• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI PAKAN ALAMI YANG DISUPLEMENTASI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKA RAHMAWATY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN GURAME YANG DIBERI PAKAN ALAMI YANG DISUPLEMENTASI HORMON PERTUMBUHAN REKOMBINAN IKA RAHMAWATY"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

IKAN GURAME YANG DIBERI PAKAN ALAMI YANG

DISUPLEMENTASI HORMON PERTUMBUHAN

REKOMBINAN

IKA RAHMAWATY

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

IKA RAHMAWATY. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan

Gurame yang Diberi Pakan Alami Disuplementasi Protein Rekombinan Hormon Perumbuhan. Dibimbing oleh Dr. Alimuddin dan Dr. Agus Oman Sudrajat.

Penelitian dilakukan untuk menguji efektivitas pemberian nauplii Artemia dan cacing sutera yang disuplementasi dengan hormon pertumbuhan rekombinan (rHP) untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan gurame. Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan dengan 2 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu (A) Artemia diperkaya dengan rHP dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP, (B) Artemia diperkaya rHP dan cacing sutera diperkaya rHP (tanpa lisis), (C) Artemia diperkaya rHP dan cacing sutera diperkaya rHP hasil lisis, dan (D) tanpa pemberian rHP sebagai kontrol. Larva ikan gurame yang digunakan berumur 2 hari setelah kuning telur habis dan sebanyak 50 ekor per ulangan per perlakuan. Nauplii Artemia sebanyak 202 mg direndam ke dalam 200 ml larutan rHP selama 30 menit. Setelah itu, nauplii Artemia dibagi rata ke setiap akuarium pemeliharaan. Pemberian nauplii

Artemia diberikan 1 kali sehari selama 1 minggu. Sebanyak 2 gram cacing sutera dicampur dengan rHP, dan didiamkan selama 15 menit. Pemberian cacing sutera dilakukan 1 kali sehari selama 2 minggu. Ikan dipelihara selama 8 minggu dan diberi pakan berupa naupli Artemia dan cacing sutera secara ad libithum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan spesifik antara perlakuan dan kontrol adalah tidak berbeda secara statistik (P>0,05). Biomassa benih ikan gurame adalah relatif lebih tinggi pada perlakuan A (192,31 g) dibandingkan dengan perlakuan lainnya (172,88 dan 173,95 g) dan kontrol (170,50 g). Kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi perlakuan A (99%) dan kontrol (100%) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan C (91%) dan B (89%). Dengan demikian Artemia bisa menjadi pembawa rHP dalam rangka peningkatan pertumbuhan benih ikan gurame.

Kata kunci: Artemia, cacing sutera, rekombinan hormon pertumbuhan,

(3)

ABSTRACT

IKA RAHMAWATY. Growth and Survival of Giant Gourami Fry Fed on Recombinant Growth Hormone-Supplemented Live Food. Supervised by Dr. Alimuddin and Dr. Agus Sudrajat Oman.

The study was conducted to determine the effectiveness of feeding Artemia

nauplii and silk worm supplemented with recombinant growth hormone (rHP) on giant gourami fry to increase its growth. This study consisted of four treatments with two replications. The treatments were (A) Artemia enriched with rHP and silk worm without rHP supplementation, (B) Artemia enriched with rHP and silk worms with not lisated bacteria producing rHP, (C) Artemia enriched with rHP and silk worm with lisated bacteria producing rHP, and ( D) control without rHP enrichment. Giant gourami larvae used was two-day-old after yolk egg absorbed and in amount of 50 fish for each replication. Artemia nauplii of 202 mg wet weight were immersed into 200 ml of rHP solution for 30 minutes, and then it divided equally into each aquarium. Feeding fish on rHP-enriched Artemia

nauplii was once a day for one week of rearing. Two gram of silk worms were mixed with rHP and allowed for 15 minutes. Feeding fish on rHP-enriched silk was once a day for 2 weeks of rearing. Fish were raised for 8 weeks and fed on live food ad libithum. The results showed that absolute and specific growth rate of treatments and control was similar (P>0.05). Fish biomass in Treatment A (192.31 g) was relatively higher compared to other treatments (172.88 and 173.95 g) and control (170.50 g). Survival rate of fish in treatment A (99%) and control (100%) was higher (P<0.05) compared to treatment C (91%) and B (89%). Thus,

Artemia nauplii could be used to deliver rHP in order to increase growth of giant gourami fry.

Keywords: artemia, silk worms, recombinant, growth hormone, Oshpronemus goramy

(4)

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

IKAN GURAME YANG DIBERI PAKAN ALAMI YANG

DISUPLEMENTASI HORMON PERTUMBUHAN

REKOMBINAN

IKA RAHMAWATY

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH

IKAN GURAME YANG DIBERI PAKAN ALAMI YANG

DISUPLEMENTASI HORMON PERTUMBUHAN

REKOMBINAN

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

IKA RAHMAWATY C14070020

(6)

SKRIPSI

Judul : Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame yang Diberi Pakan Alami yang Disuplementasi Hormon Pertumbuhan Rekombinan

Nama : Ika Rahmawaty Nrp : C14070020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alimuddin Dr. Agus Oman Sudrajat NIP. 19700103 199512 1001 NIP. 19640813 199103 1001

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman NIP. 19591222 198601 1001

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penelitian dengan judul “Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame yang

Diberi Pakan Alami yang Disuplementasi Hormon Pertumbuhan

Rekombinan” telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai Mei 2011, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Institut Pertanian Bogor.

Beragam kata tak mudah diutarakan, hanyalah ungkapan kebahagiaan dan terimakasih yang tulus kepada:

1. Dr. Alimuddin, selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademik 2. Dr. Agus Oman Sudrajat, selaku Pembimbing II

3. Dr. Mia Setiawati, selaku Dosen Penguji pada pelaksanaan Ujian Akhir 4. Anna Octavera, SPi. yang telah banyak membantu dalam penelitian dan

penyusunan serta penulisan skripsi ini

5. Ir. Zainal Abidin Gani dan Ir. Nurbaety, selaku orang tua yang selalu memberikan dukungan moriil yang tidak ternilai, serta kak Zia, kak Intan, dan adikku Inda yang selalu memberikan dukungan

6. Ibu Irmawati, Muhammad Fuadi, SPi, Handika Gilang Putra SPi , Jasmadi SPi, Darmawan Setia Budi SPi, yang telah memberikan motivasi, informasi, bimbingan serta ilmu yang telah diberikan

7. Pustika, Damayanti, Githa Ryan Septiani, Dwi Febrianti, Gya Marta Novia, Firawaty Sylvia Syam, Flora S, dan teman-teman Laboratorium Reproduksi dan Genetik Organisme Akuatik, serta sahabat BDP 44 (2007) atas dukungan dan persahabatan selama ini, serta semua pihak yang telah memberikan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga semua yang telah disusun dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak dan berguna bagi kesejahteraan masyarakat.

Bogor, September 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Luwuk pada tanggal 17 April1 1989. Mengawali pendidikan di SD Negeri 4 Luwuk pada tahun 1995 dan menyelesaikannya pada tahun 2000. Melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Luwuk(2001-2004) dan SMA Negeri 1 Luwuk (2004-2007).

Tahun 2007 diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, aktif sebagai pengurus dan anggota Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) periode 2009-2010. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Dasar-Dasar Genetika Ikan periode 2011.

Penulis juga aktif di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Penulis pernah melaksanakan magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung dengan komoditas “Kuda Laut Hippocampus sp. “ Praktik kerja lapang dengan judul “Pembenihan Abalon Haliotis squamata di Balai

Budidaya Laut Lombok-Nusa Tenggara Barat”. Tugas akhir dalam pendidikan

tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan

Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame yang Diberi Pakan Alami yang

(9)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Hormon Pertumbuhan ... 3

2.2. Efek rHP Pada Pertumbuhan Ikan ... 4

2.3. Metode Pemberian rHP ... 4

III. BAHAN DAN METODE ... 6

3.1. Metode Penelitian ... 6

3.1.1. Rancangan Perlakuan ... 6

3.1.2. Produksi Protein rHP... 6

3.1.3. Inaktivasi Bakteri ... 7

3.1.4. Lisis Dinding Sel Bakteri ... 7

3.1.5. Pengkayaan Artemia dengan Bakteri rHP ... 7

3.1.6. Pengkayaan Cacing dengan rHP ... 8

3.2.Parameter yang Diamati ... 8

3.2.1. Pertumbuhan Harian ... 8

3.2.2. Laju Pertumbuhan Spesifik ... 9

3.2.3. Tingkat Kelangsungan Hidup ... 9

3.3. Analisis Statistik ... 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Benih Ikan Gurame...10

4.1.2. Kelangsungan Hidup ... 10

4.2. Pembahasan ... 11

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 14

5.1. Kesimpulan ... 14

5.2. Saran ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Perbandingan Ukuran Tubuh Benih Ikan Gurame ... 18

2. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan Tingkat

Kelangsungan Hidup ... 19

3. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan Growth rate ... 20 4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan Spesific

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan gurame, Osphronemus goramy merupakan salah satu komoditas unggulan budidaya ikan air tawar dan menjadi target peningkatan produksi perikanan budidaya oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2010- 2014. Produksi ikan gurame ditargetkan meningkat hingga 27% pada tahun 2014, atau sebesar 48.900 ton, yang sebelumnya hanya 46.452 ton di tahun 2009 (KKP, 2010). Kendala pengembangan budidaya ikan gurame dan pencapaian target produksi tersebut adalah pertumbuhan ikan gurame lambat. Laju pertumbuhan merupakan faktor yang dapat menentukan keberhasilan usaha, karena pertumbuhan yang lambat menyebabkan biaya produksi yang cukup tinggi, ditambah dengan resiko selama waktu pemeliharaan yang lama sehingga hasil produksi yang didapatkan bisa lebih sedikit.

Perkembangan bioteknologi seperti seleksi, transgenesis, dan aplikasi rekombinan hormon pertumbuhan (rHP), memberi banyak peluang untuk memanipulasi pertumbuhan ikan. Dengan waktu untuk mencapai tingkat kematangan gonad yang relatif lama pada ikan gurame (sekitar 3 tahun), sehingga metode seleksi dan transgenesis membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan pertumbuhan yang signifikan. Metode seleksi pada ikan gurame membutuhkan waktu 2-3 tahun setiap generasinya dan hanya mengalami perbaikan rata-rata 10 % per generasi. Oleh karena itu, alternatif metode yang bisa diaplikasikan dengan cepat untuk memacu pertumbuhan ikan gurame adalah melalui pemberian hormon pertumbuhan (growth hormone).

Hormon pertumbuhan merupakan polipeptida rantai tunggal dengan ukuran sekitar 22 kDa. Secara alami, hormon pertumbuhan dihasilkan di kelenjar pituitari dengan fungsi pleiotropik pada setiap hewan vertebrata (Rousseau & Dufour, 2007 dalam Acosta et al., 2009). Hormon pertumbuhan berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, imunitas, dan mengatur osmoregulasi dan metabolisme pada ikan teleostei. Studi sebelumnya menunjukkan pengaruh rHP dalam merangsang pertumbuhan ikan melalui beberapa metode pemberian, antara lain penyuntikan/ injeksi, pemberian langsung secara oral melalui pakan, dan perendaman (Acosta et al., 2009). Menurut Funkenstein et al. (2005) pemberian

(12)

2 rHP sebesar 0,5 µg/g bobot ikan sebanyak 1 kali per minggu selama 4 minggu pada ikan beronang meningkatkan bobot tubuh sebesar 20% dibandingkan kontrol. Pemberian rHP melalui injeksi dari ikan mas sebesar 0,1 µg/g bobot tubuh pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al., 2003). Metode pemberian langsung melalui pakan dan perendaman merupakan metode yang secara teknis lebih mudah diaplikasikan, Pemberian rHP melalui pakan alami memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pakan buatan seperti ukurannya yang sesuai dengan bukaan mulut larva, gerakan pakan alami menarik larva untuk memangsanya, dan memiliki nilai nutrisi yang cukup tinggi (Effendi, 2004). Pada penelitian ini rHP diberikan ke larva ikan gurame melalui nauplii Artemia dan cacing sutera.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan untuk menguji efektivitas dari rHP yang diberikan ke larva ikan gurame melalui nauplii Artemia dan cacing sutera untuk memperoleh metode efektif untuk meningkatkan pertumbuhan benih ikan gurame.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone (GH))

Hormon pertumbuhan (growth Hormone/GH) merupakan komposisi dari rantai polipeptida rantai tunggal dengan ukuran sekitar 22 kDa yang dihasilkan di kelenjar pituitari dengan fungsi pleitropik pada setiap hewan vertebrata (Rousseau & Dufour, 2007 dalam Acosta et al., 2009), sehingga GH dapat berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, sistem imun, dan mengatur tekanan osmosis pada ikan teleostei, serta mengatur metabolisme. Hormon pertumbuhan digunakan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ikan. Hormon pertumbuhan adalah suatu polipeptida yang penting dan diperlukan agar pertumbuhan normal (Forsyth, 2002). Selain itu, efek dari hormon pertumbuhan pada pertumbuhan somatik pada hewan vertebtara memiliki peranan dalam sistem reproduksi, metabolisme (Gomez et al., 1999), osmoregulasi pada ikan euryhaline (Mancera et al., 2002), jika hormon pertumbuhan dalam tubuh ikan berkurang maka akan menghambat pertumbuhan, dan akan menghambat pematangan seksual.

Hormon pertumbuhan memacu pertumbuhan ikan dengan merangsang selera makan ikan dan memperbaiki konversi pakan (Donalson et al., 1979). Tetapi perubahan pada kedua parameter tersebut setelah perlakuan pemberian HP menunjukkan adanya aktivitas HP pada proses metabolisme. Namun, ketersediannya HP sangat sedikit dan terbatas, sehingga untuk mengatasi hal tersebut, digunakan rekombinan HP (rHP), karena rHP menunjukkan fungsi yang sama dengan HP endogenus yang terdapat dalam tubuh ikan. rHP dalam meningkatkan pertumbuhan telah dilaporkan pada beberapa jenis ikan seperti ikan

rainbow trout (Onchorhynchus mykiss) dengan menggunakan rHP ikan salmon (Moriyama et al., 1993), ikan flounder (Paralichtys olivaceus) dengan menggunakan rHP juga dari ikan flounder (Jeh et al., 2008), ikan mas dengan menggunakan rHP ikan giant catfish (Pangasianodon gigas) (Promdonkoy et al.,

2004), rHP dari ikan kerapu (Epinephelus lanceolatus), ikan gurame (Osphronemus gouramy) dan ikan mas (Cyprinus carpio) (Lesmana, 2010).

(14)

4 2.2 Efek rHP pada Pertumbuhan Ikan

Pemberian rHP dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan melalui peningkatan sistem kekebalan terhadap penyakit dan stres (McCormick, 2001). Hal ini sesuai pendapat Acosta et al. (2009) bahwa pemberian rHP pada larva dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan meningkatkan daya tahan terhadap stress dan infeksi penyakit. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Sakai et al. (1997) bahwa pemberian nHP dan rHP pada ikan rainbow trout juga efektif meningkatkan resistensi terhadap Vibrio anguillarum (Sakai et al., 1997). Selain itu, penggunaan protein rHP ikan dalam meningkatkan produktivitas atau pertumbuhan ikan budidaya merupakan prosedur yang aman (Willard, 2006), sehingga organisme hasil perlakuan rekombinan hormon pertumbuhan bukan merupakan organisme GMO (genetically modified organims) (Acosta et al., 2007).

Penggunaan rHP untuk memacu pertumbuhan sudah banyak dilakukan pada ikan sub tropis seperti ikan salmon, rainbow trout, dan seabream. Penerapan rHP pada ikan rainbow trout dapat meningkatkan pertumbuhan 50% lebih tinggi dibandingkan dengan ikan kontrol (Sekine et al., 1985). Pengujian rHP pada beberapa jenis ikan tropis juga telah dilakukan seperti pemberian rHP ikan mas sebesar 0,1 µg/g pada benih ikan nila dapat meningkatkan bobot tubuh sebesar 53,1% dibandingkan dengan kontrol (Li et al., 2003). Peningkatan pertumbuhan 20% pada ikan baronang dengan pemberian rHP sebanyak 0,5 µg/g selama 1 kali per minggu hingga 4 minggu. Pemberian rHP pada ikan nila melalui teknik penyuntikan atau injeksi dapat meningkatkan bobot hingga 20,94% dengan rHP ikan kerapu kertang, 18,09% dengan rHP ikan mas, dan 16,99% dengan rHP ikan gurame (Alimuddin et al., 2010), sedangkan pemberian rHP pada ikan gurame melalui teknik perendaman dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 75% (Putra, 2011).

2.3 Metode Pemberian rHP

Manipulasi pertumbuhan ikan melalui teknologi rekombinan dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu penyuntikan atau injeksi (Funkenstein et al., 2005), perendaman (Acosta et al., 2007), dan pemberian melalui pakan (Xu et al., 2001). Pemberian melalui pakan yang dicampur rHP serta melalui perendaman

(15)

5 larva dalam media yang mengandung rHP secara teknis lebih praktis untuk diaplikasikan dibandingkan dengan metode injeksi. Pemberian rHP dengan metode injeksi kurang aplikatif bila jumlah ikan sangat banyak. Selain itu, memberikan respons yang lambat, hal ini diduga terjadi karena reseptor memerlukan faktor intermediet atau waktu untuk mengenali rHP yang diinjeksikan (Promdonkoy et al., 2004). Hal ini berbeda dengan penelitian Utomo (2010) bahwa penyuntikan rGH ikan mas pada ikan mas meningkatkan pertumbuhan sebesar 106,56% bila dibandingkan dengan ikan mas yang tidak diinjeksi. Pemberian rHP sebaiknya diberikan pada fase larva dibandingkan fase juvenil, karena pada fase larva memerlukan ketersediaan energi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, pemeliharaan membran sel-sel tubuh, aktivitas enzim pada sel, dan memanfatkan energi untuk tumbuh, serta ketahanan dalam melawan stres.

Pemberian rHP melalui pakan memiliki beberapa keuntungan antara lain: dapat mengurangi tingkat stres pada ikan, dapat dilakukan secara masal, ekonomis, serta penanganan lebih mudah dibandingkan dengan metode yang lain. Metode pemberian rHP melalui pakan atau secara oral, dilakukan oleh Moriyama

et al. (1993) pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) menggunakan rHP ikan salmon.

(16)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Metode Penelitian 3.1.1 Rancangan Perlakuan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari empat perlakuan dengan dua kali ulangan. Larva ikan gurame yang berumur 2 hari setelah habis kuning telur dan sudah memakan nauplii Artemia dipuasakan selama 1 hari sebelum diberi perlakuan, yaitu:

Kontrol : larva ikan gurame diberi nauplii Artemia dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP

Perlakuan A : larva ikan gurame diberi nauplii Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dilisis, dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP

Perlakuan B : larva ikan gurame diberi nauplii Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dilisis, dan cacing sutera diperkaya dengan bakteri mengandung rHP (tanpa dilisis)

Perlakuan C : larva ikan gurame diberi Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dan cacing sutera diperkaya dengan bakteri mengandung rHP hasil lisis.

Pemberian nauplii Artemia dilakukan selama 1 minggu pertama dilanjutkan dengan pemberian cacing sutera selama 2 minggu berikutnya. Setelah itu, benih ikan gurame diberi pakan berupa cacing sutera dan pellet komersil. Pemberian pakan dilakukan secara ad-libithum. Setiap ulangan perlakuan terdiri dari 50 ekor larva ikan gurame. Perlakuan rHP dihentikan pada minggu ke-4 dan ikan dipelihara hingga berumur 8 minggu. Bobot ikan ditimbang setiap seminggu sekali. Selama pemeliharaan dilakukan ganti air setiap hari sebanyak 50% dari volume air akuarium.

3.1.2 Produksi Protein rHP

Pada penelitian ini digunakan bakteri Escherichia coli BL21 (DE3) yang mengandung konstruksi pCold-I/CcHP yang dibuat oleh Lesmana (2010). Protein rekombinan yang dihasilkan adalah rHP ikan mas (CcHP). Klon bakteri E.coli

(17)

7 BL21 (DE3) mengandung pCold-I/CcGH dikultur awal dalam 3 ml media 2xYT cair yang mengandung ampisilin, dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 18 jam. Setelah itu, dilakukan subkultur dengan mengambil sebanyak 1% dari kultur awal dan dimasukkan ke dalam 100 ml media 2xYT cair baru dan diinkubasi lagi pada suhu 37oC selama 2 jam. Induksi produksi rHP dilakukan dengan memberikan kejutan suhu 15oC selama 30 menit, ditambahkan IPTG sebanyak 750 µl dan diinkubasi menggunakan shaker pada suhu 15oC selama 24 jam. Bakteri hasil kultur dikumpulkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 1 menit untuk mengendapkan sel. Pellet bakteri dicuci dengan buffer fosfat salin (BFS) sebanyak 1 kali dan selanjutnya disimpan di deep-freezer (-80oC).

3.1.3 Inaktivasi Bakteri

Inaktivasi bakteri dilakukan dengan cara pellet bakteri mengandung rekombinan CcHP diambil dari deep-freezer, kemudian dimasukkan ke dalam

freezer -20oC selama over night. Setelah itu, dimasukkan kembali ke dalam deep- freezer dan disimpan hingga akan digunakan.

3.1.4 Lisis Dinding Sel Bakteri

Lisis dinding sel bakteri dilakukan secara kimiawi menggunakan lisozim. Pellet bakteri hasil sentrifugasi dicuci menggunakan 1 ml buffer tris-EDTA (TE) per 200 mg bakteri dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit. Bakteri diendapkan kembali dengan sentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit dan kemudian supernatan dalam tabung mikro dibuang. Pellet bakteri yang terbentuk ditambahkan dengan 500 µl larutan lisozim (10 mg dalam 1 ml buffer TE), dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 menit, lalu disentrifugasi pada 12.000 rpm selama 1 menit. Supernatan dibuang dan pellet yang terbentuk merupakan protein rHP dalam bentuk badan inklusi (inclusion body). Pellet rHP dicuci dengan BFS sebanyak 1 kali dan disimpan dalam deep-freezer sampai akan digunakan.

(18)

8

3.1.5 Pengkayaan Artemia dengan Bakteri Mengandung rHP

Nauplii Artemia ditimbang sebanyak 202 mg, lalu dimasukkan ke dalam 200 ml air mengandung NaCl 0,9 %. Setelah itu, bakteri rHP sebanyak 4 mg yang telah diinaktivasi selanjutnya diresuspensi dengan NaCl 0,9% sebanyak 200 µl, dicampurkan ke dalam media yang telah berisi nauplii Artemia dan didiamkan selama 30 menit. Setelah itu, nauplii Artemia dibagi sebanyak 33 ml untuk tiap perlakuan (3 perlakuan, masing-masing dengan 2 ulangan). Pemberian nauplii

Artemia diberikan 1 kali sehari selama 1 minggu.

3.1.6 Pengkayaan Cacing Sutera dengan rHP

Cacing sutera dicuci hingga bersih, lalu ditimbang sebanyak 2 gram. Setelah itu, cacing dimasukkan ke dalam wadah pencampuran. Pengkayaan cacing sutera dilakukan dengan 2 cara, yaitu cacing dicampur dengan 4 mg bakteri yang mengandung rHP diinaktivasi tanpa dilisis, dan yang telah dilisis. Cacing dicampur secara merata, dan didiamkan selama 15 menit. Pemberian cacing sutera dilakukan 1 kali sehari selama 2 minggu.

3.2 Parameter yang Diamati

Parameter-parameter yang diamati pada penelitian ini antara lain sebagai berikut :

3.2.1 Pertumbuhan Harian

Pertumbuhan harian adalah pertumbuhan bobot rata-rata tiap hari, dihitung dengan rumus: GR = t Wo Wi Keterangan :

t = Periode pengamatan (hari)

Wi = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-i (gram/ekor) Wo = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) GR = Pertumbuhan harian (gram/hari)

(19)

9

3.2.2 Laju Pertumbuhan Spesifik

Pertumbuhan spesifik adalah laju pertumbuhan harian atau persentase pertambahan bobot ikan setiap harinya, yang dihitung dengan rumus:

SGR =

1

100

%

t

Wo

Wt

Keterangan :

t = Periode pengamatan (hari)

Wi = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-i (gram/ekor) Wo = Bobot rata-rata individu ikan waktu ke-0 (gram/ekor) SGR = Laju pertumbuhan individu harian (%)

3.2.3 Tingkat Kelangsungan Hidup

Survival Rate (SR) atau tingkat kelangsungan hidup adalah persentase jumlah ikan yang hidup setelah dipelihara (dalam waktu tertentu) dibandingkan dengan jumlah pada awal pemeliharaan. SR dihitung dengan rumus:

SR = 100%

No Nt

Keterangan :

Nt : Jumlah ikan yang dihasilkan pada waktu t No : Jumlah ikan awal pada saat ditebar

3.3 Analisis Statistik

Efektivitas perlakuan rHP ditentukan berdasarkan pertumbuhan harian (growth rate), laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate) kelangsungan hidup (survival rate) ikan, dan biomassa. Kelangsungan hidup dianalisis menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) dan uji lanjut Duncan’s (SPSS 16.0), sedangkan pertumbuhan bobot dan biomassa dianalisis secara deskriptif.

(20)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Benih Ikan Gurame

Seperti diperlihatkan pada Tabel 1, pertumbuhan harian (GR) dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) benih ikan gurame adalah tidak berbeda secara statistik (P>0,05) antar perlakuan dan kontrol. Nilai biomassa benih ikan gurame yang diberi perlakuan A relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan kontrol. Perbedaan biomassa tersebut terkait dengan bobot rataan yang sedikit lebih tinggi (P>0,05) pada perlakuan A (larva ikan gurame diberi nauplii Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dilisis, dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP; 1,943 g/ekor), sementara jumlah ikan pada akhir penelitian tidak berbeda dibandingkan dengan kontrol.

Tabel 1. Pertumbuhan harian (growth rate), laju pertumbuhan spesifik (spesific growth rate), kelangsungan hidup (survival rate), dan biomassa benih ikan gurame yang diberi nauplii Artemia dan cacing sutera yang diperkaya atau tanpa diperkaya dengan rHP dan kontrol. pakan alami mengandung dan tidak mengandung rHP sebagai kontrol

Parameter Perlakuan Kontrol A B C GR (gram/hari) 0,034±0,000 a 0,039 ±0,002 a 0,039±0,005 a 0,038±0,003 a SGR (%) 7,524 ±0,294 a 7,810±0,216 a 7,804±0,573 a 7,72±0,155 a SR (%) 100 ± 0 b 99 ± 1,4 b 89± 4,2 a 91 ± 1,4 a Biomassa (gram) 170,50 192,31 172,88 173,95

Keterangan: GR, SGR, SR, dan biomassa merupakan nilai rataan dari 2 ulangan. Perlakuan A: larva ikan gurame diberi nauplii Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dilisis, dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP; perlakuan B: larva ikan gurame diberi nauplii Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dilisis, dan cacing sutera tanpa diperkaya rHP; perlakuan C: larva ikan gurame diberi Artemia yang diperkaya dengan bakteri mengandung rHP tanpa dan cacing sutera diperkaya dengan bakteri mengandung rHP hasil lisis. Analisis statistik disajikan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05). Huruf superskrip yang sama pada baris yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05).

4.1.2 Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup benih ikan gurame yang diberi perlakuan A (99%) dan kontrol (100%) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan C (91%)

(21)

11 dan B (89%). Dengan demikian pemberian rHP di cacing diduga mempengaruhi kelangsungan hidup benih ikan gurame (Gambar 1). Ikan mulai mengalami kematian pada minggu ke-2 pada perlakuan B dan jumlah ikan mati terus bertambah hingga akhir pemeliharaan. Kematian ikan juga terjadi pada perlakuan C dimana penurunan tingkat kelangsungan hidup yang signifikan terjadi pada minggu ke-6 hingga minggu ke-8 (Gambar 1) .

Gambar 1. Rataan kelangsungan hidup benih ikan gurame kontrol (), perlakuan

Artemia diperkaya rHP dan cacing sutera tidak diperkaya (■), Artemia

dan cacing sutera diperkaya rHP (▲), Artemia diperkaya rHP dan cacing sutera diperkya rHP hasil lisis (x), Artemia yang diperkaya rHP pada minggu 1( ), sedangkan cacing sutera pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 ( ) ikan dipelihara selama 8 minggu.

4.2 Pembahasan

Pertumbuhan bobot mutlak dan biomassa benih ikan gurame yang diberi

Artemia diperkaya rHP dan cacing sutera tidak diperkaya adalah sekitar 13% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol yang tidak diberi dengan rHP. Hal ini menunjukkan bahwa Artemia dapat digunakan sebagai pembawa rHP untuk memacu pertumbuhan benih ikan gurame. Peningkatan pertumbuhan yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan Putra (2011) yang menggunakan metode perendaman. Perbedaan hasil yang signifikan tersebut diduga karena perbedaan efektivitas metode dan perbedaan rHP yang digunakan. Putra (2011) menggunakan rHP ikan gurame, sedangkan pada penelitian ini menggunakan rHP ikan mas. Selain itu, pada penelitian ini lama waktu

82 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 1 2 3 4 5 6 7 8

K

el

ang

sun

gan

hi

du

p

(%

)

Minggu

(22)

ke-12 pengkayaan Artemia adalah 30 menit. Peningkatan lama waktu pengkayaan diduga dapat memaksimalkan rHP yang terkandung dalam Artemia dan selanjutnya pertumbuhan benih ikan gurame menjadi lebih tinggi.

Penambahan pemberian rHP pada cacing sutera tidak memberikan efek lebih baik dibandingkan dengan pemberian rHP pada Artemia saja. Hal ini menunjukkan bahwa Artemia bisa menjadi agen pembawa rHP ke larva/benih ikan. Artemia bersifat non selective filter feeder sehingga mampu memakan apapun yang terdapat disekitarnya yang berukuran <50 mikron (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995). Penggunaan Artemia sebagai pembawa protein rekombinan berupa vaksin telah dilaporkan oleh Lin et al. (2007) jumlah maksimal bakteri yang terkandung dalam setiap Artemia dengan lama pengkayaan 2 jam adalah 105 sel. Pengkayaan Artemia yang sama atau mendekati lama waktu perlakuan Lin et al. (2007) diduga dapat memaksimalkan kadar rHP dalam tubuh Artemia.

Menurut Lin et al. (2007) kelebihan menggunakan Artemia yaitu (1) Artemia

merupakan starter pakan alami bagi larva ikan sehingga diharapkan vaksin atau rHP dalam tubuh Artemia cepat masuk ke dalam tubuh larva/benih, (2) terdapat dua bio-layer yaitu dinding sel E. coli dan kulit ari Artemia yang melindungi dari enzim gastrointestinal sehingga vaksin/ rHP dapat masuk ke dalam usus ikan, (3) kuantitas antigen dalam E. coli rekombinan 1000 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan E. coli alami, sehingga meningkatkan antigen di setiap

Artemia.

Pertumbuhan benih ikan gurame yang diberi perlakuan rHP hingga minggu ke-5 meningkat tajam. Namun pada minggu ke-6, bobot rata-rata benih ikan gurame yang diberi perlakuan B, dan C hampir sama dengan kontrol. Dengan demikian diduga bahwa bobot ikan perlakuan rHP akan tetap lebih tinggi daripada kontrol bila ikan dipelihara lebih lanjut. Hal yang sama telah dilaporkan oleh Moriyama dan Kawauchi (1990) bahwa peningkatan rata-rata bobot benih ikan salmon meningkat setelah pemberian larutan rHP dihentikan.

Kelangsungan hidup ikan pada perlakuan cacing sutera diperkaya dengan rHP lebih rendah dibandingkan perlakuan cacing sutera yang tidak diperkaya dengan rHP dan kontrol. Hal ini diduga karena pemberian rHP pada cacing dapat memberikan efek toksik pada ikan, diduga cacing dapat mengkonversi protein dari

(23)

13 bakteri menjadi zat anti nutrien. Selain itu, jumlah total rHP yang tinggi pada perlakuan Artemia dan cacing diperkaya rHP diduga juga mejadi penyebab rendahnya kelangsungan hidup benih ikan gurame.

Mekanisme penyerapan rHP ke dalam tubuh ikan telah di teliti oleh beberapa peneliti, yaitu rHP masuk melalui insang (perendaman), dan usus (melalui oral). rHP diketahui masuk melalui insang sesuai pendapat Sherwood & Harvey (1986) dalam Moriyama & Kawauchi (1990) bahwa pemberian

gonadotropin releasing hormone (GnRH) terlihat berpengaruh pada plasma ikan mas setelah pemberian melalui insang. Smith (1982) dalam Moriyama & Kawauchi (1990) menyatakan bahwa ditemukan radiolabeled-BSA pada insang dan epidermis ikan rainbow trout setelah perendaman dalam larutan dan diduga bahwa yang memungkinkan masuknya larutan tersebut yaitu melalui insang. Dengan demikian mekanisme masuknya rGH dengan metode perendaman diduga juga melalui insang, sedangkan masuknya rHP melalui usus, diduga ada atau sebagian besar rHP tidak tercerna dan berhasil diserap oleh usus,, karena di usus terdapat reseptor GH yaitu GHR. GHR di usus meningkat, selanjutnya rHP didistribusikan melalui pembuluh darah menuju organ target. rHP akan direspons dengan meningkatkan nafsu makan, dan sekresi HP (Meutia, 2005). Dengan demikian mekanisme masuknya rHP melalui pakan alami diduga melalui usus.

Pada penelitian ini digunakan metode pemberian rHP melalui pakan alami yaitu Artemia. Metode ini dipercaya sebagai salah satu metode aplikatif yang dapat diterapkan dengan mudah oleh pembudidaya, karena pemberian rHP melalui pakan memiliki beberapa keuntungan antara lain: dapat mengurangi tingkat stres pada ikan, dapat dilakukan secara masal, ekonomis, serta penanganan lebih mudah dibandingkan dengan metode yang lain. Pada penelitian ini peningkatan pertumbuhan yang diperoleh masih relatif rendah. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapat hasil yang lebih baik.

(24)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pemberian rHP melalui Artemia dapat meningkatkan pertumbuhan benih ikan gurame sebesar 13 % dibandingkan kontrol dengan kelangsungan hidup sama dengan kontrol (P>0,05). Pemberian rHP pada cacing sutera tidak memberikan efek yang nyata pada pertumbuhan benih ikan gurame.

5.2. Saran

Penelitian lanjutan mengenai dosis rHP yang berbeda yang diberikan pada nauplii Artemia, serta frekuensi pemberian rHP pada nauplii Artemia perlu dilakukan untuk mengetahui efektivitas pemberian rHP pada Artemia.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Acosta J, Morales R, Morales A, Alonso M, Estrada MP. 2007. Pichia pastoris expressing recombinant tilapia growth hormone accelerates the growth of tilapia. Biotechnol Lett 29:1671–1676

Acosta J, Estrada MP, Carpio Y, Ruiz O, Morales R, Martinez E, Valdes J, Borroto C, Besada V, Sanchez A, Herrera F. 2009. Tilapia somatotropin polypeptides: potent enhancers of fish growth and innate immunity. Biotecnologia Aplicada 26: 267-272.

Alimuddin, Lesmana I, Sudrajat AO, Carman O, Faizal I. 2010. Production and bioactivity potential of three recombinant growth hormones of farmed fish. Indonesian Aquaculture Journal (IN PRESS).

Donaldson EM, Fagerlund UHM, Higgs DA, McBride JR. 1979. Hormonal enhancement of growth. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, dan Brett JR, editor. Fish Physiology Vol. 8: Bioenergetics and Growth. Academic Press, California.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Funkenstein B, Dyman A, Lapidot Z, de Jesus-Ayson EG, Gertler A, Ayson FG. 2005. Expression and purification of a biologically active recombinant rabbit fish (Siganus guttatus) growth hormone. Aquaculture250: 504-515. Forsyth IA, Wallis M. 2002. Growth hormone and prolactin-molecular and

function evolution. J Mammary Gland Biol Neoplasia 7: 291- 312.

Gomez JM, Mourot B, Fostier A, Le Gac F. 1999. Growth hormone receptor in ovary and liver during gamatogenesis in female rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). J Reprod Fertil 115:275-285.

Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplakton dan Zooplankton; Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Yogyakarta: Kanisius.

Jeh HS, Kim CH, Lee HK, Han K. 1998. Recombinant flounder growth hormone from Escherichia coli: overexpression, efficient recovery, and growth-promoting effect on juvenile flounder by oral administration. J Biotechnol

60: 183-193.

KKP. 2010. Rencana Strategis Kementrian Perikanan dan Kelautan 2010-2014. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Lesmana I. 2010. Produksi dan Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Dari Tiga Jenis Ikan Budidaya. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

(26)

16 Li Y, Bai J, Jian Q, Ye X, Lao H, Li X, Luo J, Liang X. 2003. Expression of common carp growth hormone in the yeast Pichia pastoris and growth stimulation of juvenile tilapia Oreochromis niloticus. Aquaculture 216: 329-341.

Lin CC, Jhon HYL, Ming SC, and Huey LY. 2007. An oral nervous necrosis virus vaccine that induced protective immunity in larvae of grouper Epinephelus coioides. Aquaculture268: 265-273.

Mancera MJ, Carrion L R, Del Pilar Del Riom. 2002. Osmoregulatory action of PRL, GH, and cortisol in the gilthead seabream Sparus aurata L. Gen Comp Endocrinol 129 :95-103.

McCormick Stephen D. 2001. Endocrine control of osmoregulation in teleost fish.

Amer Zool 41: 781-794.

Meutia N. 2005. Peran hormon ghrelin dalam meningkatkan nafsu makan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.

Moriyama S, Kawauchi H. 1990. Growth stimulation of juvenile salmonids by immersion in recombinant salmon growth hormone. Nippon Suisan Gakkaishi 56: 31-34.

Moriyama S, Hiroshi Y, Seiji S, Toshio A, Tetsuya H, and Hiroshi K. 1993. Oral administration of recombinant salmon growth hormone to rainbow trout,

Oncorhynchus mykiss. Aquaculture112: 99-106.

Promdonkoy B, Warit S, Panyim S. 2004. Production of a biologically active growth hormone from giant catfish (Pangasianodon gigas) in Escherichia coli. Biotechnology Lett 26: 649-653.

Putra, H G P. 2011.. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Gurame Yang Diberi Protein Rekombinan GH Melalui Perendaman Dengan Dosis Berbeda. [Skripsi]. Departemen Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Sakai M , Kajita Y, Kobayashi M, Kawauchi H. 1997. Immunostimulating effect of growth hormone: in-vivo administration of growth hormone in rainbow trout enhances resistance to Vibrio anguillarum infection. Veterinary Immunology and Irnmunopathology 57: 147-152.

Sekine S, Mizukami T, Nishi T, Kuwana Y, Saito A, Sato M, Itoh S, Kawauchi H. 1985. Cloning and expression of cDNA for salmon growth hormone in

Escherichia coli. Proc Nat Acad Sci USA 82: 4306-4310.

Utomo, D.S.C. 2010. Produksi dan uji Bioaktivitas Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan Ikan Mas.[Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

(27)

17 Willard CL. 2006. Welfare effects of the use of recombinant bovine

somatotropin. J Dairy Res USA 14 : 1- 12

Xu B, Mai K, Xu Y, Miao H, Liu Z, Dong Y, Lan S, Wang R, Zhang P. 2001. Growth promotion of red sea bream, Pagrosomus major, by oral administration of recombinant eel and salmon growth hormone. Chin J Oceanol Limnol 19: 141-146.

(28)
(29)

19

(30)

20

Lampiran 2. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan Tingkat Kelangsungan Hidup

ANOVA

SR

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 185.500 3 61.833 11.242 .020

Within Groups 22.000 4 5.500 Total 207.500 7

SR

perlakuan N

Subset for alpha = 0.05 1 2 Duncana CACING+BAKTERI 2 89.0000 CACING+LISIS 2 91.0000 CACINGBIASA 2 99.0000 KONTROL 2 100.0000 Sig. .442 .692 N Mean Std. Dev Std. Error 95% Confidence

Interval for Mean

Minimum Maximum Between-

Componen Variance Lower Bound Upper Bound Kontrol 2 1.0000E2 .00000 .00000 100.0000 100.0000 100.00 100.00 Cacing Biasa 2 99.0000 1.41421 1.00000 86.2938 111.7062 98.00 100.00 Cacing + Bakteri 2 89.0000 4.24264 3.00000 50.8814 127.1186 86.00 92.00 Cacing+ Lisis 2 91.0000 1.41421 1.00000 78.2938 103.7062 90.00 92.00 Total 8 94.7500 5.44453 1.92493 90.1983 99.3017 86.00 100.00 Model Fixed Effects 2.78014 .82916 92.4479 97.0521 Random Effects 2.78014 85.9024 103.5976 28.16667

(31)

21

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan

Growth rate GR N Mean Std. Dev Std. Error 95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Between-

Componen Variance Lower Bound Upper Bound Kontrol 2 .0340 .0000 .0000 .0340 .0340 .03 .03 Cacing Biasa 2 .0385 .00212 .00212 .0194 .0576 .04 .04 Cacing + Bakteri 2 .0385 .00495 .00495 -.0060 .0830 .04 .04 Cacing+ Lisis 2 .0380 .00283 .00200 .0126 .0634 .04 .04 Total 8 .0373 .00306 .00108 .0347 .0398 .03 .04 Model Fixed Effects .00304 .00108 .0343 .0402 Random Effects .00109 .0338 .0407 .00000 ANOVA SGR

Sum of Sguares df Mean Square F Sig. Between Groups ..000 3 ..000 .1.027 ..470

Within Group ..000 4 …000 Total ..000 7

GR

Perlakuan N

Sunset for alpha= 0.005 1 Duncan Kontrol 2 .0340 Cacing Biasa 2 .0380 Cacing + Bakteri 2 .0385 Cacing+ Lisis 2 .0385 Sig. .218

(32)

22

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Duncan

Spesific growth rate

a. Warning: Between-component variance is negative. It was replaced by 0.0 in computing this random effects measure

N Mean Std. Dev Std.

Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Between-

Componen Variance Lower Bound Upper Bound Kontrol 2 7.5240 .29416 .20800 4.8811 10.1669 7.32 7.73 Cacing Biasa 2 7.8095 .21567 .15250 5.8718 9.7472 7.66 7.96 Cacing + Bakteri 2 7.8040 .57276 .40500 2.6580 12.9500 7.40 8.21 Cacing+ Lisis 2 7.7725 .15486 .10950 6.3812 9.1638 7.66 7.88 Total 8 7.7275 .29206 .10326 7.4833 7.9717 7.32 8.21 Model Fixed Effects .34824 .12312 7.3857 8.0693 Random Effects .12312 a 7.3357 a 8.1193 a -.4196 ANOVA SGR

Sum of Sguares df Mean Square F Sig. Between Groups .112 3 ..037 .308 .820

Within Group .485 4 ..121 Total .597 7

SGR

Perlakuan N

Sunset for alpha= 0.005 1 Duncan Kontrol 2 7.5240 Cacing Biasa 2 7.7725 Cacing + Bakteri 2 7.8040 Cacing+ Lisis 2 7.8095 Sig. ..461

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif, maksudnya adalah analisis data yang dilakukan dengan cara menafsirkan data,

Dari penelitian yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa kompresi menggunakan algoritma Arithmetic Coding dapat menghasilkan citra dengan ukuran file yang lebih

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ” Hubungan diet dan status kebersihan gigi

Taxus sumatrana yang dikenal di dunia internasional dengan nama Sumatran yew (Cemara sumatra) merupakan salah satu jenis pohon berdaun jarum yang tumbuh secara alamiah di

permainan bola kasti yang menggunankan pemukul modifikasi dan bola yang lunak atau disebut kasbol (kasti bola lunak). Sekolah Dasar Negeri Margadana 8 kota tegal berada

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian Tuberkulosis pada anak di Kota Denpasar. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap kejadian

Dilihat dari deskripsi dan wawancara subjek S 2 diatas, subjek dapat menyebutkan apa yang diketahui dari soal sesuai dengan pernyataan S 2.2.2. Selanjutnya subjek memahami

ABSTRAK : Perisian Sistem Pengurusan Pangkalan Data Ujian Standard Kecergasan Fizikal Kebangsaan Malaysia (SEGAK) merupakan satu sistem pengurusan pangkalan data yang digunakan