• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah - USD Repository"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN

MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rinda Meita Pangastuti NIM : 108114184

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT UNTUK PENGOBATAN MANDIRI DI KALANGAN

MASYARAKAT DESA BANTIR, KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rinda Meita Pangastuti NIM : 108114184

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”

Amsal 23 : 18

Karya ini kupersembahkan untuk: TUHAN YESUS yang selalu memampukanku untuk terus bertahan dan memberikanku hikmat dan pengertian untuk bisa menyelesaikan semuanya tuntas sampai garis akhir

Keluarga dan kedua orang tuaku yang selalu memberikan motivasi dalam kerja keras dan jerih lelahnya. Terutama untuk Alm. Bapak yang akan tetap jadi panutanku.

Yepta Epta Praditus untuk setiap doa dan kata yang selalu membuatku bangkit dan meneguhkanku.

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah dan

penyertaan-Nya yang luar biasa dalam hidup penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN DENGAN TINDAKAN PEMILIHAN OBAT DALAM PENGOBATAN

MANDIRI DI KALANGAN MASYARAKAT DESA BANTIR,

KECAMATAN CANDIROTO, KABUPATEN TEMANGGUNG, JAWA TENGAH” ini dipersiapkan dan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan strata satu Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini dapat selesai dengan baik tidak lepas atas doa dan dukungan

orang-orang di sekeliling penulis. Untuk itu penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Aris Widayati, M. Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan banyak waktu, pikiran, perhatian dan kesabaran untuk

mengarahkan, mendampingi, bantuan dan saran kepada penulis.

3. Prof. Dr. C. J. Soegiharjo, Apt. dan Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt.,

selaku Dosen Penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga

(9)

viii

4. Ibu Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, M. Kes. dan Bapak Yohanes

Dwiatmaka, M. Si, Apt., selaku Dosen yang ditunjuk sebagaiprofessional

jugdment, atas perbaikan dan saran yang telah diberikan sehingga

instrumen penelitian yang digunakan menjadi lebih baik.

5. Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,

dan masyarakat Dusun Suruh, Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan,

Sleman atas partisipasi dan respon baik terhadap penelitian yang telah

dikerjakan.

6. Bapak Drs. D. Suyoto Hadi, M. Pd di sorga, terimakasih untuk setiap

kesempatan dan kerja keras yang diberikan selama ini.

7. Teman-teman sekelompok penelitian: Swaseli Waskitajani, Eva Cristiana

dan Eva Ekayanti untuk setiap bantuan, perjuangan, suka dan duka kita

bersama.

8. Sahabat-sahabatku Yoestenia, Zufri Bella Yani, Nita Rahayu, Alvanika,

Muhadela Tiara dan Gilda Todingbua untuk setiap dukungan, doa dan

semangat yang membuatku terus berjuang menjadi lebih baik.

9. Teman-teman farmasi 2010 Universitas Sanata Dharma untuk setiap

perjuangan, kerja keras, semangat dan kebersamaan kita.

10. Keluarga keduaku Apostolos Family dan UPN Community yang telah

menyediakan tempat betumbuh yang luar biasa.

11. Semua pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini dan tidak

(10)

ix

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang dibuat jauh dari sempurna

karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

(11)

x ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

(12)

xi

1. Obat medis modern ... 10

2. Obat tradisional ... 15

C. Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)... 18

1. Pengetahuan (knowledge)... 18

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23

B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian ... 23

1. Variabel ... 23

a. Variabel bebas (independent) ... 23

b. Variabel tergantung (dependent)... 23

2. Definisi operasional ... 24

C. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian... 25

D. Populasi dan Besar Sampel ... 25

(13)

xii

F. Teknik Pengambilan Sampel ... 26

G. Instrumen Penelitian ... 27

H. Tahapan Penelitian ... 28

1. Studi pustaka ... 28

2. Penentuan lokasi penelitian ... 28

3. Perijinan ... 29

4. Penelusuran data populasi ... 29

5. Pembuatan kuesioner... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 34

1. Usia... 34

2. Jenis kelamin ... 35

3. Status pernikahan ... 36

4. Tingkat pendidikan akhir ... 36

5. Jenis pekerjaan ... 38

(14)

xiii

B. PENGENALAN RESPONDEN TERHADAP PENGOBATAN

MANDIRI ... 40

C. POLA PENGOBATAN MANDIRI RESPONDEN ... 43

D. PENGETAHUAN RESPONDEN TENTANG OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN ... 51

1. Definisi obat tradisional ... 52

2. Macam dan bentuk sediaan obat tradisional ... 52

3. Dosis obat tradisional ... 53

4. Penggolongan obat tradisional ... 53

5. Contoh kandungan obat tradisional dan indikasinya... 54

6. Aturan pakai obat tradisional ... 54

7. Efek samping obat tradisional ... 55

8. Kontraindikasi obat tradisional ... 55

9. Penggunaan obat tradisional dalam pengobatan mandiri ... 55

10. Penggolongan obat modern ... 56

11. Definisi obat modern ... 56

12. Jenis dan bentuk sediaan obat modern ... 56

13. Dosis obat modern... 56

14. Kandungan obat modern dan indikasi kandungan tersebut... 57

15. Aturan pakai obat modern ... 57

16. Efek samping obat modern... 57

17. Penggunaan obat modern dalam pengobatan mandiri... 58

(15)

xiv

tersebut ... 58

19 . Simbol penggolongan obat modern dan arti simbol tersebut ... 60

E. SIKAP DAN TINDAKAN RESPONDEN TERKAIT OBAT TRADISIONAL DAN OBAT MODERN ... 63

1. Sikap... 63

2. Tindakan... 65

F. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP TINDAKAN RESPONDEN ... 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 74

(16)

xv DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Distribusi usia responden... 34

Tabel II. Frekuensi tingkat pendidikan terakhir responden ... 37

Tabel III. Frekuensi jenis pekerjaan responden ... 38

Tabel IV. Persentase mengenai siapa yang melakukan pengobatan mandiri ... 45

Tabel V. Keluhan yang dialami responden saat melakukan pengobatan mandiri ... 45

Tabel VI. Obat yang digunakan responden dalam pengobatan mandiri . 47 Tabel VII. Frekuensi harga obat yang digunakan responden... 49

Tabel VIII. Frekuensi alasan responden melakukan pengobatan mandiri ... 50

Tabel IX. Persentase jawaban responden mengenai obat tradisional dan obat moderen... 54

Tabel X. Persentase jawaban responden mengenai simbol penggolongan obat tradisional... 58

Tabel XI. Persentase jawaban responden mengenai simbol penggolongan obat modern ... 60

Tabel XII. Kategori pengetahuan responden ... 62

Tabel XIII. Frekuensi kategori respon sikap... 64

Tabel XIV. Frekuensi kategori respon tindakan ... 65 Tabel XII. Hasil probabilitas ujiChi Squareantara pengetahuan dan sikap

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Persentase responden laki-laki dan perempuan... 35

Gambar 2. Persentase status pernikahan responden... 36

Gambar 3. Persentase tingkat pendidikan responden... 37

Gambar 4. Persentase pendapatan per bulan responden ... 39

Gambar 5. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri 40 Gambar 6. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah swamedikasi ... 41

Gambar 7. Persentase pengertian responden tentang definisi swamedikasi 42 Gambar 8. Persentase pendapat responden tentang jenis obat yang digunakan dalam pengobatan mandiri ... 43

Gambar 9. Frekuensi responden melakukan pengobatan mandiri dalam satu bulan terakhir... 44

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat ijin penelitian... 75

Lampiran 2. Kuesioner... 79

Lampiran 3. Validitas kuesioner ... 91

Lampiran 4. Nilai reliabilitas kuesioner... 105

Lampiran 5. Nilai uji normalitas ... 106

Lampiran 6. Karakteristik responden ... 107

Lampiran 7. Pola pengobatan mandiri responden... 110

Lampiran 8. Pengetahuan, sikap dan tindakan responden ... 115

Lampiran 9. Nilai ujiChi Square... 120

(19)

xviii INTISARI

Pengobatan mandiri adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk mengobati diri sendiri baik menggunakan obat tradisional maupun obat modern. Pengobatan mandiri merupakan upaya pertama dan terbanyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatannya Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan jenis obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan penelitian desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling yang dikombinasikan dengan metode non random accidental sampling. Instrumen penelitian adalah kuesioner. Analisis data menggunakan Uji Chi Square.

Tingkat partisipasi responden sebesar 93%, yaitu 161 responden. Sebesar 62% responden memiliki tingkat pengetahuan sedang, 86,3% bersikap positif terhadap penggunaan obat tradisional, dan 66% responden mempunyai tindakan memilih obat tradisional untuk pengobatan mandiri. Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat dalam pengobatan mandiri.

(20)

xix ABSTRACT

Self medication is the selection and use of medicine (traditional or modern medicine)by individuals to treat self-recognized illnesses or symptom. Self medication is the first and the most preferable among people to treatment their illneses. The aim of this research is to identify correlations between people’s knowledge and attitude of traditional and modern medicines with their practice in choosing medicines for self medication among people at Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

This study was an observational with cross sectional design. Respondents were selected using a combination of cluster sampling and non random accidental sampling methods. The main instrument of this study was a questionaire. Data were analyzed with chi square test.

The response rate was 93% (i.e.:161 respondents). About 62% of respondents have moderate knowledge, 86.3% have positive attitude regarding traditional medicine, and 66% choose traditional medicine for their self medication. There are significant correlations between knowledge and attitude of traditional and modern medicines with the practice of selection of medicines for self medication.

(21)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Perilaku pencarian pengobatan ( health seeking behavior ) merupakan

tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan (Achmad,

2003). Perilaku tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat. Sehat atau tidaknya individu, keluarga dan masyarakat

tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Ketika seseorang dalam keadaan

sakit, suatu peran tertentu akan membawanya ke berbagai alternatif, seperti

mengatasi atau membiarkan keadaan sakitnya, serta menentukan siapa yang akan

mengatasinya (Lumenta, 1989). Tindakan atau perilaku ini akan dilakukan oleh

tiap individu secara berbeda, dimulai dari melakukan pengobatan sendiri (self

treatment) sampai dengan mencari bantuan pada pelayanan kesehatan, termasuk

pemilihan obat modern atau tradisional (Ayunda, 2008).

Menurut Suryawati (cit., Citahasri, 2008), dalam upaya pemeliharaan

kesehatan, pengobatan sendiri merupakan upaya pertama dan yang terbanyak

dilakukan masyarakat umum untuk mengatasi keluhan kesehatannya, sehingga

peranannya tidak bisa diabaikan begitu saja. Penelitian yang dilakukan oleh

Widayati (2012) tentanghealth seeking behaviordi kalangan masyarakat urban di

Yogyakarta mengungkapkan bahwa self care, terutama melakukan penyembuhan

tanpa obat, istirahat dan swamedikasi dengan produk herbal tradisional

(22)

Dalam penelitiannya di Indonesia, Supardi, S., Jamal, S., dan Raharni (2005),

mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di kota cenderung

melakukan pengobatan mandiri menggunakan obat modern, sedangkan

masyarakat desa cenderung melakukan pengobatan mandiri dengan obat

tradisional atau cara tradisional.

Dalam harian Kompas (Sabtu, 22 September 2012) dituliskan bahwa obat

herbal tradisional dan obat modern memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing dalam penggunaannya. Kecenderungan masyarakat dalam pemilihan

terapi pun tergantung pada pengetahuan masyarakat itu sendiri. Biasanya,

masyarakat akan cenderung memilih terapi atau pengobatan secara herbal

tradisional ketika masyarakat tersebut merasa pengobatan secara herbal lebih

murah dilakukan dan tersedia luas di sekitar lingkungannya dibandingkan obat

moderen. Masyarakat juga mempunyai mind set bahwa obat tradisional lebih

efektif untuk terapi penyakit kronis yang biasanya tidak bisa disembuhkan oleh

obat modern. Sebaliknya, masyarakat akan cenderung memilih obat modern saat

mereka merasa lebih praktis dalam penggunaan, reaksi atau efeknya lebih cepat,

atau karena memang sudah terbentuk pada pemikiran mereka bahwa obat modern

lebih baik dibanding obat tradisional.

Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan domain

terpenting seseorang untuk menentukan respon batin dalam bentuk sikap yang

akan membentuk suatu tindakan (action) sesuai dengan stimulus yang

diterimanya. Dalam melakukan pengobatan mandiri atau swamedikasi untuk

(23)

yang akan digunakan, sehingga mampu menentukan pilihan obat (tradisional atau

modern) yang tepat untuk dirinya. Pemilihan perilaku atau tindakan ini biasanya

dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan, sosial

ekonomi, dan perilaku-perilaku lain yang melekat pada diri sendiri (Hardon,

Hodgin, and Fresle, 2004). Widayati (2012) mengungkapkan bahwa faktor

demografi dan sosio-ekonomi yang berhubungan signifikan dengan perilaku

pencarian pengobatan adalah status pernikahan.

Masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung

merupakan salah satu masyarakat yang memiliki banyak keluarga muda.

Kecenderungan untuk melakukan apa yang orang tua katakan pun akan menjadi

salah satu faktor penentu keputusan yang akan mempengaruhi pengetahuan dan

pendapat keluarga muda ini. Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian dalam

sebuah keluarga adalah masalah kesehatan. Mereka akan diperhadapkan dengan

hal-hal seperti, ke mana mereka harus memeriksakan anak yang sakit, bagaimana

cara mengobati sakitnya sendiri, termasuk memilih obat mana yang baik untuk

digunakan.

Berdasarkan hal di atas, perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan

pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai obat tradisional dan obat modern

terhadap tindakan pemilihan obat untuk pengobatan secara mandiri. Hal ini terkait

dengan belum pernah adanya penelitian sejenis pada masyarakat Desa Bantir,

Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, sehingga menarik

(24)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka

permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

a. Seperti apa pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Bantir, Kecamatan

Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah mengenai obat

tradisional dan obat modern?

b. Seperti apa pola dan alasan pengobatan mandiri yang dilakukan

masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,

Jawa Tengah?

c. Adakah hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai

obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan obat pada

pengobatan mandiri?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai perilaku pengobatan mandiri yang telah

dilakukan adalah penelitian yang berjudul:

a. “Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) di Kalangan Masyarakat Urbandi Kota Yogyakarta” (Widayati, 2010). b. “Pola Penggunaan Obat, Obat Tradisional dan Cara Tradisional dalam

Pengobatan Sendiri diIndonesia” (Supardi, dkk., 2005).

c. “Kajian Motivasi, Pengetahuan, Tindakan, dan Pola Penggunaan Obat Tradisional Cina pada Pengunjung dari 8 Toko Obat Berizin di

(25)

d. “Kajian Pengetahuan dan Alasan Pemilihan Obat Herbal pada Pasien Geriatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta” (Noviana, 2007).

e. “Pengaruh Pemberian Informasi Obat Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo, Kec.

Cangkringan, Kab. Sleman, Yogyakarta” oleh(Perwitasari, 2009). f. “Pola Perilaku Pengobatan Mandiri di Antara Pria dan Wanita di

Kalangan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma, Kampus III,

Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta” (Angkoso, 2006).

g. “Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan dengan Perilaku Swamedikasi Demam oleh Ibu-ibu di Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta”(Adikuntati, 2008)

Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan yang telah disebut di

atas adalah tujuan penelitian yaitu mengetahui hubungan pengetahuan dan

sikap mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan

obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir,

Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Perbedaan

lainnya terletak pada subjek dan objek yang diteliti, tempat penelitian, serta

waktu pelaksanaannya.

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang hubungan pengetahuan

dan sikap mengenai obat tradisional dan obat modern terhadap tindakan

pemilihan obat dalam pengobatan mandiri pada masyarakat Desa Bantir,

(26)

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Memberikan deskripsi tentang hubungan pengetahuan dan sikap

masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung

mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan jenis obat

untuk pengobatan mandiri.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai pedoman bagi apoteker untuk

pengembangan pemberian informasi obat bagi masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan

sikap mengenai obat tradisional dan obat modern terhadap tindakan pemilihan

jenis obat (modern atau tradisional) untuk pengobatan mandiri di kalangan

masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan dan sikap masyarakat Desa Bantir,

Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung mengenai obat tradisional

dan obat modern.

b. Untuk mengidentifikasi pola dan alasan pengobatan mandiri yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten

(27)

c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat

mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan

(28)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pengobatan Mandiri

Pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan tindakan pemilihan dan

penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional mau pun obat modern oleh

seseorang untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri,

bahkan untuk penyakit kronis tertentu yang telah didiagnosis tegak oleh dokter

sebelumnya (WHO, 1998). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

seseorang melakukan pengobatan mandiri, antara lain sebagai berikut (Djunarko

dan Hendrawati, 2011).

1. Kondisi ekonomi. Mahal dan tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan,

seperti biaya rumah sakit dan berobat ke dokter, membuat masyarakat

mencari pengobatan yang lebih murah untuk penyakit-penyakit yang relatif

ringan.

2. Berkembangnya kesadaran akan arti penting kesehatan bagi masyarakat

karena meningkatnya sistem informasi, pendidikan, dan kehidupan sosial

ekonomi, sehingga meningkatkan pengetahuan untuk melakukan

swamedikasi.

3. Promosi obat bebas dan obat bebas terbatas yang gencar dari pihak produsen

baik melalui media cetak maupun elektronik, bahkan sampai beredar ke

(29)

4. Semakin tersebarnya distribusi obat melalui Puskesmas dan warung obat desa

yang berperan dalam peningkatan pengenalan dan penggunaan obat, terutama

OTR (Obat Tanpa Resep) dalam swamedikasi.

5. Kampanye swamedikasi yang rasional di masyarakat mendukung

perkembangan farmasi komunitas.

6. Semakin banyak obat yang dahulu termasuk obat keras dan harus diresepkan

dokter, dalam perkembangan ilmu kefarmasian yang ditinjau dari khasiat dan

keamanan obat diubah menjadi OTR (OWA, obat bebas terbatas, dan obat

bebas), sehingga memperkaya pilihan masyarakat terhadap obat.

Dalam melakukan self-medication, pelaku harus mampu mendiagnosis

dan menentukan obat sendiri untuk mengatasi keluhannya. Menurut Depkes

(2008), hal-hal yang perlu diketahui sebelum melakukan pengobatan mandiri

antara lain mengetahui jenis obat yang diperlukan, mengetahui kegunaan dari tiap

obat sehingga dapat mengevaluasi sendiri perkembangan rasa sakitnya,

menggunakan obat secara benar (cara, aturan, lama pemakaian) dan mengetahui

batas kapan mereka harus menghentikan self-medication yang kemudian segera

minta pertolongan kepada petugas kesehatan. Selain itu, pelaku juga harus

mengetahui efek samping obat yang digunakan sehingga dapat memperkirakan

apakah suatu keluhan yang timbul kemudian, merupakan suatu penyakit baru atau

efek samping obat, serta harus mengetahui siapa yang tidak boleh menggunakan

obat tersebut terkait dengan kondisi seseorang.

Pada akhirnya, pelaku swamedikasi akan diperhadapkan dalam pilihan

(30)

tradisional ataukah obat tanpa resep yang akan digunakan untuk mengatasi gejala,

dan sebagainya. Untuk itu pelaku perlu memahami dengan baik masalah

kesehatan yang sedang dihadapinya (Anonim, 2001).

B. Obat

Obat merupakan semua zat, baik kimiawi, hewani, mau pun nabati yang

dalam dosis tertentu dapat menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit

berikut gejalanya (Tjay dan Raharja, 2007). Obat merupakan salah satu komponen

yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat menurut UU no. 36 tahun

2009 adalah bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan

diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau

gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah. Obat dapat digunakan

untuk manusia maupun hewan, termasuk memperelok tubuh atau bagian tubuh

manusia (Syamsuni, 2006).

Di Indonesia terdapat dua jenis obat, yaitu obat tradisional dan obat

medis modern.

1. Obat medis modern

Obat medis adalah obat modern yang dibuat dari bahan sintentik atau

bahan alam yang diolah secara modern dan digunakan serta diresepkan dokter dan

kalangan medis untuk mengobati penyakit tertentu. Obat medis yang bisa

diresepkan mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis yang

dilakukan bertahun-tahun. Sebagian besar obat medis yang beredar di Indonesia

(31)

efek samping dari obat-obat modern yang sudah diuji klinis tetap ada karena daya

tahan tubuh dan kondisi kesehatan orang masing-masing tidak sama (Harmanto

dan Subroto, 2007).

Penggolongan obat di Indonesia terdiri dari 5 golongan, yaitu obat bebas,

obat bebas terbatas, obat keras (termasuk di dalamnya obat wajib apotek),

psikotropik dan narkotika (Depkes RI, 2008). Obat medis atau moderen yang

biasa digunakan sebagai upaya pengobatan mandiri adalah obat bebas (OB), obat

bebas terbatas (OBT) dan obat wajib apotek (OWA). Obat wajib apotek

merupakan golongan obat keras dapat dibeli di apotek tanpa resep dokter, namun

harus diserahkan secara langsung oleh apoteker. Hal ini terkait dengan Peraturan

Menteri Kesehatan nomor 924 tahun 1993 tentang obat wajib apotek.

a. Obat bebas (over the counter)

Obat bebas ditandai dengan lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna

hitam. Obat dengan simbol demikian dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter

dan tersedia di banyak outlet, seperti apotek, toko obat, supermarket, dan bisa

dibeli tanpa resep dokter (Harmanto dan Subroto, 2007).

b. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras,

namun dapat dijual atau dibeli bebas dengan jumlah terbatas tanpa resep dokter.

Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran berwarna biru dengan garis tepi

lingkaran berwarna hitam dan terdapat peringatan khusus pada kemasan (Depkes

(32)

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor

6335/Dirjen/SK/1969, terdapat enam macam peringatan khusus dalam kemasan

obat bebas terbatas sesuai dengan kandungan obat, yaitu sebagai berikut.

1) P.No.1. Awas ! Obat keras. Bacalah aturan pakai di dalam.

2) P.No.2. Awas ! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan.

3) P.No.3. Awas ! Obat keras. Hanya untuk bagian luar badan.

4) P.No.4. Awas ! Obat keras. Hanya untuk dibakar.

5) P.No.5. Awas ! Obat keras. Tidak boleh ditelan.

6) P.No.6. Awas ! Obat keras. Obat wasir jangan ditelan.

c. Obat wajib apotek

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/MenKes/ SK/ VII

/1990, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Harmanto dan Subroto, 2007). Obat

keras mempunyai tanda khusus berupa lingkaran bulat merah dengan garis tepi

berwarna hitam dan huruf K di tengah yang menyentuh garis tepi (Depkes RI,

2008).

Dalam perkembangan di bidang farmasi yang menyangkut khasiat dan

keamanan obat, berikut adalah daftar obat wajib apotek no. 1 menurut peraturan

menteri kesehatan nomor 919/MENKES/PER/X/1993.

No Kelas Terapi Nama Obat Indikasi

1 Oral kontrasepsi Tunggal Linastrenol Kombinasi

Kontrasepsi

(33)

Etinodiol diasetat-mestranol

(34)

Antispasmodik

Tiemonium methyl sulphate, sodium noramodopromethane sulphonate

Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 924/MENKES/PER/X/1993

yang dimaksud obat wajib apotek no. 2 adalah albendazol (oral), bacitracin (obat

luar infeksi kulit), benolirate, bismuth subcitrate, carbinoxamin (oral),

(35)

diponium, fenoterol (inhalasi), flumetason, hydrocortison butyrat (obat luar

inflamasi), ibuprofen (oral), isoconazol, ketokonazole (obat luar infeksi jamur),

levamizole, methylprednisolon, niclosamide, noretisteron, omeprazole,

oxiconazole, pipazetate, piratiasin kloroteofilin, pirenzepine, piroxicam, dan

polymixcin B sulfate.

Menurut keputusan menteri kesehatan RI nomor 1176/Menkes/SK/X/

1999 yang termasuk obat wajib apotek no. 3 (nama generik) adalah alopurinol,

aminofilin supositoria, asam azeleat, asam fusidat, bromheksin, diazepam,

diklofenak natrium, famotidin, gentamisin, glafenin, heksetidin, klemastin,

kloramfenikol (obat mata dan obat telinga), mebendazol, metampiron+

klordiazepoksid, mequitazin, motretinida, orsiprenalin, piroksikam, prometazin

teoklat, ranitidin, satirizin, siproheptadin, toisiklat, tolnaftat dan tretinoin.

2. Obat tradisional

Dalam undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan

menyebutkan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang

berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)

atau campuran bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman dan dapat di terapkan sebagai norma yang

berlaku dimasyarakat. Penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan

bagian dari budaya bangsa dan banyak dimanfaatkan masyarakat sejak

berabad-abad yang lalu, namun demikian pada umumnya efektivitas dan keamanannya

(36)

Berdasarkan cara pembuatan serta jenis klaim penggunaan dan tingkat

pembuktian khasiat, meurut Keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia nomor HK.00.05.4.2411 tentang ketentuan pokok

pengelompokan dan penandaan obat bahan alam indonesia, obat tradisional

dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu jamu, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka, dengan logo tertentu dalam kemasan sebagai berikut.

a. Jamu

Jamu adalah obat tradisional indonesia yang bukti klaim khasiat dan

keamanannya berdasarkan data empiris karena telah digunakan secara turun

temurun. Simbol berupa “RANTING DAUN” berwarna hijau yang terletak di

dalam lingkaran dengan warna dasar putih atau warna lain yang menyolok, serta

mencantumkan tulisan “JAMU” berwarna hijau

b. Obat herbal terstandar

Obat herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan

bahan bakunya telah distandarisasi. Simbol obat herbal terstandar adalah “JARI

-JARI DAUN (3 PASANG)” berwarna hijau yang terletak di dalam lingkaran

dengan warna dasar putih atau warna lain yang menyolok. Di bawah simbol

tersebut harus terdapat tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” berwarna

hijau.

c. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan bahan alam yang telah dibuktikan keamanan

(37)

produk jadinya telah distandarisasi. Simbol fitofarnaka berupa “JARI-JARI

DAUN” berwarna hijau yang membentuk bintang dan terletak di dalam lingkaran

dengan warna dasar putih atau mencolok, serta terdapat tulisan

“FITOFARMAKA” pada bawah lingkaran.

Orang yang menderita sakit, baik fisik mau pun non fisik tentu

memerlukan obat agar penyakitnya bisa segera dan secepat mungkin sembuh.

Masyarakat moderen yang memiliki pengetahuan dan dana yang cukup, pilihan

pertama untuk mengatasi penyakitnya tentu akan memilih dokter atau tenaga

medis untuk memeriksa dan memilihkan obat modern yang sesuai dengan

keluhannya. Bila secara medis tidak ada obatnya, baru memilih ke pengobatan

alternatif. Sebaliknya, masyarakat yang kurang mampu, langkah pertama untuk

mengobati penyakitnya membuat obat sendiri dari pengetahuan tradisional turun

temurun atau mencari pengobatan alternatif yang diyakini bisa menyembuhkan.

Bila tidak berhasil baru ke dokter atau ke Rumah Sakit (Harmanto dan Subroto,

2007).

Obat medis modern mempunyai keunggulan tertentu dibandingkan

jamu atau obat herbal. Demikian pula jamu dan obat herbal juga mempunyai

keunggulan yang tidak dimiliki obat medis modern. Masyarakat yang kritis dan

cerdas sudah mulai bisa memilih dan menentukan obat mana yang akan

digunakan. Masyarakat tidak perlu membanding-bandingkan keunggulan

masing-masing obat, yang terpenting adalah bahwa keduanya saling melengkapi

atau komplementer karena tujuannya sama, yaitu untuk menyembuhkan penyakit

(38)

C. Perilaku (Pengetahuan, Sikap dan Tindakan)

Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan, membagi perilaku

manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan, yaitu kognitif (cognitive), afektif

(affective), dan psikomotor (pcychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu: pengetahuan,

sikap dan tindakan (Imron, 2010).

1. Pengetahuan (knowledge)

Menurut Notoadmodjo (1993), pengetahuan merupakan hasil dari tahu

yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan dapat diperoleh seseorang dengan beberapa cara, yaitu

lewat pengalaman pribadi, belajar dari kesalahan yang pernah dilakukan, adanya

suatu otoritas atau kekuasaan yang mengharuskan seseorang melakukan sesuatu,

juga logika yang mengharuskan seseprang mampu berpikir dan memiliki nalar

terhadap sesuatu. Selain itu pengetahuan juga bisa didapatkan melalui pengamatan

secara langsung di lapangan terhadap suatu gejala atau fenomena, untuk kemudian

dibuat suatu klasifikasi, yang kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan (Imron,

2010).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

(39)

bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Fitriani, 2011).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya, oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan

sebagainya terhadap objek tersebut.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah diperoleh pada situasi atau kondisi

nyata dan sebenarnya. Misal, ketika kita tahu dan mengerti mengenai

rumus matematika, maka kita harus bisa menggunakan rumus tersebut

untuk menyelesaikan soal yang ada.

d. Analisis (analysis). Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

(40)

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan

untuk meletakan atau menggabungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Misal, dapat menyusun,

merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian

tersebut didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria

yang telah ada (Fitriani, 2011).

Menurut Notoadmojo (2003), tingkat pengetahuan seseorang dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (apabila skor akhir pengetahuan

responden lebih dari 75%), pengetahuan cukup (apabila skor akhir pengetahuan

responden berkisar antara 50 sampai 75%), dan pengetahuan kurang (apabila skor

akhir pengetahuan responden kurang dari 50%).

2. Sikap (attitude)

Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan ingin memihak

(favorable) atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tertentu (Berkowitz,

1972). Merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan

cara tertentu, sehingga dengan kata lain, sikap merupakan suatu reaksi atau respon

seseorang terhadap sesuatu yang akan diterima (Azwar, 1995).

Seorang individu akan membentuk pola sikap tertentu tergantung dari

interaksi sosial terhadap berbagai situasi psikologis yang dihadapinya. Faktor

(41)

orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga

pendidikan dan lembaga agama, serta pengaruh faktor emosional individu tersebut

(Azwar, 1995).

3. Tindakan (practice)

Tindakan adalah suatu cara mengaplikasikan atau mempraktekan apa yang

telah diketahui setelah mengadakan penilaian atau pendapat terhadap stimulus

yang diterima. Dalam praktek kesehatan, tindakan dapat berhubungan dengan

penyakit (pencegahan dan penyembuhan), pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan, serta praktek kesehatan lingkungan (Fitriani, 2011).

Menurut Notoadmodjo (1993), terbentuknya tindakan pada dasarnya

dimulai dengan domain pengetahuan terlebih dahulu, kemudian terbentuk respon

batin (sikap) terhadap objek yang diketahui. Namun, seseorang juga dapat

bertindak atau berperilaku baru tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari

stimulus yang diterimanya..

D. Landasan Teori

Menurut WHO (1998), pengobatan mandiri adalah tindakan pemilihan

dan penggunaan obat-obatan, baik obat tradisional mau pun obat modern oleh

individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Setiap

individu yang akan melakukan pengobatan mandiri dituntut untuk bisa

menentukan pola pengobatannya sendiri, termasuk tindakan pemilihan obat (obat

tradisional atau obat modern) untuk mengatasi keluhan yang diderita (Depkes,

2008). Tindakan pemilihan obat dalam pengobatan mandiri dipengaruhi oleh

(42)

termasuk pengetahuan dan sikap setiap individu mengenai obat pilihan tersebut

(Supardi dkk., 2005).

Pengetahuan merupakan sekumpulan fakta empirik mengenai suatu objek

tertentu, juga merupakan domain terpenting yang digunakan oleh seseorang untuk

menentukan suatu sikap maupun tindakan seseorang tersebut (Fitriani, 2008).

Menurut Notoadmojo (1993), terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai dari

domain pengetahuan yang selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam

bentuk sikap terhadap suatu objek, yang kemudian akan menimbulkan respon

tindakan (action) terkait dengan stimulus objek tersebut. Namun demikian,

seseorang juga dapat bertindak tanpa terlebih dahulu mengetahui makna dari

stimulus yang diterimanya. Kurniasari (2007) menyebutkan bahwa ada hubungan

antara pengetahuan dengan tindakan pengobatan mandiri di kalangan masyarakat

Desa Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.

E. Hipotesis

1. Ada hubungan antara pengetahuan mengenai obat tradisional dan obat

modern dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di

kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten

Temanggung, Jawa Tengah.

2. Ada hubungan antara sikap mengenai obat tradisional dan obat modern

dengan tindakan pemilihan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan

masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung,

(43)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental (observasional) dengan

rancangan penelitian desain cross sectional. Disebut penelitian observasional

karena menggambarkan keadaan secara realita dan objektif terhadap suatu kondisi

tertentu yang sedang terjadi dalam sekelompok masyarakat (Imron dan Munif,

2010), sedangkan disebutcross sectional(studi potong lintang) karena merupakan

penelitian yang mempelajari dinamika korelasi, dengan model pendekatan atau

observasi pada satu kali dalam jangka waktu tertentu (Pratiknya, 2001).

Penelitian ini menggambarkan hubungan pengetahuan dan sikap

responden mengenai obat tradisional dan obat modern dengan tindakan pemilihan

jenis obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir,

Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah.

B. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian 1. Variabel

a. Variabel bebas (independent) : Pengetahuan dan sikap masyarakat Desa

Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah mengenai obat

tradisional dan obat modern.

b. Variabel tergantung (dependent) : tindakan pemilihan jenis obat untuk pengobatan

mandiri di kalangan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,

(44)

2. Definisi operasional

a. Obat modern adalah golongan obat konvensional yang dapat diperoleh

atau dibeli tanpa resep dokter, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas dan

obat wajib apotek (OWA). Obat wajib apotek merupakan golongan obat

keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter, namun harus diberikan

langsung oleh apoteker di apotek.

b. Obat tradisional adalah golongan jamu, obat herbal terstandar dan

fitofarmaka yang dapat diperoleh tanpa resep dokter.

c. Pengetahuan adalah semua hal yang diketahui oleh masyarakat Desa

Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah

mengenai obat tradisional dan obat modern. Skor akhir pengetahuan dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara menjumlah semua jawaban benar

responden, kemudian dibagi dengan total pertanyaan, dan dikalikan 100%.

Tingkat pengetahuan mengenai obat tradisional dan obat modern, dibagi

menjadi tiga kategori, yaitu pengetahuan baik (apabila skor akhir

pengetahuan responden lebih dari 75%), pengetahuan cukup (apabila skor

akhir pengetahuan responden berkisar antara 50 sampai 75%), dan

pengetahuan kurang (apabila skor akhir pengetahuan responden kurang

dari 50%).

d. Sikap adalah keinginan masyarakat Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,

Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah untuk memihak (sikap positif) atau

(45)

e. Tindakan adalah praktek responden terhadap pemilihan obat tradisional

dan obat modern dalam swamedikasi.

C. Subjek dan Kriteria Inklusi Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa

Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah masyarakat Desa Bantir usia lebih dari atau sama dengan 18

tahun, baik laki-laki atau perempuan, dan bersedia berpartisipasi dalam mengisi

serta mengembalikan kuesioner.

D. Populasi dan Besar Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Bantir,

Kecamatan Candiroto, Temanggung, Jawa Tengah, berusia lebih atau sama

dengan 18 tahun dengan jumlah total populasi sebesar 1584 individu. Sampel

dalam penelitian ini adalah sebagian dari keluarga masyarakat Desa Bantir

tersebut. Perhitungan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Notoadmodjo, 2010).

N =

Keterangan: N = besar sampel Z = tingkat kepercayaan P = proporsi kasus d =margin of error

Hasil perhitungan sampel adalah sebesar 174 responden (proporsi: 50%,

(46)

klaster: 1,5; dan penambahan 20% untuk antisipasi tingkat partisipasi), sehingga

perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut.

N=

N =

N = 96,04 x efek desain klaster 1,5

N = 144,06 ≈ 145, kemudian dengan menggunakan sistem drop out 20%, maka

diperoleh:

N = 145 + ( )

N = 174

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2013 sampai Desember 2013 di

Desa Bantir, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

cluster sampling yang dikombinasikan dengan metode non random accidental

sampling. Proses pengambilan sampel melibatkan seluruh Rukun Warga yang

dipilih secara acak dengan undian. Desa Bantir memiliki 4 RW, dan

masing-masing RW memiliki 4 Rukun Tetangga (RT). Klaster terkecil pada penelitian ini

(47)

Gambar 1. Cara pengambilan sampel dengan metodecluster sampling

Pada setiap RT (klaster terkecil), kemudian ditetapkan individu terpilih

secara non random yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian, dan mau

mengisi serta mengembalikan kuesioner.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pertanyaan dalam kuisioner berupa

kombinasi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka.

Terdapat tiga bagian dalam kuesiner. Bagian pertama adalah beberapa

pertanyaan terbuka untuk melihat bagaimana pola pengobatan mandiri masyarakat

tersebut. Bagian kedua adalah pernyataan yang menggambarkan pengetahuan

responden, mengenai obat tradisional dan obat modern. Pernyataan dalam

kuisioner tersebut dibuat dengan model pertanyaan tertutup karena telah

disediakan jawaban. Responden memilih salah satu jawaban dari pernyataan yang

dibuat sesuai dengan apa yang responden ketahui. Pilihan jawaban yang

(48)

Pada bagian ketiga kuesioner ini berisi pernyataan mengenai sikap dan

tindakan responden terhadap pemilihan dan penggunaan obat tradisional mau pun

obat modern dalam pengobatan mandiri. Pertanyaan nomor satu dan nomor dua

pada bagian ini memiliki maksud pertanyaan yang sama, yaitu apakah responden

akan memilih obat tradisional saat melakukan pengobatan mandiri atau tidak.

Begitu pula sebaliknya, pertanyaan nomor tiga dan nomor empat juga memiliki

maksud yang sama, yaitu apakah responden akan memilih obat modern saat

melakukan pengobatan mandiri atau tidak. Hal ini dilakukan untuk melihat dan

mempertegas konsistensi jawaban responden. Dalam bagian ini, pernyataan dibuat

dalam bentuk Likert. Pada setiap pernyataan disediakan pilihan jawaban berupa

SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).

SkalaLikertadalah metode pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon

sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2005).

H. Tahapan Penelitian 1. Studi pustaka

Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan studi dan penelaahan

pustaka mengenai swamedikasi, obat tradisional, obat modern, perilaku seseorang,

metode penelitian, dan proses pembuatan kuesioner. Juga dipelajari mengenai

penentuan metode statistik yang akan digunakan untuk analisis data.

2. Penentuan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Bantir, Kecamatan Candiroto,

(49)

3. Perijinan

Perijinan dilakukan dengan memasukkan surat permohonan ijin dan

proposal penelitian ke KESBANGPOL (Kesatuan Bangsa dan Politik) Yogyakarta

yang kemudian diteruskan ke KESBANGPOL Semarang dan Temanggung. Oleh

KESBANGPOL Temanggung, perijinan diteruskan akan ke Kecamatan

Candiroto, Kelurahan, dan Desa Bantir.

4. Penelusuran data populasi

Penelusuran data populasi dilakukan melalui sekretariat kepala Desa

Bantir, Kecamatan Candiroto, Temanggung. Melalui bagian ini ditelusuri data

mengenai populasi penelitian yang meliputi daftar dan jumlah penduduk desa

yang berusia lebih dari atau sama dengan 18 tahun.

5. Pembuatan kuesioner a. Penyusunan kuesioner

Penyusunan kuesioner dilakukan setelah pengurusan perijinan lokasi

penelitian. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 13 pertanyaan pada

bagian pertama, 23 pernyataan pada bagian kedua, dan 8 pernyataan pada

bagian ketiga.

b. Uji pemahaman bahasa

Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan cara membagikan kuesioner

yang telah dibuat kepada 30 orang yang memiliki karakteristik mirip dengan

responden. Tujuan uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui apakah

bahasa yang digunakan dalam kuesioner dapat dipahami dengan mudah oleh

(50)

terkait pertanyaan maupun pernyataan dalam kuesioner. Kemudian kalimat

dalam kuesioner dapat diubah dan disesuaikan, sehingga responden paham

dan dapat memberikan jawaban yang diharapkan dalam penelitian.

c. Uji validitas

Uji validitas dilakukan untuk menunjukan tingkat kesahihan instrumen

penelitian yang akan digunakan. Uji validitas yang dilakukan adalah terkait

rasional isi pertanyaan yang dilakukan oleh beberapa dosen yang ahli pada

bidang swamedikasi, obat tradisional dan obat moderen. Metode validitas

yang digunakan adalah professional jugdment.

d. Uji reliabilitas

Digunakan uji reliabilitas dengan metode test re test. Tiga puluh

kuesioner yang telah disusun diberikan kepada sejumlah masyarakat yang

memiliki karakteristik yang mirip dengan karakteristik responden pada

penelitian. Kuesioner diberikan kepada masyarakat Dusun Suruh, Desa

Argomulyo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Kuesioner kedua dibagikan kembali kepada responden yang sama 2 minggu

setelah kuesioner pertama dibagikan, kemudian dilihat korelasi antara kedua

kuesioner tersebut. Menurut Azwar (2003), kuesioner dikatakan semakin

reliabel apabila nilai p semakin mendekati angka 1. Hasil pengujian

reliabilitas dalam penelitian ini diperoleh nilai Person Correlation sebesar

0,612. Menurut Notoadmodjo (2010), apabila didapatkan p ≥0,5 maka alat

(51)

6. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner yang

dilakukan seminggu sekali setiap hari Sabtu sore dan Minggu pagi selama Bulan

Oktober-November 2013. Setiap responden diminta untuk mengisi dan

menandatangani informed-consent sebagai tanda persetujuan mengikuti

penelitian. Pengisian kuisioner, sebagian dilakukan sendiri oleh responden.

Responden diberi kesempatan untuk mengerjakan dan langsung mengembalikan

kuesioner tersebut saat itu juga. Pada beberapa kasus, banyak responden yang

mengalami kesulitan dalam hal bahasa (responden hanya mengerti Bahasa Jawa),

membaca dan menulis, sehingga peneliti menyediakan diri untuk mendampingi,

membacakan pertanyaan kuesioner, serta membantu menuliskan jawaban

responden tanpa mengurangi atau menambah maksud pertanyaan dan jawaban

responden.

Setelah proses pengisian kuesioner selesai, responden diberikan edukasi

mengenai obat tradisional dan obat moderen serta penggunaanya dalam

swamedikasi. Edukasi dilakukan secara personal. Tujuan edukasi tersebut adalah

agar responden menjadi lebih paham mengenai penggunaan obat tradisional dan

obat modern dalam swamedikasi.

I. Analisis Data

Proses kegiatan pengolahan data (data processing) terdiri dari 3 jenis

kegiatan, yaitu memeriksa data (editing), memberi kode (koding), dan tabulasi

(52)

jawaban responden dalam kuesioner. Data yang sudah lengkap kemudian masuk

dalam tahap koding yang terdiri dari penyederhanaan jawaban dengan

memberikan kode dan pemindahan data (entry) yang sudah dikode dengan

memasukannya ke dalam program statistik komputer. Kemudian dilakukan

tabulasi data, yaitu dengan menyusun dan mengorganisir data sedemikian rupa

sehingga dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik (Imron, 2010).

Analisis data dilakukan dengan program SPSS 16 menggunakan metode

statistik deskriptif (frekuensi, persentase, median), dan korelasi. Analisis statistik

deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik sosio demografi dan

ekonomi responden, frekuensi pola pengobatan mandiri. Analisis korelasi

dilakukan untuk membuktikan adanya korelasi antara variabel bebas, yaitu

pengetahuan dan sikap responden mengenai obat tradisional dan obat moderen,

dengan variabel terikat, yaitu tindakan pemilihan pengobatan mandiri. Uji statistik

yang digunakan adalah chi square dengan tingkat kepercayaan 95%, sehingga

hubungan antar variabel dinyatakan signifikan secara statistik apabila nilai P <

0.05 (Santoso, 2012).

Perhitungan persentase dilakukan dengan mengunakan rumus:

P = persentase jawaban (dalam %) A = jumlah jawaban sejenis

B = jumlah responden total

Sebelum analisis korelasi dilakukan, terlebih dahulu diuji normalitas data

(53)

tidak. Apabila data yang didapatkan terdistribusi normal, maka analisis dilakukan

dengan metode parametik, sedangkan apabila data yang didapatkan tidak

terdistribusi normal, maka analisis dilakukan dengan metode non parametik.

Distribusi data dikatakan normal apabila didapatkan angka signifikansi

masing-masing variabel lebih dari 0,05 (Santoso, 2012).

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov,

didapatkan nilai signifikansi variabel pengetahuan adalah 0,009, variabel sikap

adalah 0,001, dan variabel tindakan adalah 0,000. Hal ini menunjukan bahwa data

tidak terdistribusi secara normal karena semua variabel memiliki nilai signifikansi

kurang dari 0,05, sehingga analisis antar tiga variabel tersebut menggunakan uji

Chi Square.

J. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian dibatasi untuk mengetahui tindakan pemilihan obat responden

terkait obat tradisional atau obat modern dalam swamedikasi tanpa meninjau

lebih dalam alasan-alasan responden memilih obat tersebut.

2. Penggalian informasi menggunakan kuesioner yang sebagian besar

merupakan pertanyaan dan pernyataan tertutup, sehingga hasil yang

(54)

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Salah satu hal penting yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai

karakteristik sosio demografi responden. Menurut Skinner, seorang ahli perilaku,

(cit., Notoadmodjo, 1993), lingkungan atau karakteristik seseorang berkaitan

dengan pembentukan sikap dan tindakan seseorang tersebut. Dalam penelitian ini,

karakteristik responden yang akan dibahas meliputi usia, jenis kelamin, status

pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan responden per bulan.

Tingkat partisipasi dalam penelitian ini sebesar 93%, yaitu 161 responden.

1. Usia

Pada penelitian ini subjek penelitian yang ditetapkan sebagai kriteria

inklusi adalah subjek penelitian yang berusia lebih dari atau sama dengan 18

tahun. Menurut Undang-undang nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia, usia 18 tahun merupakan batas usia dewasa seseorang.

Tabel I. Distribusi usia responden Rentang Usia

Usia dewasa adalah usia seseorang yang memiliki hak untuk melakukan

(55)

35

dari pihak lain (Adjie, 2013). Perbuatan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah sikap dan tindakan responden dalam pemilihan obat saat melakukan

pengobatan mandiri. Dari hasil penelitian didapatkan rentang usia yang beragam

dari 18 – 75 tahun (lihat tabel 1) dengan median usia responden adalah 39

tahun.Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Tahun 2011,

kelompok usia produktif adalah sekelompok penduduk yang berusia 15-44 tahun,

kelompok pra usia lanjut adalah 45-59 tahun, kelompok usia lanjut adalah lebih

dari 60 tahun, sedangkan kelompok usia lanjut risiko tinggi adalah 70 tahun ke

atas. Sebagian besar responden pada penelitian ini berada pada rentang usia

produktif.

2. Jenis kelamin

Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 1), dari 161 responden yang

bersedia mengisi kuesioner, sebanyak 68% (110 responden) adalah perempuan

dan sebesar 32% (51 responden) adalah laki-laki.

Gambar 1. Persentase responden laki-laki dan perempuan, N=161 Menurut Noviana (2011), kaum wanita lebih banyak melakukan

pengobatan mandiri dan lebih peduli terhadap kesehatan, baik dirinya sendiri mau

(56)

36

(2011), wanita yang lebih peduli terhadap kesehatan dibandingkan laki-laki,

cenderung memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai pengobatan mandiri.

3. Status pernikahan

Status pernikahan responden meliputi menikah dan belum menikah.

Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 2), dari 161 responden, sebanyak 91%

responden telah menikah, sedangkan sebanyak 9% belum menikah.

Gambar 2. Persentase status pernikahan responden, N=161

Menurut hasil penelitian Widayati (2012), status pernikahan berpengaruh

terhadap pola tindakan self-care, termasuk swamedikasi dengan obat modern dan

obat tradisional atau herbal.

4. Tingkat pendidikan terakhir

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adikuntati (2008), tingkat

pendidikan seseorang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang

tentang swamedikasi. Responden dengan pendidikan tinggi cenderung akan lebih

mudah menerima informasi dan lebih baik untuk mengaplikasikan informasi atau

pengetahuan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel II), didapatkan bahwa

sebagian besar responden (61%) adalah lulusan SD. Selain itu, terdapat responden

(57)

37

sebesar 7% (11 responden), tidak tamat SD sebesar 3% (6 responden), perguruan

tinggi sebesar 2% (3 responden), dan 3 responden yang tidak sekolah dengan

persentase sebesar 2%.

Tabel II. Frekuensi tingkat pendidikan terakhir responden

No Tingkat

Dari tingkat pendidikan di atas, kemudian dikategorikan lagi menjadi

dua, yaitu tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD,

dan SMP) dan tingkat pendidikan tinggi (SMA/SMK dan perguruan tinggi),

sehingga didapatkan gambar sebagai berikut.

Gambar 3. Presentase tingkat pendidikan responden, N=161

Pada penelitian yang dilakukan oleh Adikuntati (2008), terdapat adanya

hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pengetahuan responden mengenai

swamedikasi. Dari gambar di atas, ditemukan bahwa sebagian besar responden

(58)

38

sedangkan sisanya sebanyak 9% (14 responden) memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi.

5. Jenis pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel II), sebagian besar pekerjaan

responden adalah sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) dengan persentase 35% (56

responden). Selain itu sebanyak 32% adalah petani, 4% sebagai Pegawai Negeri

Sipil (PNS), 18% sebagai wiraswasta, 4% sebagai pedagang, 4% sebagai

pelajar/mahasiswa dan 3% sebagai tukang.

Tabel III. Frekuensi jenis pekerjaan responden

No Jenis pekerjaan

Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat sosial dan

interaksi sosial seseorang dengan orang lain yang berasal dari lingkungan berbeda

(Kurniasari, 2007). Interaksi antar individu akan menyebabkan terjadinya

tukar-menukar informasi mengenai swamedikasi dan pemilihan obat untuk

menanganinya. Selain itu, seseorang dengan jenis pekerjaan yang dapat

memberikan pendapatan yang tinggi, mungkin cenderung memilih cara

pengobatan yang lebih baik karena memiliki kesempatan untuk melakukannya

dibandingkan dengan seseorang yang jenis pekerjaannya hanya memberikan

(59)

39 6. Pendapatan per bulan

Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 4), sebagian besar responden

(50%) berpendapatan antara Rp300.000,00 sampai Rp1.000.000,00. Kemudian

sebanyak38% (61 responden) berpendapatan kurang dari Rp 300.000,00;

sebanyak 7% (11 responden) berpendapatan antara Rp1.000.000,00 sampai

Rp1.500.000,00; sebanyak 4% (6 responden) berpendapatan lebih dari

Rp2.000.000,00; dan sebanyak 1% (2 responden) berpendapatan antara

Rp1.500.000,00 sampai Rp2.000.000,00.

Gambar 4. Persentase pendapatan per bulan responden, N=161 Tingkat pendapatan seseorang per bulan terkait dengan tingkat sosial

ekonomi seseorang. Menurut Adikuntati (2008), tingkat pendapatan seseorang

berpengaruh terhadap sikap seseorang mengenai jenis pengobatan seseorang,

termasuk swamedikasi. Masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi akan

dengan mudah mengakses semua sarana kesehatan, tetapi masyarakat dengan

tingkat pendapatan rendah akan cenderung menjadikan biaya sebagai

(60)

40

B.Pengenalan Responden Terhadap Pengobatan Mandiri

Pengobatan mandiri atau swamedikasi merupakan suatu tindakan

seseorang untuk mengobati diri sendiri mau pun keluarganya secara tepat dan bertanggungjawab (Manurung, 2010). Berdasarkan pertanyaan “Apakah Anda

pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi?”, didapatkan

bahwa sebanyak 65.8% (106 responden) menyatakan tidak pernah mendengar

istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi,sedangkan sebanyak 34.2% (55

responden) menyatakan pernah mendengar istilah tersebut.

Gambar 5. Persentase responden mendengar istilah pengobatan mandiri, N=161

Dari 55 responden yang menyatakan bahwa mereka pernah mendengar

istilah tersebut dari dokter/dokter gigi/apoteker/perawat/bidan sebanyak 2% (3

responden), sebanyak 17,2% (29 responden) mendengar istilah tersebut dari

media cetak/elektronik, sebanyak 7% (11 responden) mendengar istilah tersebut

dari teman/saudara/tetangga, dan sebanyak 6% (10 responden) mendengar istilah

tersebut dari tenaga kesehatan lain (kesehatan masyarakat/ahli gizi). Satu

responden mendengar istilah tersebut dari volunteer KKN yang pernah

mengabdikan diri pada desa mereka dan satu yang lain mendengar istilah tersebut

(61)

41

Dari penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden

mendapatkan informasi mengenai istilah swamedikasi atau pengobatan mandiri

dari media cetak / elektronik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kartika (2010) bahwa informasi terbanyak yang mempengaruhi sikap

seseorang dalam hal kesehatan berasal dari iklan pada media cetak mau pun

elektronik, sehingga pemberian informasi kesehatan lewat media tersebut

sebaiknya sesuai dan benar agar masyarakat tidak salah menerima informasi.

Gambar 6. Persentase sumber informasi responden mengenai istilah swamedikasi, N=161

Dalam penelitian ini juga dibahas mengenai definisi swamedikasi atau

pengobatan mandiri meurut responden. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa 50,9% (82 responden) memilih jawaban “a”, yaitu “Upaya pengobatan yang

dilakukan oleh seseorang tanpa bantuan dokter untuk mengatasi keluhan sakit

ringan yang dialaminya”, sebanyak 19,3% (31 responden) memilih jawaban “b”,

yaitu “Tindakan penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat

(62)

42

Gambar 7. Persentase pengertian responden tentang definisi pengobatan mandiri, N=161

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa sebagian responden yang tidak

pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau swamedikasi sebenarnya tahu

apa definisi dari istilah tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa sebanyak 105

responden menyatakan tidak pernah mendengar istilah pengobatan mandiri atau

swamedikasi, tetapi hanya 48 responden yang menyatakan tidak tahu definisinya.

Namun demikian, bisa juga terdapat kemungkinan responden asal menjawab

pertanyaan dalam kuesioner.

Menurut World Health Organization (1998), swamedikasi adalah

pemilihan dan penggunaan obat baik obat modern mau pun obat tradisional oleh

seseorang untuk melindungi diri dari penyakit dan gejalanya. Obat modern yang

bisa digunakan untuk pengobatan mandiri adalah jenis obat bebas dan obat bebas

terbatas (Harmanto dan Subroto, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak

18% (29 responden) berpendapat bahwa pengobatan mandiri hanya bisa dilakukan

dengan menggunakan obat moderen, sebanyak 41% (66 responden) menjawab

(63)

43

sebanyak 41% (66 responden) berpendapat bahwa baik obat tradisional mau pun

obat modern dapat digunakan untuk pengobatan mandiri (Gambar 9).

Pada hasil penelitian didapatkan bahwa banyaknya responden yang

memilih obat tradisional dan keduanya (obat tradisional dan modern), sama

besarnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supardi,dkk. (2001),

didapatkan bahwa sebagian besar masyarakat kota melakukan pengobatan mandiri

mengunakan obat modern, sedangkan sebagian besar masyarakat desa cenderung

lebih dominan menggunakan obat tradisional ketika melakukan pengobatan

mandiri. Namun demikian, pada dasarnya, baik obat modern atau pun obat

tradisional dapat digunakan untuk pengobatan mandiri atau swamedikasi.

Gambar 8. Persentase pendapat responden tentang jenis obat yang digunakan dalam pengobatan mandiri, N=161

C. Pola Pengobatan Mandiri Responden

Dalam satu bulan terakhir, dari 161 responden, didapatkan sebanyak 32%

(51 responden) pernah melakukan kegiatan pengobatan mandiri atau

swamedikasi. Terdapat pula 2 responden yang menyatakan tidak pernah

melakukan, namun mencantumkan dan menuliskan pola pengobatan mandiri yang

pernah dilakukannya, sehingga dianggap pernah melakukan pengobatan mandiri

Gambar

Gambar 1. Cara pengambilan sampel dengan metode cluster sampling
Tabel I. Distribusi usia responden
Gambar 1. Persentase responden laki-laki dan perempuan, N=161
Gambar 2. Persentase status pernikahan responden, N=161
+7

Referensi

Dokumen terkait