• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUK-PRODUK KARBONISASI BEBERAPA JENIS KAYU YANG BERBEDA ASKARIANSJAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUK-PRODUK KARBONISASI BEBERAPA JENIS KAYU YANG BERBEDA ASKARIANSJAH"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

ASKARIANSJAH

090500170

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

2012

(2)

PRODUK-PRODUK KARBONISASI BEBERAPA JENIS KAYU YANG BERBEDA

Oleh:

ASKARIANSJAH

090500170

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

SAMARINDA

2012

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Karya Ilmiah : Produk-Produk Korbonisasi Beberapa Jenis Kayu Yang Berbeda.

N a m a : Askariansjah.

N I M : 090500170.

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan. Jurusan : Teknologi Pertanian.

Pembimbing, Penguji I, Penguji II,

Firna Novari, S.Hut, MP. Ir. Yusdiansyah, MP. Erina Hertianti,S.Hut, MP

NIP.197107171997022001 NIP.19591216191989031001 NIP. 197005031995122002

Menyetujui, Mengesahkan,

Ketrua Progaram Studi Teknologi Hasil Ketua Jurusan Teknologi Pertanian Hutan

Ir. Syafi’i, MP. Heriad Daud Salusu, S.Hut, MP. NIP. 196806101995121001. NIP. 197008301997031001

(4)

ABSTRAK

ASKARIANSJAH. Produk Produk Karbonisasi Beberapa Jenis Kayu Yang Berbeda (di bawah bimbingan FIRNA NOVARI).

Penelitian ini dilatar belakangi untuk mengetahui rendemen pembuatan asap cair dan arang dari proses karbonisasi beberapa jenis kayu yang berbeda. Setiap jenis bahan baku atau jenis kayu yang berbeda dari proses karbonisasi dalam pembuatan asap cair akan diketahui jenis bahan yang paling banyak menghasilkan asap cair sekaligus produksi arangnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan informasi mengenai pemanfaatan Kayu anggerung, mangium dan sengon sebagai bahan baku pembuatan asap cair dan arang.

Pada proses karbonisasi atau pembakaran akan menghasilkan arang dan asap cair yang didapat dari kondensasi asap hasil pembakarannya. Berbagai macam bahan baku dalam proses karbonisasi ini tentu saja akan menghasilkan arang dan asap cair yang berbeda baik dari sisi rendemennya maupun kualitas arang dan asap cairnya. Pohon yang ditebang berdiameter 15 cm dan sudah tidak produktif lagi, pohon yang ditebang masing –masing hanya satu pohon yaitu pohon anggerung, pohon mangium dan pohon sengon. kemudian pohon dipotong dengan ukuran panjang 30 cm sebanyak masing masing 100 kg. Selanjutnya bahan baku dijemur selama 1 minggu, kemudian dilakukan penimbangan terhadap Kayu anggerung, mangium dan sengon sebanyak masing masing 100 kg. Setelah dilakukan penimbangan, memasukkan bahan baku kedalam tungku pirolisis. Tungku pirolisis ditutup rapat agar asap dan uap tidak keluar (terbuang).

Asap cair dan arang dari jenis Kayu Anggerung yang dibakar sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 45 liter atau setara dengan 44,506% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 34 kg atau setara dengan 34%. Dari pembakaran Kayu Mangium sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 43 liter atau setara dengan 42,527% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 53 kg atau setara dengan 53%. Sedangkan Kayu Sengon yang dibakar sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 48 liter atau setara dengan 47,472% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 30,5 kg atau setara dengan 30,5%.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Askariansjah lahir tanggal 26 Juni 1967 di Samarinda.

Merupakan anak ke tiga dari Ibu Hasipah dan Bapak Armansyah.

Tahun 1975 memulai pendidikan di Sekolah Dasar dan melanjutkan ke SMP tahun 1981 dan SMA memperoleh ijazah tahun 1987 di Samarinda.

Pendidikan Tinggi dimulai pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Jurusan Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan tahun 2009.

Tahun 1989 bekerja sebagai tenaga teknisi di Politeknik Pertanian Samarinda sampai sekarang. Pada tanggal 1 Januari 2002 menikah dengan Neni Rahmadani dan memperoleh tiga orang putra.

Bulan Pebruari – April 2012 mengikuti program PKL (Praktik Kerja Lapang) di Jati Landa Art Shop Sidoarjo, Jawa Timur.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas berkat Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu di lingkungan Program Studi Teknologi Hasil Hutan. Penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu dari bulan Mei - Juni tahun 2012, yang merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan sebutan Ahli Madya.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Ibu Firna Novari, S.Hut, MP. selaku dosen pembimbing dan kepala laboratorium non kayu

2. Bapak Ir. Yusdiansyah, MP. selaku dosen penguji I 3. Ibu Erina Hertianti, S.Hut, MP. selaku dosen penguji II

4. Bapak Ir. Syafi’i, MP. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Hutan. 5. Bapak Ir. Wartomo, MP. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri

Samarinda

6. Para staf pengajar, adminitrasi dan teknisi di Program Studi Teknologi Hasil Hutan.

7. Seluruh anggota keluarga atas dukungannya serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu- persatu.

Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan dalam penulisan ini, namun semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Penulis

Kampus Sei Keledang, Agustus 2012.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Karbonisasi ... 4

B. Pengertian Dan Pembuatan Asap Cair Dan Arang ... 5

C. Pemanfaatan Asap Cair ... 7

D. Pengertian Dan Pembuatan Arang ... 4

E. Keterangan Umum Jenis Kayu Anggerung (Trema orientalis (L.) BI) ...16

F. Keterangan Umum Jenis Kayu Mangium ( Acacia mangium Will)... 17

G. Keterangan Umum Jenis Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria).... 18

III. METODE PENELITIAN... 19

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian ...19

B. Bahan Dan Peralatan Penelitian ... 19

C. Prosedur Penelitian ... 20

D. Analisis Data ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Hasil ... 26

B. Pembahasan ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

A. Kesimpulan ... 29

B. Saran ... 29

VI. DAFTAR PUSTAKA ... 30 LAMPIRAN

(8)

DAFTAR TABEL

No. Tubuh Utama Halaman

1. Hasil Pembuatan Arang dan Asap Cair. ... 26 2. Rendemen Asap Cair dan Arang dari Kayu Anggerung, ... 27

(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Tubuh Utama Halaman

1. Potongan Bahan Baku ... 20

2. Bahan Baku Kayu Anggerung, Mangium Dan Sengon ... 21

3. Tungku Pirosis ... 22

4. Proses Pembakaran Bahan Baku ... 23

5. Asap Cair Hasil Kondensasi ... 24

6. Arang Hasil Karbonisasi ... 24

Lampiran 7. Peralatan Untuk Proses Karbonisasi ... 34

8. Proses Pengambilan Bahan Baku ... 34

9. Proses Pemotongan Bahan Baku ... ... 35

10. Bahan Baku Siap Untuk Dibakar Dalam Kiln ... 35

11. Asap Cair Hasil Proses Kondensasi ... 36

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Pada proses karbonisasi atau pembakaran akan menghasilkan arang dan asap cair yang didapat dari kondensasi asap hasil pembakarannya. Berbagai macam bahan baku dalam proses karbonisasi ini tentu saja akan menghasilkan arang dan asap cair yang berbeda baik dari sisi rendemennya maupun kualitas arang dan asap cairnya.

Asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air, yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu tersebut. Oramahi, (2007) mendefinisikan bahwa asap cair merupakan suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa, asap cair juga merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase terdispersi cairan (partikel dalam asap mempunyai ukuran tertentu dan medium pendispersi gas (uap gas).

Dengan adanya teknologi inovatif berbasis asap cair maka pemberian asap cair pada makanan akan lebih praktis karena hanya dengan mencelupkan atau merendam produk makanan seperti daging bakso kedalam redistilasi asap cair. Dengan demikian pengasapan dapat berlangsung dengan cepat mudah dan terkontrol. Menurut Darmadji (1999), penggunaan asap cair lebih luas aplikasinya untuk menggantikan pengasapan makanan secara tradisioanal yang dilakukan secara manual yaitu bersama - sama dengan proses pemanasan.

Asap cair juga salah satu bahan alternatif pengawet yang pada saat ini banyak digunakan di Pulau Jawa. Asap cair ini sudah familiar diimplementasikan

(11)

dalam mengawetkan bahan makanan seperti mie, bakso, ikan,daging dan buah buahan tentunya dengan proses destilasi yang sempurna. ( Sugiono, 2006 )

Bahan dasar untuk pembuatan asap cair dapat berasal dari berbagai macam bahan baku, seperti kayu, tempurung kelapa dan lain lain. Persyaratan dari bahan dasar itu tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin (Oramahi,

2007).

Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengamati perbedaan dari rendemen arang dan asap cair dari beberapa sumber bahan baku yang berbeda sehingga nantinya dapat digunakan untuk kepentingan yang lebih luas.

Menurut Maga (1987), perkembangan asap cair semakin pesat karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain: menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu bakar dan peralatan pengasapan, flavor produk dapat diatur, komponen berbahaya dapat diatur sebelum diaplikasikan pada makanan, dapat diterapkan pada masyarakat awam,mengurangi pencemaran lingkungan.

Asap cair terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna yaitu: pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer organik dengan bobot yang lebih rendah (Darmadji.

2005, Pszczola. 1995) Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat -

sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, anti jamur, dan potensinya dan pembentukan warna coklat pada produk. Asap cair dapat diaplikasikan pada bahan pangan karena berfungsi sebagai bahan pangan.

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil, Darmadji dkk (1996) yang

(12)

menyatakan bahwa pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%, karbonil 11,3% dan asam 10,2%. Asap cair memiliki kemampuan untuk bahan pengawetan .

Arang kayu adalah residu yang sebagian besar komponennya adalah karbon yang terjadi karena pemanasan kayu secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan tanur dengan udara terbatas. Akibat perlakuan panas ini terjadi proses penguraian kayu dimana selain arang dapat pula dihasilkan destilat dan gas. Dalam membakar kayu perbandingan antara selulosa dan lignin yang dikandung kayu sangat penting karena kadar karbon dalam lignin lebih tinggi dari kadar karbon selulosa sehingga kayu yang mempunyai kandungan lignin lebih besar umumnya menghasilkan arang berkualitas lebih baik (Wardiman, 1967).

Dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa setiap jenis bahan baku atau jenis kayu yang berbeda dari proses karbonisasi dalam pembuatan asap cair akan diketahui jenis bahan yang paling banyak menghasilkan asap cair sekaligus produksi arangnya.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui rendemen pembuatan asap cair dan arang dari proses karbonisasi beberapa jenis kayu yang berbeda.

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KARBONISASI

Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang . pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi. (Pambudi. N.A, 2008)

Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap. Hasil karbonisasi adalah berupa arang yang tersusun atas karbon dan berwarna hitam.

Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang.

Sedikit banyaknya arang yang dihasilkan bergantung pada komposisi awal biomassa. Semakin banyak kandungan volatile matter maka semakin sedikit arang yang dihasilkan karena banyak bagian yang terlepas ke udara. (Anonim,

(14)

Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan organik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, metana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Perubahan fisik terdiri atas pelunakan, aliran material, penggabungan dan pengerasan, sedangkan perubahan kimia terdiri atas perekahan polimerisasi dan penguapan. (Anonim, 2010)

B.

PENGERTIAN DAN PEMBUATAN ASAP CAIR DAN ARANG

Asap cair didefinisikan sebagai cairan kondensat dari asap kayu yang telah mengalami penyimpanan dan penyaringan untuk memisahkan tar dan bahan-bahan tertentu. Akhir-akhir ini penggunaan asap cair telah meluas di beberapa Negara seperti Eropa, Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Latin. Di Amerika Serikat, penggunaan asap cair sangat umum dilakukan dimana diperkirakan 7 dari 10 pengolah daging menggunakan asap cair. Asap cair dapat diaplikasikan untuk memberikan flavour pada daging sapi, daging unggas, ikan salmon, keju oles, kacang dan makanan ringan lainnya; juga dapat digunakan untuk menambahkan flavour asap pada saus, sup, sayuran yang dikalengkan, bumbu dan campuran rempah-rempah, makanan binatang peliharaan, dan beberapa pakan unggas (Pszczola, 1995).

(15)

Asap cair merupakan suatu campuran larutan dari dispersi koloid asap kayu dalam air, yang dibuat dengan mengkondensasikan asap dari hasil pembakaran kayu tersebut (Oramahi, 2007). Tranggono dkk. (1996), mendefinisikan bahwa asap cair merupakan suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa, asap cair juga merupakan sistem kompleks yang terdiri dari fase terdispersi cairan (partikel dalam asap mempunyai ukuran tertentu dan medium pendispersi gas (uap gas).

Metoda pembuatan asap cair mulai dikembangkan pada tahun 1880 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City yang dikembangkan dengan metode destilasi kering dari bahan kayu. Asap cair adalah asap yang terbentuk melalui proses pembakaran yang terkondensasi pada suhu dingin yang terdiri dari fase cairan terdispersi dalam medium gas sebagai pendispersi. Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organic dengan bobot yang lebih rendah (Pszczola, 1995).

Asap cair diproduksi dengan cara kondensasi dari pirolisis komponen kayu. Tranggono dkk. (1996), mengemukakan bahwa dalam pembuatan asap cair bahan baku kayu dimasukkan kedalam reaktor pirolisis yang dilengkapi dengan rangkaian kondensasi dan kondensor pendingin.

Menurut Hollencbeck (1977) ada tiga cara yang umum digunakan untuk pembuatan asap cair yaitu dengan cara :

a. Pembakaran bahan baku dibawah kondisi oksidasi terkontrol dan absorpsi asal dalam air.

b. Pembakaran bahan baku dibawah kondisi oksidasi terkontrol dan kondensasi asap menjadi larutan dalam kondensor.

(16)

c. Mengkontakkan bahan baku dengan uap yang sangat panas dan kondensasi dari uap yang didestilasikan.

Redestilasi merupakan salah satu cara pemurnian terhadap asap cair, yaitu merupakan proses pemisahan kembali suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Redestilasi asap cair dilakukan untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan dan berbahaya seperti poliaromatik hidrokarbon (PAH) dan tar, dengan cara pengaturan suhu didih sehingga diharapkan didapat asap cair yang jernih, bebas tar dan benzopiren.

C. PEMANFAATAN ASAP CAIR

Para peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), sedang mengkaji kemungkinan penggunaan asap cair dari pembakaran tempurung kelapa, sebagai disinfektan. Bahan ini disebut-sebut memiliki potensi untuk menggantikan formalin sebagai pengawet (Akhirudin, 2006). Selanjutnya

Hasbullah (2006) mengaplikasikan dalam penanganan pascapanen hortikultura

sebagai disinfektan dalam prosedur karantina produk ekspor, sedangkan

Dadang (2006) mengkaji distilat asap sebagai insektisida pada sayuran.

Dijelaskan bahwa, asap cair tempurung kelapa mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri yang cukup aman sebagai pengawet alami.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan bahwa, asap cair (liquid smoke) yang baru-baru ini diperkenalkan sebagai bahan pengawet pangan alternatif pengganti formalin dinyatakan aman bagi kesehatan (Anonim, 2006).

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin,

(17)

lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen- komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk asam aroma dan menunjukan aktifitas antioksidan

(Astuti,2000).

Menurut Girard (1992), ditemukan lebih dari 100 senyawa kimia yang terdapat pada asap cair kayu. beberapa senyawa kimia yang telah didefinisikan yaitu fenolik 85 macam, karbonil 45, asam 35, furan 11, alkohol dan ester 15, likton 13 dan hidrokarbon alifatik 21 macam Sedangkan menurut Maga (1998) komposisi rata-rata asap dari bahan kayu terdiri atas 11 - 92% air, fenolik 2,8 - 4,5% dan karbonil 2,6 - 4,6% serta ter 1 - 17%.

Mutu dan kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan pada proses pengasapan

(Darmadji, 1996).

Diketahuhi pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1999) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptip yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.

Senyawa HPA yang terbentuk adalah benzo(a)pyrene. Kandungan senyawa benzo(a)pyrene dalam asap cair tempurung kelapa pada pembakaran

(18)

dengan suhu 350 C (Maga, 1987). Senyawa ini dapat dihilangkan atau dikurangi dengan memberikan perlakuan khusus pada adap cair sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengawet makanan yang aman bagi kesehatan. Perlakuan yang dapat dilakukan adalah dengan cara pemurnian asap cair. Proses pemurnian akan menentukan jenis asap cair yang dihasilkan.

Adapun jenis asap cair yang dihasilkan akan dibahas sebagai berikut. 1. Asap Cair Grade 3

Asap cair grade 3 merupakan asap cair yang dihasilkan dari pemurnian dengan metode destilasi. Destilasi merupakan proses pemisahan campuran dalam fasa cair berdasarkan perbedaan titik didihnya. Dalam proses ini, asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis yang diperkirakan masih mengandung tar dimasukkan ke dalam tungku destilasi. Suhu pemanasan dijaga agar tetap konstan sehingga diperoleh destilat yang terbebas dari tar. Suhu proses destilasi ini adalah sekitar 150 oC. Asap cair yang dihasilkan dari proses ini memiliki ciri berwarna coklat pekat dan berbau tajam. Asap cair grade 3 diorientasikan untuk pengawetan karet. 2. Asap Cair Grade 2

Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang dihasilkan setelah melewati proses redestilasi (pemurnian). Proses redestilasi ini menyebabkan kandungan senyawa berbahaya seperti benzo(a)pyrene serta tar yang masih terdapat dalam asap cair teradsorbi oleh zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah seperti daging, termasuk daging unggas dan ikan.

(19)

3. Asap Cair Grade 1

Asap cair grade 1 memiliki warna kuning pucat. Asap cair ini merupakan hasil dari proses destilasi berulang-ulang. Asap cair jenis ini dapat digunakan untuk pengawetan bahan makanan siap saji seperti mie basah, bakso, tahu dan sebagai penambah cita rasa pada makanan.

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen- komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk asam aroma dan menunjukan aktifitas antioksidan

(Astuti,2000).

Menurut Girard (1992), ditemukan lebih dari 100 senyawa kimia yang terdapat pada asap cair kayu. beberapa senyawa kimia yang telah didefinisikan yaitu fenolik 85 macam, karbonil 45, asam 35, furan 11, alkohol dan ester 15, likton 13 dan hidrokarbon alifatik 21 macam Sedangkan menurut Maga (1998) komposisi rata-rata asap dari bahan kayu terdiri atas 11 - 92% air, fenolik 2,8 - 4,5% dan karbonil 2,6 - 4,6% serta ter 1 - 17%.

Mutu dan kualitas asap cair yang dihasilkan tergantung dari jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan pada proses pengasapan

(Darmadji, 1996).

Diketahuhi pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1999)

(20)

menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptip yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi. Adapun komponen - komponen asap cair meliputi :

1. Senyawa - senyawa Fenol

Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.kandungan senyawa fenol dalam asapan sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kadar fenol yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh banyaknya kandungan senyawa lignin dan selulosa dalam bahan (Tranggono dkk, 1996). Girard (1992), menyatakan bahwa kuantitas dan sifat senyawa fenol yang terdapat pada asap berhubungan langsung dengan suhu pirolisa kayu. Senyawa fenol yang dihasilkan dari pirolisa lignin dan sedikit dihasilkan dari selulosa. Senyawa fenol dari pirolisa kayu antara lain guaiakol, 4-metil guaiakol, asetovanilon, aasam vanilat. Sedangkan pirolisa lignin dari kayu keras menghasilkan siringol, asam siringat, 4 metil siringol dan asetosiringol.

Senyawa fenol terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cancan benzene dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga,1987).

(21)

2. Senyawa - senyawa Karbonil

Senyawa-senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarna dan citarasa produk asapan.golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma caramel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanillin dan siringaldehida

3. Senyawa - senyawa Asam

Senyawa - senyawa asam mempunyai peranan sebagai anti bakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat,propionate, butiran dan valerat.

Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA

selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur porilisis,waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya pertikel - partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis

Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa hidrokarbon aromatic seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen

(Girard,1992). Girard (1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai

senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan

(22)

kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan.

5. Senyawa benzo(a)pirena

Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit, akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.

6. Tar

Tar didefinisikan sebagai campuran komplek dari hidrokarbon yang dapat terembunkan (Devi dkk, 2001). Tar merupakan hasil dekomposisi termal dari kayu yang berbentuk cairan kental berwarna coklat hitam, merupakan campuran dari berbagai senyawa dan apabila dipisahkan dengan cara destilasi akan didapatkan beberapa senyawa terutama fenol, kreosol, minyak metal maupun senyawa lainnya. Sebagian besar tar yang terbentuk pada proses pirolisa lignin.

7. Pirolisa

Pirolisa menurut Darmadji (1996), merupakan proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan sehingga menghasilkan asap yang apabila dikondensasikan menghasilkan asap cair yang mempunyai sifat spesifik asap.

Menurut Kuriyama (1961), dalam Hartoyo dan Nurhayati (1976), proses pirolisa dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:

a. Pada permulaan pemanasan, terjadi penguapan air dari kayu sampai temperature 170 oC, kemudian terjadi dekomposisi hemiselulosa sampai suhu 260 oC. Destilat yang terjadi sebagian besar mengandung methanol, asam cuka, dan asam lainnya, terutama pada suhu 200 oC sampai 260 oC.

b. Dilanjutkan dengan dekomposisi selulosa pada suhu 260 oC – 350 oC secara intensif. pada tingkatan ini banyak dihasilkan asap cair, gas, dan sedikit tar

(23)

yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet. Asap cair yang dihasilkan berwarna kecoklatan dan sedikit mengandung senyawa kimia organic yang mempunyai titik didih rendah seperti asam cuka, methanol, dan tar terlarut. c. Dekomposisi lignin terjadi pada suhu 350 oC – 500 oC, dan dihasilkan lebih

banyak tar. Tar tersebut sebagian besar berasal dari penguraian lignin, dengan meningkatnya suhu dan lamanya waktu menyebabkan gas CO2 yang

terjadi semakin berkurang, sedang CO, CH4 dan H2 bertambah.

d. Pada temperatur 500 oC – 1000 oC diperoleh gas kayu yang sukar dikondensasikan terutama gas hydrogen, tahap ini merupakan proses pemurnian arang.

8. Pirolisa Lignin

Proses piroliasa lignin berlangsung pada kisaran suhu 310 – 500 oC

(Kuriyama, 1961, dalam Hartoyo dan Nurhayati, 1976). Menurut Maga (1987),

proses pembentukan fenol dari lignin terjadi pada dua tahap, yaitu suhu dibawah 300 oC yang menyebabkan pemecahan cincin fenol dari lignin dan diatas suhu 300 oC menghasilkan polimerisasi menjadi guaiakol (2 metoksi fenol) di samping senyawa lain seperti methanol dan asam asetat.

Ikan yang direndam selama 10 – 15 menit dalam campuran 25% asap cair dan 75 % air bisa awet selama 25 hari untuk ikan bandeng sebanyak 1000 ekor (Bambang, 2006). Selanjutnya dijelaskan bahwa asap cair ini bisa juga digunakan untuk pengawetan makanan basah seperti tahu, namun konsentrasinya lebih rendah (lebih kurang 5%), beberapa wilayah yang telah menerapkan asap cair ini di antaranya adalah Jogjakarta, Gorontalo, Sumba dan Tabanan yang bekerja sama dengan Dekopin.

(24)

Arang kayu adalah residu yang sebagian besar komponennya adalah karbon yang terjadi karena pemanasan kayu secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan tanur dengan udara terbatas. Akibat perlakuan panas ini terjadi proses penguraian kayu dimana selain arang dapat pula dihasilkan destilat dan gas. Dalam membakar kayu perbandingan antara selulosa dan lignin yang dikandung kayu sangat penting karena kadar karbon dalam lignin lebih tinggi dari kadar karbon selulosa sehingga kayu yang mempunyai kandungan lignin lebih besar umumnya menghasilkan arang berkualitas lebih baik (Wardiman, 1967).

Pembuatan arang dimulai dengan memasukkan potongan kayu ke dalam kiln pembuatan arang dengan susunan secara acak dan diberi lubang rongga untuk memudahkan pembakaran, setelah itu diberi sedikit minyak tanah untuk memancing agar api dapat menyala, kemudian ditutup lubang atas pada kiln untuk membatasi masauknya oksigen Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan arang ini adalah diusahakan pembakaran pada kiln tidak terjadi nyala api yang besar tetapi diusahakan hanya bara saja yang ada, dan yang paling penting mempertahankan jumlah oksigen yang ada pada kiln agar tidak terjadi nyala api yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan agar produksi arang dapat meningkat. (Pari, 2008).

D. Keterangan Umum Jenis Kayu Anggerung (Trema orientalis (L.) BI)

Pohon ini mempunyai nama ilmiah Kayu Anggerung (Trema orientalis (L.) BI.) dan merupakan salah satu dari jenis dan suku Ulmaceae. Ukurannya pohonnya sedang, dengan tinggi sampai 27 m dan diameter sampai 210 cm. Batangnya berbanir, kulit luarnya berwarna abu-abu coklat , halus sampai

(25)

beralur. Tajuknya terbuka dengan percabangan yang melebar. Daunnya lebar, bulat telur sampai jorong, penggir bergerigi, permukaan bawah berbulu tebal dan berwarna hijau putih kebiru-biruan. Perbungaan berbentuk malai yang rapat. Buahnya bulat berwarna hijau tua.

Jenis ini tersebar di Afrika tropik bagian timur, Polinesia, Jepang sampai ke Queensland, Australia. Di Indonesia jenis ini dapat pada pula dijumpai umumnya dalam semak belukar atau hutan yang dieksploitasi bahkan hutan primer, di seluruh kepulauan, pada ketinggian sampai 2400 m dpl. Dahulu pohon ini dipakai pula sebagai pohon pelindung di perkebunan kopi. Masa berbunga dan berbuah terjadi sepanjang tahun. Jenis ini mempunyai pertumbuhan yang cepat.

Kayunya kuning muda mempunyai berat jenis 0.36, kelas keawetan V dan kelas kekuatan III-V, dan dapat digunakan untuk peti, kayu bakar, korek api dan kertas. Pepagannya sangat liat dan baik dipakai sebagai tali dan sebagai sumber zat perwarna untuk jala ikan. Daunnya dapat juga dijadikan makanan ternak bahkan dimakan manusia. Akar digunakan pula sebagai obat.

Kayu Anggerung diperbanyak dengan biji. Pembudidayaan baru dilaksanakan dalam taraf percobaan oleh Lembaga Penelitian Hutan.

E. Keterangan Umum Jenis Kayu Mangium (Acacia mangium Will)

Acacia mangium Will, merupakan salah satu jenis yang termasuk kedalam suku mimosoideae, pengetahuan tentang jenis ini sangat terbatas meskipun jenis asli Indonesia. Kepulauan Maluku merupakan daerah asal dari jenis ini, dimana jenis ini tumbuh secara alami (Sindusuwarno dan Utomo,

(26)

Kayu mangium mempunyai berat jenis 0,60 - 0,75 (Bratawinata, 1987) berarti pori-pori dan seratnya cukup rapat sehingga daya serap airnya kecil. Kelas keawetannya II, yang berarti mampu bertahan sampai 20 tahun keatas, bila diolah dengan baik. Kelas kuatnya II-I yang berarti mampu menahan lentur diatas 1100 kg/cm2 (Prihatmaji, YP, 2004)

Ciri botani Acacia mangium umumnya mancapai tinggi lebih dari 15 m bahkan sampai 30 m dengan total biasanya dua kali tinggi bebas cabang. Pada tempat yang kurang menguntungkan hanya mencapai tinggi 7 m – 10 m. Berdasarkan hasil pengukuran di hutan alam Queensland dan Papua New Guinea, pada daerah menguntungkan hanya mencapai diameter batang umumnya di atas 90 cm dan pada daerah yang kurang menguntungkan hanya mencapai diameter 40 cm ‘

Daerah penyebaran (Sindusuwarna dan Utomo, 1976),

mengemukakan di daerah asal Acacia mangium di Kepulauan Maluku, tumbuh secara alami dengan jenis Melaluca leucadendron.

Daerah penyebarannya ditemui di :

a. Daerah pantai Australia bagian utara.

b. Irian Jaya bagian selatan, Fak-fak di Agvada (Babo) dan Tomage (Rokas) tumbuh di dataran rendah pada lahan miskin.

c. Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat.

F. Keterangan Umum Jenis Kayu Sengon (Paraserianthes

falcataria. I. Nielsen Syn)

Sengon yag bahasa latin disebut Paraserianthes falcataria, termasuk famili mimosaceae (keluarga petai-petaian). Kadang-kadang sengon disebut pula “ albisia ” yang sesungguhnya berasal dari bahasa latin tersebut. Di Indonesia

(27)

sengon memiliki beberapa nama daerah seperti berikut : Jawa; Jeujing, Jeujing laut (Sunda), kalbi, sengon landi, sengon seberang (Jawa), Maluku; Seia (Ambon), Sikat (Banda), Tawa (Ternate), Dan (Tidore)

Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon adalah kayunya. pohonnya dapat mencapai tinggi mencapai 30-50 meter, dan diameter batang mencapai 70-80 cm. batang sengon tumbuh tegak lurus. kulit luar batangnya bewarna kelabu keputih-putihan. kayu sengon mempunyai serat membujur dan bewarna putih. kayu sengon mempunyai berat jenis (BJ) 0,33 dan untuk tingkat keawetannya digolongkan kelas IV-V, sedangkan untuk kelas kekuatannya digolongkan kelas IV-V juga. melihat sifat itu, kayu sengon dapat digunakan sebagi bahan bangunan ringan dibawah atap, atau bangunan lain yang bersifat sementara. kecuali kayu sengon yang bewarna putih juga digunakan untuk perabotan rumah tangga, misalnya : meja, kursi, rak piring, tempat tidur, industri korek api dan sebagai bahan baku industri kertas.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian lapangan dilaksanakan di Laboratorium Hasil Hutan Non Kayu Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 4 Mei sampai 25 Juni 2012.

B.

BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN

1. Bahan

a. Kayu anggerung b. Kayu mangium c. Kayu sengon d. Minyak tanah

2. Alat

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Timbangan b. Gergaji c. Spidol. d. Penggaris. e. Meteran. f. Gelas ukur 1000 ml.

g. Chain saw, untuk memotong batang 3 jenis kayu . h. Kamera digital

(29)

C. PROSEDUR

PENELITIAN

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku diambil dari sekitar kampus Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Dengan diameter 15 cm dan sudah tidak produktif lagi, pohon yang ditebang masing –masing hanya satu pohon yaitu pohon anggerung, pohon mangium dan pohon sengon. Seperti gambar berikut :

(30)

a. Tahap Persiapan Bahan

Gambar 2. Bahan Baku dari Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon Pohon pohon tersebut terlebih dahulu dipotong-potong dan di bersihkan dari ranting-ranting kecil serta daun-daun dari pohon tersebut. Adapun bagian dari Kayu tersebut yang dijadikan bahan penelitian pembuatan asap cair yaitu batang dan dahan Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon. Ukuran potongan bahan baku dengan panjang sekitar 30 cm. Bahan baku dijemur selama 1 minggu kemudian dilakukan penimbangan terhadap Kayu anggerung, mangium dan sengon sebanyak masing masing 100 kg. Setelah dilakukan penimbangan, memasukkan bahan baku kedalam tungku pirolisis. Tungku pirolisis ditutup rapat agar asap dan uap tidak keluar (terbuang).

(31)

b. Tahap karbonisasi dan produksi asap cair (liquid smoke)

Pada tahap ini dilakukan proses karbonisasi dengan cara pemanasan tungku pirolisis menggunakan kayu atau arang. Selanjutnya asap hasil pembakaran dikondensasikan sehingga dihasilkan asap cair. Proses ini melalui tiga tahap yaitu :

a. Proses pembakaran awal sekitar 1 - 2 jam

b. Proses endotermis meliputi penguapan kadar air, penguraian komponen selulosa, hemiselulosa.

c. Proses eksotermis meliputi penguraian lignin dan pemurnian arang. proses pembakaran umumnya dilakukan selama + 8 jam tergantung pada bahan baku yang digunakan, selama produksi asap cair berlangsung, air pendinginan disirkulasikan dan dikontrol suhunya agar asap atau uap dapat terkondensasi dalam jumlah yang banyak. Sehingga menghasilkan asap cair grade III.

(32)

2. Pembuatan Asap Cair Dan Arang

Menurut Pari, G. (2008), pembuatan bahan asap cair dan arang dimulai dengan memasukkan jenis kayu sebanyak masing-masing contoh uji 100 kg ke dalam kiln atau tungku pembuatan arang dengan susunan secara acak kemudian ditutup rapat tungku tersebut sehingga udara yang terdapat didalam tungku terbatas. Selanjutnya disiapkan kayu bakar dibawah tungku untuk dilakukan pembakaran dengan menyiramkan sedikit minyak tanah agar memudahkan pembakaran, seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 4 . Proses Pembakaran Bahan Baku

Kemudian ditunggu hingga terjadi proses kondensasi melalui pipa pendinginan tersebut dan biarkan hingga asap yang mengalir menetes menjadi cair, dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(33)

Gambar 5. Asap Cair Hasil Kondensasi

Kemudian ditunggu hingga 6 – 8 jam, setelah asap cair sudah tidak menetes lagi, didinginkan dan arang dikeluarkan dari tungku dan ditimbang. Hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut :

(34)

D. ANALISIS DATA

1. Perhitungan Data

Menghitung rendemen, Hermitono (1998) menyatakan bahwa rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara output dengan input dalam persen. Pengertian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Output

Rendemen = --- X 100% Input

Keterangan :

Output : Bahan yang dihasilkan Input : Bahan baku

(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Pirolisis merupakan proses dekomposisi atau pemecahan bahan baku penghasil asap cair yaitu Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon dengan adanya panas. Pirolisis dilakukan dalam suatu reaktor yang di panaskan pada bagian bawahnya. Proses pirolisis ini menghasilkan cairan yang berbau menyengat dan berwarna kecoklatan dikatakan sebagai asap cair dan juga menghasilkan tar.

Untuk memproduksi asap cair dan arang dari jenis Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon yaitu melalui proses karbonisasi sesuai dengan prosedur kerja.

Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon masing-masing dipotong sepanjang 30 cm dan ditimbang sebanyak 100 kg. Selanjutnya setiap jenis dimasukkan kedalam tungku/klin dan dibakar. Selama produksi asap cair berlangsung, air pendingin disirkulasikan dan dikontrol. Sekitar 15 menit asap cair akan mulai keluar dari kran sampai akhir pembakaran selama 7 jam.

Dari proses pembakaran diperoleh hasil asap cair dan arang untuk Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Hasil Pembuatan Arang dan Asap Cair.

No Jenis kayu Berat Bahan Baku (kg) Hasil asap cair (liter) Berat Arang (kg) Lama pem bakaran (jam) 1 Anggerung

(Trema orientalis (L.) BI)

100 kg 45 liter 34 kg 7 jam 2 Mangium (Acacia mangium

Will)

100 kg 43 liter 53 kg 7 jam 3 Sengon(Paraserianthes

falcataria)

(36)

Selanjutnya dari tabel di atas dilakukan perhitungan rendemen yang hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. Rendemen Asap Cair dan Arang dari Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon

No. Jenis Kayu Rendemen Asap Cair (%) Rendemen Arang (%)

1 Anggerung 44,506 34

2 Mangium 42,527 53

3 Sengon 47,472 30,5

2. Pembahasan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rendemen asap cair dan arang dari jenis Kayu Anggerung yang dibakar sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 45 liter atau setara dengan 44,506% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 34 kg atau setara dengan 34%.

Dari pembakaran Kayu Mangium sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 43 liter atau setara dengan 42,527% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 53 kg atau setara dengan 53%.

Sedangkan Kayu Sengon yang dibakar sebanyak 100 kg menghasilkan asap cair sebanyak 48 liter atau setara dengan 47,472% sedangkan arang yang dihasilkan sebanyak 30,5 kg atau setara dengan 30,5%.

Hasil asap cair yang berasal dari proses pembakaran Kayu Sengon lebih banyak bila dibandingkan dengan asap cair dari jenis Kayu Mangium dan Kayu Anggerung. Hal ini diketahui dari tingginya nilai rendemen asap cair dari Kayu Sengon yaitu 47,472%, bila dibandingkan dengan asap cair Kayu Mangium yaitu 42,527% dan Kayu Anggerung 44,506%. Hal ini diduga karena berat jenis dan kerapatan yang berbeda dari masing-masing jenis kayu. Kayu Sengon termasuk

(37)

kelas kayu mempunyai berat jenis dan kerapatan yang rendah yaitu 0,33 sehingga kadar air yang terkandung didalamnya sangat tinggi dan memungkinkan hasil asap cairnya semangkin banyak bila dibandingkan dengan kayu mangium yang termasuk dalam jenis kayu yang memiliki berat jenis dan kerapatan lebih tinggi yaitu 0,75 dan Kayu Anggerung yang berat jenisnya 0,36.

Selanjutnya dari tabel 2 di atas juga terlihat bahwa rendemen arang dari Kayu Mangium lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kayu Sengon dan Kayu Anggerung. Berturut-turut rendemennya untuk Kayu Mangium sebesar 53%, Kayu Sengon 30,5% dan terakhir Kayu Anggerung 34%. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil yang didapat pada asap cair. Kerapatan yang tinggi pada satu jenis kayu akan berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan, dalam hal ini rendemen yang dihasilkan akan lebih besar.

(38)

BAB. V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil pengamatan maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Kayu mangium menghasilkan asap cair sebanyak 43 liter dan arang sebesar 53 kg, kayu anggerung menghasilkan asap cair 45 liter dan arang 34 kg dan kayu sengon menghasilkan asap cair 48 liter dan arang 30,5 kg.

2. Asap cair yang paling banyak dihasilkan kayu sengon, sedangkan hasil arang paling banyak dihasilkan kayu mangium.

B.

Saran

1. Mengingat potensi asap cair sebagai bahan pengawet makanan dan untuk kayu bangunan maka perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut terhadap komponen zat kimia yang terkandung di dalamnya.

2. Melihat manfaat arang sebagai bahan bakar perlu diteliti untuk dibuat briket arang sebagai pengganti bahan bakar minyak, dan dibuat arang aktif.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Akhirudin. 2006, Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Pengganti Formalin.

Fakultas Poertanian – IPB, Bogor.

Anonim. 1998. Budidaya dan Pengelolaan Karet. Penebar Swadaya Bogor. Anonim. 2006. Asap Cair Teruji Bisa Menggantikan Formalin. Dekopin, Jakarta. Anonim. 2007. Bahan Energi Alternatif. http://www.lpp.ac.id/berita

Anonim. 2008. Karbonisasi. http://letshare17.blogspot.com.

Astuti, I.P. 2000. Beberapa jenis anggota suku Euphorbiaceae Koleksi Kebun

Raya Bogor yang berpotensi obat dan konservasinya. Prosiding Seminar Perhiba “Pemanfaatan Bahan Obat Alami III”. Perhimpunan Peneliti Bahan Obat Alami. Komisariat Jakarta. 59-62 p.

Bambang. 2006. Asap Cair Aman Untuk Kesehatan. Humaniora - Umum, CBN

Xcess Soho, Unlimited Internet Acces

Barly. 1988. Duta Rimba no. 97-98/ XIV/88. Majalah Bulanan Perum Perhutani.

Puslitbang Kehutanan, Bogor.

Barly. 1998 dan Setyamidjaja,1993. Duta Rimba No.97-98/XIV/88. Majalah

Perum Perhutani Puslitbang Kehutanan Bogor.

Bratawinata, A. A. 1987. Beberapa Catatan Dari Pohon Pohon Tanaman

Industri Cepat Tumbuh. Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Dadang. 2006. Mengaji Distilat Asap Sebagai insektisida Pada Sayuran,

Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Darmadji, P., 1996. Produksi Asap Cair dan Sifat-sifat Antimikrobia, Antioksidan

Serta Sensorisnya, Laporan Penelitian Mandiri, DPP UGM 1995/1996, Yogyakarta.

, 1999. Produksi Asap Cair Limbah Padat Rempah dengan Cara

Pirolisa, Agritech 19 (1): 11-15, Yogyakarta.

, 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redestilasi.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 8(3);267-171.

Devi, I., Ptasinki, K.J, and Jonssen, J.G., 2001. Development of A Kinetics

Model for Decomposition of Biomass Tar in Fixed Bed Reaktor.

(40)

Dumanauw. 2001. Mengenal kayu. PT. Gramedia. Jakarta.

Dumanauw,J.F. 1982. Mengenal Sifat-sifat Kayu Indonesia dan Penggunaannya. Kanisius, Jogjakarta.

Girrard,J,P.,1992. Tecnologi of Meat and Meat Products, Ellis Horwoow,

Newyork.

Pari G. 2007. Diversivikasi Produk Karbonisasi. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Pari G. 2008. Diversivikasi Produk Karbonisasi. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan Bogor.

Hasbullah. 2006. Kaji Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Disinfektan dan

Pengganti Formalin. IPB, Bogor.

Hartoyo dan Nurhayati, 1976. Rendemen dan Sifat Arang dari Beberapa Jenis

Kayu Indonesia. Buku Laporan Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Departemen Kehutanan. Bogor.

Hermitono, 1998. Kandungan Essensial Oil. Universitas Indonesia Pers

Jakarta.

Hollencbeck, C.M. 1977. Novel Concepts in Technology and Design of

Machinery for Production and Application of Smoke in the Food Industry dalam Rutkowski, A. 1976. Agricultural University of Marsaw. Pergamon Press. Oxford, : 1667-1671.

Hunt, G.M dan G.A Garratt. 1986 Pengawetan Kayu. CV. Akademika

Pressindo. Jakarta

Martawijaya. A. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I, Kerjasama Balai Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Meullenhoff.L.W.M, 1971. Teknologi Kayu. Direktorat Perdagangan dan

Distribusi Hasil Hutan, Jakarta.

Maga,J.A.1987. Smoke in Food Processing, CRC Press,Inc.,Boca rotan: Florida. Oramahi. 2007. Asap Cair Sebagai Alternatif Pengawet Makanan. Pontianak

Post.

Pambudi.N.A, 2008. Energi Alternatif Itu Bernama Biomassa. http://netsains.net Prihatmaji, YP, 2004. Kayu Kampung Sebagai Alternatif Bahan Bangunan.

Naskah Seminar. UII Jogjakarta.

Pszcola,D.E., 1995. Tour Highlight Production and Uses of Smoke Based

(41)

Sidusuwarno dan Utomo, 1979, Acacia Mangium Jenis Pohon Yang Belum

Banyak Dikenal. Dirjen Kehutanan. Jakarta.

Sugiono. 2006. Asap Cair Tempurung Kelapa, Disinfektan pengganti Formalin,

Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Tranggono et al. 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan

Tempurung Kelapa, Jurnal Ilmu & Teknologi Pangan, I (2) : Yogyakarta 15-24.

Yoesoef, M. 1977. Pengawetan Kayu I. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan

(42)
(43)

Gambar 7. Peralatan Untuk Proses Karbonisasi

(44)

Gambar 9. Proses Pemotong Bahan Baku

(45)

Gambar 11. Asap Cair Hasil Proses Kondensasi

Gambar

Gambar 1.  Potongan Bahan Baku
Gambar 2. Bahan Baku dari Kayu Anggerung, Mangium dan Sengon    Pohon  pohon tersebut  terlebih dahulu dipotong-potong dan di  bersihkan dari ranting-ranting kecil serta daun-daun dari pohon tersebut
Gambar 3. Tungku Pirolisis
Gambar 4 .  Proses Pembakaran Bahan Baku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian serologis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua sampel dari RPH Kapuk, Jakarta menunjukkan hasil negatif yang be- rarti semua

Memberikan penghargaan dalam bentuk tropi dan sijil kepada semua pelajar yang memperolehi keputusan ,pencapaian cemerlang dan terbaik dalam bidang kurikulum dan

Menurut Sawyer’s (2009:10), ruang lingkup audit internal adalah sebagai berikut: “Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan

a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah

Program pemuliaan yang tidak terkontrol dalam genotip berbeda yang terseleksi dari pejantan dan induk melalui kawin IB dapat merupakan faktor penyebab

3a. Nasihat dari ibu mampu mencerahkan pikiranku.. Ilmu yang diberikan Ustadz Yusuf mampu mencerahkan hati pendengar. 4) POND’S Day Cream mampu memberikan kulit wajah tampak

(6) Usulan program JOMBANG BERKADANG diverifikasi oleh Perangkat Daerah yang membidangi dan diakomodir untuk dianggarkan dalam APBD melalui bantuan keuangan kepada

Kebijakan pemerintah tersebut diuraikan dalam road map pengembangan panas bumi yang disusun pada tahun 2004, yang menetapkan bahwa penggunaan sumber energi panas bumi akan