• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERTANIAN DAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Budi Indra Setiawan

Roh S. B. Waspodo

Septian F. D. Saputra

Ani Andayani

Science . Innovation . Networks

PEMETAAN, PEMBORAN, DAN PEMANFAATAN

AIR TANAH BERSAMA MASYARAKAT DI

INDRAMAYU

(2)

Pemetaan, Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah

Bersama Masyarakat di Indramayu

Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan

Penanggung Jawab:

Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

Penyusun:

Budi Indra Setiawan, Roh S.B. Waspodo, Septian F.D. Saputra, Ani Andayani

Diterbitkan oleh:

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian, Cimanggu, Bogor 16114

E-mail: bbsdlp@litbang.pertanian.go.id; csar@indosat.net.id Website: http://bbsdlp.litbang.pertanian.go.id

Pencetakan buku ini dibiayai DIPA BBSDLP TA 2016

Edisi Pertama, 2016

(3)

Cara Mengutip :

Setiawan, B.I., Waspodo, R.S.B., Saputra, S.F.D., Andayani, A. 2015. Pemetaan, Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah di Indramayu: Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian dan Institut Pertanian Bogor. 45 hal.

(4)

RINGKASAN

Setiawan, B.I., Waspodo, R.S.B., Saputra, S.F.D., Andayani, A. 2015. Pemetaan, Pemboran dan Pemanfaatan Air Tanah di Indramayu: Upaya Menghadirkan Solusi Permanen Mengatasi Kritis Kekeringan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian dan Institut Pertanian Bogor.

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah yang selalu mengalami darurat kekeringan setiap tahun. Status darurat kekeringan yang biasanya di antara bulan Agustus-November, khususnya pada tahun 2015 ini telah diperpanjang hingga akhir tahun. Krisis air bersih telah melanda lebih dari 100 desa di 25 kecamatan. Kondisi kekurangan air ini ditengarai mengakibatkan gagal panen seluas lebih dari 3000 ha sawah.

Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk menghadirkan solusi permanen dalam mengatasi permasalahan endemik ini, di antaranya pembangunan simpanan air dari berbagai sumber seperti air hujan, suplesi irigasi, air drainase termasuk air tanah. Penduduk lokal pun telah berinisiatif melakukan penggalian dan pemboran air tanah namun jarang yang mendapatkannya sesuai kualitas yang diharapkan. Pada umumnya, air tanah yang diperoleh payau dan tidak layak digunakan baik untuk air minum maupun irigasi kecuali hanya cuci-menyuci.

Kegiatan ini bertujuan mendapatkan air tanah sebagai sumber air bersih dan pertanian secara lebih cepat dan murah serta mampu dikelola oleh penduduk dan/atau para petani setempat secara mandiri demi menjamin keberlanjutannya. Dalam kaitan ini, telah dilakukan survei geolistrik untuk memperoleh titik-titik yang berpotensi mengandung air tanah, pemboran dan konstruksi menara air serta sistem pemompaannya.

Berdasarkan survei geolistrik, khususnya Desa Kedokan Gabus dan Desa Gabus Wetan dihasilkan 12 titik berpotensi mengandung air tanah pada kedalaman yang berkisar 10-30 m (dangkal), dan 80-110 m (dalam). Uji pemboran di tiga titik pada kedalaman 15 m, 85 m dan 30 m, masing-masing menghasilkan debit 1 liter/detik, 0,72 liter/detik dan 0,8 liter/detik dengan mutu air masuk dalam kategori Baku Mutu A. Di ketiga sumur tersebut telah dikonstruksi menara air dengan rangka setinggi 2 m dan tangki air berukuran 2.000 liter. Pompa air rendam sekitar 300 watt dipakai untuk menaikkan air menggunakan sumber daya listrik yang diperoleh dari rumah penduduk setempat yang terdekat. Operasi pompa air dilakukan secara otomatis sistem on–off menggunakan elektroda untuk mendeteksi batas atas dan batas bawah level air yang diletakkan di dalam tangki. Ketiga sumur tersebut telah dimanfaatkan penduduk setempat baik untuk keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian.

Selanjutnya, perlu dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama dilokasi sumur yang jauh dari pemukiman, diujicobakan di lokasi lainnya terutama yang endemik kekeringan, dikaji jenis tanaman dan budidaya hemat air yang dapat mendatangkan keuntungan secara berkelanjutan, dan dibentuk pola pengelolaan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan air tanah ini.

(5)
(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT bahwa atas perkenannya buku ini dapat diselesaikan. Buku ini melaporkan hasil kegiatan pemetaan dan pemboran air tanah serta pembangunan menara air dalam rangka mendapatkan suatu bentuk solusi permanen terhadap krisis kekeringan terutama yang sering melanda beberapa daerah di tanah air.

Sebagaimana sumber air lainnya, air tanah telah lama dimanfaatkan untuk berbagai keperluan termasuk rumah tangga dan pertanian. Mengingat keberadaannya yang tak terlihat di bawah permukaan tanah, posisi dan potensi air tanah sulit diketahui. Namun demikian, dengan semakin berkembangnya teknologi eksplorasi air tanah di antaranya terdapat metode geolistrik yang dapat menduga keberadaan akifer dengan tepat dan murah, kesulitan tersebut dapat diatasi. Metode geolistrik ini digunakan dan berhasil menditeksi 12 titik lokasi potensi air tanah, dimana tiga diantaranya telah dibor dan dimanfaatkan oleh para petani di Kabupaten Indramayu.

Buku ini menjelaskan tahapan dan hasil kegiatan mulai dari mempersiapkan bahan dan peralatan survei, menganalisis potensi air tanah berdasarkan peta-peta yang diperlukan sampai pada pembangunan menara air untuk menyimpan air tanah serta pendistribusiannya ke rumah penduduk dan lahan pertanian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan kegiatan ini, di antaranya: Menteri Pertanian, Republik Indonesia: Andi Amran Sulaeman; Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Kementerian Pertanian: Mukti Sardjono; Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian: Haris Syahbuddin; Direktur Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Sarana dan Prasarana, Kementerian Pertanian: Tunggul Imam Panudju; Panitera Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, Kementerian Pertanian: Ade Mujhiyat; Kepala dan Kabid Budidaya Pertanian, Dinas Pertanian dan Peternakan, Kabupaten Indramayu: Firman Muntakho dan Abdul Muin; Para anggota Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian, Kementerian Pertanian: Nurhayati, Erina Prasetyoningtyas, Denis Gunardi Wibowo, Desrizal dan Sugiarti. Para petani dan masyarakat Desa Gabus Wetan yang diwakili Bapak Nurdin, dan Desa Kedokan Gabus yang diwakili ketua Kelompok Tani Nasional Andalan: Bapak Supadi.

Akhirnya, semoga pengembangan air tanah ini memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat setempat secara berkesinambungan serta menjadi referensi yang berguna bagi upaya pengembangan air tanah di tempat lainnya yang berorientasi pada kemampuan dan kemandirian para pengguna dalam pengelolaannya.

Bogor, April 2016

Kepala Balai Besar,

(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

II. PEMETAAN POTENSI AIR TANAH ... 3

A. Tempat dan Waktu ... 3

B. Bahan dan Peralatan ... 4

C. Tahapan Pemetaan ... 4

D. Hasil Pemetaan ... 5

1. Keberadaan dan Sebaran Akifer ... 5

2. Tutupan dan Kondisi Lahan ... 8

3. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik ... 8

4. Patok Ukur di Titik Rencana Pengukuran Geolistrik ... 10

5. Pengukuran Geolistrik ... 11

6. Tahanan Jenis Batuan ... 12

7. Profil Vertikal Batuan ... 12

E. Kesimpulan ... 14

III. PEMBORAN AIR TANAH ... 15

A. Tempat dan Waktu ... 15

B. Bahan dan Peralatan ... 15

C. Tahapan Pemboran ... 16

D. Hasil Pemboran ... 16

1. Titik Pemboran ... 16

2. Bangunan Sumur ... 20

3. Sistem Pemompaan ... 22

4. Mutu Air tanah ... 23

E. Kesimpulan ... 24

IV. PEMBUATAN MENARA AIR ... 25

A. Tempat dan Waktu ... 25

B. Bahan dan Peralatan ... 25

(9)

D. Hasil Pembuatan Menara Air ... 26

1. Rangcangan Menara Air ... 26

2. Rangka Menara Air ... 27

3. Menara Air di Lokasi ... 28

4. Jaringan Pipa Air dan Kabel Listrik ... 29

5. Sistem Otomatisasi Pompa ... 30

6. Pemanfaatan Air Tanah ... 30

E. Kesimpulan ... 31

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan ... 3

Gambar 2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Saradan 1 ... 5

Gambar 3. Peta Geologi ... 6

Gambar 4. Peta Hidrogeologi ... 7

Gambar 5. Kondisi Lapangan ... 8

Gambar 6. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus ... 9

Gambar 7. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ... 10

Gambar 8. Pemasangan Patok Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ... 11

Gambar 9. Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ... 11

Gambar 10. Profil Batuan di Kedokan Gabus (ST01 sampai ST06) ... 13

Gambar 11. Profil Batuan di Desa Gabus Wetan (ST07 sampai ST12) ... 14

Gambar 12. Lokasi Titik Pemboran di Desa Gabus Wetan ... 17

Gambar 13. Lokasi Titik Pemboran di Desa Kedokan Gabus ... 18

Gambar 14. Pemboran air tanah bebas di Desa Rancahan ... 19

Gambar 15. Pemboran air tanah dalam di Desa Rancahan ... 19

Gambar 16. Pemboran air tanah dalam di Desa Kedokan Gabus ... 20

Gambar 17. Pemasangan Casing sumur 1 (air tanah bebas) ... 20

Gambar 18. Pemasangan Casing sumur 2 (air tanah tertekan) ... 21

Gambar 19. Pengecoran casing atau groutig ... 21

Gambar 20. Pengurasan Sumur ... 22

Gambar 21. Pemasangan Pompa Rendam ... 22

Gambar 22. Uji Pemompaan ... 23

Gambar 23. Rancangan Menara Air ... 26

Gambar 24. Pembuatan Rangka Menara Air ... 27

Gambar 25. Komponen dan Rangka Menara Air ... 27

Gambar 26. Perakitan Menara Air ... 28

Gambar 27. Pembuatan Pondasi Menara Air ... 28

Gambar 28. Pendirian Rangka Menara Air ... 29

(11)

Gambar 30. Penyambungan Pipa Air dan Kabel Listrik ... 30 Gambar 31. Perpipaan dan Otomatisasi Pompa ... 30 Gambar 32. Pemanfaatan Air Tanah ... 31

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus ... 9 Tabel 2. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan ... 10 Tabel 3. Tahanan Jenis Batuan ... 12

(12)

I. PENDAHULUAN

Kabupaten Indramayu merupakan salah satu wilayah yang selalu mengalami darurat kekeringan setiap tahunnya. Kondisi darurat kekeringan yang biasanya terjadi di antara bulan Agustus–November, khususnya pada tahun 2015 ini berkepanjangan hingga akhir tahun. Selain faktor el-Nino, krisis air ini diperparah oleh penutupan aliran Sungai Cimanuk dalam rangka penggenangan Waduk Jatigede sejak awal September 20151.

Krisis air di Kabupaten Indramayu ini melanda lebih dari 100 desa di 25 kecamatan. Bantuan air bersih diberikan pemerintah daerah secara rutin yang hingga mencapai lebih dari 2 juta liter. Namun, sejak November 2015, bantuan air bersih ini mulai tersendat dari tadinya 1 hari sekali (4 tangki @8.000 liter) menjadi 2 hari sekali karena terkendala minimnya anggaran2.

Kondisi kekurangan air menyebabkan gagal panen seluas lebih dari 3.000 ha sawah. Berbagai upaya penyelamatan dilakukan khususnya untuk mengamankan produksi sekitar 32 ribu ton gabah. Di antaranya, dengan melakukan upaya penambahan aliran air irigasi dari Waduk Jatiluhur dari 3 m3/detik menjadi sekitar 6 m3/detik3. Upaya lainnya adalah merencanakan pembangunan simpanan air dari berbagai sumber seperti air hujan, suplesi irigasi, air drainase termasuk air tanah.

Pemanfaatan air tanah di berbagai tempat di Indonesia baik untuk keperluan rumah tangga dan pertanian bukanlah hal baru dan telah berlangsung lama. Setiap kecamatan di Indramayu mempunyai sumur bor dalam (>100 m) lengkap dengan rumah pompanya berkapasitas 10 liter per detik yang ditujukan untuk mengairi sawah sekitar 25 ha dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2005. Namun demikian, berdasarkan pengamatan penulis, kondisinya cukup memprihatinkan. Dua sumur, masing-masing terletak di Kecamatan Gabus Wetan dan Kandang Haur, ditemukan kering, dan satu lagi di Kecamatan Kroya tidak dapat dimanfaatkan karena bagi para petani biaya operasinya terlalu mahal (perlu solar 15 liter per 10 jam atau setara Rp. 150 ribu per hari).

Penduduk setempat pun ada yang berinisiatif melakukan penggalian dan pemboran namun jarang yang mendapatkan air tanah dengan kuantitas dan kualitas yang diharapkan. Pada umumnya, air tanah yang diperoleh bersifat payau dan karenanya tidak layak digunakan baik untuk air minum maupun irigasi. Kondisi seperti ini memberikan

1 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/11/10/nxkj7g346-status-darurat-kekeringan-di-indramayu-diperpanjang. Diakses 12 November 2015.

2http://news.fajarnews.com/read/2015/11/10/6430/indramayu.masih.darurat.kekeringan. Diakses 12 November 2015.

3http://news.fajarnews.com/read/2015/11/06/6353/ancaman.puso.di.indramayu.meluas. Diakses 12 November 2015.

(13)

gambaran umum bahwa air tanah di wilayah ini tidak ada gunanya kecuali hanya layak untuk cuci-memcuci saja. Kondisi air tanah ini berkaitan dengan jenis batuan penyusun akifer dan terjadinya intrusi air pasang dari Sungai Cimanuk. Pemboran yang dilakukan penduduk secara tradisional jarang memperhatikan fenomena ini. Bahkan, di satu tempat penggalian sumur malah keluar semburan lumpur yang menimbulkan bau tidak sedap yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan4.

Berdasarkan Peta Geologi, Hidrogeologi dan Peta Cekungan Air tanah yang diterbitkan oleh Badan Geologi Tata Lingkungan, Beberapa wilayah di Kabupaten Indramayu mengandung air tanah yang berasal dari areal resapan di sebelah selatan, yaitu Gunung Tampomas. Dengan menggunakan metode geolistrik telah diketahui posisi dan sebaran akifer serta potensi kandungan air tanahnya yang dapat dipakai sebagai arahan dalam melakukan pemboran. Laporan ini memaparkan hasil kegiatan dalam rangka mendapatkan air tanah sebagai sumber air bersih dan pertanian secara lebih tepat dan murah serta mampu dikelola oleh para petani secara mandiri demi menjamin kesinambungan pemanfaatannya.

Laporan ini tersusun sebagai berikut: Ringkasan, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab I Pendahuluan, Bab II Pemetaan Potensi Air Tanah, Bab III Pemboran Air Tanah, Bab IV Pembuatan Menara Air, dan Bab V Penutup. Dalam Bab II dan Bab III dijelaskan lokasi dan waktu pelaksanaan, bahan dan peralatan yang digunakan dan metode yang terapkan, hasil yang diperoleh serta kesimpulan dan rekomendasi. Pada bagian akhir, yaitu Bab V Penutup disampaikan kesimpulan dan rekomendasi untuk pengembangan lebih lanjut.

4http://www.skanaa.com/en/news/detail/ratusan-warga-indramayu-digemparkan-semburan-lumpur. Diakses 12 November 2015.

(14)

II. PEMETAAN POTENSI AIR TANAH

A. Tempat dan Waktu

Lokasi kegiatan berada di wilayah Kabupaten Indramayu, Kecamatan Gabus Wetan, Desa Kedokan Gabus pada posisi geografi 6°27'24,09" LS 108° dan 6'15,65" BT, dan Desa Rancahan 6°24'57,06" LS dan 108° 6'15,65" BT (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Lokasi Kegiatan

Lahan yang disurvei dikelola oleh Kelompok Tani KTNA di Desa Kedokan Gabus seluas ± 8 ha, dan Kelompok Tani Mandiri di Desa Rancahan seluas ± 7 ha. Pengolahan data dilakukan di Divisi Teknik Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan ini dilakukan dari tanggal 31 Juli sampai 4 Agustus 2015.

(15)

B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang dipersiapkan, antara lain: 1) Peta Lokasi (Sumber: Google Earth);

2) Peta Cekungan Air tanah (Badan Geologi Tata Lingkungan (GTL) Kementerian ESDM);

3) Peta Hidrogeologi (GTL-ESDM); 4) Peta Geologi (GTL-ESDM);

5) Peta Rupa Bumi Indonesia (Badan Informasi Geospasial); 6) Patok-patok kayu panjang 30 cm.

Peralatan yang digunakan, antara lain:

1) Alat Ukur Resistivitas (Earth Resistivity Device), Merek Naniora, Model NRD 225, Buatan Indonesia;

2) Elektroda arus dan potensial, masing-masing 2 buah; 3) Kabel untuk elektroda arus sepanjang 500 meter, 2 buah; 4) Kabel untuk elektroda potensial sepanjang 30 meter, 2 buah; 5) Palu besi, diamater 5 cm, 2 buah;

6) AVO meter, 1 unit; 7) GPS, 1 unit; 8) Aki 40 AH, 1 buah.

Perangkat lunak yang digunakan, antara lain: 1) Progress version 3.0;

2) Microsoft Office.

C. Tahapan Pemetaan

Tahapan pemetaan adalah sebagai berikut:

1) Interpretasi peta topografi, geologi dan hidrogeologi untuk menentukan areal yang akan disurvei.

2) Observasi lapang untuk melihat kondisi biofisik tutupan lahan terutama di sekitar titik rencana pengukuran.

3) Penentuan posisi dan banyaknya titik rencana pengukuran geolistrik. 4) Pemasangan patok-patok di setiap titik rencana pengukuran.

5) Pengukuran tahanan jenis batuan di setiap titik rencana pengukuran. 6) Analisis data hasil pengukuran di laboratorium.

(16)

7) Penampilan profil vertikal batuan di setiap titik pengukuran.

8) Pemetaan hasil interpretasi pada peta lokasi untuk mendapatkan diagram pagar profil batuan.

D. Hasil Pemetaan

1. Keberadaan dan Sebaran Akifer

Gambar 2. Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Saradan 1

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Saradan 1 (Gambar 2), Desa Kedokan Gabus dan Desa Rancahan, Kecamatan Gabus Wetan, Kabupaten Indramayu merupakan daerah yang didominasi oleh lahan sawah irigasi, dan sedikit daerah pemukiman, tegalan/ladang serta perkebunan. Areal yang disurvei dan sekitarnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 7-25 m di atas permukaan laut (dpl).

(17)

Gambar 3. Peta Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Indramayu, skala 1:100.000, secara umum areal yang disurvei terbentuk oleh 4 formasi batuan yang dominan (Gambar 3), di antaranya:

1) Qav : Batu pasir tufan dan konglomerat. Terdiri atas konglomerat batu pasir konglomeratan, batu pasir tufan dan tuf. Konglomerat berwarna kelabu kekuningan, lepas, perlapisan kurang jelas, banyak dijumpai lapisan silang-siur berukuran kurang lebih 1,5 m. Komponennya sebagian besar bergaris tengah kurang dari 5 cm, terdiri atas andesit dan batu apung. Batu pasir dan tuf umumnya berwarna kemerah-merahan, pemilihan jelek, merupakan sisipan dalam konglomerat. Komponen dalam batu pasir terdiri atas pecahan batuan beku bersifat andesit, batu apung dan kuarsa.

2) Qbr : Endapan Pematang Pantai. Terdiri atas pasir kasar sampai halus dan lempung, banyak mengandung moluska.

(18)

4) Qaf : Endapan Dataran Banjir. Terdiri atas lempung pasiran, lempung humusan, berwarna coklat keabu-abuan sampai kehitaman.

Areal yang disurvei terletak di daerah dengan akifer produktif dengan penyebaran yang luas (Gambar 4). Batuan penyusun akifer bebas umumnya terbentuk dari alluvium endapan sungai. Batuan ini umumnya tersusun dari bahan-bahan berbutir halus (lempung, lanau dengan selingan pasir) yang memiliki konduktivitas hidrolik rendah hingga sedang.

Gambar 4. Peta Hidrogeologi

: Akifer dengan produktivitas rendah.

: Akifer produktif dengan penyebaran luas.

: Akifer produktifvitas sedang dengan penyebaran luas.

: Daerah penggaraman air tanah dangkal.

(19)

2. Tutupan dan Kondisi Lahan

Gambar 5. Kondisi Lapangan

Dari hasil observasi di lapangan, areal yang disurvei merupakan daerah yang didominasi oleh lahan pertanian terutama tanaman padi dan pemukiman (Gambar 5). Beberapa sungai sumber air irigasi mengalami kekeringan sehingga banyak lahan pertanian menjadi puso.

3. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik

Berdasarkan hasil interpretasi peta dan observasi di lapangan, ditentukan sebanyak 12 titik pengukuran yang direncanakan, masing-masing 6 titik di Desa Kedokan Gabus (Tabel 1) dan Desa Rancahan (Gambar 7; Tabel 2):

(20)

Gambar 6. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus Tabel 1. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Kedokan Gabus

No Titik Pengukuran BT LS 1 KG-ST 1 108˚ 6' 24.24" 6˚ 27' 38.30" 2 KG-ST 2 108˚ 6' 22.21" 6˚ 27' 42.25" 3 KG-ST 3 108˚ 6' 31.19" 6˚ 27' 26.94" 4 KG-ST 4 108˚ 6' 26.97" 6˚ 27' 22.15" 5 KG-ST 5 108˚ 6' 15.50" 6˚ 27' 21.13" 6 KG-ST 6 108˚ 6' 33.90" 6˚ 27' 35.39"

(21)

Gambar 7. Titik Rencana Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

Tabel 2. Titik Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

4. Patok Ukur di Titik Rencana Pengukuran Geolistrik.

Pemasangan patok dimaksudkan untuk menandai titik rencana pengukuran guna memudahkan dalam pengukuran geolistrik di lapangan secara bertahap. Patok-patok yang digunakan terbuat dari kayu yang ditemukan di lokasi dibuat oleh tenaga lokal (petani) yang ikut serta dalam kegiatan ini. Pada umumnya, lokasi patok terletak di lahan sawah milik petani yang kondisinya kering setalah panen tetapi terdapat juga yang puso akibat

No Titik Pengukuran BT LS 1 KG-ST 7 108˚ 6' 10.37" 6˚ 25' 43.46" 2 KG-ST 8 108˚ 6' 10.37" 6˚ 25' 32.99" 3 KG-ST 9 108˚ 6' 14.24" 6˚ 25' 39.98" 4 KG-ST 10 108˚ 6' 13.78" 6˚ 25' 44.48" 5 KG-ST 11 108˚ 6' 22.23" 6˚ 25' 33.77" 6 KG-ST 12 108˚ 6' 15.67" 6˚ 25' 33.88"

(22)

kekeringan. Para petani yang membantu sangat antusias secara sukarela tidak meminta imbalan. Hal ini sangat membantu memperlancar pekerjaan di lapangan.

Gambar 8. Pemasangan Patok Pengukuran Geolistrik di Desa Rancahan

5. Pengukuran Geolistrik

Pengukuran geolistrik dilakukan di setiap titik pengukuran rencana yang telah ditetapkan semula. Petani pun ikut serta dalam kegiatan pengukuran ini terutama pada saat mobilisasi peralatan geolistrik yang cukup berat (Gambar 9). Pelibatan petani dalam kegiatan ini menjadi sarana proses pembelajaran mendeteksi keberadaan air tanah secara ilmiah dan modern.

(23)

6. Tahanan Jenis Batuan

Pengukuran geolistrik di 12 (dua belas) titik pengukuran menghasilkan tahanan jenis berkisar antara 0,1–30 Ωm. Secara detail, Lampiran 1 menyajikan tahanan jenis batuan pada berbagai kedalaman tanah di setiap titik pengukuran. Secara umum, kisaran tahanan jenis tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 6 jenis batuan (Tabel 3), yaitu: 1) Tanah Penutup, 2) Lempung Pasiran, 3) Pasir Lempungan, 4) Pasir (lempung pasiran/pasir lempungan), 5) Lempung, dan 6) Pasir. Tahanan jenis setiap lapisan tersebut jelas berbeda-beda. Lapisan Pasir atau yang berpasir dengan tahanan jenis tinggi dapat diduga merupakan lapisan akifer yang potensial.

Tabel 3 Tahanan Jenis Batuan

No Tahanan Jenis Perkiraan Litologi Sifat Hidrogeologi

1 5–7 Ωm Tanah penutup Permeabilitas rendah

2 4–7 Ωm Lempung pasiran Akifer

3 8–12 Ωm Pasir lempungan Akifer

4 1–3 Ωm Pasir (lempung

pasiran/pasir lempungan)

Akifer (air asin/payau)

5 0.1–3 Ωm Lempung/tufaan Nir akifer

6 14–30 Ωm Pasir Akifer

7. Profil Vertikal Batuan

Gambar 10 dan Gambar 11, masing-masing menyajikan profil vertikal lapisan batuan di dalam tanah di Desa Kedokan Gabus dan Desa Gabus Wetan. Akifer diduga berada pada lapisan batuan Lempung Pasiran, Pasir Lempungan dan Pasir. Keberadaan dan ketebalan lapisan tersebut berbeda-beda di setiap titik pengukuran.

Pada umumnya, akifer bebas diperkirakan berada pada kedalaman 3–50 m di bawah permukaan tanah setempat. Tebal lapisan akifer bebas diperkirakan 15–30 m dengan batuan penyusun akifer berupa Lempung pasiran dan Pasir lempungan. Akifer dalam diperkirakan berada pada kedalaman lebih dari 80 meter. Batuan penyusun akifer dalam umumnya Pasir lempungan dan Pasir halus. Batuan penyusun akifer tersebut umumnya memiliki konduktivitas hidrolik yang rendah.

Hasil pengukuran tahanan jenis ini pun dapat memperlihatkan keberadaan akifer yang diduga mengandung air asin/payau yang harus dihindari dalam penentuan titik pemboran. Prioritas pemboran selayaknya di titik yang mengandung lapisan pasir cukup tebal.

(24)
(25)

Gambar 11. Profil Batuan di Desa Gabus Wetan (ST07 sampai ST12)

E. Kesimpulan

Berdasarkan survei dan interpretasi geolistrik diperoleh 12 titik berpotensi mengandung air tanah, masing-masing 6 titik di Desa Kedokan Gabus dan 6 titik di Desa Gabus Wetan dengan kedalaman muka air tanah bervariasi. Air tanah dangkal berada pada kedalaman berkisar 10–30 m, dan air tanah dalam berada pada kisaran 80–110 m. Untuk memastikan keberadaan air tanah tersebut kemudian dilakukan pemboran dimana sampai saat penulisan ini telah dilakukan di 3 titik, yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.

(26)

III. PEMBORAN AIR TANAH

A. Tempat dan Waktu

Sampai saat laporan ini disusun, telah dilakukan pemboran tanah di 3 titik pengukuran di 2 Desa, yaitu Desa Rancahan sebanyak 2 titik dan Desa Kedokan Gabus sebanyak 1 titik. Dua titik di Desa Gabus Wetan masing-masing dibor tanggal 15-18 Agustus 2015 dan 25-27 September 2015, dan 1 titik di Desa Kedokan Gabus dibor 5-8 November 2015.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan yang dipersiapkan, antara lain:

1) Pipa PVC merek Wavin diameter 4 inchi, panjang disesuaikan dengan kedalaman akifer;

2) Saringan yang terbuat dari PVC 4 inchi untuk sumur dangkal dan PVC 2 inchi sumur akifer dalam;

3) Lem pipa paralon;

4) Sejumlah air untuk memancing air sumur pada saat pemompaan; 5) Bensin 5 liter;

6) Pompa rendam kapasitas 0,5-0,75 HP; 7) Kabel listrik 50 meter;

8) Tambang 50 meter.

Peralatan yang digunakan, antara lain:

1) Bor tangan (hand auger) dengan mata bor tombak belimbing berdiameter 2–4 inchi; 2) Pipa besi diameter 1 inchi panjang total 30 @3 meter;

3) Gergaji pipa PVC;

4) Pompa air bensin Alkon kapasitas 0,5 liter/detik;

5) Selang air diameter 1,5 inchi untuk menghisap air dari, atau mendorong air ke dalam, sumur;

6) Pipa diamater 1,5 inchi untuk menghisap air dari, atau mendorong air ke dalam sumur;

7) Bor tangan untuk membuat lubang saringan (screen);

8) Alat ukur muka air tanah (water level meter) yang dilengkapi dengan AVO meter untuk mengukur kedalaman muka air tanah;

9) Stopwatch;

(27)

C. Tahapan Pemboran

Tahapan pemboran adalah sebagai berikut:

1) Penentuan titik pemboran berdasarkan kedekatan akses listrik dari pemukiman, terdangkal, dan terdalam.

2) Melakukan pemboran secara manual dikerjakan oleh pengebor lokal dengan kedalaman yang disesuaikan hasil eksplorasi geolistrik.

3) Pemboran dihentikan sampai mencapai kedalaman akifer yang keberadaan lapisannya telah dipekirakan sebelumnya.

4) Pemasangan casing beserta screen atau saringan sesuai dengan kedalaman sumur. 5) Pengecoran pada casing atau grouting.

6) Pengurasan sumur untuk mengeluarkan lumpur dan material pasir atau kerikil yang menyumbat pada screen dengan menggunakan sistem surging atau penyemprotan dengan air menggunakan pompa air dengan memasukkan selang diameter 1,5 inchi kedalam sumur selama 1-2 jam sampai mencapai kondisi air tanah yang relatif bersih. 7) Pemasangan pompa rendam (submersible pump) sesuai kapasitas, yang dilengkapi

dengan PVC outlet diameter 1,5 inchi dan tambang pengaman pompa. 8) Uji pemompaan.

9) Uji pemompaan yang dilakukan dengan uji pemompaan menerus beserta uji kambuh (recovery) dengan menggunakan suatu nilai debit tertentu sampai mencapai kondisi keseimbangan (steady state). Dengan mengukur debit yang keluar menggunakan ember, volumetrik dan stopwatch. Selama uji pemompaan ini dilakukan pengukuran level air setiap 30 menit menggunakan AVO meter.

10) Pengukuran debit air menggunakan tabung air volume 5 liter dan stopwatch. Pengukuran diulang sebanyak 4 kali dan hasil akhirnya adalah rata-ratanya.

D. Hasil Pemboran

1. Titik Pemboran

Pemboran pertama dan kedua dilakukan di Desa Rancahan (Gambar 13). Kedua lubang bor tersebut terletak pada ST–11. Berdasarkan pada profil batuan (Gambar 11), ST–11 ini diduga mengandung akifer bebas dan bertekanan, masing-masing pada kedalaman 10–15 cm dan 65–100 m. Pemboran di dua titik pada ST–11 bertujuan untuk memverifikasi dugaan keberadaan dua akifer yang berbeda tersebut. Pemboran pertama mencapai kedalaman 15 m dan yang kedua mencapai 84 m. Kedua lubang bor tersebut berdekatan, yaitu berjarak sekitar 10 m. Dari kedua lubang bor tersebut diperoleh air dengan debit, masing-masing 1 dan 0,8 liter/detik.

(28)

Gambar 12. Lokasi Titik Pemboran di Desa Gabus Wetan

Pemboran ketiga dilakukan di ST–02 yang berlokasi di Desa Kedokan Gabus (Gambar 13). Berdasarkan profil batuan (Gambar 10), keberadaan akifer diduga pada kedalaman 90–105 m. Dari lubang bor ini diperoleh debit air sebesar 0,75 liter/detik.

(29)

Gambar 13. Lokasi Titik Pemboran di Desa Kedokan Gabus

Pada umumnya, pemboran dilakukan secara manual oleh 4–6 orang. Pemboran dilakukan secara bertahap setiap 3 meter sesuai dengan panjang ruas pipa bor yang tersedia. Pemboran diteruskan sampai mencapai kedalaman yang direncanakan.

Berikut gambaran kegiatan pemboran di ketiga titik tersebut:

1) Titik Pemboran 1

Titik pemboran 1 terletak di Desa gabus Wetan (Gambar 14) yang berdekatan dengan ST11 dengan perkiraan pemboran untuk sumur dangkal (air tanah bebas). Dari hasil pemboran di lapangan didapat lapisan penutup dan lempung mulai dari 1–6 m dan lapisan pasir (akifer) mulai kedalaman 7 m hingga 15 m dengan ketebalan akifer mencapai 8 m.

(30)

Gambar 14. Pemboran air tanah bebas di Desa Rancahan

2) Titik Pemboran 2

Titik pemboran 2 terletak di Desa Rancahan (Gambar 15) yang berdekatan dengan titik 1 yang berjarak 10 m dari arah selatan sumur dangkal dengan perkiraan pemboran untuk sumur dalam (air tanah tertekan). Dari hasil pemboran di lapangan didapat lapisan pasir (akifer tertekan) mulai kedalaman 70 m sampai 88 m.

Gambar 15. Pemboran air tanah dalam di Desa Rancahan

3) Titik Pemboran 3

Titik pemboran 1 terletak di Desa Kedokan Gabus (Gambar 16) yang berdekatan dengan ST01 dan ST02 dengan perkiraan pemboran untuk sumur dalam dengan kedalaman 20–40 m. Dari hasil pemboran di lapangan diperoleh lapisan akifer dangkal dari 7–9 m kemudian pemboran diteruskan untuk mendapatkan akifer tertekan. Air tanah tertekan didapat pada lapisan pasir dengan kedalaman 18–30 m.

(31)

Gambar 16. Pemboran air tanah dalam di Desa Kedokan Gabus

2. Bangunan Sumur

Pemasangan penutup (casing) yang dilengkapi dengan saringan (screen) dan ditentukan sesuai dengan kondisi sumur yang telah dibor. Adapun pemasangan casing sumur yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Casing sumur 1 (air tanah bebas)

Pada sumur 1 dengan air tanah bebas dipasangkan casing (Gambar 17) dengan diameter 4 inchi sampai kedalaman 12 m dan panjang saringan 5.

Gambar 17. Pemasangan Casing sumur 1 (air tanah bebas)

2) Casing sumur 2 (air tanah tertekan)

Pada sumur 2 dengan air tanah dalam dipasangkan casing (Gambar 18) dengan diameter 4 inchi sampai kedalaman 40 meter kemudian dipasangkan casing ukuran 2 inchi dari kedalaman 40 m hingga 88 m dengan panjang screen 74–86 m.

(32)

Gambar 18. Pemasangan Casing sumur 2 (air tanah tertekan)

3) Casing sumur 3 (air tanah tertekan)

Pada sumur 3 dengan air tanah dalam dipasangkan casing dengan diameter 4 inchi sampai kedalaman 28 m dengan panjang screen 10 m. Setelah dipasangkan casing maka sumur tersebut dicor atau grouting untuk melindungi sumur agar tidak terjadi keruntuhan.

Gambar 19. Pengecoran casing atau grouting

Pengurasan sumur dilakukan untuk mengeluarkan lumpur dan material pasir atau kerikil yang menyumbat pada screen dengan menggunakan sistem surging atau penyemprotan dengan air menggunakan pompa air (Gambar 20). Surging dilakukan dengan memasukan selang diameter 1,5 inchi kedalam sumur selama 1–2 jam sampai mencapai kondisi air tanah yang relatif bersih. Pompa yang digunakan untuk pengurasan ini adalah pompa air bensin merek alkon dengan kapasitas 0,5 liter detik.

(33)

Gambar 20. Pengurasan Sumur

3. Sistem Pemompaan

Pompa yang digunakan adalah jenis pompa rendam baik untuk sumur air tanah dangkal (bebas) ataupun sumur dalam (tertekan). Beberapa alasan dalam pemilihan pompa ini adalah sebagai berikut: harga lebih murah, biaya perawatan rendah, tidak bising karena berada di dalam sumur, memiliki pendingin alami karena posisinya berada di dalam air, sistem pompa tidak menggunakan shaft penggerak yang panjang seperti pada

jet pump.

Adapun kapasitas pompa yang digunakan tergantung dari kebutuhan debit dan kedalaman sumur. Pada sumur 1 dengan kedalaman 12 meter maka digunkan pompa dengan kapasitas 0,5 HP atau 375 watt, sumur 2 dengan kedalaman 88 m digunakan pompa dengan kapasitas 0,75 HP atau 555 watt, dan sumur 3 dengan kedalaman 30 m digunakan pompa dengan kapasitas 0,5 HP (Gambar 21).

Gambar 21. Pemasangan Pompa Rendam

Uji pemompaan (Gambar 22) dilakukan dengan metode uji pemompaan menerus beserta uji kambuh (recovery) dengan menggunakan suatu nilai debit tertentu sampai mencapai kondisi keseimbangan (steady state). Dengan mengukur debit yang keluar

(34)

menggunakan ember, volumetrik dan stopwatch. Selama uji pemompaan ini dilakukan pengukuran level air setiap 30 menit menggunakan AVO meter.

Pada sumur 1 uji pemompaan dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali. Pengukuran pertama digunakan debit pompa 0,5 liter/detik selama 2 jam dan setiap 30 menit diukur penurunan tinggi muka air tanah. Dari pengukuran pertama didapat penurunan muka air tanah 1,2 m. Setelah itu dilakukan recovery selama 2 jam atau sampai kedalaman muka air tanah sebelumnya. Pengukuran kedua dilakukan dengan debit 1 liter/detik selama 2 jam dan setiap 30 menit diukur penurunan tinggi muka air tanah. Dari pengukuran kedua ini didapat penurunan muka air tanah 2 m. Setelah itu dilakukan kembali recovery selama 2 jam atau sampai kedalaman muka air tanah sebelumnya. Dari uji pemompaan ini dapat diketahui bahwa pemompaan dengan debit 1 liter/detik masih dikategorikan aman. Apabila dalam satu hari tinggi muka air tanah tidak kembali seperti semula maka debit eksploitasi yang dilakukan masuk kategori tidak aman.

Pada sumur 2 dilakukan uji pemompaan sebanyak 2 kali dengan menggunakan debit 0,72 liter/detik masing-masing selama 2 jam. Setelah itu dilakukan lagi recovery selama 2 jam. Dari hasil uji pemompaan ini maka pengambilan air tanah dengan debit 0,72 liter/detik pada sumur 2 dikategorikan aman.

Pada sumur 3 dilakukan uji pemompaan sebanyak 1 kali dengan menggunakan debit 0,8 liter/detik selama 4 jam. Setelah itu dilakukan lagi recovery selama 2 jam. Dari hasil uji pemompaan ini maka pengambilan air tanah dengan debit 0,8 liter/detik pada sumur 3 dikategorikan aman.

Gambar 22. Uji Pemompaan

4. Mutu Air tanah

Pengukuran kualitas air tanah dilakukan di Laboratorium CDSAP, Departemen Teknologi Industri Pertanian, IPB yang sudah terakrediasi KAN. Pengukuran mutu air tanah dilakukan saat sumur dalam kondisi sudah siap pakai dengan cara mengambil contoh air tanah sebanyak 1800 ml dimasukkan ke dalam botol. Pengukuran merujuk

(35)

pada baku mutu air minum Permenkes No.46/Men.Kes/Per.IX/1999. Adapun hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji mutu menunjukkan air tanah ini masuk ke dalam katagori mutu air yang layak untuk dikonsumsi.

E. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil pemboran di 3 titik dapat disimpulkan bahwa hasil interpretasi keberadaan akifer di tiga titik tersebut telah terbukti. Masing-masing sumur bor menghasilkan debit untuk KG-ST11 dangkal sebesar 1 liter/detik, KG-ST11 dalam 0,72 liter/detik dan KG-ST02 dalam 0,8 liter/detik. Kualitas air untuk ketiga sumur tersebut masuk ke dalam golongan Baku Mutu A. Untuk pemanfaatan air tanah ini perlu dibangun menara air dan tangki airnya untuk menyimpan air pada ketinggian tertentu agar leluasa dialirkan secara gravitasi. Demikian pula perlu dilengkapi dengan sistem otomatisasi pompa untuk memudahkan pengisian air ke dalam tangki.

(36)

IV. PEMBUATAN MENARA AIR

A. Tempat dan Waktu

Lokasi pembangunan menara air dilakukan di 3 lokasi, yaitu: 2 lokasi, Sumur 1 dan 2 terletak di Desa Rancahan dan Sumur 3 terletak di Desa Kedokan Gabus. Menara air pada Sumur 1 dibangun pada tanggal 27 September 2015, menara air pada Sumur 2 dan 3 dibangun pada tanggal 7 November 2015.

B. Bahan dan Peralatan

Bahan-bahan untuk membuat kontruksi menara air dan tangki air, antara lain: 1) Besi siku ketebalan 4 mm panjang 6 m sebanyak 30 batang;

2) Mur dan baut ukuran 14 (8 mm) sebanyak 350 buah; 3) Cat 5 liter warna biru;

4) Thiner 8 liter;

5) Tanki air merk penguin kapasitas 2000 liter; 6) Semen 9 sak @ 50 kg;

7) Sirtu 6 m3;

8) Air untuk membuat beton pondasi; 9) Satu set alat otomatisasi pompa; 10) Kabel NYA 10 meter;

11) Mata bor 6 dan 8 mm;

12) Mata gerinda potong diameter 17 inchi; 13) Mata gerinda tangan diameter 4 inchi.

Peralatan yang digunakan untuk membuat menara air, antara lain: 1) Bor tangan;

2) Gerinda potong; 3) Gerinda tangan; 4) Tang penjepit 2 buah; 5) Kuas cat ukuran 2 inchi.

C. Tahapan Pembangunan

Tahapan pembangunan menara air adalah sebagai berikut: 1) Merancang menara air dengan sistem knock-down. 2) Membuat komponen menara tangki.

3) Merakit menara air untuk memastikan konstruksi menara air sesuai dengan rancangannya.

(37)

4) Membawa komponen menara air dari Bogor ke Indramayu. 5) Merakit menara air di lokasi.

6) Menentukan lokasi menara air.

7) Membuat pondasi untuk dudukan menara air. 8) Mendirikan menara air.

9) Memasang tangki air.

10) Memasang pipa dan keran yang diperlukan. 11) Menyambung listrik dari rumah penduduk terdekat. 12) Memasang sistem otomatisasi pompa.

13) Penyambungan pipa air dari tangki ke rumah-rumah penduduk. 14) Penyambungan pipa air dari tangki ke lahan pertanian.

D. Hasil Pembuatan Menara Air

1. Rangcangan Menara Air

Menara air dirancang dalam sistem bongkar-pasang (knock-down) memudahkan pengangkutan dan pemasangannya. Rangcangan menara air dibuat menggunakan perangkat Autocad ini dikerjakan dengan menggunakan software Autocad (Gambar 23).

(38)

Tinggi menara keseluruhan adalah 130 cm dan lebar antar dua titik pondasi adalah 1 meter. Tangki airnya berkapasitas 2 m3.

2. Rangka Menara Air

Pembuatan rangka menara air dilakukan di bengkel dalam Kampus IPB Darmaga (Gambar 24). Bahan utamanya adalah besi siku ukuran 5 cm. Dari besi siku ini dibuat komponen menara air menggunakan alat potong besi tipe piringan. Sambungan komponen hanya menggunakan baud dan mur yang dapat dipasang dan dilepas dengan mudah menggunakan kunci pas 14. Setiap lubang bor diberi nomor untuk memudahkan pemasangannya.

Gambar 24. Pembuatan Rangka Menara Air

Gambar 25 memperlihatkan komponen dan rangka menara air yang sudah dirakit dan siap untuk dibawa ke lokasi.

(39)

3. Menara Air di Lokasi

Rangka menara air yang sudah sampai di lokasi dirakit kembali sesuai dengan prosedur pemasangannya (Gambar 26). Pemberian nomor lubang baud terhindar dari kesalahan pasang komponen sehingga pemasangannya dapat dilakukan dengan cepat.

Gambar 26. Perakitan Menara Air

Menara air diletakkan berdekatan dengan sumur bor untuk memperpendek pipa air dari dalam sumur ke tangki air dan juga untuk menghemat biaya perpipaan. Pondasi dibuat menggunakan pasangan batu kali dan batu bata ditambahkan campuran semen : pasir : batu dengan rasio 1:2:3 (Gambar 27).

Gambar 27. Pembuatan Pondasi Menara Air

Setelah dilakukan penggalian pondasi, adonan semen:pasir:batu tersebut dimasukkan ke dalam lubang pondasi dan ditinggikan 20-30 cm dari permukaan tanah. Pekerjaan pondasi ini dilakukan oleh masyarakat/petani setempat secara gotong royong.

Kaki-kaki rangka menara air dibenamkan ke lubang pondasi dan dicor (Gambar 28). Pondasi kemudian rapihkan dan dibiarkan beberapa saat sampai kering.

(40)

Gambar 28. Pendirian Rangka Menara Air

Sebelum tangki air ditumpangkan di atas rangka menara, landasannya terlebih dahulu diberikan lembaran kayu multifleks setebal 10 cm terutama agar tonjolan mur dan baud yang ada tidak mengganggu pada bagian bawah tangki air. Tangki air yang digunakan dalam hal ini adalah merk Penguin dengan kapasitas 2000 liter dan diameter 144 mm.

Setelah selesai pemasangan menara air, dibuatkan label (Gambar 29) untuk memberikan keterangan mengenai spesifikasi sumur, pompa, menara termasuk sistem pemompaannya menggunakan saklar otomatis. Listrik untuk menjalankan pompa ini bersumber dari rumah penduduk yang terdekat serta tersedia daya sesuai dengan yang dibutuhkan.

Gambar 29. Tangki Air dan Label Spesifikasi

4. Jaringan Pipa Air dan Kabel Listrik

Penyaluran air sumur ke tangki menggunakan pipa PVC diameter 1,5 inchi serta dipasang keran air dan sambungan T untuk pembagian air langsung ke tangki atau tanpa melalui tangki langsung ke outlet (Gambar 30). Kabel listrik dari rumah penduduk terdekat digunakan untuk mengalirkan arus listrik ke pompa. Pemilihan rumah warga ini

(41)

mempertimbangkan kebutuhan daya pompa sebesar 375–555 watt sehingga yang dipilih adalah rumah warga yang mempunyai minimal 900 watt.

Gambar 30. Penyambungan Pipa Air dan Kabel Listrik

5. Sistem Otomatisasi Pompa

Sistem otomatisasi digunakan agar pompa nyala ketika tinggi muka air yang ada di dalam tangki berada pada level terendah dan pompa mati setelah muka air berada pada level tertinggi (Gambar 31). Dengan digunakan sistem otomatisasi pompa ini, maka tidak perlu lagi tenaga manusia untuk mengoperasikan pompa, namun pengecekan secara berkala perlu dilakukan secara rutin.

Gambar 31. Perpipaan dan Otomatisasi Pompa

6. Pemanfaatan Air Tanah

Pada saat laporan ini disusun, penduduk sudah menggunakan air tanah untuk berbagai keperluan. Beberapa penduduk menyalurkan air bersih dari menara air langsung ke rumah-rumah menggunakan pipa paralon. Dari satu menara air ada yang telah tersambung dengan 30 rumah warga. Sementara ini, sumur dalam lebih utama diperuntukan bagi keperluan rumah tangga sedangkan sumur dangkal lebih banyak

(42)

digunakan untuk mengairi lahan pertanian. Beberapa warga memanfaatkan air tanah di antaranya untuk mengairi tanaman kangkung dan mentimun (Gambar 32).

Gambar 32. Pemanfaatan Air Tanah

E. Kesimpulan

Telah dihasilkan desain teknis bangunan sumur, menara air, sistem penyaluran air dan sistem otomatisasi pompa. Sampai saat ini telah selesai dikonstruksi tiga menara air masing-masing untuk satu sumur. Dari ketiga sumur tersebut air tanah telah dimanfaatkan baik untuk keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian. Selanjutnya, perlu dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama di lokasi yang berjauhan dengan pemukiman.

(43)

V. PENUTUP

Survei geolistrik di Kabupaten Indramayu, khususnya Desa Kedokan Gabus dan Desa Gabus Wetan menghasilkan 12 titik berpotensi mengandung air tanah pada kedalaman yang berkisar 10–30 m (dangkal), and 80–110 m (dalam). Di mana, sampai saat ini telah dilakukan pemboran di 3 titik pada kedalaman 15 m, 85 m dan 30 m, masing-masing menghasilkan debit 1 liter/detik, 0,72 liter/detik dan 0,8 liter/detik dengan mutu air masuk dalam kategori Baku Mutu A.

Diketiga sumur tersebut telah dikonstruksi menara air dengan rangka setinggi 2 m dan tangki air berukuran 2000 liter. Pompa air rendam sekitar 300 watt dipakai untuk menaikkan air menggunakan sumber daya listrik yang diperoleh dari rumah penduduk setempat yang terdekat. Operasi pompa air dilakukan secara otomatis sistem on–off menggunakan elektroda untuk mendeteksi batas atas dan batas bawah level air yang diletakkan di dalam tangki. Ketiga sumur tersebut telah dimanfaatkan penduduk setempat baik untuk keperluan rumah tangga maupun mengairi lahan pertanian.

Selanjutnya, perlu dikembangkan penggunaan tenaga surya terutama di lokasi sumur yang jauh dari pemukiman. Pengalaman ini berpeluang baik untuk diujicobakan di lokasi lainnya terutama yang endemik kekeringan. Perlu pula dikaji jenis tanaman dan budidaya hemat air yang dapat mendatangkan keuntungan secara berkelanjutan. Serta, dibentuk pola pengelolaan untuk menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan air tanah ini.

(44)

Lampiran 1. Jenis Batuan Hasil Geolistrik Titik Kedalaman (m) Rho (Ωm) Penafsiran Batuan ST01 0.00-2.30 7.51 Tanah penutup 2.30-5.00 1.97 Lempung

5.00-15.00 4.96-6.28 Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air

tanah asin/payau)

15.00-75.00 2.34-2.79 Lempung

75.00 4.97 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)

105.00 3.98 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)

ST02

0.00-2.04 5.14 Tanah penutup

2.04-5.28 3.88 Lempung

5.28-11.71 5.18 Lempung pasiran (diduga akifer bebas

11.71-40.00 1.69-3.82 Lempung

40.00-114.21 4.51 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)

114.21 8.65 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)

ST03

0.00-2.24 17.08 Tanah penutup

2.24-3.57 23.83 Pasir (diduga akifer bebas)

3.57-7.67 2.67 Lempung

7.67-21.64 4.33 Lempung pasiran (diduga akifer bebas

21.64-40.33 2.07 Lempung

40.33-85.21 9.35 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)

85.21 1.33 Lempung/tuf

ST04

0.00-1.00 5.17 Tanah penutup

1.00-2.56 19.35 Pasir (diduga akifer bebas)

2.56-20.40 0.14-4.87 Lempung

20.40-41.04 8.12 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)

41.04-80.53 0.53 Lempung

80.53 15.17 Pasir (diduga akifer dalam)

ST05

0.00-2.00 5.14 Tanah penutup

2.00-13.59 1.19 Lempung

13.59-29.94 8.34 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)

29.94-62.45 0.55 Tuf

62.45-83.09 1.26 Lempung

83.09 4.41 Lempung pasiran - pasir (diduga akifer dalam)

(45)

2.44-5.77 17.07 Pasir (akuifer bebas)

5.77-46.16 1.19-4.00 Lempung

46.16-102.21 7.91 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)

102.21 3.93-4.26 Lempung

KG-ST7

0.00-1.57 1.51 Tanah penutup (permeabilitas rendah)

1.57-5.28 3.90 Lempung pasiran (diduga akifer bebas)

5.28-6.28 0.47 Lempung

6.28-22.88 3.71 Lempung pasiran (diduga akifer bebas)

22.88-41.00 2.02 Lempung

41.00-81.21 7.90 Pasir lempungan (diduga akifer dalam)

81.21 1.24 Lempung

ST08

0.00-2.00 3.60 Tanah penutup (permeabilitas rendah)

2.00-9.42 0.96 Lempung

9.42-24.00 2.67 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)

24.00-80.00 1.95 Lempung

80.00 2.07 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)

ST09

0.00-3.00 5.17 Tanah penutup (permeabilitas rendah)

3.00-7.00 7.48 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)

7.00-24.82 0.12-2.29 Lempung

24.82-45.00 3.19 Lempung

45.00 14.93 Pasir (diduga akifer dalam)

ST10

0.00-2.00 4.79 Tanah penutup

2.00-5.64 1.18 Lempung

5.64-16.23 8.81 Pasir lempungan (diduga akifer bebas)

16.23-50.15 0.42 tuf/lempung

50.15-83.09 1.26 Lempung

83.09 16.25 Pasir (diduga akifer dalam)

ST11

0.00-3.00 4.58 Tanah penutup

3.00-13.51 2.97 Lempung

13.51-25.07 2.07 Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air

tanah asin/payau)

25.07-65.94 2.58 Lempung

65.94-124.87 5.44 Lempung pasiran (diduga akifer dalam)

124.87 13.24 Pasir (diduga akifer dalam)

ST12

0.00-2.00 5.14 Tanah penutup

(46)

10.88-17.96 1.39 Lempung pasiran (diduga akifer bebas dengan air tanah asin/payau)

17.96-76.00 3.35-4.00 Lempung

(47)
(48)

Penulis dan Pelaksana Kegiatan:

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. • Ahli Hidrologi dan Fisika Tanah

• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi, Institut Pertanian Bogor.

• Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Infrastruktur Pertanian.

Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, M.Eng. • Ahli Hidrogeologi

• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi, Institut Pertanian Bogor.

Septian Fauzi Dwi Saputra, ST. • Ahli Survei Air tanah

• Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi, Institut Pertanian Bogor.

Dr. Ir. Ani Andayani, M.Agr. • Ahli Nutrisi Tanaman

Gambar

Gambar 1.  Peta Lokasi Kegiatan
Gambar 2.  Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Saradan 1
Gambar 3.  Peta Geologi
Gambar 4. Peta Hidrogeologi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu pendapatan operasional dan pendapatan non operasional.Pendapatan operasional adalah pendapatan yang timbul

RETAKAFUL OPERATIONAL COST OF TAKAFUL OPERATIONAL COST OF TAKAFUL SHARE OF SURPLUS FOR THE PARTICIPANT SURPLUS (PROFIT) 100% COMPANY TAKAFUL CONTRACT BASED. ON PRINCIPLE

Siswa mampu memahami konsep sederhana Orientasi dan Mobilitas Perwujudan Kompetensi Dasar (KD) ini ditunjukan dengan hasil belajar berikut ini.

NPL atau Non Performing Loan, adalah besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total keseluruhan kreditnya. Untuk mendorong Perbankan mengatasi

Argumentum ad Hominem (1): Argumen yang diarahkan menyerang langsung manusianya (pelecehan, antipati pada orang yang memberi pernyataan).. Argumentum ad Ignorantiam: Argumen

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perhatian orang tua siswa, lingkungan di sekolah dan kemampuan numerik dengan hasil

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di Puskesmas Godean I mengenai karakteristik akseptor Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas Godean I tahun 2010-

Jika pembangunan yang berlaku di negara Jepun dilakukan melalui program 'Pemulihan Meiji' pada 1868- 19 12 telah dipelajari dan dianalisa sehingga kini, Malaysia juga