PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN
NOMOR 18 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI LAMONGAN,
Menimbang
: a. bahwa retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah
yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah;
b.
bahwa dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Peraturan Daerah
Kabupaten Lamongan Nomor 21 Tahun 1998 tentang Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 09 Tahun 2009 yang penyusunannya
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah perlu untuk disesuaikan ;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf
b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Retribusi Pemakaian
Kekayaan Daerah.
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten di lingkungan Propinsi Jawa Timur (diumumkan dalam
Berita Negara pada tanggal 8 Agustus 1950) ;
2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;
3.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ;
5.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5038) ;
6.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049) ;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ;
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005. Nomor 165, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006,
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855) ;
11.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian
dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161) ;
12.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 ;
13.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah ;
14.
Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 1987 tentang
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Lamongan
Tahun 1988 Nomor 1/C) ;
15.
Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Lamongan (Lembaran
Daerah Kabupaten Lamongan Tahun 2008 Nomor 04).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN LAMONGAN
dan
BUPATI LAMONGAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN
DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.
Daerah adalah Kabupaten Lamongan.
2.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah.
3.
Kepala Daerah adalah Bupati Lamongan.
4.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah ;
5.
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas penyewaan tanah dan bangunan, laboratorium, ruangan dan kendaraan
bermotor dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.
6.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah sesuai Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
7.
Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang,
fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.
8.
Jasa Usaha adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip
komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
9.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang
menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang.
10.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDKB adalah Surat
Keputusan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi,
jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang
masih harus dibayar.
11.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKDLB, adalah surat
keterangan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit
lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
12.
Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah Surat untuk melakukan
tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
13.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi daerah.
14.
Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
15.
Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun,
keperasi atau organisasi yang sejenis, Lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk
badan usaha lainnya.
16.
Kekayaan daerah adalah aset yang dimiliki Pemerintah Daerah baik yang melalui bantuan maupun
yang dibeli melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lamongan dan/atau yang
diserahkan bersamaan dengan penyerahan urusan Pemerintahan Daerah.
17.
Instansi pengelola adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara langsung mengelola tanah
dan/atau bangunan, rumah dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI
Pasal 2
Dengan nama Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah dipungut retribusi sebagai pembayaran atas
pemakaian/pemanfaatan kekayaan daerah.
Pasal 3
(1)
Obyek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah adalah pemakaian kekayaan daerah yang meliputi
tanah dan/atau bangunan, rumah dinas dan alat-alat berat milik Pemerintah Daerah.
(2)
Dikecualikan dari obyek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penggunaan tanah
yang tidak mengubah fungsi dari tanah tersebut.
Pasal 4
(1)
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memakai/memanfaatkan kekayaan daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2)
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong retribusi.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 5
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah digolongkan sebagai retribusi jasa usaha.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 6
(1)
Besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan perkalian antara tingkat penggunaan jasa
dengan tarif retribusi.
(2)
Tingkat Penggunaan jasa pelayanan pemakaian kekayaan daerah diukur berdasarkan jenis, luas,
lokasi, pemakaian alat dan waktu.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN PENETAPAN TARIF RETRIBUSI
Pasal 7
(1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang layak.
(2)
Keuntungan yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keuntungan yang diperoleh dan
berorientasi pada harga pasar.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 8
Struktur dan besarnya tarif retribusi ditetapkan sebagai berikut :
A.
Pemakaian tanah untuk pemasangan papan reklame setiap bulan :
1.
Reklame papan atau billboard sebesar
Rp. 5.000,00/m
22.
Reklame kain atau spanduk sebesar
Rp. 3.000,00/m
2B.
Pemakaian tanah untuk rumah, warung/toko/usaha
1.
Rumah sebesar
Rp. 500,00/m
2setiap tahun
2.
Untuk toko, warung atau usaha sebesar
Rp. 2.500,00/m
2setiap tahun
3.
Jemuran sebesar
Rp. 150,00/m
2setiap hari
C.
Pemakaian tanah untuk pertanian/stren setiap tahun
1.
Dengan masa tanam 1 (satu) kali sebesar
Rp. 100,00/m
22.
Dengan masa tanam 2 (dua) kali sebesar
Rp. 125,00/m
23.
Untuk budidaya ikan sebesar
Rp. 250,00/m
2D.
Pemakaian tanah eks bengkok kelurahan setiap tahun
1.
Tanah tegalan kelas I sebesar
Rp. 1.500.000,00/ha
2.
Tanah tegalan kelas II sebesar
Rp. 1.000.000,00/ha
3.
Tanah sawah kelas I sebesar
Rp. 2.500.000,00/ha
4.
Tanah sawah kelas II sebesar
Rp. 2.000.000,00/ha
5.
Tanah sawah kelas III sebesar
Rp. 1.500.000,00/ha
6.
Tanah tambak kelas I sebesar
Rp. 6.000.000,00/ha
7.
Tanah tambak kelas II sebesar
Rp. 5.000.000,00/ha
E.
Pemakaian rumah dinas setiap bulan
1.
Di Ibukota Kabupaten sebesar
Rp. 300,00/m
22.
Di Ibukota Kecamatan sebesar
Rp. 200,00/m
23.
Di Perdesaan sebesar
Rp. 75,00/m
2F.
Pemakaian wals dan alat berat lainnya
1.
Mesin gilas jalan per hari (pemakaian antara pukul 07.00-15.00)
a.
Pemakaian antara pukul 07.00-15.00 WIB
1)
Stamper S4 sebesar
Rp. 25.000,00
2)
Stamper S3 sebesar
Rp. 30.000,00
3)
Walls < 0,5 ton sebesar Rp. 30.000,00
4)
Walls 0,6 s/d 2 ton sebesar
Rp. 40.000,00
5)
Walls > 2 s/d 6 ton sebesar
Rp. 60.000,00
6)
Walls > 6 s/d 8 ton sebesar
Rp. 75.000,00
7)
Walls > 8 s/d 10 ton sebesar Rp. 90.000,00
8)
Walls > 10 ton sebesar Rp. 125.000,00
b.
Pemakaian di luar pukul 07.00 – 15.00 WIB ditambah biaya sebesar 1/5 dari tarif retribusi
untuk setiap jam
2.
Mesin jenis lain per jam
a.
Wheel roller bitelli TS 10 Th. 1984 sebesar
Rp. 90.000,00
b.
Roller Sakai TS 150 Th. 80 sebesar
Rp. 75.000,00
c.
Front End Loader Backhlie Clark Th. 1980 sebesar Rp. 50.000,00
d.
Three Whell Roller 1980 sebesar
Rp. 30.000,00
e.
Roller Pad Food Drum Bitelli’80 sebesar
Rp. 75.000,00
f.
Stone Crusher Bukaka 10 THT Th. 1980 sebesar
Rp. 50.000,00
g.
Stone Crusher 5 THT Th. 80 sebesar
Rp. 50.000,00
h.
Dump Truck 1980 sebesar
Rp. 60.000,00
i.
Aspal Sprayer 1984-K sebesar
Rp. 30.000,00
j.
Aspal Sprayer 1984-B sebesar
Rp. 40.000,00
k.
Vibrator Mixer 1980 sebesar
Rp. 30.000,00
l.
Vibrating Roller sebesar
Rp. 25.000,00
m.
Vibrator Plate sebesar
Rp. 25.000,00
n.
Vibrator Remmer sebesar
Rp. 25.000,00
o.
Water Pump @ 4 dim sebesar
Rp. 30.000,00
p.
Beton Moelen 0,25 m3 sebesar
Rp. 50.000,00
q.
Air Compresor Copo sebesar
Rp. 40.000,00
r.
Genset 3 KVA sebesar
Rp. 35.000,00
s.
Theodolite (Whill) sebesar
Rp. 15.000,00
3.
Hydroulic Excavator sebesar Rp. 130.000/jam
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 9
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah.
BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 10
Masa retribusi terutang adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan jangka waktu
pemakaian/pemanfaatan atas jasa pemakaian kekayaan daerah atau ditetapkan lain oleh Kepala Daerah.
Pasal 11
Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD.
BAB IX
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 12
(1)
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD.
(2)
Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari retribusi
yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
(3)
Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didahului dengan surat teguran.
(4)
Tata Cara Pemungutan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB X
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1)
Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi sekaligus.
(2)
Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkan SKRD atau
dokumen lain dipersamakan.
(3)
Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
BAB XI
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 14
(1)
Pelaksanaan Penagihan retribusi dikeluarkan setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran
dengan mengeluarkan surat teguran sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan.
(2)
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran/peringatan/surat lain yang sejenis,
wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang.
(3)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retribusi terutang belum dilunasi
maka diterbitkan STRD.
(4)
Surat teguran dan STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan oleh
Pejabat yang ditunjuk.
BAB XII
KEBERATAN
Pasal 15
(1)
Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau pejabat yang
ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia dengan disertai alasan-alasan yang
jelas.
(3)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD
diterbitkan, kecuali jika wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4)
Keadaan diluar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah suatu keadaan yang
terjadi diluar kehendak atau kekuasaan wajib retribusi.
(5)
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan
retribusi.
Pasal 16
(1)
Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan
diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi
wajib retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Kepala Daerah.
(3)
Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(4)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak
memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 17
(1)
Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran retribusi
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama
12 (dua belas) bulan.
(2)
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai
dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 18
(1)
Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian
kepada Kepala Daerah.
(2)
Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memberikan keputusan.
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Kepala Daerah
tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap
dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4)
Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu
utang retribusi tersebut.
(5)
Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB.
(6)
Jika pengembalian kelebihan pembayaran retribusi, dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua)
bulan Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.
(7)
Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XIV
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 19
(1)
Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi.
(2)
Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi.
(3)
Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
BAB XV
KEDALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 20
(1)
Hak untuk melakukan penagihan retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui waktu 3 (tiga)
tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak
pidana dibidang retribusi.
(2)
Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh jika :
a.
diterbitkan Surat Teguran ; atau
b.
ada pengakuan utang dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
(3)
Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa
penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4)
Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah
Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum
melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5)
Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan
permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 21
(1)
Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah
kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2)
Kepala Daerah menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
BAB XVI
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 22
(1)
Instansi yang melaksanakan pemungutan retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu.
(2)
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah.
(3)