• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN

NOMOR 18 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN,

Menimbang

: a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah

yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;

b.

bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah

Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan

Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 09 Tahun 2009 yang penyusunannya

didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun

2001 tentang Retribusi Daerah perlu untuk disesuaikan ;

c.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf

b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah.

Mengingat

: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (diumumkan dalam

Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ;

2.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

3.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

4.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;

5.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;

6.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran

(2)

Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

9.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2005. Nomor 165, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

10.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang

Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006,

Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855) ;

11.

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian

dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ;

12.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;

13.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman

Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah ;

14.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan

Tahun 1988 Nomor 1/C) ;

15.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamongan (Lembaran

Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2008 Nomor 04).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KABUPATEN LAMONGAN

dan

BUPATI LAMONGAN

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN

DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1.

Daerah adalah Kabupaten Lamongan.

2.

Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara

Pemerintahan Daerah.

3.

Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan.

4.

Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah ;

5.

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah

sebagai pembayaran atas penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan dan kendaraan

bermotor dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.

(3)

6.

Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah sesuai Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

7.

Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang,

fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

8.

Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip

komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

9.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang

menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang.

10.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat

Keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi,

jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang

masih harus dibayar.

11.

Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKDLB, adalah surat

keterangan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit

lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

12.

Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan

tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

13.

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau

bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan

untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

14.

Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan

oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

15.

Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer

perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun,

keperasi atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk

badan usaha lainnya.

16.

Kekayaan daerah adalah aset yang dimiliki Pemerintah Daerah baik yang melalui bantuan maupun

yang dibeli melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan dan/atau yang

diserahkan bersamaan dengan penyerahan urusan Pemerintahan Daerah.

17.

Instansi pengelola adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara langsung mengelola tanah

dan/atau bangunan, rumah dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut retribusi sebagai pembayaran atas

pemakaian/pemanfaatan kekayaan daerah.

Pasal 3

(1)

Obyek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pemakaian kekayaan daerah yang meliputi

tanah dan/atau bangunan, rumah dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.

(2)

Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penggunaan tanah

yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.

Pasal 4

(1)

Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memakai/memanfaatkan kekayaan daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).

(2)

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau

pemotong retribusi.

(4)

BAB III

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 5

Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah digolongkan sebagai retribusi jasa usaha.

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 6

(1)

Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa

dengan tarif retribusi.

(2)

Tingkat Penggunaan jasa pelayanan pemakaian kekayaan daerah diukur berdasarkan jenis, luas,

lokasi, pemakaian alat dan waktu.

BAB V

PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI

Pasal 7

(1)

Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk

memperoleh keuntungan yang layak.

(2)

Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh dan

berorientasi pada harga pasar.

BAB VI

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 8

Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :

A.

Pemakaian tanah untuk pemasangan papan reklame setiap bulan :

1.

Reklame papan atau billboard sebesar

Rp. 5.000,00/m

2

2.

Reklame kain atau spanduk sebesar

Rp. 3.000,00/m

2

B.

Pemakaian tanah untuk rumah, warung/toko/usaha

1.

Rumah sebesar

Rp. 500,00/m

2

setiap tahun

2.

Untuk toko, warung atau usaha sebesar

Rp. 2.500,00/m

2

setiap tahun

3.

Jemuran sebesar

Rp. 150,00/m

2

setiap hari

C.

Pemakaian tanah untuk pertanian/stren setiap tahun

1.

Dengan masa tanam 1 (satu) kali sebesar

Rp. 100,00/m

2

2.

Dengan masa tanam 2 (dua) kali sebesar

Rp. 125,00/m

2

3.

Untuk budidaya ikan sebesar

Rp. 250,00/m

2

D.

Pemakaian tanah eks bengkok kelurahan setiap tahun

1.

Tanah tegalan kelas I sebesar

Rp. 1.500.000,00/ha

2.

Tanah tegalan kelas II sebesar

Rp. 1.000.000,00/ha

3.

Tanah sawah kelas I sebesar

Rp. 2.500.000,00/ha

4.

Tanah sawah kelas II sebesar

Rp. 2.000.000,00/ha

5.

Tanah sawah kelas III sebesar

Rp. 1.500.000,00/ha

6.

Tanah tambak kelas I sebesar

Rp. 6.000.000,00/ha

7.

Tanah tambak kelas II sebesar

Rp. 5.000.000,00/ha

E.

Pemakaian rumah dinas setiap bulan

1.

Di Ibukota Kabupaten sebesar

Rp. 300,00/m

2

2.

Di Ibukota Kecamatan sebesar

Rp. 200,00/m

2

3.

Di Perdesaan sebesar

Rp. 75,00/m

2

F.

Pemakaian wals dan alat berat lainnya

1.

Mesin gilas jalan per hari (pemakaian antara pukul 07.00-15.00)

a.

Pemakaian antara pukul 07.00-15.00 WIB

1)

Stamper S4 sebesar

Rp. 25.000,00

2)

Stamper S3 sebesar

Rp. 30.000,00

3)

Walls < 0,5 ton sebesar Rp. 30.000,00

(5)

4)

Walls 0,6 s/d 2 ton sebesar

Rp. 40.000,00

5)

Walls > 2 s/d 6 ton sebesar

Rp. 60.000,00

6)

Walls > 6 s/d 8 ton sebesar

Rp. 75.000,00

7)

Walls > 8 s/d 10 ton sebesar Rp. 90.000,00

8)

Walls > 10 ton sebesar Rp. 125.000,00

b.

Pemakaian di luar pukul 07.00 – 15.00 WIB ditambah biaya sebesar 1/5 dari tarif retribusi

untuk setiap jam

2.

Mesin jenis lain per jam

a.

Wheel roller bitelli TS 10 Th. 1984 sebesar

Rp. 90.000,00

b.

Roller Sakai TS 150 Th. 80 sebesar

Rp. 75.000,00

c.

Front End Loader Backhlie Clark Th. 1980 sebesar Rp. 50.000,00

d.

Three Whell Roller 1980 sebesar

Rp. 30.000,00

e.

Roller Pad Food Drum Bitelli’80 sebesar

Rp. 75.000,00

f.

Stone Crusher Bukaka 10 THT Th. 1980 sebesar

Rp. 50.000,00

g.

Stone Crusher 5 THT Th. 80 sebesar

Rp. 50.000,00

h.

Dump Truck 1980 sebesar

Rp. 60.000,00

i.

Aspal Sprayer 1984-K sebesar

Rp. 30.000,00

j.

Aspal Sprayer 1984-B sebesar

Rp. 40.000,00

k.

Vibrator Mixer 1980 sebesar

Rp. 30.000,00

l.

Vibrating Roller sebesar

Rp. 25.000,00

m.

Vibrator Plate sebesar

Rp. 25.000,00

n.

Vibrator Remmer sebesar

Rp. 25.000,00

o.

Water Pump @ 4 dim sebesar

Rp. 30.000,00

p.

Beton Moelen 0,25 m3 sebesar

Rp. 50.000,00

q.

Air Compresor Copo sebesar

Rp. 40.000,00

r.

Genset 3 KVA sebesar

Rp. 35.000,00

s.

Theodolite (Whill) sebesar

Rp. 15.000,00

3.

Hydroulic Excavator sebesar Rp. 130.000/jam

BAB VII

WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 9

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.

BAB VIII

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 10

Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu

pemakaian/pemanfaatan atas jasa pemakaian kekayaan daerah atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah.

Pasal 11

Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD.

BAB IX

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 12

(1)

Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD.

(2)

Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,

dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi

yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

(3)

Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan surat teguran.

(4)

Tata Cara Pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

(6)

BAB X

TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 13

(1)

Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.

(2)

Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau

dokumen lain dipersamakan.

(3)

Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BAB XI

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 14

(1)

Pelaksanaan Penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran

dengan mengeluarkan surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.

(2)

Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/peringatan/surat lain yang sejenis,

wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.

(3)

Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retribusi terutang belum dilunasi

maka diterbitkan STRD.

(4)

Surat teguran dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh

Pejabat yang ditunjuk.

BAB XII

KEBERATAN

Pasal 15

(1)

Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang

ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2)

Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan yang

jelas.

(3)

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD

diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat

dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.

(4)

Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah suatu keadaan yang

terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.

(5)

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan

retribusi.

Pasal 16

(1)

Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan

diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat

Keputusan Keberatan.

(2)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi

wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah.

(3)

Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,

menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.

(4)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak

memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

Pasal 17

(1)

Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi

dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama

12 (dua belas) bulan.

(2)

Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai

dengan diterbitkannya SKRDLB.

(7)

BAB XIII

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 18

(1)

Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian

kepada Kepala Daerah.

(2)

Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan

pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus

memberikan keputusan.

(3)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah

tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap

dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

(4)

Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu

utang retribusi tersebut.

(5)

Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan

dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.

(6)

Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi, dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua)

bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas

keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

(7)

Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

BAB XIV

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 19

(1)

Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.

(2)

Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.

(3)

Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BAB XV

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 20

(1)

Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga)

tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak

pidana dibidang retribusi.

(2)

Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh jika :

a.

diterbitkan Surat Teguran ; atau

b.

ada pengakuan utang dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

(3)

Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa

penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.

(4)

Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah

Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum

melunasinya kepada Pemerintah Daerah.

(5)

Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b

dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan

permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

Pasal 21

(1)

Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah

kedaluwarsa dapat dihapuskan.

(2)

Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(8)

(3)

Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala

Daerah.

BAB XVI

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 22

(1)

Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja

tertentu.

(2)

Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah.

(3)

Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Kepala Daerah.

BAB XVII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 23

(1)

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus

sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang pelanggaran Peraturan

Daerah.

(2)

Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a.

menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan

tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap

dan jelas ;

b.

meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang

kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana retribusi daerah ;

c.

meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak

pidana dibidang retribusi daerah ;

d.

memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak

pidana dibidang retribusi daerah ;

e.

melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan

dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;

f.

meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana

dibidang retribusi daerah ;

g.

menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat

pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang

dibawa sebagai mana dimaksud pada huruf e ;

h.

memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana retribusi daerah;

i.

memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j.

menghentikan penyidikan ; dan/atau

k.

melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi

daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(3)

Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan

menyampaikan hasil panyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara

Pidana.

BAB XVIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 24

(1)

Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibanya sehingga merugikan keuangan daerah

diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak tiga kali jumlah

retribusi terutang yang tidak atau kurang bayar.

(2)

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3)

Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara.

(9)

BAB XIX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya

akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 26

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka :

a.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 1999 Nomor 18/B);

b.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 52 Tahun 2000 tentang Perubahan Peraturan

Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah

(Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2000 Nomor 8/B);

c.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 09 Tahun 2002 tentang Perubahan Kedua Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2002 Nomor 2/C);

d.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 12 Tahun 2004 tentang Perubahan Ketiga Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2004 Nomor 11/C); dan

e.

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 09 Tahun 2009 tentang Perubahan Keempat Atas

Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian

Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2009 Nomor 04),

Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 27

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan.

Ditetapkan di Lamongan

pada tanggal 21 Desember 2010

BUPATI LAMONGAN,

ttd,

FADELI

Diundangkan di Lamongan

pada tanggal 21 Desember 2010

Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN

LAMONGAN

ttd,

NURROSO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2010 NOMOR 18

Disalin sesuai dengan aslinya

Kepala Bagian Hukum,

ttd,

(10)

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH LAMONGAN

NOMOR 18 TAHUN 2010

TENTANG

RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH

I.

UMUM

Bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting

guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Selanjutnya guna peningkatan Pendapatan

Asli Daerah di Kabupaten Lamongan, maka Pemerintah Daerah perlu memungut retribusi

khususnya terhadap penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan dan kendaraan

bermotor dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah Kabupaten

Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 09 Tahun 2009 yang

penyusunannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah perlu untuk disesuaikan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup Jelas.

Pasal 4

Cukup Jelas.

Pasal 5

Cukup Jelas.

Pasal 6

Cukup Jelas.

Pasal 7

Cukup Jelas.

Pasal 8

huruf A

Cukup Jelas

huruf B

Cukup Jelas

huruf C

Cukup Jelas

huruf D

Cukup Jelas

huruf E

Rumah dinas yang disewakan adalah rumah dinas yang tidak merupakan rumah

jabatan.

huruf F

angka 1

(11)

angka 2

Untuk pemakaian minimal 8 (delapan) jam.

Pasal 9

Cukup Jelas.

Pasal 10

Cukup Jelas.

Pasal 11

Cukup Jelas.

Pasal 12

Cukup Jelas.

Pasal 13

Cukup Jelas.

Pasal 14

Cukup Jelas.

Pasal 15

Cukup Jelas.

Pasal 16

Cukup Jelas.

Pasal 17

Cukup Jelas.

Pasal 18

Cukup Jelas.

Pasal 19

Cukup Jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup Jelas.

Pasal 22

Cukup Jelas.

Pasal 23

Cukup Jelas.

Pasal 24

Cukup Jelas.

Pasal 25

Cukup Jelas.

Pasal 26

Cukup Jelas.

Pasal 27

Cukup Jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi dapat disimpulkan bahwa Executive Information System (EIS) adalah sebuah sistem berbasis komputer yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mendukung informasi

Sugiyono et al (200) meneliti nasi jagung instant, Raharjo et al (2003) meneliti tiwul instant, Tawali et al (2007) meneliti jagung sosoh pratanak (JSP) dan Koswara (2003)

itu peneliti memanfaatkan situasi dan karakteristik peserta didik saat ini yang lebih menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan peramban internet dan bacaan

Asumsi sederhana yang dijadi- kan pijakan membangun gagasan dalam tulisan ini adalah prospek demokrasi seiring dengan di- berlakukannya otonomi daerah yang sangat ditentukan

Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka

Untuk lebih sistematik, maka kami akan merumuskan masalah pokok yang akan di bahas, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut “ Bagaimana kinerja keuangan Koperasi

Kondisi optimum penyisihan organik membran ultrafiltrasi untuk air gambut dengan treatment awal karbon aktif adalah pada tekanan 3 bar dan pH ambient hasil

Pegawai administrasi Universitas “X” yang sudah menjalankan pekerjaan serta peraturan dengan sesuai bahkan bekerja melebihi waktu yang telah ditentukan mengharapkan