• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah adalah dengan diberlakukannya desentralisasi daerah. Pasal 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa desentralisasi merupakan penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan diberlakukannya desentralisasi adalah agar setiap daerah dapat menjalankan pembangunan sesuai yang dibutuhkan dan potensi yang ada masing-masing daerah. Dengan demikian, daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi yang ada.

Pembangunan di Indonesia yang dilakukan secara berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Namun, hasil pembangunan kadang belum dirasakan merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat yang dapat dilihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan meratanya distribusi pendapatan (Arsyad, 2010: 285).

(2)

Dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan di suatu daerah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) (Tambunan, 2001: 105). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak memberikan pada pemecahan masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan. Ketika tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka diiringi juga dengan meningkatnya tingkat pengangguran dan pengangguran semu di daerah pedesaaan maupun perkotaan (Hariadi, dkk., 2008). Hal ini mengakibatkan distribusi pendapatan antara kelompok kaya dengan kelompok miskin semakin senjang. Tingkat ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia dapat dilihat dari capaian Indeks Gini.

Tabel 1.1 Capaian Indeks Gini Provinsi Tahun 2012-2013

(3)

Salah satu permasalahan dalam proses pembangunan daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu adanya ketimpangan/ disparitas pendapatan antar daerah/ antar kabupaten yang dapat ditunjukan melalui Indeks Gini. Indeks Gini adalah salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh (BPS, 2015). Indeks Gini kabupaten/ kota di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat sebagai berikut:

Grafik1.1. Indeks Gini Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2007-2013

Sumber: BPS, 2013

Grafik indeks gini di DIY dari tahun 2007 sampai dengan 2013 menunjukkan tidak terlalu fluktuatif. Namun, mulai tahun 2011 hingga 2013 indeks gini terus mengalami kenaikan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan di DIY semakin meningkat. Berdasarkan laporan EKPD (2015), DIY pada tahun 2013 memiliki capaian indeks gini paling tinggi diantara 33 provinsi di seluruh Indonesia yaitu sebesar 0,44. Selain itu, pada tahun 2012 capaian indeks gini di DIY mencapai angka 0,43, dimana pada tahun 2012 angka tersebut juga tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan

provinsi-2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Indeks Gini DIY 0.366 0.383 0.365 0.366 0.416 0.427 0.439

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 INDEKS

(4)

provinsi lain di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indeks Gini di DIY tergolong tinggi.

Pembangunan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang berlangsung secara menyeluruh dan berkesinambungan telah meningkatkan perekonomian masyarakat. PDRB per kapita merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah tertentu. Menurut Tarigan (2005: 18), PDRB per kapita adalah total PDRB suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Semakin tinggi tingkat PDRB perkapita suatu wilayah maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya, dan sebaliknya semakin rendah tingkat PDRB perkapita di suatu wilayah maka semakin rendah tingkat kesejahteraan masyarakatnya.

Grafik 1.2. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/ Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2013

(dalam juta)

Sumber: BPS, 2014 (data diolah)

Grafik 1.2. menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antar PDRB per kapita di kab/kota di Provinsi DIY. Pada umumnya PDRB per kapita di setiap kab/kota meningkat pada tiap tahun. PDRB per kapita di DIY didominasi

2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 16,000,000 18,000,000 Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta

(5)

oleh kota Yogyakarta. Pada tahun 2013 PDRB per kapita kota Yogyakarta mencapai Rp16.139.158 juta, sedangkan PDRB per kapita tertinggi kedua adalah kabupaten Sleman. Meskipun PDRB per kapita kabupaten Sleman tertinggi kedua setelah Yogyakarta, PDRB kabupaten Sleman tidak setinggi kota Yogyakarta. PDRB per kapita kabupaten Sleman di tahun 2013 hanya sebesar Rp6.544.348 juta. Untuk rata-rata PDRB per kapita kab/kota dari tahun 2003-2013 tentu saja paling tinggi adalah kota Yogyakarta. Rata-rata PDRB per kapita kota Yogyakarta dari tahun 2003-2013 adalah sebesar Rp12.383.505 juta, sedangkan rata-rata PDRB per kapita terendah adalah kabupaten Bantul yaitu hanya sebesar Rp4.118.867 juta.

Kuznetz (1971) menyatakan bahwa dalam jangka pendek, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan mempunyai korelasi positif. Hal ini berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi ketimpangan pendapatan yang terjadi. Tetapi, jika dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan akan mempunyai korelasi negatif, yakni semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin rendah ketimpangan pendapatan yang terjadi. Pembangunan manusia mencerminkan kualitas hidup masyarakat di suatu daerah. Sehingga, diharapkan semakin tinggi kualitas hidup masyarakat, maka ketimpangan yang terjadi akan semakin rendah.

Banyak peneliti mengungkapkan bahwa modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia mencerminkan kualitas hidup masyarakat suatu daerah. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja ekonomi diyakini juga akan

(6)

lebih baik (Brata, 2002). Hal ini dapat dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup (BPS, 2015). Sebagai ukuran kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. Dimensi tersebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. IPM yang baik akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Berikut merupakan grafik yang menunjukkan 10 (sepuluh) provinsi di Indonesia yang memiliki nilai IPM tertinggi:

Grafik 1.3. Sepuluh Provinsi dengan IPM Tertinggi di Indonesia Tahun 2011-2013

Sumber: BPS (data diolah)

Dengan melihat grafik diatas maka dapat disimpulkan bahwa nilai IPM di sepuluh provinsi tersebut memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang lain di Indonesia. Bahkan IPM ke sepuluh provinsi diatas lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata

70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 2011 2012 2013

(7)

IPM Indonesia. Grafik 1.4. menunjukkan IPM DIY jika dibandingkan dengan IPM Indonesia:

Grafik1.4. Indeks Pembangunan Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta dan Indonesia

Tahun 2004-2013

Sumber: BPS, 2015

Grafik 1.4. menunjukkan bahwa IPM DIY berada diatas rata-rata IPM Indonesia. Dengan kata lain, DIY dianggap berhasil dalam meningkatkan IPM. Berdasarkan data BPS 2015 IPM DIY tahun 2013 tertinggi ke dua di Indonesia setelah Jakarta, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya IPM DIY juga termasuk dalam IPM tertinggi di Indonesia. Meskipun capaian IPM di DIY tergolong tinggi tetapi pertumbuhan IPM dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tidak pernah mencapai 1% (persen).

Indeks Gini DIY pada tahun 2013 memiliki capaian tertinggi di Indonesia. Hal ini menujukkan bahwa ketimpangan pendapatan DIY merupakan yang paling tinggi. Akan tetapi, capaian IPM DIY juga termasuk dalam kategori tertinggi di Indonesia yang berarti bahwa kualitas hidup masyarakat DIY tinggi. Pada prinsipnya, jika IPM tinggi maka kualitas hidup masyarakat juga akan tinggi yang

(8)

menunjukkan kesejahteraan masyarakat meningkat, sehingga ketimpangan pendapatan akan menurun. Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin membahas tentang “Analisis Pengaruh IPM dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Ketimpangan Pendapatan (Pendekatan Data Panel Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2012)”.

1.2. Rumusan Masalah

Kondisi PDRB per kapita di Daerah Istimewa Yogyakarta semakin meningkat sejak tahun 2003-2013 dengan peningkatan sebesar 4% per tahun. Kondisi Indeks Gini Daerah Istimewa Yogyakarta juga ikut semakin meningkat dari tahun 2010-2013 dengan peningkatan rata-rata sebesar 3% per tahun. Hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi meningkat, namun distribusi ketimpangan di Daerah Istimewa Yogyakarta belum merata.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut.

1) Untuk menguji pengaruh antara pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/ kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) Untuk menguji pengaruh IPM terhadap ketimpangan pendapatan kabupaten/

(9)

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penelitian. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Penulis

Penelitian ini mampu menyajikan bukti empiris, serta memberikan sumbangan pengetahuan tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi dan IPM terhadap ketimpangan pendapatan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) Pemerintah

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran dan pertimbangan untuk menilai ketimpangan pendapatan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan IPM.

3) Pihak Lain

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Sistematika Penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab dimana antara bab satu dengan bab yang lainnya memiliki hubungan yang berkaitan. Gambaran secara umum mengenai isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut:

(10)

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Gambaran Umum Penulisan

Bab ini menguraikan landasan teori yang menunjang penelitian ini yang meliputi uraian mengenai teori pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita, Indeks Pembangunan Manusia, ketimpangan pendapatan, serta koefisien Gini dan kurva Lorenz. Pada bab ini juga diuraikan mengenai penelitian terdahulu, dan rumusan hipotesis. Bab ini jugamenguraikan tentang jenis dan sumber data, definisi operasional variabel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab III Analisis dan Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan mengenai analisis dan pembahasan hasil penelitian. Analisis data digunakan untuk menyederhanakan data agar lebih mudah untuk diintepretasikan. Pembahasan hasil penelitian diperlukan untuk mengintepretasikan hasil data yang diolah, serta melihat implikasinya.

Bab IV Simpulan dan Saran

Bab ini menguraikan mengenai simpulan penelitian yang diperoleh dari hasil pembahasan, serta memberikan saran yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.

Gambar

Tabel 1.1 Capaian Indeks Gini Provinsi Tahun  2012-2013
Grafik  indeks  gini  di  DIY  dari  tahun  2007  sampai  dengan  2013  menunjukkan  tidak  terlalu  fluktuatif
Grafik 1.2. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/ Kota  Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2003-2013
Grafik 1.3. Sepuluh Provinsi dengan IPM Tertinggi di Indonesia  Tahun 2011-2013
+2

Referensi

Dokumen terkait

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Dokter harus menentukan apakah gejala2nya merupakan gambaran umum dari fungsi si anak at spesifik terhadap suatu situasi at hubungan  hubungan & pola2 interaksi jarang

penyebabnya. 6erkadang beberapa masalah disebabkan oleh masalah yang pasti penyebabnya. 6erkadang beberapa masalah disebabkan oleh masalah yang pasti misalnya kesalahan peresepan

Pengaruh struktur aktiva, Ukuran perusahaan, Tingkat Pertumbuhan, Profitabilitas, Risiko Bisnis terhadap Struktur Modal: studi empiris pada perusahaan sektor Pertambangan ynag

Dan semua pengetahuan didasarkan pada tiga sumber yaitu; alam (physical universe), manusia (constitution of the human mind) dan sejarah (the historical study of

Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Tenaga Kependidikan dan Non Kependidikan (P4TKN) Gedung LPPMP Lantai 3 Sayap Timur Telp./Fax.. (0274) 550 852;

“Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dosis inokulum dan waktu ferementasi pada kulit pisang raja (Musa paradisiaca) terhadap perubahan