• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA PELAJARAN KIMIA UNTUK MEMBERDAYAKAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA PELAJARAN KIMIA UNTUK MEMBERDAYAKAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI PADA PELAJARAN KIMIA UNTUK MEMBERDAYAKAN KETERAMPILAN KERJA ILMIAH SISWA

THE INQUIRY LEARNING MODEL APPLICATION IN CHEMISTRY TO EMPOWER STUDENTS SCIENTIFIC WORK SKILL

Rahmat Rasmawan

Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Tanjungpura Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi Telp (0561) 740144

Email :rahmatfkip@gmail.com

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keterampilan kerja ilmiah siswa setelah diterapkannya

model pembelajaran inkuiri pada materi identifikasi asam basa, pH asam basa dan indikator asam basa. Jenis penelitian ini ada Pre-Eksperimental dengan bentuk One Group Pretes Postest Design. Subjek penelitian ini adalah 37 siswa kelas XI IPA2 SMA Negeri 9 Pontianak yang dipilih dengan teknik porposive sampling. Instrumen pengumpulan data adalah tes keterampilan kerja ilmiah siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah Uji statistik t sampel saling berhubungan (related sample) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian adalah (1) Rata-rata skor pretes dan postest keterampilan kerja ilmiah siswa berturut-turut adalah 42,23 dan 69,12;(2)Terdapat perbedaan keterampilan kerja ilmiah siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model inkuiri; dan; (3) Model inkuiri memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan keterampilan kerja ilmiah siswa dengan efek size sebesar 2,306.

Kata kunci: Model Pembelajaran Inkuiri, Keterampilan Kerja Ilmiah.

Abstract. this research aims to observe students scientific work skill after the inquiry learning model is

applied of subject material in learning procces are acid base indification, pH acid base and acid base indicator. The types of this research is Pre-Experimental with the form One-Group Pretes postets Design. Subject of this research is students graders XI IPA2 SMA Negeri 9 which amount to 37 that have chosen by purposive technique sampling. The instrumen of data collection is student scientific work skills test. The data is analize with T-sample statistic test (related sample) with significance is 95%. The results of this research showed (1) Pretes and postest of students scientific work skills of average scores are 42,23 and 69,12 respectively (2) There are differences in scientific work skills of students before and after applied inquiry learning models, and (3( Inquiry learning models provides huge influence to estabilishment of students sciebtific work skills with the size effect is 2,306.

Keywords: Inquiry Learning Models, Scientific Work Skills

PENDAHULUAN

Kompetensi yang harus dimiliki peserta didik menyangkut pembentukan sikap, pengetahuan dan keterampilan (Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016). Sikap menyangkut perilaku yang mencerminkan sikap beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, berkarakter, jujur, peduli, bertanggung jawab, dan menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat. Pengetahuan mencakup pengetahuan teknis dan spesifik, konsep, fakta, teori serta pengetahuan tentang cara melakukan

sesuatu terkait ilmu pengetahuan yang dipelajari. Keterampilan menyangkut keterampilan berpikir dan bertindak secara kritis, kreatif, mandiri, kolaboratif dan komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan yang dipelajari di satuan pendidikan.

Mata pelajaran kimia adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang SMA yang memiliki tujuan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta kemampuan berkomunikasi sebagai

(2)

aspek penting dari kecakapan hidup (Kemendikbud, 2013). Dalam proses pembelajaran kimia di sekolah harus diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mengembangkan krativitas, mengedepankan proses scientific approach dan sistem penilaian mengintegrasikan ke tiga aspek yaitu sikap (spiritual dan sosial), keterampilan dan pengetahuan (Permendikbud No 22 Tahun 2016).

Hasil yang diperoleh dalam bidang sains (khususnya kimia) belum menunjukkan hasil yang memuaskan. PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan kemampuan literasi sains dan keterampilan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking) siswa Indonesia menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, yaitu pada tahun 2003 berada pada rangking 38 dari 40 negara peserta, pada tahun 2006 menduduki peringkat 50 dari 57 negara. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan belum dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

Rendahnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dapat disebabkan beberapa hal, yaitu: (1) Proses pembelajaran yang sering dilakukan guru dalam pembelajaran kimia adalah menyampaikan konsep yang harus dikuasai siswa sehingga terbentuk pola pikir di siswa bahwa belajar kimia cukup dengan menghafal dan latihan soal (Jazadi, 2005), (2) Guru jarang mengaitkan materi pelajaran kimia dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga terbentuk pola pikir di siswa bahwa materi kimia tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kehidupan mereka (Holbrok, 2005) dan (3) Bentuk tes yang biasa dilatihkan guru adalah penyelesaian masalah algoritmik yang biasa dijawab melalui suatu prosedur yang telah baku atau keahlian kognitif tingkat rendah (Zoller, et al.,1995).

Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan MGMP Guru Kimia di kota Pontianak

yang menyatakan bahwa pembelajaran Kimia disampaikan dengan ceramah dan latihan soal. Kegiatan praktikum dilakukan untuk membuktikan teori dan jika diperoleh hasil yang berbeda dengan teori maka penjelasannya adalah terjadi kesalahan dalam melaksanakan praktikum. Penilaian yang biasa dilakukan berbentuk tes essay yang lebih menitikberatkan sejauh mana suatu konsep dapat dikuasai siswa.

Kegiatan praktikum yang dilakukan guru hanya sebatas pembuktian suatu konsep atau hukum dengan menitikberatkan pada hasil kesimpulan yang diperoleh siswa tanpa diajarkan masalah apa yang harus diselesaikan siswa, dugaan apa yang dapat dikemukakan siswa, teori atau hukum yang mendasari percobaan tersebut, variabel-variabel lain yang dapat mengurangi keabsahan data yang diperoleh, mengkomunikasikan data dalam bentuk tabel atau grafik serta menganalisis setiap data yang didapat. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa hanya diajarkan cara menggunakan alat dan bahan dalam percobaan dan keberhasilan siswa dilihat dari data yang terkumpul berkesesuaian dengan hukum atau teori yang melandasinya dan gagal jika data yang diperoleh bertentangan dengan hukum atau teori yang ada. Pembelajaran yang demikian kurang memberikan penekanan terhadap prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan untuk memperoleh kesimpulan, yaitu dimulai dari merumuskan masalah, merumuskan hipotesis berdasarkan pengetahuan yang ada, merancang eksperimen termasuk pengendalian variabel dan pemanipulasian variabel, menyajikan data hasil percobaan, menginterpretasi data, dan terakhir menarik suatu kesimpulan atau yang lebih dikenal dengan keterampilan kerja ilmiah.

Keterampilan kerja ilmiah penting untuk dikembangkan karena memungkinkan siswa belajar cara belajar mereka sendiri yaitu menemukan kesulitan-kesulitan dan berupaya untuk menyelesaikannya (NSTA dan AETS,

(3)

1998), Mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi “HOTH” dalam penyelesaian masalah (Costa, 1985), mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang digunakan siswa dalam mengambil keputusan (NSTA DAN AETS, 1998). Selain itu, Carin (1997) mengemukakan bahwa ada tiga hal yang ikut berkembang dalam kerja ilmiah yaitu keterampilan proses, produk atau pengetahuan dan nilai (contex, values, affective). Menurut Ramsey (1995) dengan menumbuhkan keterampilan kerja ilmiah dapat menumbuhkan ”science dispotition” sebagai efek iringannya, yaitu keinginan, kesadaran dan dedikasi tinggi terhadap sains khususnya kimia yang diperlukan serta digunakan dalam perkembangan teknokogi dan kemajuan jaman.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan kerja ilmiah adalah model pembelajaran inkuiri. Model pembelajaran inkuiri enam fase yang berhubungan langsung dengan keterampilan proses sains terintegrasi (Arend, 2012). Pada fase 1, siswa merumuskan masalah yang akan dipecahkan atau diselidiki. Pada fase 2, siswa merumuskan hipotesis berdasarkan hasil sintesis literature-literatur yang relevan atau terkait dengan rumusan masalah yang dibuat. Pada fase 3, siswa mengumpulkan data atau informasi untuk menjawab permasalahan baik dari kajian konsep dan melalui percobaan. Pada fase 4, siswa memberikan analisis terhadap data yang dikumpulkan. Pada fase 5, siswa menarik kesimpulan dari hasil analisis data. Pada fase 6 (fase akhir), siswa melakukan refleksi terhadap kesimpulan yang dibuat dan membandingkannya dengan hipotesis yang telah siswa rumuskan.

Banyak hasil penelitian yang menunjukkan keefektifan model pembelajaran inkuri dengan keterampilan kerja ilmiah siswa. Sutama, Aryana dan Swasta (2014) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa kinerja ilmiah kelompok siswa yang mendapat model pembelajaran inkuiri lebih baik dibandingkan

dengan kelompok siswa yang mendapat pembelajaran dengan model pembelajaran langsung. Melani, Harlita dan Sugiarto (2012) mengungkapkan bahwa model inkuiri dapat meningkatkan keterampilan kerja dan sikap ilmiah serta hasil belajar kognitif siswa pada pembelajaran biologi. Balim (2009) mengungkapkan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa, keterampilan proses serta membentuk keterampilan ilmiah siswa. Alex dan Olubuyusi (2013) menunjukkan bahwa model inkuiri dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Hasil penelitian Aka, Goven dan Aydogdu (2010) menunjukkan bahwa siswa yang diajar dengan pendekatan keterampilan proses sains dalam setiing pembelajaran model problem solving dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa serta memiliki keterampilan kerja ilmiah yang lebih baik dengan pembelajaran yang biasa dilakukan (model konvensional).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk menerapkan model pembelaajaran inkuiri terhadap pembentukan keterampilan kerja ilmiah siswa. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif proses pembelajaran kimia di SMA serta memotivasi siswa untuk belajar kimia lewat penyelidikan ilmiah.

METODE PENELITIAN Bentuk dan Subjek Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak yang muncul akibat penerapan model pembelajaran inkuiri sebelum dan sesudah pembelajaran, sehingga jenis penelitian yang dilakukan adalah pra-eksperimental dengan bentuk one group pretes postest design. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA2 SMA

Negeri 9 Pontianak yang berjumlah 37 siswa. Yang dipilih dengan teknik porposive sampling dengan alasan bahwa kelas tersebut memiliki rata-rata nilai yang lebih tinggi dibandingkan kelas XI IPA lainnya di SMA Negeri 9 Pontianak, dengan nilai ulangan semester kelas

(4)

XI IPA1, XI IPA2 dan XIPA3 berturut-turut

adalah 69,02, 72,32 dan 68,51. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Pada tahap awal, dikembangkan lembar kerja siswa yang mengikuti model inkuiri pada materi identifikasi sifat asam basa, penentuan pH larutan asam basa, dan penentuan trayek pH indikator alami serta mengembangkan tes keterampilan kerja ilmiah siswa. Selanjutnya LKS dan tes keterampilan kerja ilmiah divalidasi oleh pakar pendidikan kimia untuk ditentukan kelayakan penggunaannya. Berdasarkan hasil validasi diperoleh bahwa lembar kerja siswa telah mengikuti model pembelajaran inkuiri dan dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Hasil validasi tes keterampilan kerja ilmiah menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan jelas dan tidak memunculkan makna ganda serta telah sesuai dengan indikator keterampilan kerja ilmiah yang diujikan sehingga layak digunakan.

Tahap pelaksanaan penelitian diawali dengan pemberian pretes keterampilan kerja ilmiah siswa. Tujuan pemberian pretes adalah untuk mengetahui gambaran awal keterampilan kerja ilmiah siswa sebelum diterapkannya model pembelajaran inkuri. Selanjutnya menerapkan model pembelajaran inkuiri dengan menggunakan lembar kerja siswa yang telah dibuat. Setelah diterapkannya model inkuiri, selanjutnya memberikan postest keterampilan kerja ilmiah dengan tujuan untuk melihat keterampilan kerja ilmiah siswa setelah diterapkannya model pembelajaran inkuiri. Teknik Analisis Data

Data pretes dan postest keterampilan kerja ilmiah yang diperoleh selanjutnya ditentukan nilai (N) dengan rumus:

= ℎ 100%

Berdasarkan nilai (N) yang diperoleh, selanjutnya ditentukan kategori keterampilan kerja ilmiah siswa dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Kriteria Keterampilan Kerja Ilmiah No Rentang Nilai Kategori

1 0 – 25 Tidak terampil

2 26 – 50 Kurang terampil

3 51 – 75 Terampil

4 76 – 100 Sangat terampil

Nilai rata-rata (NI) untuk tiap-tiap indikator ditentukan dengan rumus berikut:

=

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keterampilan kerja ilmiah siswa sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran inkuiri maka dilakukan uji statistik sampel dependent yang sesuai. Jika data pretes dan postest berdistribusi normal maka untuk mengetahui perbedaannya dilakukan uji statistik t sampel dependent. Apabila salah satu atau kedua data pretes dan postets tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji statistik non parametrik yaitu uji Wilcoxson.

Besarnya pengaruh model pembelajaran inkuri terhadap keterampilan kerja ilmiah ditentukan dengan menghitung besarnya efek size dengan rumus

= −

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh pada saat pengerjaan pretes dan postest (Tabel 2) menunjukkan bahwa rata-rata keterampilan kerja ilmiah siswa setelah mengikuti proses pembelajaran inkuiri lebih tinggi dibandingkan sebelum pembelajaran. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan keterampilan kerja ilmiah siswa setelah mengikuti proses pembelajaran inkuiri.

Tabel 2. Hasil Pretes dan Postes Keterampilan Kerja Ilmiah (N=37 siswa)

Aspek Pretes Postest

Rata-Rata Nilai 42,23 69,12

Nilai Minimum 25,00 43,75

Nilai Maksimum 65,63 81,25

(5)

Kategori keterampilan kerja ilmiah siswa (Gambar 1) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kategori sangat teranpil dan terampil, sedangkan kategori kurang dan tidak

terampil mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kategori keterampilan kerja ilmiah siswa menjadi terampil dan sangat terampil.

Tiap-tiap indikator keterampilan kerja ilmiah siswa (Gambar 2) sebelum dan sesudah mengikuti proses pembelajaran dengan model inkuiri mengalami peningkatan. Hal ini

mengindikasikan bahwa tiap-tiap fase dari model inkuiri dapat melatih keterampilan kerja ilmiah siswa.

Gambar 2. Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa Tiap-Tiap Indikator

Keterangan

Indikator 1: Merumuskan Masalah, Indikator 2 : Menerapkan Konsep, Indikator 3: Merumuskan Hipotesis, Indikator 4: Merumuskan Variabel Percobaan, Indikator 5: Merumuskan Definisi Operasional Variabel, Indikator 6: Mengolah Data, Indikator 7 : Menganalisis Data, Indikator 8 : Merumuskan Kesimpulan.

Keterangan: ST (Sangat Terampil), T (Terampil), KT (Kurang Terampil), TT (Tidak Terampil) Gambar 1. Kategori Keterampilan Kerja Ilmiah Siswa

(6)

Normalitas data pretes dan postest dianalisis dengan menggunakan software SPSS dengan uji normalitas didapat kedua data baik pretes dan postest berdistribusi normal (Tabel 3). Karena kedua data berdistribusi normal maka dilakukan uji T related sample menggunakan software SPSS. Hasil yang diperoleh (Tabel 4) diketahui bahwa terdapat perbedaan keterampilan kerja ilmiah siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan model inkuiri.

Tabel 3. Uji Normalitas Data Dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Pretes_ KKI Postest_ KKI N 38 37 Normal Parametersa,b Mean 42,2326 69,1746 Std. Deviation 11,5015 8,65745 Most Extreme Differences Absolute ,147 ,152 Positive ,147 ,082 Negative -,145 -,152 Kolmogorov-Smirnov Z ,908 ,924

Asymp. Sig. (2-tailed) ,381 ,360

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Untuk melihat besarnya pengaruh penerapan model inkuiri terhadap keterampilan kerja ilmiah siswa maka dihitung nilai efek size. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai efek size sebesar 2,306 dengan kategori sangat tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan keterampilan kerja ilmiah siswa.

Dari hasil penelitian diperoleh menunjukkan bahwa penerapan model inkuiri dapat meningkatkan keterampilan kerja ilmiah siswa. Hal ini disebabkan karena siswa secara aktif melakukan aktivitas penyelidikan di dalam proses pembelajarannya. Dalam penyelesaian masalah yang terdapat pada LKS, siswa secara aktif mengajukan pertanyaan atau masalah, pengumpulan informasi yang relevan dan digunakan sebagai dasar merumuskan dugaan atau hipotesis, melakukan observasi, menggunakan alat untuk mengumpulkan data, menganalisis dan menafsirkan data, memberikan penjelasan terhadap data yang diperoleh, membuat kesimpulan serta mengkomunikasikan hasil yang diperoleh dalam pembelajarannya (National Research Concil, 2000).

Tabel 4. Uji T Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Pair 1 Pretes_KKI - Postest_KKI -26,94189 13,36619 2,19739 -31,39840 -22,48538 -12,261 36 ,000

Karena Sig. (2-tailed)<0,05, maka terdapat perbedaan pretes_KKI dan postest_KKI

Aktivitas penyelidikan yang dilakukan siswa mengikuti model inkuiri. Pada fase satu model inkuiri (Orientasi siswa pada masalah) siswa dihadapkan pada situasi atau kondisi yang memunculkan masalah. Pada materi identifikasi asam basa, siswa dihadapkan pada masalah tentang uji sifat asam basa tanpa harus mencicipi rasanya karena sangat berbahaya. Pada pengukuran pH asam basa, siswa dihadapkan pada masalah tentang pembuktian rumus perhitungan dengan pengukuran sebenarnya.

Pada materi penentuan trayek pH dihadirkan masalah tentang keefektifan indikator alami dalam mendeteksi sifat asam atau basa berdasarkan trayek pH indikator tersebut. Menurut Arrends (2012) pembelajaran yang memberikan masalah awal ke siswa dapat memotivasi belajar mereka terutama menyelesaikan masalah yang diberikan. Pada Fase dua, siswa menentukan masalah utama yang akan dipecahkan berdasarkan situasi yang diberikan pada fase satu. Menurut Leonor (2015)

(7)

pembelajaran yang difokuskan pada suatu masalah yang dipecahkan dapat membuat siswa memanggil kembali informasi-informasi awal yang mereka miliki dan berupaya untuk mengumpulkan informasi tambahan untuk membuat jawaban sementara terhadap masalah tersebut.

Pembelajaran dengan fokus pemberian masalah di awal pembelajaran berdampak pada aktivitas siswa, terutama pengumpulan informasi yang yang relevan dan memancing siswa mengeluarkan pendapat atau prediksi awal jawaban mereka (fase tiga model inkuiri, merumuskan hipotesis). Hal ini ditandai dengan meningkatnya keterampilan siswa dari rata-rata 35,81 menjadi 64,86 pada indikator menerapkan konsep (Gambar 2). Pada indikator merumuskan hipotesis terjadi peningkatan yang relatif kecil, yaitu dari 54,73 menjadi 61,56. Hal ini disebabkan karena hipotesis yang dibuat siswa belum menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua hal yang saling berhubungan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Supasorn dan Waengchin (2014) yang menunjukkan kelemahan siswa dalam merumuskan hipotesis yaitu belum menunjukkan hubungan antara dua hal yang saling berhubungan, yaitu antara variabel manipulasi dan respon.

Sebelum melakukan percobaan (fase empat model inkuiri), terlebih dahulu siswa merumuskan variabel dan definisi operasional dari prosedur kerja yang diberikan. Pembiassaan siswa dalam membuat variabel dan definisi operasional variabel dalam proses pembelajaran membuat siswa memahami variabel-variabel yang terlibat dalam prosedur percobaan. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada indikator merumuskan variabel percobaan dan definis operasional variabel tergolong tinggi, yaitu dari 38,51 menjasi 75,68 dan dari 35,81 menjadi 61,49. Menurut Gurses, Cuya, Gunes dan Dogar (2014) menyatakan bahwa cara termudah melatih siswa merumuskan variabel dan definisi operasional variabel adalah memberikan prosedur kerja dan meminta siswa menentukan variabel kontrol, respon dan manupulasi apa saja yang terlibat dalam prosedur kerja tersebut.

Pada fase empat model inkuri (mengumpulan data) siswa melakukan aktivitas mengolah data dan menganalisis data hasil percobaan yang

telah mereka lakukan. Pada proses pembelajarannya, siswa diminta membuat grafik atau tabel hasil percobaan mereka. Hal ini sesuai dengan hasil tes keterampilan kerja ilmiah siswa (Gambar 2) pada indikator mengolah data terjadi peningkatan dari rata-rata skor 25 menjadi 72,3. Kesalahan siswa pada saat pretes dijumpai sebagian besar grafik yang dibuat tidak menunjukkan keteraturan skala baik sumbu ordinat maupun absis, keterangan pada sumbu ordinat dan absis. Hal ini diperbaiki pada saat pembelajaran melalui bimbingan dan arahan guru dalam mengelola data hasil percobaan sehingga diperoleh hasil postest dengan rata-rata yang cukup tinggi, yaitu 72,3.

Setelah mengelola data, selanjutnya siswa melakukan analisis data hasil percobaan. Analisis data dalam proses pembelajaran dilakukan dengan memberikan pertanyaan bimbingan yang dapat membantu siswa dalam analisis data. Menurut Rob Wass (2011) fungsi bimbingan atau scaffolding membantu siswa menyelesaikan kesulitan belajar mereka dan pada tahap berikutnya siswa mampu menyelesaikan tugas tersebut tanpa bantuan atau bimbingan guru. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes keterampilan kerja ilmiah (Gambar 2) pada indikator menganalisis data yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rata-rata nilai dari 40,54 menjadi 72,9.

Setelah menganalisis data hasil percobaan, selanjutnya siswa merumuskan kesimpulan (fase lima model inkuiri). Pada proses pembelajaran, siswa diarahkan membuat kesimpulan dengan cara menjawab pertanyaan penyelidikan atau menerima atau menolak hipotesis yang telah dirumuskan. Bimbingan yang dilakukan guru berdampak pada hasil tes keterampilan kerja ilmiah siswa (Gambar 2) pada indikator merumuskan kesimpulan mengalami peningkatan rata-rata nilai dari 53,38 menjadi 86,49.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan keterampilan kerja ilmiah siswa sebelum dan sesudah diajar dengan model pembelajaran inkuri.

2. Model pembelajaran inkuiri memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

(8)

keterampilan kerja ilmiah siswa dengan nilai efek size sebesar 2,306.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Direktorat Riset dan Teknologi, Kementrian Riset, Teknomogi, dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan dana penelitian tahum ke II Hibah Pekerti serta Prof. Yetti Supriana Saefudin, M.Pd dan Prof. Dr. Gaguk margono, M.Ed selaku Tim Peneliti

Mitra yang banyak membantu dan

membimbing selama pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aka, Guven, and Aydogdu. 2010. “Effect of Problem Solving Method on Science Process Skills and Academic Achievement”. Journal of Turkish Science Education, Vol 7 No. 4 hal, 13-27.

Alex dan Olubuyusi. 2013. “Guided Discovery Learning Strategy And Senior School Students Performance In Mathematics In Ejigbo Nigeria”. Journal of Education and Practice. Vol 4 No 12, hal 82-97. Arends. 2012. Learning to Teach, Ninth Edition.

New York: McGraw-Hill.

Balim. 2009. “The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning Skills”. Eruasian Journal of Education Research, Vol 35 No. 1 hal 1-20.

Carin. 1997. Teaching Science Through Discovery, Eight Edition. New Jersey: Prentice-Hall.

Costa. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD.

Gurses, Cuya, Gunes dan Dogar. 2014.” Determination Of The Relation Between Undergraduate Students’ Awareness Levels Regarding Their Scientific Process Skills And Application Potentials”. American Journal of Educational Research Vol 2 (5) halaman 250 – 256. Holbrook. 2005. “Making Chemistry Teaching

Relevant”. Journal Chemical Education International Vol 6 No.1 hal 12-27. Jazadi. 2005. “Evaluasi dan Pengembangan

Proses Belajar-Mengajar di Perguruan Tinggi”. Jurnal Ilmu Pendidikan Vol 12(1) hal 1 – 17.

Kemendikbud. 2013. Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar Jenjang Sekolah Menegah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA).

Leonor. 2015. “Exploration of Conceptual Understanding and Science Process Skills: A Basis for Differentiated Science Inquiry Curriculum Model”. International Journal of Information and Education Technology, Vol 5(4). Halaman 255 – 259.

Melani, Harlita dan Sugiarto. 2012. “Pengaruh Metode Guided Discovery Learning Terhadap Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif Biologi Siswa SMA Negeri 7 Surakarta Tahun Pelajarn 2011/2012”. Jurnal Pendidikan Biologi, Vol 4 No.1 hal 97-105.

National Research Council. 2000. Inquiry And The National Science Education Standards: A Guide for Teaching and Learning. New York: National Academic Press.

NSTA dan AETS. 1998. Standards for Science Teacher Preparation. Washington DC: National Academy Press.

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.

Ramsey. 1995. “Reform Movement Implication Social Responsibility”. Journal Science Education, Vol 77 No.2, hal 235-258. Rob Wass. 2011. “Scaffolding Critical Thinking

In The Zone Of Proximal Development.” Journal of Higher Education Research & Development Vol 65 (3) hal 317-328. Supasorn dan Waengchin. 2014. “Development

Of Grade 8 Students’ Learning Achievement On Chemical Reaction By Using Scientific Investigation Learning Activities”. Procedia - Social and Behavioral Sciences 116 halaman 744 – 749.

Sutama, Arnyana, dan Swasta. 2014.” Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Ketrampilan Berpikir Kritis Dan Kinerja Ilmiah Pada Pelajaran Biologi Kelas XIi IPA SMA Negeri 2 Amlapura”. Jurnal

(9)

Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi IPA. Vol 4 (5) halaman 71 – 85.

Zoller, et al (1995). Teaching, Learning, Evaluation And Self-Evaluation Of HOCS In The Process Of Learning Chemistry. Proceedings of the 3rd European Conference on Research in Chemical Education, September, hal 60-67

Gambar

Tabel 1. Kriteria Keterampilan Kerja Ilmiah  No  Rentang Nilai  Kategori
Tabel 4. Uji T Paired Samples Test

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebutuhan afiliasi dengan kesepian pada remaja di Panti Asuhan Putri Aisyiyah dan Putra Muhammadiyah Tuntang

Hasil analisis data pada komplikasi di ginjal didapatkan tidak adanya perbedaan proporsi komplikasi ginjal dengan hipertensi derajat 1 dan 2 (p=0,310). Hasil ini didukung

Selain mengajukan gugatan terhadap kelalaian produsen, ajaran hukum juga memperkenalkan konsumen untuk mengajukan gugatan atas wanprestasi. Tanggung jawab produsen yang dikenal

Penyusunan Rencana Kerja Perubahan TA 2019 (Renja Perubahan) Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Rembang Tahun 2019 perubahan, didasarkan RKPD (Rencana Kerja Pemerintah

Dalam Tugas Akhir ini akan dilakukan klasifikasi emosi berdasarkan lirik lagu, sebagai media yang digunakan untuk mengklasifikasi ekspresi dan emosi seseorang,

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui bagaimana besarnya pengaruh secara simultan (bersama-sama) dua variabel bebas (X) atau lebih yang

Persoalan tersebut akan dikaji secara lebih mendalam melalui beberapa kajian spesifik seperti: (1) Apakah orientasi proses pendidikan di Indonesia sudah menjadikan siswa