HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN
MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rinda Meita Pangastuti NIM : 108114184
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN
MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Rinda Meita Pangastuti NIM : 108114184
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”
Amsal 23 : 18
Karya ini kupersembahkan untuk: TUHAN YESUS yang selalu memampukanku untuk terus bertahan dan memberikanku hikmat dan pengertian untuk bisa menyelesaikan semuanya tuntas sampai garis akhir
Keluarga dan kedua orang tuaku yang selalu memberikan motivasi dalam kerja keras dan jerih lelahnya. Terutama untuk Alm. Bapak yang akan tetap jadi panutanku.
Yepta Epta Praditus untuk setiap doa dan kata yang selalu membuatku bangkit dan meneguhkanku.
vii PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan
penyertaan-Nya yang luar biasa dalam hidup penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT DALAM PENGOBATAN
MANDIRI DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR,
KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH” ini dipersiapkan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat selesai dengan baik tidak lepas atas doa dan dukungan
orang-orang di sekeliling penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Aris Widayati, M. Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan banyak waktu, pikiran, perhatian dan kesabaran untuk
mengarahkan, mendampingi, bantuan dan saran kepada penulis.
3. Prof. Dr. C. J. Soegiharjo, Apt. dan Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt.,
selaku Dosen Penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga
viii
4. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M. Kes. dan Bapak Yohanes
Dwiatmaka, M. Si, Apt., selaku Dosen yang ditunjuk sebagaiprofessional
jugdment, atas perbaikan dan saran yang telah diberikan sehingga
instrumen penelitian yang digunakan menjadi lebih baik.
5. Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,
dan masyarakat Dusun Suruh, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan,
Sleman atas partisipasi dan respon baik terhadap penelitian yang telah
dikerjakan.
6. Bapak Drs. D. Suyoto Hadi, M. Pd di sorga, terimakasih untuk setiap
kesempatan dan kerja keras yang diberikan selama ini.
7. Teman-teman sekelompok penelitian: Swaseli Waskitajani, Eva Cristiana
dan Eva Ekayanti untuk setiap bantuan, perjuangan, suka dan duka kita
bersama.
8. Sahabat-sahabatku Yoestenia, Zufri Bella Yani, Nita Rahayu, Alvanika,
Muhadela Tiara dan Gilda Todingbua untuk setiap dukungan, doa dan
semangat yang membuatku terus berjuang menjadi lebih baik.
9. Teman-teman farmasi 2010 Universitas Sanata Dharma untuk setiap
perjuangan, kerja keras, semangat dan kebersamaan kita.
10. Keluarga keduaku Apostolos Family dan UPN Community yang telah
menyediakan tempat betumbuh yang luar biasa.
11. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak
ix
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang dibuat jauh dari sempurna
karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
x ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi
xi
1. Obat medis modern ... 10
2. Obat tradisional ... 15
C. Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)... 18
1. Pengetahuan (knowledge)... 18
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 23
1. Variabel ... 23
a. Variabel bebas (independent) ... 23
b. Variabel tergantung (dependent)... 23
2. Definisi operasional ... 24
C. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian... 25
D. Populasi dan Besar Sampel ... 25
xii
F. Teknik Pengambilan Sampel ... 26
G. Instrumen Penelitian ... 27
H. Tahapan Penelitian ... 28
1. Studi pustaka ... 28
2. Penentuan lokasi penelitian ... 28
3. Perijinan ... 29
4. Penelusuran data populasi ... 29
5. Pembuatan kuesioner... 29
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 34
1. Usia... 34
2. Jenis kelamin ... 35
3. Status pernikahan ... 36
4. Tingkat pendidikan akhir ... 36
5. Jenis pekerjaan ... 38
xiii
B. PENGENALAN RESPONDEN TERHADAP PENGOBATAN
MANDIRI ... 40
C. POLA PENGOBATAN MANDIRI RESPONDEN ... 43
D. PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN ... 51
1. Definisi obat tradisional ... 52
2. Macam dan bentuk sediaan obat tradisional ... 52
3. Dosis obat tradisional ... 53
4. Penggolongan obat tradisional ... 53
5. Contoh kandungan obat tradisional dan indikasinya... 54
6. Aturan pakai obat tradisional ... 54
7. Efek samping obat tradisional ... 55
8. Kontraindikasi obat tradisional ... 55
9. Penggunaan obat tradisional dalam pengobatan mandiri ... 55
10. Penggolongan obat modern ... 56
11. Definisi obat modern ... 56
12. Jenis dan bentuk sediaan obat modern ... 56
13. Dosis obat modern... 56
14. Kandungan obat modern dan indikasi kandungan tersebut... 57
15. Aturan pakai obat modern ... 57
16. Efek samping obat modern... 57
17. Penggunaan obat modern dalam pengobatan mandiri... 58
xiv
tersebut ... 58
19 . Simbol penggolongan obat modern dan arti simbol tersebut ... 60
E. SIKAP DAN TINDAKAN RESPONDEN TERKAIT OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN ... 63
1. Sikap... 63
2. Tindakan... 65
F. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP TINDAKAN RESPONDEN ... 66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 70
LAMPIRAN ... 74
xv DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Distribusi usia responden... 34
Tabel II. Frekuensi tingkat pendidikan terakhir responden ... 37
Tabel III. Frekuensi jenis pekerjaan responden ... 38
Tabel IV. Persentase mengenai siapa yang melakukan pengobatan mandiri ... 45
Tabel V. Keluhan yang dialami responden saat melakukan pengobatan mandiri ... 45
Tabel VI. Obat yang digunakan responden dalam pengobatan mandiri . 47 Tabel VII. Frekuensi harga obat yang digunakan responden... 49
Tabel VIII. Frekuensi alasan responden melakukan pengobatan mandiri ... 50
Tabel IX. Persentase jawaban responden mengenai obat tradisional dan obat moderen... 54
Tabel X. Persentase jawaban responden mengenai simbol penggolongan obat tradisional... 58
Tabel XI. Persentase jawaban responden mengenai simbol penggolongan obat modern ... 60
Tabel XII. Kategori pengetahuan responden ... 62
Tabel XIII. Frekuensi kategori respon sikap... 64
Tabel XIV. Frekuensi kategori respon tindakan ... 65 Tabel XII. Hasil probabilitas ujiChi Squareantara pengetahuan dan sikap
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Persentase responden laki-laki dan perempuan... 35
Gambar 2. Persentase status pernikahan responden... 36
Gambar 3. Persentase tingkat pendidikan responden... 37
Gambar 4. Persentase pendapatan per bulan responden ... 39
Gambar 5. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri 40 Gambar 6. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah swamedikasi ... 41
Gambar 7. Persentase pengertian responden tentang definisi swamedikasi 42 Gambar 8. Persentase pendapat responden tentang jenis obat yang digunakan dalam pengobatan mandiri ... 43
Gambar 9. Frekuensi responden melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir... 44
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat ijin penelitian... 75
Lampiran 2. Kuesioner... 79
Lampiran 3. Validitas kuesioner ... 91
Lampiran 4. Nilai reliabilitas kuesioner... 105
Lampiran 5. Nilai uji normalitas ... 106
Lampiran 6. Karakteristik responden ... 107
Lampiran 7. Pola pengobatan mandiri responden... 110
Lampiran 8. Pengetahuan, sikap dan tindakan responden ... 115
Lampiran 9. Nilai ujiChi Square... 120
xviii INTISARI
Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mengobati diri sendiri baik menggunakan obat tradisional maupun obat modern. Pengobatan mandiri merupakan upaya pertama dan terbanyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatannya Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan jenis obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan penelitian desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling yang dikombinasikan dengan metode non random accidental sampling. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Analisis data menggunakan Uji Chi Square.
Tingkat partisipasi responden sebesar 93%, yaitu 161 responden. Sebesar 62% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, 86,3% bersikap positif terhadap penggunaan obat tradisional, dan 66% responden mempunyai tindakan memilih obat tradisional untuk pengobatan mandiri. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat dalam pengobatan mandiri.
xix ABSTRACT
Self medication is the selection and use of medicine (traditional or modern medicine)by individuals to treat self-recognized illnesses or symptom. Self medication is the first and the most preferable among people to treatment their illneses. The aim of this research is to identify correlations between people’s knowledge and attitude of traditional and modern medicines with their practice in choosing medicines for self medication among people at Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
This study was an observational with cross sectional design. Respondents were selected using a combination of cluster sampling and non random accidental sampling methods. The main instrument of this study was a questionaire. Data were analyzed with chi square test.
The response rate was 93% (i.e.:161 respondents). About 62% of respondents have moderate knowledge, 86.3% have positive attitude regarding traditional medicine, and 66% choose traditional medicine for their self medication. There are significant correlations between knowledge and attitude of traditional and modern medicines with the practice of selection of medicines for self medication.
1
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Perilaku pencarian pengobatan ( health seeking behavior ) merupakan
tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan (Achmad,
2003). Perilaku tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Sehat atau tidaknya individu, keluarga dan masyarakat
tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Ketika seseorang dalam keadaan
sakit, suatu peran tertentu akan membawanya ke berbagai alternatif, seperti
mengatasi atau membiarkan keadaan sakitnya, serta menentukan siapa yang akan
mengatasinya (Lumenta, 1989). Tindakan atau perilaku ini akan dilakukan oleh
tiap individu secara berbeda, dimulai dari melakukan pengobatan sendiri (self
treatment) sampai dengan mencari bantuan pada pelayanan kesehatan, termasuk
pemilihan obat modern atau tradisional (Ayunda, 2008).
Menurut Suryawati (cit., Citahasri, 2008), dalam upaya pemeliharaan
kesehatan, pengobatan sendiri merupakan upaya pertama dan yang terbanyak
dilakukan masyarakat umum untuk mengatasi keluhan kesehatannya, sehingga
peranannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Penelitian yang dilakukan oleh
Widayati (2012) tentanghealth seeking behaviordi kalangan masyarakat urban di
Yogyakarta mengungkapkan bahwa self care, terutama melakukan penyembuhan
tanpa obat, istirahat dan swamedikasi dengan produk herbal tradisional
Dalam penelitiannya di Indonesia, Supardi, S., Jamal, S., dan Raharni (2005),
mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di kota cenderung
melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat modern, sedangkan
masyarakat desa cenderung melakukan pengobatan mandiri dengan obat
tradisional atau cara tradisional.
Dalam harian Kompas (Sabtu, 22 September 2012) dituliskan bahwa obat
herbal tradisional dan obat modern memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing dalam penggunaannya. Kecenderungan masyarakat dalam pemilihan
terapi pun tergantung pada pengetahuan masyarakat itu sendiri. Biasanya,
masyarakat akan cenderung memilih terapi atau pengobatan secara herbal
tradisional ketika masyarakat tersebut merasa pengobatan secara herbal lebih
murah dilakukan dan tersedia luas di sekitar lingkungannya dibandingkan obat
moderen. Masyarakat juga mempunyai mind set bahwa obat tradisional lebih
efektif untuk terapi penyakit kronis yang biasanya tidak bisa disembuhkan oleh
obat modern. Sebaliknya, masyarakat akan cenderung memilih obat modern saat
mereka merasa lebih praktis dalam penggunaan, reaksi atau efeknya lebih cepat,
atau karena memang sudah terbentuk pada pemikiran mereka bahwa obat modern
lebih baik dibanding obat tradisional.
Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan domain
terpenting seseorang untuk menentukan respon batin dalam bentuk sikap yang
akan membentuk suatu tindakan (action) sesuai dengan stimulus yang
diterimanya. Dalam melakukan pengobatan mandiri atau swamedikasi untuk
yang akan digunakan, sehingga mampu menentukan pilihan obat (tradisional atau
modern) yang tepat untuk dirinya. Pemilihan perilaku atau tindakan ini biasanya
dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, sosial
ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada diri sendiri (Hardon,
Hodgin, and Fresle, 2004). Widayati (2012) mengungkapkan bahwa faktor
demografi dan sosio-ekonomi yang berhubungan signifikan dengan perilaku
pencarian pengobatan adalah status pernikahan.
Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung
merupakan salah satu masyarakat yang memiliki banyak keluarga muda.
Kecenderungan untuk melakukan apa yang orang tua katakan pun akan menjadi
salah satu faktor penentu keputusan yang akan mempengaruhi pengetahuan dan
pendapat keluarga muda ini. Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian dalam
sebuah keluarga adalah masalah kesehatan. Mereka akan diperhadapkan dengan
hal-hal seperti, ke mana mereka harus memeriksakan anak yang sakit, bagaimana
cara mengobati sakitnya sendiri, termasuk memilih obat mana yang baik untuk
digunakan.
Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan
pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai obat tradisional dan obat modern
terhadap tindakan pemilihan obat untuk pengobatan secara mandiri. Hal ini terkait
dengan belum pernah adanya penelitian sejenis pada masyarakat Desa Bantir,
Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sehingga menarik
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
a. Seperti apa pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Bantir, Kecamatan
Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah mengenai obat
tradisional dan obat modern?
b. Seperti apa pola dan alasan pengobatan mandiri yang dilakukan
masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,
Jawa Tengah?
c. Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai
obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat pada
pengobatan mandiri?
2. Keaslian penelitian
Beberapa penelitian mengenai perilaku pengobatan mandiri yang telah
dilakukan adalah penelitian yang berjudul:
a. “Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) di Kalangan Masyarakat Urbandi Kota Yogyakarta” (Widayati, 2010). b. “Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional dan Cara Tradisional dalam
Pengobatan Sendiri diIndonesia” (Supardi, dkk., 2005).
c. “Kajian Motivasi, Pengetahuan, Tindakan, dan Pola Penggunaan Obat Tradisional Cina pada Pengunjung dari 8 Toko Obat Berizin di
d. “Kajian Pengetahuan dan Alasan Pemilihan Obat Herbal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” (Noviana, 2007).
e. “Pengaruh Pemberian Informasi Obat Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo, Kec.
Cangkringan, Kab. Sleman, Yogyakarta” oleh(Perwitasari, 2009). f. “Pola Perilaku Pengobatan Mandiri di Antara Pria dan Wanita di
Kalangan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Kampus III,
Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta” (Angkoso, 2006).
g. “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Swamedikasi Demam oleh Ibu-ibu di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta”(Adikuntati, 2008)
Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan yang telah disebut di
atas adalah tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan
obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir,
Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Perbedaan
lainnya terletak pada subjek dan objek yang diteliti, tempat penelitian, serta
waktu pelaksanaannya.
Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang hubungan pengetahuan
dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern terhadap tindakan
pemilihan obat dalam pengobatan mandiri pada masyarakat Desa Bantir,
3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis
Memberikan deskripsi tentang hubungan pengetahuan dan sikap
masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung
mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan jenis obat
untuk pengobatan mandiri.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pedoman bagi apoteker untuk
pengembangan pemberian informasi obat bagi masyarakat.
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan
sikap mengenai obat tradisional dan obat modern terhadap tindakan pemilihan
jenis obat (modern atau tradisional) untuk pengobatan mandiri di kalangan
masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Bantir,
Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung mengenai obat tradisional
dan obat modern.
b. Untuk mengidentifikasi pola dan alasan pengobatan mandiri yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten
c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat
mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan
8
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pengobatan Mandiri
Pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan tindakan pemilihan dan
penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional mau pun obat modern oleh
seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri,
bahkan untuk penyakit kronis tertentu yang telah didiagnosis tegak oleh dokter
sebelumnya (WHO, 1998). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang melakukan pengobatan mandiri, antara lain sebagai berikut (Djunarko
dan Hendrawati, 2011).
1. Kondisi ekonomi. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan,
seperti biaya rumah sakit dan berobat ke dokter, membuat masyarakat
mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit-penyakit yang relatif
ringan.
2. Berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan bagi masyarakat
karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan, dan kehidupan sosial
ekonomi, sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan
swamedikasi.
3. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar dari pihak produsen
baik melalui media cetak maupun elektronik, bahkan sampai beredar ke
4. Semakin tersebarnya distribusi obat melalui Puskesmas dan warung obat desa
yang berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama
OTR (Obat Tanpa Resep) dalam swamedikasi.
5. Kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat mendukung
perkembangan farmasi komunitas.
6. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan
dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasian yang ditinjau dari khasiat dan
keamanan obat diubah menjadi OTR (OWA, obat bebas terbatas, dan obat
bebas), sehingga memperkaya pilihan masyarakat terhadap obat.
Dalam melakukan self-medication, pelaku harus mampu mendiagnosis
dan menentukan obat sendiri untuk mengatasi keluhannya. Menurut Depkes
(2008), hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri
antara lain mengetahui jenis obat yang diperlukan, mengetahui kegunaan dari tiap
obat sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan rasa sakitnya,
menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan mengetahui
batas kapan mereka harus menghentikan self-medication yang kemudian segera
minta pertolongan kepada petugas kesehatan. Selain itu, pelaku juga harus
mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan
apakah suatu keluhan yang timbul kemudian, merupakan suatu penyakit baru atau
efek samping obat, serta harus mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan
obat tersebut terkait dengan kondisi seseorang.
Pada akhirnya, pelaku swamedikasi akan diperhadapkan dalam pilihan
tradisional ataukah obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala,
dan sebagainya. Untuk itu pelaku perlu memahami dengan baik masalah
kesehatan yang sedang dihadapinya (Anonim, 2001).
B. Obat
Obat merupakan semua zat, baik kimiawi, hewani, mau pun nabati yang
dalam dosis tertentu dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit
berikut gejalanya (Tjay dan Raharja, 2007). Obat merupakan salah satu komponen
yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat menurut UU no. 36 tahun
2009 adalah bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan
diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah. Obat dapat digunakan
untuk manusia maupun hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh
manusia (Syamsuni, 2006).
Di Indonesia terdapat dua jenis obat, yaitu obat tradisional dan obat
medis modern.
1. Obat medis modern
Obat medis adalah obat modern yang dibuat dari bahan sintentik atau
bahan alam yang diolah secara modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan
kalangan medis untuk mengobati penyakit tertentu. Obat medis yang bisa
diresepkan mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis yang
dilakukan bertahun-tahun. Sebagian besar obat medis yang beredar di Indonesia
efek samping dari obat-obat modern yang sudah diuji klinis tetap ada karena daya
tahan tubuh dan kondisi kesehatan orang masing-masing tidak sama (Harmanto
dan Subroto, 2007).
Penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 5 golongan, yaitu obat bebas,
obat bebas terbatas, obat keras (termasuk di dalamnya obat wajib apotek),
psikotropik dan narkotika (Depkes RI, 2008). Obat medis atau moderen yang
biasa digunakan sebagai upaya pengobatan mandiri adalah obat bebas (OB), obat
bebas terbatas (OBT) dan obat wajib apotek (OWA). Obat wajib apotek
merupakan golongan obat keras dapat dibeli di apotek tanpa resep dokter, namun
harus diserahkan secara langsung oleh apoteker. Hal ini terkait dengan Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 924 tahun 1993 tentang obat wajib apotek.
a. Obat bebas (over the counter)
Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna
hitam. Obat dengan simbol demikian dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter
dan tersedia di banyak outlet, seperti apotek, toko obat, supermarket, dan bisa
dibeli tanpa resep dokter (Harmanto dan Subroto, 2007).
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras,
namun dapat dijual atau dibeli bebas dengan jumlah terbatas tanpa resep dokter.
Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
lingkaran berwarna hitam dan terdapat peringatan khusus pada kemasan (Depkes
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
6335/Dirjen/SK/1969, terdapat enam macam peringatan khusus dalam kemasan
obat bebas terbatas sesuai dengan kandungan obat, yaitu sebagai berikut.
1) P.No.1. Awas ! Obat keras. Bacalah aturan pakai di dalam.
2) P.No.2. Awas ! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan.
3) P.No.3. Awas ! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan.
4) P.No.4. Awas ! Obat keras. Hanya untuk dibakar.
5) P.No.5. Awas ! Obat keras. Tidak boleh ditelan.
6) P.No.6. Awas ! Obat keras. Obat wasir jangan ditelan.
c. Obat wajib apotek
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/ SK/ VII
/1990, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker
kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Harmanto dan Subroto, 2007). Obat
keras mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan garis tepi
berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi (Depkes RI,
2008).
Dalam perkembangan di bidang farmasi yang menyangkut khasiat dan
keamanan obat, berikut adalah daftar obat wajib apotek no. 1 menurut peraturan
menteri kesehatan nomor 919/MENKES/PER/X/1993.
No Kelas Terapi Nama Obat Indikasi
1 Oral kontrasepsi Tunggal Linastrenol Kombinasi
Kontrasepsi
Etinodiol diasetat-mestranol
Antispasmodik
Tiemonium methyl sulphate, sodium noramodopromethane sulphonate
Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 924/MENKES/PER/X/1993
yang dimaksud obat wajib apotek no. 2 adalah albendazol (oral), bacitracin (obat
luar infeksi kulit), benolirate, bismuth subcitrate, carbinoxamin (oral),
diponium, fenoterol (inhalasi), flumetason, hydrocortison butyrat (obat luar
inflamasi), ibuprofen (oral), isoconazol, ketokonazole (obat luar infeksi jamur),
levamizole, methylprednisolon, niclosamide, noretisteron, omeprazole,
oxiconazole, pipazetate, piratiasin kloroteofilin, pirenzepine, piroxicam, dan
polymixcin B sulfate.
Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor 1176/Menkes/SK/X/
1999 yang termasuk obat wajib apotek no. 3 (nama generik) adalah alopurinol,
aminofilin supositoria, asam azeleat, asam fusidat, bromheksin, diazepam,
diklofenak natrium, famotidin, gentamisin, glafenin, heksetidin, klemastin,
kloramfenikol (obat mata dan obat telinga), mebendazol, metampiron+
klordiazepoksid, mequitazin, motretinida, orsiprenalin, piroksikam, prometazin
teoklat, ranitidin, satirizin, siproheptadin, toisiklat, tolnaftat dan tretinoin.
2. Obat tradisional
Dalam undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan
menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat di terapkan sebagai norma yang
berlaku dimasyarakat. Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan
bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak
berabad-abad yang lalu, namun demikian pada umumnya efektivitas dan keamanannya
Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat
pembuktian khasiat, meurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok
pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, obat tradisional
dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka, dengan logo tertentu dalam kemasan sebagai berikut.
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional indonesia yang bukti klaim khasiat dan
keamanannya berdasarkan data empiris karena telah digunakan secara turun
temurun. Simbol berupa “RANTING DAUN” berwarna hijau yang terletak di
dalam lingkaran dengan warna dasar putih atau warna lain yang menyolok, serta
mencantumkan tulisan “JAMU” berwarna hijau
b. Obat herbal terstandar
Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan
bahan bakunya telah distandarisasi. Simbol obat herbal terstandar adalah “JARI
-JARI DAUN (3 PASANG)” berwarna hijau yang terletak di dalam lingkaran
dengan warna dasar putih atau warna lain yang menyolok. Di bawah simbol
tersebut harus terdapat tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” berwarna
hijau.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
produk jadinya telah distandarisasi. Simbol fitofarnaka berupa “JARI-JARI
DAUN” berwarna hijau yang membentuk bintang dan terletak di dalam lingkaran
dengan warna dasar putih atau mencolok, serta terdapat tulisan
“FITOFARMAKA” pada bawah lingkaran.
Orang yang menderita sakit, baik fisik mau pun non fisik tentu
memerlukan obat agar penyakitnya bisa segera dan secepat mungkin sembuh.
Masyarakat moderen yang memiliki pengetahuan dan dana yang cukup, pilihan
pertama untuk mengatasi penyakitnya tentu akan memilih dokter atau tenaga
medis untuk memeriksa dan memilihkan obat modern yang sesuai dengan
keluhannya. Bila secara medis tidak ada obatnya, baru memilih ke pengobatan
alternatif. Sebaliknya, masyarakat yang kurang mampu, langkah pertama untuk
mengobati penyakitnya membuat obat sendiri dari pengetahuan tradisional turun
temurun atau mencari pengobatan alternatif yang diyakini bisa menyembuhkan.
Bila tidak berhasil baru ke dokter atau ke Rumah Sakit (Harmanto dan Subroto,
2007).
Obat medis modern mempunyai keunggulan tertentu dibandingkan
jamu atau obat herbal. Demikian pula jamu dan obat herbal juga mempunyai
keunggulan yang tidak dimiliki obat medis modern. Masyarakat yang kritis dan
cerdas sudah mulai bisa memilih dan menentukan obat mana yang akan
digunakan. Masyarakat tidak perlu membanding-bandingkan keunggulan
masing-masing obat, yang terpenting adalah bahwa keduanya saling melengkapi
atau komplementer karena tujuannya sama, yaitu untuk menyembuhkan penyakit
C. Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)
Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku
manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan, yaitu kognitif (cognitive), afektif
(affective), dan psikomotor (pcychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu: pengetahuan,
sikap dan tindakan (Imron, 2010).
1. Pengetahuan (knowledge)
Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu
yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan dapat diperoleh seseorang dengan beberapa cara, yaitu
lewat pengalaman pribadi, belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan, adanya
suatu otoritas atau kekuasaan yang mengharuskan seseorang melakukan sesuatu,
juga logika yang mengharuskan seseprang mampu berpikir dan memiliki nalar
terhadap sesuatu. Selain itu pengetahuan juga bisa didapatkan melalui pengamatan
secara langsung di lapangan terhadap suatu gejala atau fenomena, untuk kemudian
dibuat suatu klasifikasi, yang kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan (Imron,
2010).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Fitriani, 2011).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam
tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang
telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap objek tersebut.
c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah diperoleh pada situasi atau kondisi
nyata dan sebenarnya. Misal, ketika kita tahu dan mengerti mengenai
rumus matematika, maka kita harus bisa menggunakan rumus tersebut
untuk menyelesaikan soal yang ada.
d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan
untuk meletakan atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Misal, dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian
tersebut didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria
yang telah ada (Fitriani, 2011).
Menurut Notoadmojo (2003), tingkat pengetahuan seseorang dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (apabila skor akhir pengetahuan
responden lebih dari 75%), pengetahuan cukup (apabila skor akhir pengetahuan
responden berkisar antara 50 sampai 75%), dan pengetahuan kurang (apabila skor
akhir pengetahuan responden kurang dari 50%).
2. Sikap (attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan ingin memihak
(favorable) atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu (Berkowitz,
1972). Merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara tertentu, sehingga dengan kata lain, sikap merupakan suatu reaksi atau respon
seseorang terhadap sesuatu yang akan diterima (Azwar, 1995).
Seorang individu akan membentuk pola sikap tertentu tergantung dari
interaksi sosial terhadap berbagai situasi psikologis yang dihadapinya. Faktor
orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional individu tersebut
(Azwar, 1995).
3. Tindakan (practice)
Tindakan adalah suatu cara mengaplikasikan atau mempraktekan apa yang
telah diketahui setelah mengadakan penilaian atau pendapat terhadap stimulus
yang diterima. Dalam praktek kesehatan, tindakan dapat berhubungan dengan
penyakit (pencegahan dan penyembuhan), pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan, serta praktek kesehatan lingkungan (Fitriani, 2011).
Menurut Notoadmodjo (1993), terbentuknya tindakan pada dasarnya
dimulai dengan domain pengetahuan terlebih dahulu, kemudian terbentuk respon
batin (sikap) terhadap objek yang diketahui. Namun, seseorang juga dapat
bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari
stimulus yang diterimanya..
D. Landasan Teori
Menurut WHO (1998), pengobatan mandiri adalah tindakan pemilihan
dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional mau pun obat modern oleh
individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Setiap
individu yang akan melakukan pengobatan mandiri dituntut untuk bisa
menentukan pola pengobatannya sendiri, termasuk tindakan pemilihan obat (obat
tradisional atau obat modern) untuk mengatasi keluhan yang diderita (Depkes,
2008). Tindakan pemilihan obat dalam pengobatan mandiri dipengaruhi oleh
termasuk pengetahuan dan sikap setiap individu mengenai obat pilihan tersebut
(Supardi dkk., 2005).
Pengetahuan merupakan sekumpulan fakta empirik mengenai suatu objek
tertentu, juga merupakan domain terpenting yang digunakan oleh seseorang untuk
menentukan suatu sikap maupun tindakan seseorang tersebut (Fitriani, 2008).
Menurut Notoadmojo (1993), terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai dari
domain pengetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap terhadap suatu objek, yang kemudian akan menimbulkan respon
tindakan (action) terkait dengan stimulus objek tersebut. Namun demikian,
seseorang juga dapat bertindak tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari
stimulus yang diterimanya. Kurniasari (2007) menyebutkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan dengan tindakan pengobatan mandiri di kalangan masyarakat
Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
E. Hipotesis
1. Ada hubungan antara pengetahuan mengenai obat tradisional dan obat
modern dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di
kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten
Temanggung, Jawa Tengah.
2. Ada hubungan antara sikap mengenai obat tradisional dan obat modern
dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan
masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah non eksperimental (observasional) dengan
rancangan penelitian desain cross sectional. Disebut penelitian observasional
karena menggambarkan keadaan secara realita dan objektif terhadap suatu kondisi
tertentu yang sedang terjadi dalam sekelompok masyarakat (Imron dan Munif,
2010), sedangkan disebutcross sectional(studi potong lintang) karena merupakan
penelitian yang mempelajari dinamika korelasi, dengan model pendekatan atau
observasi pada satu kali dalam jangka waktu tertentu (Pratiknya, 2001).
Penelitian ini menggambarkan hubungan pengetahuan dan sikap
responden mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan
jenis obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir,
Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah.
B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel
a. Variabel bebas (independent) : Pengetahuan dan sikap masyarakat Desa
Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah mengenai obat
tradisional dan obat modern.
b. Variabel tergantung (dependent) : tindakan pemilihan jenis obat untuk pengobatan
mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,
2. Definisi operasional
a. Obat modern adalah golongan obat konvensional yang dapat diperoleh
atau dibeli tanpa resep dokter, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan
obat wajib apotek (OWA). Obat wajib apotek merupakan golongan obat
keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter, namun harus diberikan
langsung oleh apoteker di apotek.
b. Obat tradisional adalah golongan jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.
c. Pengetahuan adalah semua hal yang diketahui oleh masyarakat Desa
Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah
mengenai obat tradisional dan obat modern. Skor akhir pengetahuan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara menjumlah semua jawaban benar
responden, kemudian dibagi dengan total pertanyaan, dan dikalikan 100%.
Tingkat pengetahuan mengenai obat tradisional dan obat modern, dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (apabila skor akhir
pengetahuan responden lebih dari 75%), pengetahuan cukup (apabila skor
akhir pengetahuan responden berkisar antara 50 sampai 75%), dan
pengetahuan kurang (apabila skor akhir pengetahuan responden kurang
dari 50%).
d. Sikap adalah keinginan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah untuk memihak (sikap positif) atau
e. Tindakan adalah praktek responden terhadap pemilihan obat tradisional
dan obat modern dalam swamedikasi.
C. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa
Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah. Kriteria inklusi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Desa Bantir usia lebih dari atau sama dengan 18
tahun, baik laki-laki atau perempuan, dan bersedia berpartisipasi dalam mengisi
serta mengembalikan kuesioner.
D. Populasi dan Besar Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Bantir,
Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, berusia lebih atau sama
dengan 18 tahun dengan jumlah total populasi sebesar 1584 individu. Sampel
dalam penelitian ini adalah sebagian dari keluarga masyarakat Desa Bantir
tersebut. Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (Notoadmodjo, 2010).
N =
Keterangan: N = besar sampel Z = tingkat kepercayaan P = proporsi kasus d =margin of error
Hasil perhitungan sampel adalah sebesar 174 responden (proporsi: 50%,
klaster: 1,5; dan penambahan 20% untuk antisipasi tingkat partisipasi), sehingga
perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
N=
N =
N = 96,04 x efek desain klaster 1,5
N = 144,06 ≈ 145, kemudian dengan menggunakan sistem drop out 20%, maka
diperoleh:
N = 145 + ( )
N = 174
E. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai Desember 2013 di
Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
F. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
cluster sampling yang dikombinasikan dengan metode non random accidental
sampling. Proses pengambilan sampel melibatkan seluruh Rukun Warga yang
dipilih secara acak dengan undian. Desa Bantir memiliki 4 RW, dan
masing-masing RW memiliki 4 Rukun Tetangga (RT). Klaster terkecil pada penelitian ini
Gambar 1. Cara pengambilan sampel dengan metodecluster sampling
Pada setiap RT (klaster terkecil), kemudian ditetapkan individu terpilih
secara non random yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, dan mau
mengisi serta mengembalikan kuesioner.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pertanyaan dalam kuisioner berupa
kombinasi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka.
Terdapat tiga bagian dalam kuesiner. Bagian pertama adalah beberapa
pertanyaan terbuka untuk melihat bagaimana pola pengobatan mandiri masyarakat
tersebut. Bagian kedua adalah pernyataan yang menggambarkan pengetahuan
responden, mengenai obat tradisional dan obat modern. Pernyataan dalam
kuisioner tersebut dibuat dengan model pertanyaan tertutup karena telah
disediakan jawaban. Responden memilih salah satu jawaban dari pernyataan yang
dibuat sesuai dengan apa yang responden ketahui. Pilihan jawaban yang
Pada bagian ketiga kuesioner ini berisi pernyataan mengenai sikap dan
tindakan responden terhadap pemilihan dan penggunaan obat tradisional mau pun
obat modern dalam pengobatan mandiri. Pertanyaan nomor satu dan nomor dua
pada bagian ini memiliki maksud pertanyaan yang sama, yaitu apakah responden
akan memilih obat tradisional saat melakukan pengobatan mandiri atau tidak.
Begitu pula sebaliknya, pertanyaan nomor tiga dan nomor empat juga memiliki
maksud yang sama, yaitu apakah responden akan memilih obat modern saat
melakukan pengobatan mandiri atau tidak. Hal ini dilakukan untuk melihat dan
mempertegas konsistensi jawaban responden. Dalam bagian ini, pernyataan dibuat
dalam bentuk Likert. Pada setiap pernyataan disediakan pilihan jawaban berupa
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).
SkalaLikertadalah metode pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2005).
H. Tahapan Penelitian 1. Studi pustaka
Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi dan penelaahan
pustaka mengenai swamedikasi, obat tradisional, obat modern, perilaku seseorang,
metode penelitian, dan proses pembuatan kuesioner. Juga dipelajari mengenai
penentuan metode statistik yang akan digunakan untuk analisis data.
2. Penentuan lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,
3. Perijinan
Perijinan dilakukan dengan memasukkan surat permohonan ijin dan
proposal penelitian ke KESBANGPOL (Kesatuan Bangsa dan Politik) Yogyakarta
yang kemudian diteruskan ke KESBANGPOL Semarang dan Temanggung. Oleh
KESBANGPOL Temanggung, perijinan diteruskan akan ke Kecamatan
Candiroto, Kelurahan, dan Desa Bantir.
4. Penelusuran data populasi
Penelusuran data populasi dilakukan melalui sekretariat kepala Desa
Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung. Melalui bagian ini ditelusuri data
mengenai populasi penelitian yang meliputi daftar dan jumlah penduduk desa
yang berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun.
5. Pembuatan kuesioner a. Penyusunan kuesioner
Penyusunan kuesioner dilakukan setelah pengurusan perijinan lokasi
penelitian. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 13 pertanyaan pada
bagian pertama, 23 pernyataan pada bagian kedua, dan 8 pernyataan pada
bagian ketiga.
b. Uji pemahaman bahasa
Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan cara membagikan kuesioner
yang telah dibuat kepada 30 orang yang memiliki karakteristik mirip dengan
responden. Tujuan uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui apakah
bahasa yang digunakan dalam kuesioner dapat dipahami dengan mudah oleh
terkait pertanyaan maupun pernyataan dalam kuesioner. Kemudian kalimat
dalam kuesioner dapat diubah dan disesuaikan, sehingga responden paham
dan dapat memberikan jawaban yang diharapkan dalam penelitian.
c. Uji validitas
Uji validitas dilakukan untuk menunjukan tingkat kesahihan instrumen
penelitian yang akan digunakan. Uji validitas yang dilakukan adalah terkait
rasional isi pertanyaan yang dilakukan oleh beberapa dosen yang ahli pada
bidang swamedikasi, obat tradisional dan obat moderen. Metode validitas
yang digunakan adalah professional jugdment.
d. Uji reliabilitas
Digunakan uji reliabilitas dengan metode test – re test. Tiga puluh
kuesioner yang telah disusun diberikan kepada sejumlah masyarakat yang
memiliki karakteristik yang mirip dengan karakteristik responden pada
penelitian. Kuesioner diberikan kepada masyarakat Dusun Suruh, Desa
Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Kuesioner kedua dibagikan kembali kepada responden yang sama 2 minggu
setelah kuesioner pertama dibagikan, kemudian dilihat korelasi antara kedua
kuesioner tersebut. Menurut Azwar (2003), kuesioner dikatakan semakin
reliabel apabila nilai p semakin mendekati angka 1. Hasil pengujian
reliabilitas dalam penelitian ini diperoleh nilai Person Correlation sebesar
0,612. Menurut Notoadmodjo (2010), apabila didapatkan p ≥0,5 maka alat
6. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang
dilakukan seminggu sekali setiap hari Sabtu sore dan Minggu pagi selama Bulan
Oktober-November 2013. Setiap responden diminta untuk mengisi dan
menandatangani informed-consent sebagai tanda persetujuan mengikuti
penelitian. Pengisian kuisioner, sebagian dilakukan sendiri oleh responden.
Responden diberi kesempatan untuk mengerjakan dan langsung mengembalikan
kuesioner tersebut saat itu juga. Pada beberapa kasus, banyak responden yang
mengalami kesulitan dalam hal bahasa (responden hanya mengerti Bahasa Jawa),
membaca dan menulis, sehingga peneliti menyediakan diri untuk mendampingi,
membacakan pertanyaan kuesioner, serta membantu menuliskan jawaban
responden tanpa mengurangi atau menambah maksud pertanyaan dan jawaban
responden.
Setelah proses pengisian kuesioner selesai, responden diberikan edukasi
mengenai obat tradisional dan obat moderen serta penggunaanya dalam
swamedikasi. Edukasi dilakukan secara personal. Tujuan edukasi tersebut adalah
agar responden menjadi lebih paham mengenai penggunaan obat tradisional dan
obat modern dalam swamedikasi.
I. Analisis Data
Proses kegiatan pengolahan data (data processing) terdiri dari 3 jenis
kegiatan, yaitu memeriksa data (editing), memberi kode (koding), dan tabulasi
jawaban responden dalam kuesioner. Data yang sudah lengkap kemudian masuk
dalam tahap koding yang terdiri dari penyederhanaan jawaban dengan
memberikan kode dan pemindahan data (entry) yang sudah dikode dengan
memasukannya ke dalam program statistik komputer. Kemudian dilakukan
tabulasi data, yaitu dengan menyusun dan mengorganisir data sedemikian rupa
sehingga dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik (Imron, 2010).
Analisis data dilakukan dengan program SPSS 16 menggunakan metode
statistik deskriptif (frekuensi, persentase, median), dan korelasi. Analisis statistik
deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik sosio demografi dan
ekonomi responden, frekuensi pola pengobatan mandiri. Analisis korelasi
dilakukan untuk membuktikan adanya korelasi antara variabel bebas, yaitu
pengetahuan dan sikap responden mengenai obat tradisional dan obat moderen,
dengan variabel terikat, yaitu tindakan pemilihan pengobatan mandiri. Uji statistik
yang digunakan adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga
hubungan antar variabel dinyatakan signifikan secara statistik apabila nilai P <
0.05 (Santoso, 2012).
Perhitungan persentase dilakukan dengan mengunakan rumus:
P = persentase jawaban (dalam %) A = jumlah jawaban sejenis
B = jumlah responden total
Sebelum analisis korelasi dilakukan, terlebih dahulu diuji normalitas data
tidak. Apabila data yang didapatkan terdistribusi normal, maka analisis dilakukan
dengan metode parametik, sedangkan apabila data yang didapatkan tidak
terdistribusi normal, maka analisis dilakukan dengan metode non parametik.
Distribusi data dikatakan normal apabila didapatkan angka signifikansi
masing-masing variabel lebih dari 0,05 (Santoso, 2012).
Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov,
didapatkan nilai signifikansi variabel pengetahuan adalah 0,009, variabel sikap
adalah 0,001, dan variabel tindakan adalah 0,000. Hal ini menunjukan bahwa data
tidak terdistribusi secara normal karena semua variabel memiliki nilai signifikansi
kurang dari 0,05, sehingga analisis antar tiga variabel tersebut menggunakan uji
Chi Square.
J. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian dibatasi untuk mengetahui tindakan pemilihan obat responden
terkait obat tradisional atau obat modern dalam swamedikasi tanpa meninjau
lebih dalam alasan-alasan responden memilih obat tersebut.
2. Penggalian informasi menggunakan kuesioner yang sebagian besar
merupakan pertanyaan dan pernyataan tertutup, sehingga hasil yang
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
Salah satu hal penting yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai
karakteristik sosio demografi responden. Menurut Skinner, seorang ahli perilaku,
(cit., Notoadmodjo, 1993), lingkungan atau karakteristik seseorang berkaitan
dengan pembentukan sikap dan tindakan seseorang tersebut. Dalam penelitian ini,
karakteristik responden yang akan dibahas meliputi usia, jenis kelamin, status
pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan responden per bulan.
Tingkat partisipasi dalam penelitian ini sebesar 93%, yaitu 161 responden.
1. Usia
Pada penelitian ini subjek penelitian yang ditetapkan sebagai kriteria
inklusi adalah subjek penelitian yang berusia lebih dari atau sama dengan 18
tahun. Menurut Undang-undang nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, usia 18 tahun merupakan batas usia dewasa seseorang.
Tabel I. Distribusi usia responden Rentang Usia
Usia dewasa adalah usia seseorang yang memiliki hak untuk melakukan
35
dari pihak lain (Adjie, 2013). Perbuatan yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah sikap dan tindakan responden dalam pemilihan obat saat melakukan
pengobatan mandiri. Dari hasil penelitian didapatkan rentang usia yang beragam
dari 18 – 75 tahun (lihat tabel 1) dengan median usia responden adalah 39
tahun.Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Tahun 2011,
kelompok usia produktif adalah sekelompok penduduk yang berusia 15-44 tahun,
kelompok pra usia lanjut adalah 45-59 tahun, kelompok usia lanjut adalah lebih
dari 60 tahun, sedangkan kelompok usia lanjut risiko tinggi adalah 70 tahun ke
atas. Sebagian besar responden pada penelitian ini berada pada rentang usia
produktif.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 1), dari 161 responden yang
bersedia mengisi kuesioner, sebanyak 68% (110 responden) adalah perempuan
dan sebesar 32% (51 responden) adalah laki-laki.
Gambar 1. Persentase responden laki-laki dan perempuan, N=161 Menurut Noviana (2011), kaum wanita lebih banyak melakukan
pengobatan mandiri dan lebih peduli terhadap kesehatan, baik dirinya sendiri mau
36
(2011), wanita yang lebih peduli terhadap kesehatan dibandingkan laki-laki,
cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai pengobatan mandiri.
3. Status pernikahan
Status pernikahan responden meliputi menikah dan belum menikah.
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 2), dari 161 responden, sebanyak 91%
responden telah menikah, sedangkan sebanyak 9% belum menikah.
Gambar 2. Persentase status pernikahan responden, N=161
Menurut hasil penelitian Widayati (2012), status pernikahan berpengaruh
terhadap pola tindakan self-care, termasuk swamedikasi dengan obat modern dan
obat tradisional atau herbal.
4. Tingkat pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adikuntati (2008), tingkat
pendidikan seseorang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
tentang swamedikasi. Responden dengan pendidikan tinggi cenderung akan lebih
mudah menerima informasi dan lebih baik untuk mengaplikasikan informasi atau
pengetahuan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel II), didapatkan bahwa
sebagian besar responden (61%) adalah lulusan SD. Selain itu, terdapat responden
37
sebesar 7% (11 responden), tidak tamat SD sebesar 3% (6 responden), perguruan
tinggi sebesar 2% (3 responden), dan 3 responden yang tidak sekolah dengan
persentase sebesar 2%.
Tabel II. Frekuensi tingkat pendidikan terakhir responden
No Tingkat
Dari tingkat pendidikan di atas, kemudian dikategorikan lagi menjadi
dua, yaitu tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD,
dan SMP) dan tingkat pendidikan tinggi (SMA/SMK dan perguruan tinggi),
sehingga didapatkan gambar sebagai berikut.
Gambar 3. Presentase tingkat pendidikan responden, N=161
Pada penelitian yang dilakukan oleh Adikuntati (2008), terdapat adanya
hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan responden mengenai
swamedikasi. Dari gambar di atas, ditemukan bahwa sebagian besar responden
38
sedangkan sisanya sebanyak 9% (14 responden) memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi.
5. Jenis pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel II), sebagian besar pekerjaan
responden adalah sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan persentase 35% (56
responden). Selain itu sebanyak 32% adalah petani, 4% sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS), 18% sebagai wiraswasta, 4% sebagai pedagang, 4% sebagai
pelajar/mahasiswa dan 3% sebagai tukang.
Tabel III. Frekuensi jenis pekerjaan responden
No Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat sosial dan
interaksi sosial seseorang dengan orang lain yang berasal dari lingkungan berbeda
(Kurniasari, 2007). Interaksi antar individu akan menyebabkan terjadinya
tukar-menukar informasi mengenai swamedikasi dan pemilihan obat untuk
menanganinya. Selain itu, seseorang dengan jenis pekerjaan yang dapat
memberikan pendapatan yang tinggi, mungkin cenderung memilih cara
pengobatan yang lebih baik karena memiliki kesempatan untuk melakukannya
dibandingkan dengan seseorang yang jenis pekerjaannya hanya memberikan
39 6. Pendapatan per bulan
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 4), sebagian besar responden
(50%) berpendapatan antara Rp300.000,00 sampai Rp1.000.000,00. Kemudian
sebanyak38% (61 responden) berpendapatan kurang dari Rp 300.000,00;
sebanyak 7% (11 responden) berpendapatan antara Rp1.000.000,00 sampai
Rp1.500.000,00; sebanyak 4% (6 responden) berpendapatan lebih dari
Rp2.000.000,00; dan sebanyak 1% (2 responden) berpendapatan antara
Rp1.500.000,00 sampai Rp2.000.000,00.
Gambar 4. Persentase pendapatan per bulan responden, N=161 Tingkat pendapatan seseorang per bulan terkait dengan tingkat sosial
ekonomi seseorang. Menurut Adikuntati (2008), tingkat pendapatan seseorang
berpengaruh terhadap sikap seseorang mengenai jenis pengobatan seseorang,
termasuk swamedikasi. Masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan
dengan mudah mengakses semua sarana kesehatan, tetapi masyarakat dengan
tingkat pendapatan rendah akan cenderung menjadikan biaya sebagai
40
B.Pengenalan Responden Terhadap Pengobatan Mandiri
Pengobatan mandiri atau swamedikasi merupakan suatu tindakan
seseorang untuk mengobati diri sendiri mau pun keluarganya secara tepat dan bertanggungjawab (Manurung, 2010). Berdasarkan pertanyaan “Apakah Anda
pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi?”, didapatkan
bahwa sebanyak 65.8% (106 responden) menyatakan tidak pernah mendengar
istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi,sedangkan sebanyak 34.2% (55
responden) menyatakan pernah mendengar istilah tersebut.
Gambar 5. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri, N=161
Dari 55 responden yang menyatakan bahwa mereka pernah mendengar
istilah tersebut dari dokter/dokter gigi/apoteker/perawat/bidan sebanyak 2% (3
responden), sebanyak 17,2% (29 responden) mendengar istilah tersebut dari
media cetak/elektronik, sebanyak 7% (11 responden) mendengar istilah tersebut
dari teman/saudara/tetangga, dan sebanyak 6% (10 responden) mendengar istilah
tersebut dari tenaga kesehatan lain (kesehatan masyarakat/ahli gizi). Satu
responden mendengar istilah tersebut dari volunteer KKN yang pernah
mengabdikan diri pada desa mereka dan satu yang lain mendengar istilah tersebut
41
Dari penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden
mendapatkan informasi mengenai istilah swamedikasi atau pengobatan mandiri
dari media cetak / elektronik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Kartika (2010) bahwa informasi terbanyak yang mempengaruhi sikap
seseorang dalam hal kesehatan berasal dari iklan pada media cetak mau pun
elektronik, sehingga pemberian informasi kesehatan lewat media tersebut
sebaiknya sesuai dan benar agar masyarakat tidak salah menerima informasi.
Gambar 6. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah swamedikasi, N=161
Dalam penelitian ini juga dibahas mengenai definisi swamedikasi atau
pengobatan mandiri meurut responden. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa 50,9% (82 responden) memilih jawaban “a”, yaitu “Upaya pengobatan yang
dilakukan oleh seseorang tanpa bantuan dokter untuk mengatasi keluhan sakit
ringan yang dialaminya”, sebanyak 19,3% (31 responden) memilih jawaban “b”,
yaitu “Tindakan penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat
42
Gambar 7. Persentase pengertian responden tentang definisi pengobatan mandiri, N=161
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian responden yang tidak
pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi sebenarnya tahu
apa definisi dari istilah tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa sebanyak 105
responden menyatakan tidak pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau
swamedikasi, tetapi hanya 48 responden yang menyatakan tidak tahu definisinya.
Namun demikian, bisa juga terdapat kemungkinan responden asal menjawab
pertanyaan dalam kuesioner.
Menurut World Health Organization (1998), swamedikasi adalah
pemilihan dan penggunaan obat baik obat modern mau pun obat tradisional oleh
seseorang untuk melindungi diri dari penyakit dan gejalanya. Obat modern yang
bisa digunakan untuk pengobatan mandiri adalah jenis obat bebas dan obat bebas
terbatas (Harmanto dan Subroto, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak
18% (29 responden) berpendapat bahwa pengobatan mandiri hanya bisa dilakukan
dengan menggunakan obat moderen, sebanyak 41% (66 responden) menjawab
43
sebanyak 41% (66 responden) berpendapat bahwa baik obat tradisional mau pun
obat modern dapat digunakan untuk pengobatan mandiri (Gambar 9).
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa banyaknya responden yang
memilih obat tradisional dan keduanya (obat tradisional dan modern), sama
besarnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supardi,dkk. (2001),
didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat kota melakukan pengobatan mandiri
mengunakan obat modern, sedangkan sebagian besar masyarakat desa cenderung
lebih dominan menggunakan obat tradisional ketika melakukan pengobatan
mandiri. Namun demikian, pada dasarnya, baik obat modern atau pun obat
tradisional dapat digunakan untuk pengobatan mandiri atau swamedikasi.
Gambar 8. Persentase pendapat responden tentang jenis obat yang digunakan dalam pengobatan mandiri, N=161
C. Pola Pengobatan Mandiri Responden
Dalam satu bulan terakhir, dari 161 responden, didapatkan sebanyak 32%
(51 responden) pernah melakukan kegiatan pengobatan mandiri atau
swamedikasi. Terdapat pula 2 responden yang menyatakan tidak pernah
melakukan, namun mencantumkan dan menuliskan pola pengobatan mandiri yang
pernah dilakukannya, sehingga dianggap pernah melakukan pengobatan mandiri