• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Rekam Medis menurut Permenkes No.269 tahun 2008 adalah berkas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Rekam Medis menurut Permenkes No.269 tahun 2008 adalah berkas"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rekam Medis menurut Permenkes No.269 tahun 2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Setiap sarana kesehatan wajib membuat rekam medis, dibuat oleh dokter dan atau tenaga kesehatan lain yang terkait, harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan, dan harus dibubuhi tanda tangan yang memberikan pelayanan.

Rekam medis ada dua jenis yaitu rekam medis aktif dan inaktif. Rekam medis aktif adalah rekam medis yang masih dipergunakan karena frekuensi kunjungannya masih memungkinkan dipertahankannya rekam medis tersebut, sedangkan rekam medis inaktif adalah rekam medis yang telah mencapai waktu tertentu tidak pernah digunakan lagi karena pasiennya tidak pernah berkunjung ke rumah sakit tersebut.

Menurut Depkes RI (1997), penyusutan rekam medis adalah suatu kegiatan pengurangan arsip dari rak penyimpanan dengan cara:

a. Memindahkan arsip rekam medis aktif ke rak inaktif dengan cara memilah pada rak penyimpanan dengan tahun kunjungan.

b. Memikrofilmkan berkas rekam medis sesuai ketentuan yang berlaku. c. Memusnahkan berkas rekam medis yang telah dimikrofilmkan dengan

(2)

2 Upaya penyelamatan dokumen/arsip bisa melalui berbagai cara di antaranya dengan upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif dilakukan dalam bentuk penyediaan ruang penyimpanan yang memadai dan memenuhi syarat/standar gedung penyimpanan. Upaya ini merupakan perlindungan fisik dan nilai informasi dokumen/arsip terhadap bahaya dan gangguan. Artinya, upaya preventif dilakukan terhadap dokumen/arsip melalui pencegahan dan pelaksanaan standar penyimpanan yang efektif. Adapun penyelamatan dokumen/arsip melalui secara kuratif dilaksanakan jika terdapat unsur perusak terhadap dokumen/arsip misalnya dengan restorasi, duplikasi, atau digitalisasi (Sugiharto, 2010).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999, perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia saat ini mengharuskan perusahaan mengelola kegiatan usahanya secara efektif dan efisien, termasuk pengelolaan dokumen perusahaan. Dukungan teknologi telah memungkinkan dokumen perusahaan yang dibuat atau diterima di atas kertas atau sarana lainnya dialihkan untuk disimpan dalam mikrofilm atau media lainnya. Ini berarti bahwa pembuatan dan penyimpanan dokumen perusahaan dimungkinkan dengan tidak menggunakan kertas. Pemanfaatan mikrofilm atau media lainnya sangat menghemat ruangan, tenaga dan waktu untuk penyimpanan dokumen perusahaan. Menurut Amsyah (2005), sistem pencitraan (imaging) adalah suatu proses mengubah atau menstransfer gambar dalam bentuk kertas atau film (radiolog) ataupun gambar medis (radiology) ataupun gambar medis seperti Elektrokardiography (EKG), Electro Encephalo Graphy (EEG), Cardio Topography (CTG),

(3)

3 Ultrasonography (USG), Echo Cardiography, dan lain-lain ke dalam software melalui data digital seperti scanner/pencitraan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 7 Februari 2014 melalui wawancara terhadap Koordinator Pengelolaan Rekam Medis di RSUD Kota Yogyakarta, bahwa untuk rekam medis inaktif sudah melaksanakan proses pencitraan (imaging) dengan cara scanning yang baru mulai berjalan bulan April 2013. Ditinjau dari ruang penyimpanan berkas rekam medis inaktif di RSUD Kota Yogyakarta yang masih disatukan dengan gudang dan tidak adanya rak khusus berkas rekam medis inaktif, proses pencitraan (imaging) penting dilaksanakan untuk upaya penyelamatan lembar rekam medis yang masih bernilai guna. Hal ini karena jika lembar rekam medis yang masih bernilai guna disimpan hanya hard file saja terdapat kemungkinan untuk rusak karena rayap, sobek, atau unsur perusak lain. Sehingga jika lembar rekam medis yang masih bernilai guna tersebut dilakukan proses pencitraan (imaging), apabila sewaktu-waktu diperlukan dapat dicari dengan mudah dan juga dapat dicetakkan kembali. Dari studi pendahuluan tersebut maka peneliti mengambil judul Pelaksanaan Pencitraan (Imaging) dalam Penyusutan Berkas Rekam Medis di RSUD Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pelaksanaan pencitraan (imaging) pada penyusutan berkas rekam medis di RSUD Kota Yogyakarta?

(4)

4 C. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pencitraan (imaging) pada penyusutan berkas rekam medis.

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisis pelaksanaan pencitraan (imaging) pada penyusutan berkas rekam medis di Instalasi Rekam Medis RSUD Kota Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proses pencitraan (imaging) pada penyusutan berkas rekam medis di RSUD Kota Yogyakarta.

b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dilaksanakannya proses pencitraan (imaging) di RSUD Kota Yogyakarta.

c. Mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proses pencitraan (imaging) di RSUD Kota Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan proses pengelolaan berkas rekam medis inaktif di RSUD Kota Yogyakarta.

2) Dengan penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan rumah sakit dalam menjalankan tugas dan

(5)

5 tanggung jawab terutama yang berhubungan dengan proses pencitraan (imaging) pada pelaksanaan penyusutan berkas rekam medis.

b. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang berharga secara langsung di rumah sakit dengan menerapkan teori yang peneliti peroleh dari institusi pendidikan.

2. Manfaat Teoritis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam pembelajaran rekam medis dan meningkatkan pengetahuan tentang rekam medis.

b. Bagi Peneliti Lain

Sebagai acuan dalam pendalaman materi yang bersangkutan untuk kelanjutan penelitian yang relevan.

F. Keaslian Penelitian

1. Hidayati (2008), judul penelitian “Pelaksanaan Retensi Berkas Rekam Medis di RSUD Kota Yogyakarta”.

Tujuan : Mengetahui pelaksanaan penyusutan retensi berkas rekam medis di RSUD Kota Yogyakarta.

Hasil penelitian : Pengelolaan berkas rekam medis inaktif di RSUD Kota Yogyakarta dilakukan sebelum dimusnahkan meliputi pemisahan, pemindahan, penyimpanan dan pemilahan. Keterlibatan petugas rekam

(6)

6 medis dalam prosedur Pelaksanaan Berkas Rekam Medis Inaktif dengan dibuatnya surat perintah lembur oleh kepala rumah sakit kepada petugas bagian rekam medis. Serta tanpa adanya sistem penomoran pada berkas inaktif. Penataan rekam medis digudang inaktif RSUD Kota Yogyakarta masih dijumpai adanya ketidakteraturan yaitu rekam medis hanya tercampur dengan arsip TU, kursi roda dan alat kesehatan lainnya sudah tidak digunakan lagi.

Persamaan : Jenis penelitian yang digunakan sama yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, serta menggunakan rancangan cross sectional. Penelitian tersebut meneliti tentang pelaksanaan retensi di RSUD Kota Yogyakarta.

Perbedaan : Hidayati (2008) meneliti tentang pelaksanaan retensi dan kegiatan pelaksanaan rekam medis inaktif di RSUD Kota Yogyakarta yang meliputi pemindahan, pemilahan, penyimpanan dan mengetahui keterlibatan petugas rekam medis dalam pelaksanaan berkas rekam medis inaktif.

2. Istanawati (2009), judul penelitian “Faktor-faktor yang Menyebabkan Keterlambatan Pemilahan Rekam Medis Inaktif di RSUD Panembahan Senopati Bantul”.

Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan keterlambatan pemilahan berkas rekam medis inaktif di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

Hasil penelitian : Pelaksanaan penyusutan berkas rekam medis inaktif di RSUD Panembahan Senopati Bantul waktu pemilahan masih ada

(7)

7 yang melampaui batas yang telah ditentukan. Menurut beban kerja rumah sakit yaitu 1 berkas harus selesai dala waktu 4,83 menit. Ada berkas yang diselesaikan lebih dari 4,83 menit. Yang menyebabkan keterlambatan pemilahan berkas rekam medis inaktif yaitu kurangnya SDM, kemampuan SDM membaca diagnosa dokter belum mahir, sarana dan prasarana kegiatan penyusutan kurang mendukung.

Persamaan : Jenis penelitian yang digunakan sama yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, serta menggunakan rancangan cross sectional.

Perbedaan : Istanawati (2009) membahas tentang faktor apa saja yang menyebabkan keterlambatan pemilahan berkas rekam medis inaktif di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

3. Dewi (2011), judul penelitian “Faktor-faktor Penghambat Pelaksanaan Pemusnahan Berkas Rekam Medis di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta”.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur tetap penyusutan di tahun 2000 yang telah dilakukan di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta, dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat pelaksanaan pemusnahan di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta. Hasil penelitian : Penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum dilaksanakan pemusnahan Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta telah melaksanakan penyusutan pada tahun 2000, tetapi tidak sesuai dengan prosedur tetap yang ada disana. Ketidaksesuaian ini dapat dilihat dari berkas inaktif yang dipindahkan tidak dilakukan pendaftaran nomor

(8)

8 rekam medis yang telah disusutkan, berkas inaktif yang telah disusutkan, berkas inaktif dipindahkan tidak diletakkan dalam rak. Kebijakan tentang pemusnahan berkas rekam medis sudah ada tercantum dalam prosedur tetap pemusnahan berkas rekam medis dan BPPRM (Buku Pedoman Pelaksanaan Rekam Medis). Terbatasnya petugas rekam medis yang ada di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta dan belum dibentuknya tim pemusnah untuk melaksanakan pemusnahan merupakan faktor penyebab belum dilaksanakan pemusnahan. Untuk persiapan pemusnahan berkas rekam medis alat pemusnah belum dipersiapkan tetapi alat penunjang penyimpanan seperti scanner sudah dipastikan ada. Dalam segi anggaran pemusnahan juga belum dipersiapkan dan belum dicantumkan pada POA (Planning of Account). Belum dilaksanakannya pemusnahan berkas rekam medis di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta dikarenakan faktor penghambat pemusnahan antara lain belum dilaksanakan prosedur tetap pemusnahan, belum dibentuknya tim pemusnah, belum tersedianya alat untuk memusnahkan berkas rekam medis, belum dilaksanakan pemilahan, dan belum dipersiapkan anggaran untuk pemusnahan berkas rekam medis di Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta.

Persamaan : Jenis penelitian yang digunakan sama yaitu menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaan : Dewi (2011) membahas tentang faktor apa saja yang menghambat proses pemusnahan rekam medis inaktif di Rumah Sakit

(9)

9 Mata Dr. Yap Yogyakarta, serta penelitian ini menggunakan rancangan fenomenologis.

G. Gambaran Umum RSUD Kota Yogyakarta 1. Sejarah Singkat

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta berdiri sejak tanggal 1 Oktober 1987 RSUD Kota Yogyakarta merupakan pengembagan dari Klinik Bersalin Tresnowati yang beralamat di Jalan Letkol Sugiyono Yogyakarta, menjadi RSUD dengan tipe kelas D dan dikenal sebagai Rumah Sakit Wirosaban. Perkembangan selanjutnya, RSUD Kota Yogyakarta ditetapkan sebagai Rumah Sakit UMUM tipe C milik Pemerintah Kota Yogyakarta dengan SK Menkes RI No.496/Menkes/SK/V/1994. Keberadaan RSUD dikukuhkan dengan Perda No. 1 Tahun 1966 sebagai UPT dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

Berkaitan dengan pengelolaan keuangan, RSUD diuji cobakan sebagai RS Swadana Tahun 1999 sesuai Keppres No. 38 Tahun 1991. Penetapan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana pada tanggal 20 Desember 2000 dengan Perda No. 42. Pada perkembangannya pengelolaan keuangan rumah sakit ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah dengan Penetapan Menjadi PPK secara penuh BLUD oleh keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 59/2007 tentang Pedoman Teknis PPK BLUD RSUD.

Perkembangan dan penambahan jenis dan jumlah tenaga dokter spesialis, penambahan jenis pelayanan, sarana dan prasarana rumah

(10)

10 sakit, membawa RSUD Kota Yogyakarta meningkat kelasnya menjadi Rumah Sakit Kelas B berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1214/Menkes/SK/IX/2007 tanggal 28 November 2007 sebagai Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan. Dengan telah ditetapkannya Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta menjadi Rumah Sakit Kelas B Non Pendidikan maka susunan dan tata kerja organisasi telah disempurnakan dengan peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan dan Tugas Pokok Lembaga Teknis Daerah yang sudah sesuai peraturan Pemerintah No 41 Tahun 2007. Uraian Rincian Tugasnya ditetapkan berdasarkan Peraturan Walikota No. 64 tahun 2008. Berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta Nomor 337/KEP/2010 tanggal 8 Juni 2010 RSUD Kota Yogyakarta memiliki brand name sebagai Rumah Sakit Jogja.

2. Visi, Misi dan Motto

Untuk mendukung misi Kota Yogyakarta dalam mewujudkan Kota Yogyakarta yang sehat, maka dengan ini disusun Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta

Visi

“Unggul, pilihan utama masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya.” Misi

a. Mewujudkan pelayanan perumah sakitan dengan standar profesi tertinggi berbasis keselamatan pasien sesuai dengan kebutuhan serta menyenangkan pelanggan tanpa diskriminasi.

(11)

11 b. Mewujudkan organisasi pembelajaran terus menerus meningkatkan

pengetahuan ketrampilan sikap dan kinerja pegawai.

c. Mewujudkan Rumah Sakit Pendidikan wahana penelitian pelatihan dan pengembagan serta berwawasan lingkungan.

d. Mewujudkan manajemen modern efektif dan efisien dalam iklim kerja serasi dengan mengutamakan kebersamaan.

Moto

“Kepuasan Anda Kebahagiaan Kami”

3. Performance Rumah Sakit

Tabel 1. Performance RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2011-2013

No Indikator Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 1 Bor dalam % 66.11 59.88 68.64

2 Av LOS dalam hari 4.07 4.27 4.17

3 BTO dalam kali 58.67 50.16 58.80

4 TOI dalam hari 2.11 2.93 1.95

5 GDR dalam permil 39.27 43.79 44.13

6 NDR dalam permil 18.00 21.96 22.82

(12)

12 Tabel 2. Komposisi Jumlah Tempat Tidur

di RSUD Kota Yogyakarta

No Ruang Keterangan Jumlah Kelas I II II 1. AGGREK Bangsal Isolasi 3 1 10 0 6 0 19 1 2. BOUGENVILE Bangsal Isolasi 5 2 8 0 14 0 27 2 3. CEMPAKA Bangsal Isolasi 10 0 6 1 0 0 16 1 4. DAHLIA Bangsal Isolasi 0 0 8 0 16 0 24 0 5. EDELWEIS Bangsal Isolasi 0 0 0 0 40 2 40 2 6. KENANGA Bangsal Isolasi 0 0 0 0 8 2 8 2 7. WIJAYA KUSUMA 0 5 0 5 8. KANNA 0 2 0 2 9. PADMA (PERINATOLOGI) Incubator Covis Bed Ruang Infeksius 0 0 3 0 4 4 8 2 0 0 8 0 4 4 22 2 10. INST. RAWAT DARURAT 0 4 0 4 11. INST. BEDAH SENTRAL - 4 - 4 12. VINOLA (VIP B=9; VIP C=3) TOTAL 200

Sumber : Profil RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2012

4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Untuk mewujudkan pelayanan yang terbaik, RSUD Kota Yogyakarta didukung oleh tenaga medis dan tenaga keperawatan serta apoteker

(13)

13 dan tenaga non medis lainnya. Berikut ini merupakan jenis pelayanan di RSUD Kota Yogyakarta.

a. Instalasi Rawat Jalan

Instalasi Rawat Jalan mempunyai tugas melayani pemeriksaan medis rawat jalan dan medical check up dengan beberapa pelayanan spesialis yaitu:

1) Penyakit Dalam 2) Bedah 3) Kesehatan Anak 4) Obsgyn 5) Syaraf 6) Jiwa 7) THT 8) Mata

9) Kulit dan Kelamin 10) Gigi dan Mulut b. Instalasi Rawat Darurat c. Instalasi Rawat Inap

d. Pelayanan Penunjang Medis 1) Instalasi Radiologi 2) Instalasi Patologi Klinik 3) Instalasi Farmasi 4) Instalasi Bank Darah

Gambar

Tabel 1. Performance RSUD Kota Yogyakarta Tahun 2011-2013

Referensi

Dokumen terkait

1) Persepsi narasumber sekunder dan primer dapat ditelusuri dengan adanya stimulus (rangsangan) dari luar yang mempengaruh alat indera. Berdasarkan banyaknya

• Tindakan yang sedang dijalankan atau yang tepat untuk memperbaiki masalah • Adanya kelompok yang berisiko untuk dicegah agar tidak aktual dan menjadi parah Untuk kriteria

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah transparansi pengelolaan anggaran daerah di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Bulukumba Khusus pada Dinas

Proses yang diuji Skenario Pengujian Hasil yang diharapka n Hasil Pengujia n Login Username dan password harus benar Dapat masuk kedalam sistem administra sor baik

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah salah satu teknik bimbingan yang dilaksanakan dalam situasi kelompok pada pesrta didik, yang

• Stabilitas Thiamin sangat baik pada pH rendah (pH asam) seperti pada produk Jus Buah, akan tetapi akan menurun stabilitasnya bila terdapat ion Cu (Copper / tembaga) 

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa rasio daging buah pisang mas dan daging buah naga merah berpengaruh nyata terhadap kadar air,

(1) Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, bahwa setiap alat dan perangkat telekomunikasi yang dibuat, dirakit, dimasukkan