i
EFEK HEPATOPROTEKTIF
INFUSA DAUN Swietenia mahagoni (L.) Jacq. PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Agriva Devaly Avista
NIM: 108114113
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
Persetujuan Pembimbing
EFEK HEPATOPROTEKTIF
INFUSA DAUN Swietenia mahagoni (L.) Jacq. PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Skripsi yang diajukan oleh:
Agriva Devaly Avista
NIM: 108114113
Telah disetujui oleh:
Pembimbing
iii
Pengesahan Skripsi Berjudul
EFEK HEPATOPROTEKTIF
INFUSA DAUN Swietenia mahagoni (L.) Jacq. PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
Oleh:
Agriva Devaly Avista
NIM: 108114113
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal: ...
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.)
Panitia Penguji Skripsi Tanda Tangan
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. ...
2. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. ...
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Imran : 139)
“karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Alam Nasyrah : 94:5-6)
“Apabila kamu teah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(QS. Al-Imran/3 ayat 159).
Semakin besar rasa pengharapanmu, maka akan semakin besar pula rasa sakit
yang akan kau dapat. Dan jika kita menggantungkan pengharapan kepada
makhluk yang bernama manusia, maka bersiap-siaplah untuk mengalami rasa
kecewa, sebab manusia adalah tempat khilaf/salah
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu”
(QS. Al-Ikhlas : 2)
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang telah saya
tulis ini, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang sudah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, seperti layaknya karya ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah
tersebut, saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Yogyakarta, 30 Mei 2014
Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Agriva Devaly Avista
NIM : 108114113
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, karya ilmiah saya yang berjudul:
EFEK HEPATOPROTEKTIF
INFUSA DAUN Swietenia mahagoni (L.) Jacq. PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
hak kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta untuk
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di
internet dan media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 30 Mei 2014
Yang menyatakan
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan segala karuniaanya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “EFEK
HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN Swietenia mahagoni (L.) Jacq. PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis meyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan yang indah ini penulis hendak mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini
dan telah memberikan saran kepada penulis.
3. Ibu Phebe Hendra, MSi., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji pada skripsi ini,
atas saran dan dukungan kepada penulis.
4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan Dosen
Penguji pada skripsi ini, atas segala bimbingan, bantuan, dukungan, semangat
viii
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan semua fasilitas
laboratorium untuk kepentingan skripsi ini.
6. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
7. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Bapak Kunto, Bapak Wagiran
selaku Laboran Laboratorium Fakultas Farmasi atas bantuan dan
dukungannya kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi.
8. Keluarga Bapak A. Slamet, SE., Ibu Siti Winarni, dan adik Zeluyvenca
Avista atas segala cinta, doa, nasihat, dukungan, dan batuan yang selalu
mengiringi.
9. Simbah kakung dan putri yang senantiasa memberikan semangat dan doa.
10.Rekan-rekan tim Swietenia mahagoni (L.) Jacq. : Evan Gunawan, Sherly Damima, dan Stefanus Indra Gamawan, atas kerjasama, dukungan dan
bantuannya selama ini.
11.Sahabat-sahabat Angelia Rosari, Yudhytha Anggarhani, Fransiskus Asisi
Dian Kristianto,Tomas Indra Waskita, Angga Zakharia, Hans Gani, dan
Daniel Pradipta atas persahabatan yang sudah terjalin selama ini.
12.Teman luar biasa Nurul Kusumawardani atas segala doa, dukungan, semangat
dan motivasinya.
13.Teman-teman FKK B 2010 dan teman-teman Fakultas Farmasi Universitas
ix
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis yang telah
membantu selama proses penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan
bermanfaat khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga tulisan ini
dapat memberikan manfaat khususnya di bidang Farmasi, serta semua pihak baik
mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
INTISARI ... xx
ABSTRACT ... xx
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Rumusan masalah ... 4
2. Keaslian penelitian ... 4
3. Manfaat penelitian ... 5
B. Tujuan Penelitian ... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 6
xi
1. Perlemakan hati (steatosis) ... 8
2. Kematian sel (necrosis)... 8
3. Kolestasis ... 9
4. Sirosis ... 9
C. Karbon tetraklorida ... 10
D. Alanin Aminotransferasedan Aspartat Aminotransferase ... 12
E. Swietenia mahagoni (L.) Jacq. ... 12
1. Taksonomi... 12
2. Morfologi ... 13
3. Khasiat dan kegunaan ... 14
4. Kandungan kimia ... 14
F. Infusa ... 14
G. Landasan Teori ... 15
H. Hipotesis ... 16
BAB III. METODE PENELITIAN... 17
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 17
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 17
1. Variabel utama ... 17
2. Variabel pengacau ... 17
3. Definisi operasional ... 18
C. Bahan Penelitian ... 18
1. Bahan utama... 18
xii
D. Alat Penelitian ... 20
1. Alat pembuatan serbuk kering daun S. mahagoni ... 20
2. Pembuatan infusa daun S. mahagoni ... 21
3. Alat uji hepatoprotektif ... 21
E. Tata Cara Penelitian ... 21
1. Determinasi tanaman ... 21
2. Pengumpulan bahan uji ... 21
3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni ... 22
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni ... 22
5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni ... 22
6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni ... 23
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50% ... 23
8. Uji pendahuluan ... 23
9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni ... 24
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji ... 25
11. Pembuatan serum ... 26
12. Pengukuran aktivitas ALT-AST ... 26
F. Tata Cara Analisis Hasil ... 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
A. Penyiapan Bahan ... 28
1. Hasil determinasi tanaman ... 28
2. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni ... 29
xiii
B. Uji Pendahuluan... 29
1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida ... 29
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 30
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun S. mahagoni ... 34
4. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni ... 35
C. Efek Hepatoprotektif Infusa Daun S. mahagoni Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida... 36
1. Kontrol negatif (olive oil 2 ml/kgBB) ... 41
2. Kontrol hepatotoksin karbon tetraklorida dosis 2 m/kgBB ... 43
3. Kontrol perlakuan (infusa daun S. mahagoni dosis 5 g/kgBB) ... 44
4. Kontrol pelarut aquadest ... 44
5. Kelompok perlakuan infusa daun S. mahagoni dosis 5; 3,535 dan 2,5 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida 2 ml/kgBB ... 45
D. Rangkuman Pembahasan ... 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 54
LAMPIRAN ... 57
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT... 20
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST... 20
Tabel III. Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48
dan 72 jam... 30
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan darah jam 0,
24, 48 dan 72 jam... 31
Tabel V. Rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48
dan 72 jam... 32
Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST tikus terinduksi
karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan
darah jam 0, 24, 48 dan 72 jam... 34
Tabel VII. Purata ± SE aktivitas serum ALT dan AST, serta % efek
hepatoprotektif tikus perlakuan infusa daun S. mahagoni
terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB (n=5)... 37
Tabel VIII. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus perlakuan infusa daun S. mahagoni terinduksi karbon tetraklorida dosis 2
xv
.
Tabel IX. Hasil uji Scheffe aktivitas serum AST tikus perlakuan infusa daun S. mahagoni terinduksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB (n=5)... 40
Tabel X. Rata-rata aktivitas serum ALT dan AST tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam (n=5)... 41
Tabel XI. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT dan AST tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0,
24, 48 dan 72 jam
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati... 7
Gambar 2. Struktur karbon tetraklorida... 10
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon
tetraklorida... 11
Gambar 4. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL.kgBB pada
selang waktu 0, 24, 48, 72 jam... 30
Gambar 5. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL.kgBB pada
selang waktu 0, 24, 48, 72 jam... 33
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus
perlakuan pemberian infusa daun S. mahagoni selama enam hari sekali berturut-turut terinduksi karbon
tetraklorida... 38
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus
perlakuan pemberian infusa daun S. mahagoni selama enam hari sekali berturut-turut terinduksi karbon
tetraklorida... 38
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0,
xvii
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah
pemberian olive oil dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0,
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto serbuk daun S. mahagoni...
58 Lampiran 2. Foto pembuatan infusa daun S. mahagoni...
58 Lampiran 3. Foto Infusa daun S. mahagoni...
58 Lampiran 4. Surat keterangan kadar air serbuk daun S. mahagoni...
59 Lampiran 5. Surat keterangan kandungan flavonoid infusa daun
S.mahagoni...
60 Lampiran 6. Surat pegesahan determinasi daun S. mahagoni...
61 Lampiran 7. Surat pengesahan ethical clearens...
62 Lampiran 8. Analisis statistik aktivits serum ALT pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...
63 Lampiran 9. Analisis statistik aktivits serum AST pada uji
pendahuluan penentuan dosis hepatotoksin karbon
tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...
66 Lampiran 10. Analisis statistik aktivits serum ALT perlakuan infusa
daun S. mahogani setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...
73 Lampiran 11. Analisis statistik aktivits serum AST perlakuan infusa
daun S. mahogani setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB...
xix
Lampiran 12. Analisis statistik aktivits serum ALT perlakuan kontrol
negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB... 83 Lampiran 13. Analisis statistik aktivits serum AST perlakuan kontrol
negatif olive oil dosis 2 mL/kgBB...
86 Lampiran 14. Perhitungan penetapan peringkat dosis infusa daun S.
mahagoni pada kelompok perlakuan...
89 Lampiran 15. Perhitungan konversi dosis untuk manusia infusa daun
S. mahagoni...
90 Lampiran 16. Perhitungan efek hepatoprotektif infusa daun S.
mahagoni...
xx
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek hepatoprotektif infusa daun Swietenia mahagoni (L.) Jacq. terhadap penurunan kadar ALT dan AST serum pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dan mengetahui dosis optimum pemberian infusanya.
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak pola searah. Penelitian ini digunakan 35 ekor tikus dibagi dalam 7 kelompok. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberikan larutan karbon tetraklorida : olive oil
(1:1) dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok II (kontrol pelarut hepatotoksin) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Kelompok III (kontrol pelarut infusa) diberi aquadest 25mL/kgBB selama 6 hari berturut-turut secara peroral. Kelompok IV (kontrol infusa) diberi infusa daun S. mahagoni
dosis 5 g/kgBB selama 6 hari berturut-turut secara peroral. Kelompok V, VI dan VII (kelompok perlakuan) diberikan infusa daun S. mahagoni dosis berturut-turut 2,5; 3,535 dan 5 g/kgBB selama 6 hari berturut-turut secara peroral, kemudian dihari ke tujuh diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial, 24 jam kemudian semua kelompok darahnya diambil dari
sinus orbitalis mata untuk diukur aktivitas serum ALT dan AST. Data serum ALT dan AST dianalisis menggunakan ANOVA satu arah, dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan, infusa daun S. mahagoni memberikan efek hepatoprotektif dengan menurunkan aktivitas serum ALT dan AST pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Dosis optimum pemberian infusa daun S. mahagoni yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 5 g/kgBB dengan persen hepatoprotektif sebesar 63,9%.
xxi
ABSTRACT
The aim of study research were to prove the hepatoprotective effect of
Swietenia mahagoni (L.) Jacq. leaves infusion to decrease serum level of ALT and AST in rats induced with carbon tetrachloride and to decide the optimum dose of the infusion.
This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. A total of 35 male Wistar rats were divided randomly into 7 grups. Group I (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride dissolved in olive oil (1:1) at dose of 2mL/kgBW intraperitonially. Group II (hepatotoxin solvent control) was given a dose 2mL/kgBW olive oil in intraperitonial. Group III was infusion solvent control given 25mL/kgBW of aquadest p.o for six days. Group IV was control treatment given 5g/kgBW infusion of S. mahagoni p.o for six days. Group V, VI and VII were given 2.5; 3.535; and 5 g/kgBW dose infuse of S. mahagoni leaves for six days orally and then on the seventh day, all treatment and infusion solvent control groups were given the carbon tetrachloride 2 mL/kgBW intraperitonial. After 24 hours, the blood was collected from the orbital sinus eye to be measured ALT and AST serum activity. ALT and AST serum data were analyzed statistically by unidirectional ANOVA, with 95% confidence level.
The result of this study shown, that the infuse of S. mahagoni leaves, has hepatoprotective effect by decreasing the activities of ALT and AST serum in rats inducted tetrachloride carbon. The optimum dose of S. mahagoni leaves infusion was 5g/kgBW.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Hepar atau hati merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang mensekresi empedu dan dapat mengeluarkan hasil produksi dari makanan, organ
ini berfungsi sebagai pusat metabolisme (Wibowo dan Paryana, 2009). Adanya
kerusakan pada hati yang terjadi dapat di sebabkan karena induksi senyawa kimia
dan mikroorganisme (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).
Penyakit gangguan fungsi hati dengan golongan usia 15-44 tahun
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di pedesaan dan
menempati urutan ketiga di daerah perkotaan (Badan Penelitian dan Pegembangan
Kesehatan RI, 2007). Gangguan fungsi hati salah satunya adalah perlemakan hati,
dimana gangguan tersebut terjadi karena adanya penumpukan zat lemak di dalam
sel hati. Menurut Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari (2009) angka prevalensi
terjadinya penyakit perlemakan hati di Indonesia menunjukkan prosentase sebesar
30,6 %.
Penyakit hati merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang dapat di
sembuhkan dengan menggunakan obat herbal (Hian, 2009). Oleh karena itu,
penelitian ini bermaksud untuk mencari alternatif pengobatan dari sumber daya
alam hayati sebagai pengobatan penyakit hati. Di Indonesia sendiri memiliki
berbagai macam sumber daya alam hayati yang tumbuh, hal tersebut mendorong
pengobatan. Bangsa Indonesia sejak dahulu berdasar pengalaman empiris dan
keterampilan yang dimiliki secara turun temurun, diwariskan dari generasi ke
generasi telah mengenal dan menggunakan tanaman yang memiliki khasiat obat
sebagai salah satu penaganan untuk masalah kesehatan, sehingga penggunaan obat
herbal atau jamu di kalangan masyarakat hingga saat ini masih banyak menjadi
pilihan untuk digunakan sebagai pengobatan (Badan Penelitian dan Pegembangan
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Tanaman Swietenia mahagoni (L.) Jacq. merupakan jenis tanaman yang tumbuh pada zona lembab, penanaman dilakukan secara extensive telah di
lakukan terutama di daerah Pasifik yaitu di Indonesia, Filipina, Malaysia dan Fiji
(Joker, 2001). Berbagai khasiat yang dimiliki tanaman ini antara lain menurut
Naveen, Rupini, Ahmed, dan Urooj (2014) tanaman S. mahagoni dapat digunakan
sebagai penyembuhkan penyakit seperti malaria, diare, dan dapat juga sebagai
antipiretik. Daun tanaman S. mahagoni memiliki efek sebagai antidiabetik dan
aktivitas antioksidan dan tanaman ini memiliki kandungan tanin, saponin,
flavonoid, dan terpenoid yang dapat terlarut dalam air (Matin, Haque dan Hossain,
2013). Tanaman S. mahagoni memiliki ketersediaan daun yang lebih melimpah
dibandingkan bagian lain dari tanaman ini, sehingga dalam penelitian ini, bagian
daun dari tanaman S. mahagoni yang akan digunakan dalam penelitian.
Salah satu komponen dari daun S. mahagoni adalah flavonoid, dimana senyawa tersebut memiliki aktivitas perlindungan hati, flavonoid yang diisolasi
dari Laggera alata memiliki kemampuan untuk melindungi hati dari kerusakan
Udem, Nwaogu, dan Onyejekwe (2011) menyebutkan proses penyarian daun S. mahagoni menggunakan ektrak air dapat menyari senyawa yang memiliki efek
hepatoprotektif pada tikus dengan induksi alkohol secara kronis. Oleh karena itu,
pada penelitian ini menggunakan infusa sebagai bentuk sediaan, dikarenakan
infusa ini menggunakan pelarut air, sehingga diharapkan dapat memiliki efek
yang sama, yaitu dapat menarik senyawa yang dapat menimbulkan efek
hepatoprotektif. Air merupakan salah satu pelarut yang memiliki sifat polar dan
flavonoid merupakan senyawa golongan fenolik yang memiliki sifat polar,
sehingga diharapkan kandungan flavonoid di dalam daun S. mahagoni dapat
tersari. Bentuk sediaan infusa ini pada proses pembuatannya sama dengan cara
perebusan yang di gunakan dalam masyarakat sebagai salah satu cara untuk
mendapatkan khasiat dari suatu tanaman. Adanya kandungan flavonoid yang
dapat tersari tersebut diharapkan dapat memiliki aktivitas antioksidan sehingga
diduga dapat memiliki efek hepatoprotektif terhadap kerusakan hati yang
disebabkan oleh senyawa model seperti karbon tetraklorida.
Dalam penelitian ini digunakan karbon tetraklorida (CCl4) sebagai
senyawa model hepatotoksik yang dapat mengalami reduksi oleh enzim sitokrom
P-450 (CYP2E1) kemudian dapat terbentuk radikal bebas triklorometil (CCl3•)
dan radikal bebas triklorometilperoksida (CCl3O2•) yang lebih reaktif (Timbrell,
2009). Radikal triklorometil (CCl3•) dapat menyebabkan terjadinya akumulasi
lipid, terjadinya akumulasi lipid di hati disertai perubahan biokimia dalam darah,
hal tersebut dapat dilihat dengan adanya perubahan aktivitas serum alanin
Berdasar hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian
infusa daun S. mahagoni sebagai efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida dengan melihat aktivitas serum ALT dan AST dan untuk megetahui
dosis optimum pemberian infusa daun S. mahagoni dalam memberikan efek
hepatoprotektif.
1. Rumusan masalah
a. Apakah pemberian infusa daun S. mahagoni mempunyai efek
hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon tetraklorida ?
b. Berapa besar dosis optimum efek hepatoprotektif infusa daun S.
mahagoni pada tikus jantan terinduksi karbon tetraklorida ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian menggunakan daun S. mahagoni
pernah dilakukan oleh Matin, et al.. (2013) yang menyatakan bahwa ekstrak daun
S. mahagoni mengandung tanin, saponin, flavonoid, dan terpenoid. Udem, et al.,
(2010) manyatakan bahwa esktrak air dari daun S. mahagoni memberikan efek hepatoprotektif pada tikus yang diinduksi dengan alkohol secara kronik.
Penelitian dari Laxmaiah, Srikanth, Shivaraj, Santhosh, Subal dan Chiranjib
(2011) menyebutkan bahwa ektrak metanol daun S. mahagoni memiliki aktivitas antibakterial Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
Sejauh yang diketahui oleh peneliti melalui studi pustaka, penelitian
terkait dengan efek hepatoprotektif infusa daun S. mahagoni terhadap penurunan kadar serum ALT dan serum AST pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan dan tambahan ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi dalam
penggunaan tanaman S. mahagoni sebagai hepatoprotektor jangka panjang.
b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan untuk mengetahui dosis
optimum infusa daun S. mahagoni sebagai hepatoprotektor.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pemberian infusa daun S. mahagoni memiliki efek hepatoprotektif
2. Tujuan khusus
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian infusa daun S. mahagoni memberikan efek hepatoprotektif pada tikus terinduksi karbon
tetraklorida.
b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimum pemberian infusa
daun S. mahagoni dengan pemberian selama 6 hari pada tikus yang terinduksi
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar yang terdapat pada tubuh, dimana hati
terletak dalam rongga abdomen, berat hati orang dewasa normal adalah 1400
sampai 1600 g atau sekitar 2,5% berat tubuh (Kumar, Abbas, Fausto dan Mitchell,
2007). Bentuk hati menyesuaikan dengan struktur di sekitarnya. Pada bagian atas
hati memiliki bentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan
sebagian terletak di sebelah kiri bawah. Bagian bawah hati memiliki bentuk
berupa cekung dan melindungi organ lain seperti ginjal kanan, lambung, usus, dan
pankreas (Price dan Wilson, 1984). Hati menerima sekitar 1500 mL darah per
menit melalui arteri hepatica dan vena portae (Ganong dan McPhee, 2011). Hati terbagi dalam dua belahan utama yaitu kanan dan kiri. Hati terletak
di bawah diafragma dengan permukaan atas berbentuk cembung, sedangkan
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fasiura transversus
(Pearce, 2009).
Hati tersusun dari dua lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Belahan
kanan dan kiri dipermukaan bawah dipisahkan oleh fasiura longitudinal,
sedangkan dipermukaan atas dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Dari setiap lobus terdiri dari lobulus. Lobolus merupakan struktur-struktur pada setiap lobus
di hati, lobulus terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk seperti kubus
hati dibatasi oleh ruang vaskular yaitu sinusoid. Sinusoid merupakan cabang vena portae dan arteri hepatica sehingga darah akan bercampur meuju ke vena-vena
sentral (Ganong dan McPhee, 2011). Sinusoid tersebut dilekati oleh makarofag yang di namakan sel Kupffer (Gambar 1), sel ini memiliki fungsi utama untuk
menelan bakteri dan benda asing lain yang terdapat di dalam darah. Oleh sebab
itu, hati merupakan salah satu organ yang memiliki peranan utama untuk
pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik lainnya (Price and Wilson,
1984).
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Ganong dan McPhee, 2011)
Hati memiliki fungsi utama sebagai metabolisme. Hati memiliki struktur
yang seragam dengan memiliki kelompok sel yang dipersatukan oleh sinusoid.
hepatis yang kaya akan makanan, tidak memiliki kandungan oksigen, namun terkadang dapat bersifat toksik, dan dari arteria hepatica yang memiliki
kandungan oksigen. Oleh karena itu hati memiliki sistem peredaran darah yang
tidak biasa, karena sel hati mendapat darah yang relatif kurang oksigen. Sehingga
menyebabkan sel hati rentan akan terjadinya penyakit dan mengalami kerusakan
(Wibowo dan Prayana, 2009).
B. Kerusakan Sel-Sel Hati
Kerusan hati dapat dibagi menjadi beberapa jenis sebagai akibat dari efek
toksik yang disebabkan oleh toksikan, antara lain adalah :
1. Perlemakan hati (steatosis)
Perlemakan hati dapat ditandai dengan adanya timbunan lemak pada hati,
terjadi akumulasi lipid yang abnormal terutama dalam bentuk trigliserida pada
hepatosit yang merupakan akibat berlebihanya suplai asam lemak dari jaringan
adiposa. Gangguan ini dapat terjadi karena beberapa hal antara lain, gangguan
pada sintesis protein atau pada konjugasi trigliserida dan protein, penurunan
sintesis fosfolipid, gangguan pada trasfer VLDL melalui membran sel, dan
gangguan beta oksidasi lipid pada mitokondria (Hodgson, 2010).
2. Kematian sel (necrosis)
Nekrosis hati adalah kematian dari sel biasanya merupakan kerusakan
akut dari sel-sel hepatosit, kerusakan yang terjadi pada beberapa hepatosit yang
mengalami kerusakan (Hodgson dan Levi, 2004). Kegagalan organ hati dalam
hepatosit mengenai sebagian besar hati atau seluruh lobulus (Kumar, Abbas,
Fausto, dan Mitvhell, 2010). Pada daerah terjadinya kerusakan hati maka terdapat
peningkatan neutrofil dan eosinofil di sitoplasma (Hodgson, 2010).
3. Kolestasis
Kolestasis yaitu berkurangnya aktivitas sekresi dari empedu yang di
sebabkan oleh faktor dari dalam hati atau dari luar hati. Terjadinya penyumbatan
atau peradangan pada saluran empedu memicu adanya akumulasi garam empedu,
dan bilirubin dapat juga mengarah pada pristiwa jaundice (Hodgson dan Levi, 2004). Ketika konsentrasi bilirubin tinggi di dalam darah dapat terakumulasi pada
jaringan perifer seperti kulit dan dapat juga terakumulasi pada mata sehingga
warna kuning terlihat pada kulit dan mata, disebut sebagai penyakit kuning
(Geregus, 2008).
4. Sirosis
Sirosis merupakan tahap kerusakan hati kronis, bentuk kerusakan terakhir
dan sering fatal. Akumulasi sejumlah jaringan parut, khususnya serabut-serabut
kolagen di saluran hati, merupakan tanda adanya kerusakan. Penyebab umum
adalah paparan berulang zat kimia beracun seperti alkohol, paparan zat kimia
secara kronis yang mengakibatkan terjadinya akumulasi di matriks ektra selular
yang menghambat aliran darah, metabolisme normal hati dan menghambat proses
C. Karbon tetraklorida
Gambar 2. Struktur karbon tetraklorida
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat da Makanan, 1995)
Karbon tetraklorida dengan rumus molekul CCl4 adalah cairan jernih
yang mudah menguap, berbau khas dan tidak berwarna. Struktur karbon
tetraklorida terdiri dari atom C yang mengikat arom Cl (Gambar 2). Memiliki
berat molekul 153,82 dan bersifat sangat larut air, dapat bercampur dengan etanol
mutlak dan eter (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
Hati merupakan target utama dari ketoksikan karbon tetraklorida karena
ketoksikan senyawa ini bergantung pada metabolisme aktivasi oleh sitokrom
P-450 (Timbrell, 2009). Sitokrom P-P-450 (CYP2E1) memiliki fungsi sebagai agen
pereduksi dan mengkatalisis adisi elektron dan mengakibatkan hilangnya satu ion
klorin, hal tersebut membentuk radikal bebas triklorometil (CCl3•) yang
merupakan metabolit reaktif. Radikal triklorometil (CCl3•) dengan adanya O2
akan berubah menjadi radikal bebas triklorometilperoksidasi (OOCCl3•) yang
Gambar 3. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2009)
Setelah terpapar karbon tetraklorida akan termetabolisme dan radikal
bebas triklorometil dapat berikatan secara kovalen dengan jaringan lemak dan
protein, kemudian bereaksi dengan membran kolesterol dan fosfolipid. Senyawa
radikal tersebut kemudian mengakibatkan peroksidasi lipid dan mengawali
terjadinya steatosis. Terjadinya steatosis karena lipid yang terbentuk akan
menghambat sintesis protein sehingga menurunkan produksi liporotein kemudian
D. Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase
Pendeteksian kerusakan hepatoselular yang sedang berlangsung dapat
dilakukan dengan mengukur indek fungsional dan mengamati produk hepatosit
yang rusak. Pengujian enzim sering menjadi satu-satunya petunjuk pada saat
terjadinya cedera sel pada penyakit hati karena akibat adanya kompensasi dari
bagian hati yang lain yang masih fungsional karena perubahan ringan kapasitas
eksretorik mungkin tersamarkan. Alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) serum merupakan dua enzim yang paling sering berikatan dengan kerusakan hepatoselular. ALT memiliki fungsi memindahkan
antara alanin dan asam alfa-ketoglutamat. AST berfungsi memerantarai reaksi
antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutamat (Sacher dan McPherson, 2002).
Sebagian besar enzim AST terdapat pada hati dan otot rangka dan
tersebar ke seluruh jaringan sedangkan enzim ALT sebagian besar konsentrasinya
terdapat di hati meskipun terdapat juga di beberapa bagian jaringan, sehingga
ALT merupakan petunjuk spesifik terhadap terjadinya nekrosis hati dibanding
dengan AST (Zimmerman, 1999). Adanya kenaikan serum ALT dan AST
menandakan adanya kerusakan dalam sel hati (Ganong dan McPhee, 2011).
E. Swietenia mahagoni (L.) Jacq. 1. Taksonomi
Berdasarkan dari sistem taksonomi, tanaman mahoni di kenal nama
ilmiah Swetenia mahagoni (L.) Jacq., Adapun klasifikasinya adalah sebagai
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Rosidae
Ordo : Sapindales
Family : Meliaceae
Genus : Swietenia Jacq.
Spesies : Swietenia mahagoni (L.) Jacq. (United States Departemen of Agriculture, 2012).
Tanaman ini berasal dari amerika tropis, tepatnya Hindia barat, Bahama,
dan Florida ((Yuzzami, Witono, dan hidayat, 2010). Mahoni merupakan nama
indonesia, di Jawa dengan sebutan maoni, sebagian dengan sebutan moni atau
mahagoni. Mahagony merupaka sebutan untuk masyarakat Filipina dan di Inggris menyebutnya west indian mahogany (Soenanto, 2009).
2. Morfologi
Mahoni adalah tumbuhan berkayu atau tumbuhan pardu memiliki batang
yang tingginya mencapai 10-30 m berwarna abu-abu kehitaman, dapat tumbuh
secara liar di hutan-hutan jati di kalangan masyarakat di tanam di tepi-tepi jalan
digunakan untuk peneduh (Soenanto, 2009). Daunnya berupa daun majemuk
daun majemuk satu tangkai berisi sekitar 12-14 lembar anak daun, anak daun yang
kecil berukuran 1,5-3 cm dan anak daun berukuran besar sekitar 5-12 cm. Daun
memiliki bentuk lonjong dengan ujung daun berbentuk lancip. Bunga mahoni
berukuran kecil, yaitu 3-4 mm, dan memiliki tabung yang berukuran 2-3 mm,
mahkota bunga berwarna hijau kekuningan. Ketika berbuah memiliki warna hijau
kecoklatan dengan ukuran 7-10 cm, jika masak maka akan berwarna coklat tua
dan berkayu dengan memiliki bentuk lojong. Biji buahnya berbilah dan memiliki
sayap, fertile dan dapat ditanam menjadi individu baru (Yuzammi, et al., 2010).
3. Khasiat dan kegunaan
S. mahagoni L. menyembuhkan penyakit diabetes dan diare, selain itu juga digunakan sebagai antipiretik (Naveen, at al. , 2014). Penelitian Laxmaiah, et
al., (2011) menyebutkan bahwa ektrak metanol daun S. mahogani memiliki aktifitas antibakterial Bacillus subtilis dan Escherichia coli.
4. Kandungan kimia
Berdasar penelitain yang dilakukan oleh Matin, et al., (2013), kandungan daun ektrak metanol dan ektrak air daun S. mahagoni adalah tanin, flavonoid, saponin, dan terpenoid.
F. Infusa
Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia nabati dengan air selama 15 menit dengan suhu 90o C (Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2013). Pembuatan infusa dengan cara mencampur simplisia
dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai dari suhu
mencapai 90o C sambil diaduk berkali-kali. Saring dalam keadaan masih panas
dengan menggunakan kain flannel, kemudian tambahkan air panas secukupnya
melalui ampas hingga diperleh volume infus yang dikehendaki (Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1995).
G. Landasan Teori
Hati merupakan salah satu organ yang paling penting di dalam tubuh
yang berfungsi sebagai metabolisme. Hati memiliki sistem peredaran darah yang
tidak biasa antara lain memperoleh darah dari vena portae yang kaya akan makanan, tidak memiliki kandungan oksigen dan kadang dapat bersifat toksik,
hati juga mendapat suplai darah dari arteria hepatica yang memiliki banyak
oksigen dengan adanya hal tersebut sel hati rentan akan terjadinya penyakit dan
mengalami kerusakan (Wibowo dan Prayana, 2009).
Terdapat berbagai macam kerusakan yang dapat di alami oleh hati salah
satunya adalah perlemakan hati. Perlemakan hati dapat terjadi karena adanya
induksi senyawa toksik tertetu, salah satunya adalah karbon tetraklorida. Senyawa
ini akan direduksi oleh enzim sitokrom P-450 akan menjadi radikal bebas
triklorometil (CCl3•) kemudian akan membentuk radikal triklorometilperoksi
(OOCCl3•) yang lebih reaktif (Timbrell, 2009).
Menurut Udem (2010) menyebutkan bahwa penyarian daun S.mahagoni
dengan menggunakan ektrak air dapat menyari senyawa yang memiliki efek
kandungan daun dari ekstrak air daun S.mahagoni salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid merupakan antioksidan dan dapat tersari dengan pelarut yang bersifat
polar, hal ini memungkinkan dengan pembuatan infusa daun S. mahagani mampu memberikan efek hepatoprotektor dan dari senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan akan dapat menangkap radikal bebas dari hepatotoksin CCl4. Melalui
penelitian ini akan diketahui apakah pemberian infusa daun S. mahagoni dapat menurunkan kadar serum ALT dan AST pada tikus yang diinduksi karbon
tetraklorida dan dapat mengetahui berapa besar dosis optimum yang dapat
memberikan efek hepatoprotektif.
H. Hipotesis
Pemberian infusa daun S. mahagoni memiliki efek hepatoprotektif pada
tikus terinduksi karbon tetraklorida memiliki dosis optimum yang menurunkan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang terdapat pada penelitian ini, yaitu:
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi
dosis dalam pemberian infusa daun S. mahagoni.
c. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
efek hepatoprotektif infusa daun S. mahagoni. 2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah kondisi hewan uji, yaitu tikus dengan galur Wistar, berjenis
kelamin jantan, berat badan 150- 200 g, umur 2-3 bulan. Frekuensi pemberian
infusa daun S. mahagoni, satu kali sehari selama enam hari berturut-turut, dengan
waktu pemberian yang sama. Cara pemberian infusa daun S. mahagoni pada tikus dilakukan secara per oral. Bahan uji yang digunakan berupa daun S. mahagoni,
yang berasal dari lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma, Paingan,
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
dalam penelitian ini adalah keadaan patologi dari tikus jantan galur Wistar yang
digunakan.
3. Definisi operasional
a. Dosis infusa daun S. mahagoni. Didefinisikan sebagai volume (mL) infusa daun S. mahagoni tiap kg berat badan subjek uji yang digunakan
b. Infusa daun S. mahagoni 20%. Didefinisikan sebagai infusa serbuk
kering daun S. mahagoni 20% di dapatkan dengan menginfudasi 20,0 g serbuk kering daun S. mahagoni dalam 100,0 mL air pada suhu 90oC selama 15 menit.
c. Efek hepatoprotektif infusa daun S. mahagoni. Didefinisikan sebagai kemeampuan infusa daun S. mahagoni untuk melindungi hepar dari hepatotoksin berupa penurunan ALT dan AST.
d. Dosis optimum. Didefinisikan sebagai sejumlah gram per kilogram
berat badan (g/kgBB) infusa daun S. mahagoni yang memiliki %hepatoprotektif
dari aktivitas ALT paling mendekati 100% proteksi hati.
C. Bahan Penelitian
Penelitian ini menggunakan bahan uji adalah sebagai berikut:
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan
umur 2-3 bulan dan berat badan 150-200 g yang diperoleh dari Laboratorium
b. Daun S. mahagoni diperoleh dari lingkungan Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta pada
bulan November 2013.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida
(Merck®) yang diperoleh dari Laboraturium Kimia Analisis Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Pelarut yang digunakan dalam pembuatan infusa diperoleh dari
Laboraturium Farmakognosi Fitokima Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
c. Aqua bidestilata untuk blanko pengujian ALT dan AST, diperoleh dari
Laboraturium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
d. Kontrol negatif yang digunakan adalah olive oil (Berio®) yang
diperoleh dari Superindo Yogyakarta.
e. Pelarut hepatotoksin digunakan olive oil (Berio®) yang diperoleh dari Superindo Yogyakarta.
f. Reagen serum ALT
Reagen serum yang digunakan adalah reagen ALT DiaSys, yang di
peroleh dari Alfa Kimia Yogyakarta.
Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen serum ALT
Komposisi pH Konsentrasi
R1 : TRIS pH 7,15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (lactate dehydrigenase)
≥ 2300 U/L
R2 :2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
peroleh dari Alfa Kimia Yogyakarta.
Komposisi dan konsentrasi dari reagen AST adalah sebagai berikut.
Tabel II. Komposisi dan konsentrasi reagen serum AST
Komposisi pH Konsentrasi
R1 : TRIS pH 7,15 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH (maleate
R2 :2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering daun S. mahagoni
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven, mesin penyerbuk, dan
2. Pembuatan infusa daun S. mahagoni
Panci infundasi, termometer, beaker glass, gelas ukur, cawan porselen,
batang pengaduk, penagas air, timbangan analitik, kain flannel dan stopwatch.
3. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®), timbangan analitik
Mettler (Toledo®), sentrifuge Centurion (Scientific®), vortex Genie (Wilten®),
spuit injeksi per oral (Terumo®), spuit intraperitonial (Terumo®), pipa kapiler, tabung Ependorf, Microlab 200 (Merck®), dan stopwatch.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman S. mahagoni dilakukan dengan metode mencocokan ciri-ciri tanaman S. mahagoni dengan buku acuan “Flora of Java”
(Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak
Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Dosen Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan uji
Pengumpulan bahan uji yang dilakukan dengan mengumpulkan daun S.
mahagoni yang masih segar, berwarna hijau, dan memiliki bentuk yang masih utuh dari lingkungan sekitar Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
3. Pembuatan serbuk daun S. mahagoni
Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara daun S. mahagoni dicuci
bersih di bawah air mengalir kemudian dan dikeringkan. Daun yang telah kering,
kemudian diserbuk daun dan lakukan pengayakan dengan ayakan nomor 20.
Proses penyerbukan dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Unversitas Gadjah Mada (LPPT UGM) Yogyakarta.
4. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni
Penetapan kadar air, yaitu dengan serbuk kering dari daun S. mahagoni
dimasukkan dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian diratakan dan
ditimbang sebagai bobot serbuk kering sebelum pemanasan (bobot A), lalu
dilakukan pemanasan pada suhu 110°C. Serbuk kering daun S. mahagoni yang telah dipanaskan kemudian ditimbang kembali dan dihitung sebagai bobot setelah
pemanasan (bobot B). Kemudian dilakukan perhitungan terhadap selisih bobot A
terhadap bobot B yang merupakan kadar air serbuk daun S. mahagoni. Proses
penetapan kadar air dilakukan oleh Laboratorium Penelitian dan Pengujian
Terpadu Unversitas Gadjah Mada (LPPT UGM).
5. Pembuatan infusa daun S. mahagoni
Pembuatan infusa daun S. mahagoni dengan konsentrasi 20%, serbuk kering daun S. mahagoni diambil sejumlah 20,0 g kemudian di masukkan dalam
panci infundasi dan dibasahi dengan aquadest sebanyak dua kali berat serbuk,
yaitu 40 mL. ditambahkan kembali dengan 100,0 mL aquadest. Campuran
kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90oC selama 15 menit dan sambil
Kemudian diperas menggunakan kain flanel dan ditambahkan hingga di dapat
volume perasan 100,0 mL.
6. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni
Pengujian tersebut dilakukan oleh Laboraturium Penelitian dan
Pengembangan Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (LPPT UGM)
menggunakan metode spektrofotometri. Pembuatan kurva standar quercetin, dengan ditimbang baku standar rutin 10,0 mg, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit
5%. Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL natrium hidroksida 1 M. Tambahkan dengan aquades add 10 mL dengan labu
takar. Pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 510 nm.
Pembuatan sampel infusa daun S. mahagoni, dengan membuat infusa dengan konsentrasi 20%, kemudian diambil 2 mL, tambahkan 0,3 ml natrium nitrit 5%.
Setelah 5 menit tambahkan 0,6 mL alumunium chloride 10%, tambahkan 2 mL
natrium hidroksida 1 M. Tambahkan dengan aquades add 10 mL dengan labu
takar. Pindahkan ke dalam kuvet, tetap serapan pada panjang gelombang 510 nm.
7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida konsentrasi 50%
Larutan karbon tetraklorida dibuat dengan konsentrasi 50% dengan cara
dilarutkan dalam volume yang sama dengan olive oil, dimana perbandingan volume karbon tetraklorida dan pelarut adalah 1:1 (Janakat dan Al-Merie, 2002).
8. Uji pendahuluan
a. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Penetapan dosis karbon tetraklorida digunakan sebagai hepatotoksin,
yang digunakan untuk menginduksi kerusakan hati pada tikus galur Wistar adalah
2 mL/kg BB diberikan secara intraperitonial. Penelitian dari Wijayanti (2013)
juga membuktikan bahwa karbon tetraklorida 2 mL/kgBB mampu meningkatkan
aktivitas serum ALT dan AST pemberian secara intraperitonoial Dosis ini
mampu merusak sel-sel hati pada tikus jantan yang ditunjukkan melalui
peningkatan aktivitas ALT-AST namun tidak menimbulkan kematian pada hewan
uji.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi dengan
lima ekor tikus yang dilakukan dengan empat perlakuan waktu, yaitu pada jam
ke–0, 24, 48, dan 72 setelah pemejanan karbon tetraklorida. Pengambilan darah
dilakukan melalui pembuluh sinus orbitalis mata.
Penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) menunjukkan aktivitas ALT pada
tikus yang diinduksi karbon tetraklorida yang dilarutkan dalam olive oil dengan
perbandingan (1:1) dengan dosis 2 ml/kgBB mencapai kadar maksimal pada jam
ke-24 setelah pemberian dan mulai menurun pada jam ke-48.
9. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni
Penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian
cairan secara peroral, yaitu dengan menggunakan volume maksimal pemberian
secara peroral kepada hewan uji tikus, yaitu sebesar 5 mL. Penetapan dosis
D x BB = C x V
D x 200 kg BB = 20g /100 mL x 5 mL
D = 5,0 g/kg BB
Penetapan dosis terendah infusa daun S. mahagoni didasarkan pada
konsentrasi umum yang digunakan untuk membuat infusa, yaitu 10% (Badan
pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010) sehingga di dapat dosis
sebesar 2,5 g/kgBB. Untuk dosis tengah berdasarkan faktor kelipatan dari dua
dosis tersebut, yaitu dengan faktor kelipatan 1,414. Dengan demikian, dosis yang
akan digunakan dalam penelitian adalah 2,5 ; 3,545 dan 5,0 g/kgBB.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah 35 ekor tikus dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok
perlakuan masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan campuran karbon
tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 mL/kgBB secara
intraperitonial.
c. Kelompok III (kontrol infusa) diberi infusa daun S. mahagoni dosis 5
g/kgBB secara peroral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
d. Kelompok IV (kontrol pelarut infusa) diberi aquadest dengan dosis
25mL/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
f. Kelompok VI (dosis tengah) diberi infusa daun S. mahogani dosis 3,545 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
g. Kelompok VII (dosis tinggi) diberi infusa daun S. mahogani dosis 5 g/kgBB secara per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut.
Pada hari ke tujuh kelompok IV-VII diberi larutan karbon tetraklorida
dosis 2 mL/kgBB secara intraperitonial. Setelah 24 jam diambil darahnya melalui
sinus orbitalis mata untuk penetapan aktivitas ALT dan AST.
11. Pembuatan serum
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata hewan uji dan ditampung
dalam tabung Eppendrof kemudian didiamkan selama 15 menit, selanjutnya disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 5000 rpm, kemudian dipisahkan
bagian supernatannya yang terletak di bagian atas.
12. Pengukuran aktivitas ALT-AST
Micro vitalab 200 Merck® adalah alat yang digunakan untuk mengukur
aktivitas ALT-AST pada serum hewan uji. Pengukuran ALT dilakukan dengan
mencampur 100 μl serum dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5
detik, didiamkan selama 2 menit, setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II,
kemudian divortex selama 5 detik dan dibaca serapan setelah 1 menit.
Pengukuran aktivitas AST dilakukan dengan mencampur 100 μl serum
dengan 1000 μl reagen I, kemudian divortex selama 5 detik, didiamkan selama 2
menit, setelah itu dicampur dengan 250 μl reagen II, kemudian divortex selama 5
detik dan dibaca serapan setelah 1 menit. Aktivitas ALT dan AST dinyatakan
dengan faktor koreksi -1745. Pengukuran aktivitas ALT dan AST ini dilakukan di
Laboratorium Biokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT dan AST diuji dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi data tiap kelompok hewan uji. Bila didapat distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan dengan menggunakan
analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan sebesar 95% untuk mengetahui perbedaan pada masing-masing kelompok data tidak
berpasangan yang lebih dari dua kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan
menggunakan uji Scheffe untuk melihat besar perbedaan masing-masing antar kelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan)
(p>0,05). Namun bila didapatkan data aktivitas ALT dan AST memiliki distribusi
tidak normal, maka dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dan kebermaknaan
perbedaan antar kelompok dianalisis uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan tiap kelompok.
Perhitungan persen efek hepatopartotektif terhadap hepatotoksin karbon
tetraklorida diperoleh dengan rumus :
(purata ALT kontrol CCl4−kontrol Olive oil)− (purata ALT perlakuan−kontrol Olive oil)
(purata ALT kontrol CCl4−kontrol Olive oil) 𝑋 100%
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian dan besar
dosis optimum efek hepatoprotektif infusa daun S. mahagoni pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida. Tolak ukur efek hepatoprotekfif
infusa daun S. mahagoni dievaluasi secara kuantitatif berdasarkan uji aktivitas
serum ALT dan AST. Efek hepatoprotektif ditunjukkan berdasarkan penurunan
aktivitas dari serum ALT dan AST akibat dari pemberian infusa daun S. mahagoni
pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida.
A. Penyiapan Bahan 1. Hasil determinasi tanaman
Penelitian ini menggunakan bahan uji berupa serbuk daun S. mahagoni.
determinasi daun S. mahagoni pada penelitian bertujuan untuk membuktikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini memang benar tanaman yang
di maksud, yaitu tanaman S. mahagoni. Determinasi dilakukan di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta oleh Yohanes Dwiatmaka, M.Si dosen Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi
berupa bagian daun, dan buah kemudian dilakukan pencocokan dengan buku
determinasi membuktikan bahwa tanaman tersebut benar merupakan tanaman S. mahagoni hasil determinasi terlampir.
2. Penetapan kadar air serbuk kering daun S. mahagoni
Tujuan dari penetapan kadar air dari serbuk S. mahagoni, yaitu untuk
mengetahui serbuk yang digunakan telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik,
yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).
Penetapan kadar air serbuk daun S. mahagoni di tetapkan di LPPT Univeritas
Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil penetapan kadar air dari serbuk daun S. mahagoni memiliki kadar sebesar 6,68 % (terlampir), hal ini menunjukkan bahwa
kadar air serbuk daun S. mahagoni memenuhi persyaratan serbuk yang baik.
3. Penetapan kandungan flavonoid infusa daun S. mahagoni
Tujuan dari penetapan kandungan flavonoid dari infusa daun S.
mahagoni, yaitu untuk mengetahui adanya kandungan flavonoid dan menentukan besar kadar flavonoid dalam infusanya digunakan sebagai standarisasi. Hasil
penetapan kandungan flavonoid yang dilakukan oleh LPPT Univeritas Gadjah
Mada Yogyakarta menunjukkan infusa daun S. mahagoni memiliki kandungan flavonoid sebesar 61,66 ppm (hasil terlampir).
B. Uji Pendahuluan 1. Penentuan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida
Penelitian ini menggunakan karbon tetraklorida sebagai hepatotoksin.
Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui
yaitu steatosis, ditandai dengan adanya peningkatan aktivitas serum ALT dan AST. Berdasarkan penelitian Janakat dan Al-Merie (2002) dosis karbon
tetrakloriada sebesar 2 mL/kgBB mampu menimbulkan efek hepatotoksik pada
tikus, dimana pemberian dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan
kerusakan ringan berupa perlemakan hati (steatosis) (Timbrell, 2009). 2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Tujuan dari penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji yaitu untuk
mengetahui waktu optimal dimana karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dapat
menunujukkan peningkatan aktivitas serum ALT dan AST tertinggi pada tikus.
senyawa karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB dipejankan dengan selang waktu
pengambilan darah 0, 24, 48 dan 72 jam. Data pengujian aktivitas ALT
masing-masing tersaji pada Tabel III dan Gambar 3.
Tabel III. Rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam
Selang waktu (jam) Purta aktivitas ALT ± SE (U/L)
0 65,0 ± 6,5
24 203,8 ± 5,8
48 79,4 ± 4,3
72 54,0 ± 2,1
Gambar 4. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
pada selang waktu 0, 24, 48, 72 jam
Dari hasil analisis uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data
aktivitas ALT memiliki distribusi normal dengan signifikansi masing-masing
0,642 (p>0,05); 0,924 (p>0,05); 0,816 (p>0,05); 0,888 (p>0,05), sehingga
dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) menunjukkan variansi
data homogen dengan signifikansi 0,208 (p>0,05), sehingga dilanjutkan uji
Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok, ditunjukkan
pada Tabel IV
.
Tabel IV. Hasil uji Scheffe aktivitas ALT tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB pada pencuplikan darah jam 0, 24, 48 dan 72 jam
Waktu pencuplikan
(jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72
Jam ke-0 - BB TB TB
Jam ke-24 BB - BB BB
Jam ke-48 TB BB - BB
Jam ke-72 TB BB BB -
Pada Tabel I, terlihat aktivitas serum ALT paling tertinggi pada jam ke
24 yaitu 203,8 ± 5,8 U/l peningkatan ALT tersebut signifikan dan berbeda
bermakna dibandingkan dengan jam ke-0, 48 dan 72, pada jam ke-48 aktivitas
ALT mengalami penurunan yang berbeda tidak bermakana terhadap jam ke-0
(79,4 ± 4,3 U/l) menunjukkan bahwa aktivitas ALT jam ke-48 sudah mulai
kembali normal. Sedangkan aktivitas ALT jam ke-72 mengalami penurunan yang
berbeda bermakana dengan aktivitas ALT jam 48 (54 ± 2,1 U/l) hal tersebut
menunjukkan bahwa penurunan aktivitas ALT sudah kembali normal seperti
semula, dapat dilihat pula aktivitas jam 72 dibandingkan aktivitas ALT jam
ke-0 (65 ± 6,5) memiliki hasil uji Scheffe tidak berbeda bermakna.
Data pengujian dan gambar diagram aktivitas serum AST tersaji dalam
Tabel V dan Gambar 5.
Tabel V. Rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48 dan 72 jam
Selang waktu (jam) Purta aktivitas AST ± SE (U/L)
0 94,4 ± 4,5
24 493,4 ± 7,4
48 194,2 ± 10,4
72 103,8 ± 1,7
Gambar 5. Diagram batang rata-rata aktivitas serum AST tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada selang waktu 0, 24, 48, 72 jam
Data aktivitas AST tikus terinduksi karbon tetraklorida disis 2 mL/kgBB,
menunjukkan bahwa distribusi normal yaitu hasil analisis menggunakan uji
Kolmogorove-Smirnov jam ke-0, 24, 48 dan 72 diperoleh signifikansi masing-masing 0,925 (p>0,05); 0,992 (p>0,05); 0,972 (p>0,05) dan 0,990 (p>0,05).
Kemudian dari hasil analisis pola searah (One Way ANOVA) diperoleh signifikansi 0,038 (p>0,05), hal tersebut menunjukkan variansi data yang tidak
homogen, sehingga dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui keberbedaan
tiap kelompok dari hasil uji didapat signifikasni 0,001 (p<0,05) menunjukkan
Tabel VI. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas AST tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB pada pencuplikan darah jam 0, 24, 48 dan 72 jam
Waktu pencuplikan
(jam) Jam ke-0 Jam ke-24 Jam ke-48 Jam ke-72
Jam ke-0 - BB BB TB
Jam ke-24 BB - BB BB
Jam ke-48 BB BB - BB
Jam ke-72 TB BB BB -
BB = Berbeda bermakna (p<0,05); TB = Berbeda tidak bermakna (p>0,05)
Dari Tabel. V dan Gambar.4 dapat dilihat aktivitas AST paling tinggi
terdapat pada jam ke-24, yaitu 493,4 ± 7,4 U/l yang menunjukkan adanya
perbedaan bermakna antara jam ke-0, 48 dan 72 (Tabel. VI). Jam ke-48 aktivitas
serum AST sudah terlihat mulai turun tetapi belum kembali seperti keadaan
normal ditunjukkan dengan perbedaan bermakna adengan jam ke-0. Kemudian
pada jam ke-72 aktivitas serum AST sudah kembali normal ditunjukkan dengan
adanya perbedaan tidak bermakna dengan jam ke-0.
Berdasarkan hasil aktivitas serum ALT dan AST tersebut maka pada
penelitian kali ini menggunkan waktu pengambilan darah pada jam ke-24 setelah
pemberian karbon tetraklorida.
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun S. mahagoni
Menurut penelitian Windrawati (2013) mengenai efek hepatoprotektif
ekstrak metanol:air (50:50) daun Macaranga tanarius L. Menjelaskan bahwa
perlakuan pemberian ekstrak metanol:air (50:50) daun Macaranga tanarius L. selama enam hari bertururt-turut kemudian di hari ke tujuh dilakukan pemejanan
infusa daun S. mahagoni selama enam hari berturut-turut dan dihari ke tujuh diberi hepatotoksin berupa senyawa karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB. Hal ini
dikarenakan penelitian menyerupai penelitian tersebut, dan merupakan skrinig
awal untuk melihat efek hepatoprotektif dari infusa daun S. mahagoni. 4. Penetapan dosis infusa daun S. mahagoni
Tujuan penetapan dosis infusa daun S. mahagoni, yaitu untuk menentukan besar dosis infusa daun S. mahagoni yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Dari hasil orientasi di dapat konsentrasi yang dapat dibuat adalah
40% tetapi dengan konsentrasi tersebut di dapat dosis tertinggi sebesar 10 g/kgBB
menimbulkan efek berupa kematian dari hewan uji setelah pemberian karbon
tetraklorida, maka penetapan dosis berdasar pada pembuatan infusa diturunkan
konsentrasi menjadi 20% dan dapat diberikan pada hewan uji secara peroral.
Dosis yang diperoleh dari konsentrasi 20% tersebut digunakan sebagai dosis
tertinggi infusa daun S. mahagoni. Dari hasil orientasi di dapatkan dosis tinggi
infusa daun S. mahagoni yaitu sebesar 5 g/kgBB. Dosis terendah yang digunakan, yaitu menurut Badan Pengawas Obat dan Makan RI (2010) pembuatan infusa
secara umum, yaitu dengan konsentrasi 10% sehingga didapat dosis sebesar 2,5
g/kgBB. Penentuan dosis tengah yang digunakan merupakan faktor kelipatan dari
dosis tertinggi dan dosis rendah infusa daun S. mahagoni, sehingga di dapat dosis