok kembali ditutup untuk keperluan pemugaran. Pemugaran tersebut dilakukan untuk memperbaiki bagian-bagian pada bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang mengalami kerusakan dan pelapukan. Setelah dipugar, Stasiun K.A Tanjung

(4)

Priok kembali beroperasi pada 21 Desember 2015. Melalui pemugaran tersebut, kondisi fisik bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok menjadi cukup baik, namun bangunan baru masih dapat dijumpai di dalam Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Di sebelah barat bangunan stasiun masih terdapat permukiman, sedangkan di sepanjang pagar pembatas bangunan sisi utara dapat dijumpai kedai-kedai. Sementara itu, di pagar pembatas jalur rel sisi selatan masih terdapat rumah tinggal dan bangunan usaha. Oleh sebab itu, kondisi fisik bangunan stasiun yang cukup baik saat ini, rentan kembali seperti sebelum dipugar.

Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok merupakan sumberdaya arkeologi yang keberadaannya perlu dilestarikan. Dalam Pasal 1 ayat 22 UU RI No.11/2010 tentang Cagar Budaya disebutkan bahwa, pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Oleh sebab itu, berdasarkan kenyataan yang ada, maka dalam melestarikan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok diperlukan suatu upaya pelindungan. Hal tersebut menjadi penting untuk dilakukan, mengingat Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok memiliki potensi nilai penting yang perlu dipertahankan. Selain itu, upaya pelindungan perlu dilakukan, terkait pesatnya pembangunan kota yang mengancam keberadaan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok beserta nilai pentingnya, karena telah merubah pemanfaatan ruang yang semula diperuntukan bagi prasarana perkeretaapian menjadi ruang untuk hunian dan usaha.

(5)

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, maka permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk pelindungan yang tepat untuk dilakukan dalam menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dari ancaman yang ada?

I.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian digunakan sebagai batasan dalam menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Dengan adanya ruang lingkup, maka penelitian ini difokuskan pada wilayah Kelurahan Tanjung Priok, dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sebagai objek utama, guna menganalisis potensi nilai penting dan potensi ancaman yang ada. Analisis potensi nilai penting didasari pada kondisi Kompleks Stasiun K.A Tanjung sebelum pemugaran kedua dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kompleks stasiun sebagai acuan dalam menganalisis potensi ancaman dengan mempertimbangkan keadaan ruang kompleks pascapemugaran. Adapun Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok memiliki batas Jalan Taman Stasiun di sebelah timur, Jalan Cucut di sebelah selatan, daerah Volker di sebelah barat dan Jalan R.E Martadinata di sebelah utara.

(6)

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu model pelindungan yang tepat dalam menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga ancaman yang ada tidak terjadi di kemudian hari. Oleh sebab itu, penelitian ini bersifat preventif. Melalui tujuan tersebut, penelitian ini diharapkan mampu menyumbangkan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang ilmu arkeologi, sebagai suatu model pelindungan sumberdaya arkeologi berbasis Cultural

Resources Management (CRM). Sementara itu, bagi pemerintah Kota

Administrasi Jakarta Utara, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam melakukan penataan kawasan bernilai historis di wilayah Kelurahan Tanjung Priok. Adapun penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat dalam melestarikan sumberdaya arkeologi sebagai warisan budaya bangsa.

I.5 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok telah banyak dikaji dalam berbagai disiplin ilmu, namun sejauh ini, penelitian mengenai upaya pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dengan kajian nilai penting dan tata ruang, belum pernah ditemui. Adapun penelitian mengenai Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok pernah dilakukan oleh de Jong (1993) dengan judul “Spoorwegstasion op Java”. Dalam penelitian tersebut, de Jong (1993) mendeskirpsikan sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok, proses pembangunan serta unsur arsitektur dan konstruksi bangunan Stasiun K.A

(7)

Tanjung Priok. Selain itu, penelitian juga dilakukan oleh Andriani (1994) dengan judul “Kota Tanjung Priok”. Penelitian tersebut mencakup perencanaan Kota Tanjung Priok untuk mengantisipasi perkembangan kota yang kurang terencana. Salah satu cara yang disjikan Andriani (1994) dalam mengantisipasi perkembangan Kota Tanjung Priok yang kurang terencana, yaitu dengan memakai transportasi massal, yaitu kereta, untuk menanggulangi kemacetan melalui Stasiun K.A Tanjung Priok.

Sementara itu, Debby Puspasari (1999) pernah melakukan penelitian dengan judul “Hotel Transit di Bekas Bangunan K.A Tanjung Priok”. Penelitian tersebut membahas perencanaan dalam pembangunan sebuah hotel transit di bangunan Stasiun K.A Tanjung Priok yang tidak lagi beroperasi. Puspasari (1999) dalam penelitiannya merancang bangunan hotel transit tersebut dengan menyelaraskan bentuk bangunan lama dan baru agar sesuai dengan lingkungan di sekitarnya. Penelitian juga dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Serang (2010) dengan judul “Laporan Ekskavasi Bungker di Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara”. Dalam penelitian tersebut BPCB Serang (2010) melakukan kegiatan ekskavasi pada bungker yang berada tepat dibawah ruang loket tiket utara. Melalui kegiatan ekskavasi tersebut, ditemukan artefak yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-20.

Adapun penelitian juga pernah dilakukan Hadi (2013) dengan judul “Stasiun Kereta Api Tanjung Priok, Jakarta Tahun 1925-1942, Sebuah Kajian Arkeologi Industri”. Dalam penelitian tersebut, Hadi (2013) mendeskirpsikan sejarah pendirian dan mengidentifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok untuk

(8)

merekonstruksi aktivitas industri yang pernah terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok pada tahun 1925-1942. Penelitian berikutnya dilakukan oleh BPCB Serang (2015) dengan judul “Studi Teknis Stasiun Kereta Api Tanjung Priok”. Penelitian ini terfokus pada identifikasi kerusakan yang terjadi di Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Dalam penelitian tersebut, BPCB Serang (2015) mengidentifikasi degradasi yang terjadi pada bangunan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga menyebabkan kerusakan dan pelapukan.

I.6 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada sumber tertulis berupa buku, artikel, dan skripsi. Dalam memperoleh data sejarah dan perkembangan perkeretaapian di Batavia, dirujuk tulisan Tim Telaga Bakti Nusantara (1997) dengan judul “Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I”. Sementara itu, dalam memperoleh data sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung priok dan perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan de Jong (1993) dengan judul “Spoorwegstasion op Java”, tulisan Hadi (2013) dengan judul “Stasiun Kereta Api Tanjung Priok, Jakarta Tahun 1925-1942, Sebuah Kajian Arkeologi Industri”, serta artikel yang diterbitkan oleh Unit Station

Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (2014) dengan judul

“Riwayat Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok”.

Selain itu, dalam memperoleh data mengenai perkembangan wilayah Kelurahan Tanjung Priok, dirujuk tulisan Tiranda (1979) dengan judul “Pelabuhan Tanjung Priok di Masa Lampau”, tulisan Hanna (1988) dengan judul “Hikayat

(9)

Jakarta”, serta tulisan BPS Kota Administrasi Jakarta Utara (2014) dengan judul “Statistik Daerah Kecamatan Tanjung Priok 2014”. Adapun dalam menetapkan nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan Tanudirjo (2004) dengan judul “Kriteria Penetapan Benda Cagar Budaya”. Sementara itu, dalam mengidentifikasi potensi ancaman dari analisis tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, dirujuk tulisan Mundardjito (1995) dalam Berkala Arkeologi Tahun XV Edisi Khusus 1995 dengan judul “Kajian Kawasan: Pendekatan Strategis dalam Penelitian Arkeologi di Indonesia Dewasa Ini”, serta ketentuan dalam UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, PP No.56/2009 tentang Penyelengaraan Perkeretaapian, dan Perda Provinsi DKI Jakarta No.1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Adapun untuk melakukan analisis lanjutan dalam bentuk SWOT, dirujuk tulisan Rangkuti (1998) dengan judul “Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis”.

I.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan CRM. Dalam pengelolaan sumberdaya budaya, pendekatan CRM digunakan untuk mencapai tujuan pelestarian dan pemanfaatan suatu sumberdaya budaya (Clarke dan Smith, 1996: 7-11). Adapun penalaran yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif, untuk mengkaji hal-hal khusus menuju ke kesimpulan umum (Endraswara, 2006: 30). Oleh sebab itu, penalaran tersebut digunakan untuk melihat fenomena yang ada guna mengidentifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Hasil dari

(10)

identifikasi tersebut dijadikan acuan dalam menentukan potensi nilai penting dan potensi ancaman yang ada, dengan menggunakan pendekatan CRM dan metode analisis bersifat deskriptif. Analisis tersebut selanjutnya disintesiskan ke dalam bentuk SWOT sebagai analisis lanjutan untuk dijadikan pertimbangan dalam menentukan upaya pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

I.7.1 Pengumpulan Data

Tahap pengumpulan data diawali dengan melakukan perizinan ke instansi terkait seperti, BPCB Serang, Dinas Penataan Kota Jakarta Utara, Unit Station

Maintenance, Preservation and Architecture PT. KAI (Persero), Humas DAOP I

Jakarta, Unit ESD Kantor Pusat PT.KAI (Persero), Kepala Stasiun K.A Tanjung Priok, dan Aset DAOP I. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan melakukan survei, wawancara, studi pustaka, dan penelusuran internet. Survei dilakukan dengan mengunjungi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok untuk mengetahui keadaan fisik dan fungsi bangunan, baik fungsi saat ini maupun fungsi aslinya. Dalam survei dilakukan juga pengamatan, pencatatan, dan pendokumentasian.

Sementara itu, wawancara dilakukan dengan narasumber dari instansi tersebut di atas, untuk memperoleh informasi tentang keadaan eksisting dan hambatan yang dimiliki Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Sementara itu, studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data terkait dengan sejarah dan perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok serta wilayah Kelurahan Tanjung Priok. Adapun penelusuran internet dilakukan untuk memperoleh data,

(11)

khususnya berupa foto dan peta lama yang terkait dengan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok.

I.7.2 Pengolahan Data

Dalam tahapan ini, data yang telah terkumpul dideskripsikan secara verbal dan piktoral sehingga menghasilkan data baru berupa gambaran umum wilayah, sosial dan demografi Kelurahan Tanjung Priok. Selain itu, diperoleh juga data berupa sejarah pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok, perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok, serta identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok.

I.7.3 Analisis Data

Dalam tahap analisis data, pendekatan CRM (Pearson dan Sullivan, 1995: 10) diterapkan dengan kerangka kerja yang terdiri dari; identifikasi sumberdaya arkeologi, penetapan nilai penting sumberdaya arkeologi, pendugaan hambatan dan peluang; merancang kebijakan pelestarian berdasarkan nilai penting; merancang strategi pelestarian yang sesuai dengan dan mencapai kebijakan pelestarian serta meranvang mekanisme pengawasan dan evaluasi kerja. Melalui kerangka kerja tersebut, dalam penelitian ini identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dilakukan sebagai acuan untuk meganalisis potensi nilai penting. Penentuan tersebut, mengacu pada pendapat Tanudirjo (2004) yang membagi nilai penting menjadi nilai penting sejarah, nilai penting ilmu pengetahuan, dan nilai penting kebudayaan, dengan kriteria:

1. Nilai Penting Sejarah: apabila sumberdaya tersebut dapat menjadi bukti yang berbobot terhadap kejadian masa lalu dan dalam kurun waktu tertentu.

(12)

2. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan: apabila sumberdaya budaya itu mempunyai potensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan tertentu.

3. Nilai Penting Kebudayaan: apabila sumberdaya budaya tersebut dapat mewakili hasil pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan budaya, atau menjadi jati diri (cultural identity) bangsa atau komunitas tertentu

Sementara itu, dalam menduga hambatan dan peluang, dilakukan analisis terhadap tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga potensi ancaman yang ada dapat diidentifikasi. Oleh sebab itu, analisis tata ruang dilakukan dengan mengacu pada pendapat Mundardjito (1995: 25), yang membagi kajian ruang ke dalam skala mikro2, meso3, dan makro4. Berdasarkan pengertian dari masing-masing skala tersebut, maka kajian ruang dengan skala meso diterapkan untuk mengetahui hubungan antara bangunan-bangunan di dalam Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok dengan lingkungan kompleks stasiun itu sendiri. Selanjutnya analisis tata ruang tersebut ditelaah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam UU RI No.23/2007 tentang Perkeretaapian, PP No.56/2009 tentang Penyelengaraan Perkeretaapian, dan Perda Provinsi DKI Jakarta No.1/2014 tentang RDTR dan PZ. Dengan demikian, diketahui bahwa pesatnya

2 Skala mikro mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan ruang-ruang dalam suatu bangunan atau fitur (Mundardjito, 1995: 25).

3 Skala meso mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara artefak-artefak dan fitur-fitur dalam suatu situs (ibid).

4 Skala makro mempelajari sebaran dan hubungan lokasional antara benda-benda arkeologi dan situs-situs dalam suatu kawasan (ibid).

(13)

pembangunan dan beragamnya kepentingan di Kelurahan Tanjung Priok mengancam keberadaan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan pemanfaatan ruang di dalam kompleks stasiun.

I.7.4 Sintesis

Dalam tahapan ini, hasil analisis disintesiskan ke dalam bentuk SWOT sebagai analisis lanjutan. Penentuan SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi faktor Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats yang dimiliki Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok. Kemudian, hasil dari penentuan SWOT tersebut digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan upaya pelindungan, guna menjaga nilai penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sehingga ancaman yang ada tidak terjadi di kemudian hari. Melalui tujuan tersebut, penentuan SWOT Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok mengacu pada pendapat Rangkuti (1998: 18-19) yang dilakukan dengan cara membandingkan faktor internal berupa faktor Strengths dan Weaknesses dengan faktor eksternal berupa faktor

Opportunities dan Threats. Selanjutnya hasil dari pembandingan faktor-faktor

tersebut dapat menghasilkan kemungkinan strategi (Rangkuti, 1998: 31-32) sebagai berikut:

1. Strategi SO: Memanfaatkan Strengths untuk memanfaatkan Opportunities 2. Strategi WO: Meminimalkan Weaknesses untuk memanfaatkan Opportunities 3. Strategi ST: Memanfaatkan Strengths untuk mengatasi Threats

(14)

I.7.5 Kesimpulan

Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dilakukan, maka kesimpulan dalam penelitian ini berisi jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, sesuai dengan tujuan penelitian. Pada akhirnya jawaban dari penelitian ini dapat dijadikan rekomendasi bagi para pemangku kebijakan dalam melakukan upaya perlindungan yang tepat bagi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok sebagai Cagar Budaya.

(15)

Bagan Alir

Upaya Pelindungan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok

SWOT Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok Analisis :

Tata ruang Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok tahun 2015

Analisis :

Nilai Penting Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok

1. Nilai Penting Sejarah

2. Nilai Penting Ilmu Pengetahuan 3. Nilai Penting Kebudayaan

Pengolahan Data :

- Gambaran Umum Wilayah, Sosial dan Demogfari Kelurahan Tanjung Priok

- Sejarah Pendirian Stasiun K.A Tanjung Priok dan Perkembangan Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok - Identifikasi Kompleks Stasiun K.A Tanjung Priok

Pengumpulan Data : - Survei - Pengamatan - Pencatatan - Pendokumentasian - Wawancara - Studi Pustaka - Penelusuran Internet

Referensi

Dokumen terkait

Apakah ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma domestica L) memiliki aktivitas antihiperpigmentasi secara in vivo pada kulit marmut Belanda (Cavia Porcellus) yang dipapar

Mulai tahun 2013, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30 tahun 2012 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Cadangan Penjaminan Dalam Rangka

Biaya operasional (total operating expenses) merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan untuk mencapai tujuannya

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa hasil belajar peserta didik dengan metode hafalan dan tabel dalam pembelajaran waris diperoleh nilai rata- rata pre tes 28,65

Kenaikan jumlah penjualan air kepada pelanggan sebagai dampak dari pelaksanaan program penggantian meter pelanggan sebanyak 1.151 unit sesuai perhitungan diatas, merupakan

Model pelatihan instructional games teruji efektif dalam upaya meningkatkan profesionalisme pendidik PAUD, untuk itu diharapkan pada pendidik PAUD yang telah mengikuti

Analisis Qard } u H } asan terdapat Faktor pendukung dalam melakukan praktik dana kebajikan (Qard } u H } asan) adalah keinginan perusahaan BPRS Artha Mas Abadi untuk

Menurut etika, hubungan individu-masyarakat ditemukan sebagai elemen esensial di dalam konsep Kesejahteraan Bersama yang memasukkan sosialitas sebagai kondisi