• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KONSUMSI DAGING AYAM BROILER BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDAPATAN KELOMPOK MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KONSUMSI DAGING AYAM BROILER BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDAPATAN KELOMPOK MAHASISWA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 1

POLA KONSUMSI DAGING AYAM BROILER BERDASARKAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDAPATAN KELOMPOK MAHASISWA FAKULTAS

PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

CONSUMPTION PATTERNS OF BROILER MEAT BASED ON THE LEVEL OF KNOWLEDGE AND INCOME STUDENT GROUP OF FACULTY OF

ANIMAL HUSBANDRY PADJADJARAN

Aprianda Winda*, Rochadi Tawaf**, Marina Sulistyati** Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

E-mail : apriandawindakartini@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian telah dilaksanakan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang pada tanggal 9-22 September 2015. Tujuan penelitian ini untuk; (1) mengetahui preferensi konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, (2) mengetahui preferensi konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pendapatan, (3) mengkaji pola konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan. Metode yang digunakan adalah survei. Pengambilan sampel menggunakan metode cluster random sampling pada mahasiswa angkatan 2013 yang indekost sehingga didapat 30 mahasiswa sebagai responden. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) mahasiswa dengan berbagai tingkat pengetahuan gizi suka dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi menyukai menu ayam bakar, bagian paha bawah, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi sedang menyukai menu ayam bakar, bagian paha atas, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi rendah menyukai menu ayam goreng, bagian dada, dengan alasan enak. (2) mahasiswa dengan berbagai tingkat pendapatan suka dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Pada kategori tingkat pendapatan tinggi menyukai menu ayam bakar, bagian dada, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pendapatan rendah menyukai menu ayam goreng, bagian paha atas, dengan alasan enak. Pola konsumsi yang ada menggambarkan mahasiswa dalam memilih daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Jumlah rata-rata konsumsi daging ayam broiler selama satu minggu sebanyak 500 gram per orang. Frekuensi konsumsi dalam satu minggu, yaitu satu kali per hari.

Kata Kunci: Pola Konsumsi, Pengetahuan Gizi, Pendapatan, Mahasiswa Fapet

ABSTRACT

The research was held at The Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University, Jatinangor, Sumedang, on September 9 to 22, 2015. The purposes of this research are to; (1) know the preferences of consumption of broiler meat in the group of students of the Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University based on the level of nutrition knowledge, (2) know the preferences of consumption of broiler meat in the group of students of the Faculty of Animal Husbandry Universitas Padjadjaran based on income levels, and (3) study the pattern of consumption of chicken meat broilers in groups of students of Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University based on the level of knowledge of nutrition and income level. The method used was survey. The Sample is using a method of a clusters of random sampling on students grade 2013. Then it acquires 30 students as respondents. After that, the data is tabulated and analyzed by using descriptive analysis and bivariate analysis method.

(2)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 2

The research showed that: (1) Students with different levels of knowledge of nutrition like in broiler meat consumption. In the category of high nutritional knowledge level menu like grilled chicken, thigh down, cause the respondens like. At the category level of nutritional knowledge was like a menu of grilled chicken, upper thighs, cause the respondens like. At the category level lower nutritional knowledge like fried chicken menu, chest, cause the respondens like. (2) Students with different levels of income like in broiler meat consumption. In the category of high-income levels menu like grilled chicken, chest, cause the respondens like. In the category of low-income liked fried chicken menu, upper thighs, cause the respondens like. (3) The existing consumption patterns depicting students in choosing broiler meat for consumption. The average number of broiler meat consumption as 500 grams per person per week. Frequency of consumption in one week is once per day.

Keywords: Consumption, Nutrition Knowledge, Revenue, Animal Husbandry Students

PENDAHULUAN

Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan sumber energi yang tinggi, tetapi juga ketergantungan sumber protein yang tinggi pada komoditas ini. Mengacu pada patokan yang telah ditetapkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VI (1998) bahwa kecukupan protein sebesar 48 gram/kapita/hari. Pada tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu mencapai 105,1 persen, namun sebagian besar protein yang dikonsumsi masyarakat masih berasal dari pangan nabati sebanyak 77 persen (Ariani, 2015). Maka sebagian besar masyarakat Indonesia telah memenuhi kebutuhan protein yang bersumber dari pangan nabati.

Ditinjau dari aspek mutu gizi, ketergantungan yang tinggi terhadap protein nabati kurang baik karena kandungan asam amino essensial protein nabati kurang lengkap. Pangan nabati umumnya mengalami defisit beberapa asam amino yaitu Lisin, Treonin, Triptofan, Sistin, dan Metionin. Hal tersebut menjadi masalah karena kekuranglengkapan asam amino essensial dalam pangan akan menyebabkan mutu cerna (digestibility) dan daya manfaat (utilizable) protein yang dikonsumsi menjadi rendah (Muhilal dkk, 1993).

Produk hasil peternakan menyediakan gizi yang baik untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi masyarakat luas. Pentingnya mengonsumsi pangan hewani dalam mencapai kebutuhan gizi konsumsi pangan yang baik tercermin dalam Pola Pangan Harapan (PPH) (Budiar, 2000). Sasaran pencapaian kebutuhan gizi dapat tercermin oleh meningkatnya skor PPH dari 86,4 pada tahun 2010 menjadi 93,39 pada tahun 2014. Pangan hewani memiliki skor tertinggi setelah padi-padian sebagai sumber karbohidrat diantara beberapa komoditas pangan. Hal ini menunjukkan bahwa pangan hewani memiliki peranan strategis dalam pencapaian kebutuhan gizi konsumsi pangan yang baik. Daging, telur, dan susu merupakan produk hasil ternak yang sering dikonsumsi masyarakat. Salah satu bahan makanan yang memberikan sumbangan yang sangat besar bagi kebutuhan terhadap protein hewani adalah daging ayam. Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung protein hewani yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan bagi manusia. Daging ayam sangat disukai oleh masyarakat, karena daging ayam mudah dimasak dan diolah. Selain itu, daging ayam juga memiliki rasa yang enak dan dapat diterima semua golongan masyarakat serta harga yang relatif lebih murah dibandingkan daging lainnya.

Salah satu komunitas masyarakat yang mengonsumsi protein hewani adalah mahasiswa. Pada umumnya, mahasiswa merupakan sekelompok individu yang termasuk dalam periode dewasa muda. Periode dewasa muda ini adalah periode peralihan dari remaja menuju dewasa. Menurut Suhardjo (1989), pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Mahasiswa memerlukan asupan gizi yang memadai agar gizi didalam tubuh seimbang.

(3)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 3

Sesuai dengan peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia, untuk energi yang dibutuhkan oleh laki-laki dan perempuan pada umur 19 hingga 29 tahun membutuhkan 2725 kkal dan 2250 kkal. Mahasiswa termasuk dalam kelompok umur tersebut dan membutuhkan kecukupan zat gizi yang berbeda. Perbedaan angka kecukupan gizi, juga dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan, serta aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Adanya anjuran angka kecukupan gizi ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang setiap harinya. Pada mahasiswa kandungan gizi makanan yang dikonsumsi akan berpengaruh baik terhadap kualitas fisik maupun kualitas kecerdasan berfikirnya. Konsentrasi belajar termasuk satu hal yang erat kaitannya dengan konsumsi gizi mahasiswa.

Makanan sehari-hari akan sangat menentukan kualitas kesehatan seseorang. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap individu memperhatikan makanan yang dimakan setiap hari. Kebutuhan makan juga bukan hanya untuk menumbuhkan badan secara fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang. Pemenuhan kebutuhan makan selanjutnya menjadi perilaku yang bisa disebut perilaku makan. Perilaku makan merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan dilakukan individu dalam rangka memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar individu dan juga merupakan reaksi terhadap stimulus yang berasal dari dalam serta luar diri individu. Perilaku yang terus menerus dilakukan akan membentuk pola, yang bisa disebut pola konsumsi.

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran diduga memiliki perilaku konsumsi yang baik dalam mengonsumsi makanan terutama daging ayam broiler atau mereka akan memperhatikan faktor penting dalam mengonsumsi daging ayam. Hal tersebut didasari karena, mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran mempelajari mengenai hewan ternak yang pada hasil akhirnya menjadi sumber protein bagi tubuh, juga dengan mempelajari mutu gizi dari hasil ternak. Maka, pada dasarnya mahasiswa Fakultas Peternakan mengetahui dan sadar akan pentingnya sumber pangan hewani bagi kecukupan gizi. Namun terkait dengan hal itu, sebagai mahasiswa yang belum bekerja dan belum memiliki penghasilan, adanya keterbatasan finansial untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap harinya masih menjadi masalah yang mendasar antara sadar gizi dan mampu gizi bagi mahasiswa.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui preferensi konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pengetahuan gizi. Mengetahui preferensi konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pendapatan. Serta mengkaji pola konsumsi daging ayam broiler pada kelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran berdasarkan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan.

OBJEK DAN METODE 1. Objek

Objek dalam penelitian ini adalah pola konsumsi daging ayam broiler, dan subjek yang terlibat di dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif angkatan 2013 Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Survei adalah suatu penelitian dengan cara menghimpun informasi dari sampel yang diperoleh dari suatu populasi, dengan tujuan untuk melakukan generalisasi sejauh populasi dari mana sampel tersebut diambil (Paturochman, 2012). Dalam survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner.

(4)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 4

3. Penentuan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kampus Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang relatif paham mengenai pentingnya kecukupan protein hewani bagi tubuh.

4. Teknik Penarikan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif angkatan 2013. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode cluster random sampling. Cluster random sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit kecil. Populasi dan cluster merupakan subpopulasi dari total populasi. Pengelompokan secara cluster menghasilkan unit elementer yang heterogen seperti halnya populasi sendiri (Nazir, 1988). Maka, dari jumlah populasi mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran angkatan 2013 yang indekos sebanyak 301 mahasiswa, diambil 30 mahasiswa untuk menjadi responden. Penentuan ini sesuai dengan jumlah sampel minimum, yang dapat dikenakan perhitungan stastistik standar dan frekuensi distribusinya mendekati distribusi normal (Guilford dan Fruchter, 1978).

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara kepada mahasiswa/i Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dengan instrumen pengambilan data berupa kuesioner melalui teknik wawancara mendalam (depth interview), dengan menggunakan metode recall 24 jam (Gibson, 2005).

Metode recall bertujuan untuk memperoleh data intik terdahulu yang aktual. Prinsip dari metode ini, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan (daging ayam broiler) yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Keberhasilan metode recall 24 jam ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam dilakukan selama 3 kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut). Data sekunder diperoleh dari bagian kemahasiswaan dan administrasi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Pola recall digunakan sebagai jadwal untuk mengetahui konsumsi makan responden selama tiga hari. Dalam satu kelompok (A, B, C, D, E, F) berisi 5 orang responden. Pengambilan data dilakukan berulang tiga kali dalam satu minggu.

6. Operasionalisasi Variabel

1. Pengetahuan gizi adalah sesuatu yang diketahui tentang makanan dalam hubungan dengan kesehatan optimal (Almatsir, 2002). Pengetahuan gizi terhadap pola konsumsi daging ayam broiler adalah pemahaman mengenai manfaat dan kandungan daging ayam broiler bagi kesehatan. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam yang berpedoman pada kuesioner. Soal berbentuk best-answer essay, maka jawaban yang paling benar diberi skor tertinggi 3 kemudian berturut-turut 2 dan 1 untuk jawaban yang tingkat kebenarannya rendah, sedangkan skor 0 diterapkan pada tidak tahu (Tam dan Tummala, 2001). Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut-off point dari skor telah dijadikan persen. Kategori pengetahuan gizi dibagi dalam tiga kelompok yaitu, tinggi, sedang, dan rendah (Khomsan, 2000). Natural cut-off point = (nilai maksimum + nilai minimum) /2. Dengan kategori pengetahuan gizi tinggi skor > 80%, kategori sedang skor 60-80%, dan kategori rendah skor < 60%.

2. Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima mahasiswa rata-rata perbulan yang dihitung dalam rupiah. Data dikategorikan menjadi dua, yaitu pendapatan tinggi dan rendah. Asumsi bahwa jika pendapatan dibawah rata-rata jumlah pendapatan responden dikategorikan pendapatan rendah, sedangkan jika pendapatan diatas rata-rata jumlah

(5)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 5

pendapatan responden maka dikategorikan pendapatan tinggi. Menghitung rata-rata jumlah pendapatan responden dengan menjumlahkan seluruh pendapatan responden dibagi jumlah responden.

3. Preferensi makanan merupakan tingkat kesukaan yang didasarkan atas sikap seseorang dalam memilih dan menentukan pangan yang dikonsumsinya (Sanjur, 1982). Preferensi terhadap daging ayam broiler dapat diketahui dari hasil wawancara dengan responden juga dari fakta yang ada. Preferensi terhadap daging ayam broiler yang diamati meliputi suka atau tidak suka terhadap daging ayam, bagian daging ayam yang paling disukai, jenis menu masakan daging ayam broiler yang disukai, serta alasan mengonsumsi daging ayam broiler.

a. Bagian daging ayam broiler adalah dada, paha atas, paha bawah, dan sayap.

b. Menu masakan dalam pengolahan daging ayam, seperti; ayam bakar, ayam goreng, ayam krispi, pecel ayam, ayam balado, ayam rica, ayam pop, ayam penyet, sate ayam, ayam kalasan, ayam serundeng, ayam taliwang, ayam cabe ijo, ayam bumbu kacang, ayam kecap, sop ayam.

c. Alasan mengonsumsi daging ayam broiler, yaitu karena rasa yang enak, harga yang relatif murah (ekonomis), atau kandungan gizi.

4. Pola konsumsi merupakan cara bagaimana makan diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah makanan yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk beberapa kali makan atau frekuensi makan (Suhardjo, 2006). Berdasarkan pendapat tersebut, maka pola konsumsi makan yang diamati pada penelitian ini yaitu;

a. Cara memperoleh makan, yaitu dengan memasak sendiri atau membeli.

b. Tempat pembelian makan seperti di kantin (kampus/kostan), warung (nasi/tegal), rumah makan (modern/sunda/padang), restaurant (cepat saji/franchise).

c. Frekuensi makan, yaitu satu kali sehari, satu sampai dua kali sehari, dua kali sehari, dua sampai tiga kali sehari, dan tiga kali sehari.

d. Rata-rata pengeluaran konsumsi harian untuk makan dan minum.

e. Pola konsumsi daging ayam broiler; (1) Jumlah daging ayam yang dikonsumsi, dalam hal ini jumlah konsumsi daging ayam broiler yang dihitung yaitu banyaknya daging ayam broiler yang dikonsumsi satu hari yang lalu yang dinyatakan dalam gram per potong. Asumsi perhitungan berat setiap potong daging ayam broiler dihitung sebesar 120 gram (Rai, 2009). (2) Frekuensi konsumsi daging ayam broiler. Menurut Suhardjo (1989), penilaian frekuensi penggunaan bahan makanan menggunakan food frekuensi yang memutar daftar bahan makanan dan frekuensi penggunaan bahan makanan tersebut dalam periode tertentu.

7. Analisis Data

Pengolahan data mencangkup editing, pengkodean, dan tabulasi. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan analisis statistik deskriptif dengan menjumlahkan, merata-ratakan, mencari nilai minimum, nilai maksimum, dan simpangan baku. Adapun analisis statistika deskriptif ini memiliki tujuan untuk memberikan gambaran (deskripsi) mengenai suatu data agar data yang tersaji menjadi mudah dipahami dan informatif bagi yang membacanya. Hasil disajikan dalam bentuk tabel frekuensi tunggal.

Analisis Bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Uji yang digunakan yaitu chi square dengan batas kemaknaan α = 0,05. Adapun rumus chi square ( ) sebagai berikut (Hastono dan Sabri, 2006):

∑( ) ( )( )

(6)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 6

Keterangan:

x2 = Nilai chi square df = derajat kebebasan

O = Nilai observasi b = jumlah baris E = Nilai ekspektasi (harapan) k = jumlah kolom

Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95% dan derajat kebebasan = 1, dengan kaidah keputusan sebagai berikut:

Jika nilai p (p value) ≤ 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Jika nilai p (p value) > 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tingkat Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo, 2003). Tingkat pengetahuan gizi sebagian besar responden sebanyak 16 orang (53,33%) kategori sedang, sementara kategori tinggi sebanyak 8 orang (26,67%) dan kategori kurang sebanyak 6 orang (20,00%).

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memahami gizi hanya pada kategori sedang, yang hanya memahami mengenai jenis sumber protein, dan aplikasinya terhadap pemilihan makanan yang dapat dijadikan sumber protein bagi tubuh, serta mengetahui bagian ayam yang paling baik dikonsumsi. Nasoetion dan Riyadi (1995) menyatakan bahwa pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan konsumsi pangan keluarga, seseorang yang tahu gizi mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuannya di dalam pemilihan maupun pengolahan pangan sehingga konsumsi pangan yang mencukupi kebutuhan bisa lebih terjamin.

Responden dengan tingkat pengetahuan gizi kategori rendah rata-rata hanya mengetahui jenis protein menurut sumbernya, makanan yang dapat menjadi sumber protein, serta bagian pada daging ayam yang paling baik dikonsumsi. Sedangkan tingkat pengetahuan gizi kategori tinggi sudah mengetahui hal-hal yang lebih dalam mengenai gizi, manfaat gizi bagi tubuh, serta kandungan yang terdapat dalam daging ayam broiler.

Pengetahuan gizi yang dimiliki responden, pada umumnya didapat dari pendidikan formal, keluarga, dan berbagai sumber informasi lainnya seperti media cetak maupun elektronik yang digunakan untuk memperkaya pengetahuan. Pengalaman serta informasi yang didapat mengenai pengetahuan gizi, dapat pula menjadi pedoman mahasiswa dalam melakukan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengetahuan umum maupun pengetahuan gizi dan kesehatan akan mempengaruhi komposisi dan pola konsumsi pangan.

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi perilaku yang disebabkan oleh perubahan pola pikir dan pengalaman-pengalamannya. Menurut Pranadji (1988) seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan formal tinggi diharapkan memiliki pengetahuan gizi yang baik pula. Jika dilihat dari aspek tingkat pendidikan, maka tidak ada perbedaan satu dengan yang lainnya, karena responden pada penelitian ini sama yaitu sebagai mahasiswa aktif Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.

(7)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 7

2. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan responden pada penelitian ini mengacu pada besaran uang yang diterima oleh responden untuk memenuhi kebutuhannya selama satu bulan bersumber dari orang tua, beasiswa, maupun sumber lainnya. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data responden mengenai rata-rata pendapatan per bulan, sumber pendapatan, serta rata-rata jumlah konsumsi daging ayam broiler.

Pendapatan yang diterima responden per bulan berkisar dari Rp. 600.000 sampai Rp. 3.000.000 dengan rata-rata sebesar Rp. 1.306.667 per bulan. Sebagian besar sebanyak 22 orang (73,33%) responden menerima pendapatan antara Rp. 600.000 sampai 1.306.666 per bulan. Hal ini menunjukkan bahwa responden menerima uang kiriman per bulan relatif rendah karena berada dibawah rata-rata total pendapatan yang diterima responden, sedangkan sebanyak 8 orang (26,67%) responden memperoleh kiriman yang dengan kategori tinggi.

Jenis pengeluaran responden bervariasi, oleh karena itu responden harus pandai mengatur uang kiriman berdasarkan skala kebutuhannya. Hampir semua mahasiswa mengalokasikan uang sakunya untuk biaya makan. Makan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi uang saku untuk biaya makan dari setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mereka.

Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan uang sakunya untuk biaya makan. Jika setiap harinya responden makan dua kali, dan biaya yang dikeluarkan untuk satu kali makan adalah Rp. 7.500, maka dalam sehari responden harus mengeluarkan biaya Rp. 15.000 hanya untuk makan saja. Jika dalam sebulan biaya yang dikeluarkan untuk makan Rp. 480.000 (30 hari), maka hanya Rp. 5.000 yang dapat digunakan setiap harinya untuk kebutuhan selain makan.

Alokasi pendapatan responden sebagian besar (62,07%) untuk makan dan minum sehari-hari, dan sisanya digunakan untuk kebutuhan belanja bulanan, seperti alat kebersihan, kesehatan, dan kecantikan; kebutuhan perkuliahan, seperti fotocopy, print, buku, dan pulsa modem; biaya transportasi bagi responden yang menggunakan kendaraan pribadi atau umum, alokasi untuk biaya transportasi ini kecil hanya 4,76%, hal ini dikarenakan sebagian dari responden memanfaatkan fasilitas angkutan gratis dari kampus untuk transportasi mereka menuju kampus; alokasi selanjutnya digunakan untuk refreshing atau hiburan responden, seperti nonton bioskop atau jalan-jalan, serta kebutuhan lain-lain (10,40%).

Besaran pendapatan yang diterima seorang responden tergantung kepada kemampuan pengirim. Pendapatan keluarga merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Pekerjaan juga dikaitkan dengan tingkat pendapatan, seseorang yang memiliki pekerjaan yang baik tentu pendapatannya akan baik pula, sehingga secara tidak langsung pekerjaan mempengaruhi pola makan seseorang dikaitkan dengan hasil yang didapat (uang). Responden dengan tingkat pendapatan tinggi, dapat dengan mudah memilih menu makanan bergizi yang akan dimakan setiap harinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suhardjo (1989) terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi, hampir berlaku umum terhadap semua tingkat pendapatan.

Jenis pekerjaan orangtua dapat memberikan gambaran besarnya pendapatan yang diperoleh keluarga tersebut setiap bulan, sedangkan pendapatan keluarga secara langsung mempengaruhi besaran uang kiriman untuk responden. Responden yang kedua orangtuanya berwirausaha, menerima rata-rata uang kiriman sebesar Rp. 1.800.000 per bulan, yang merupakan jumlah terbesar dari uang kiriman dengan berbagai pekerjaan lain.

(8)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 8

3. Preferensi Konsumsi

Preferensi pangan (food preference) adalah tindakan/ukuran atau tidak sukanya terhadap makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan Suhardjo (1989). Hasil dari penelitian preferensi terhadap daging ayam broiler pada semua responden menunjukan bahwa 100% menyukai daging ayam broiler sebagai bahan pangan untuk dikonsumsi.

Menurut Khumaidi (1989), terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat makan untuk memenuhi rasa lapar serta dari hubungan emosional dengan yang memberi makan pada saat anak-anak. Perbedaan yang nyata terhadap preferensi konsumsi daging ayam broiler pada responden dilihat dari bagian daging ayam, menu dalam pengolahan daging ayam yang dikonsumsi, serta alasan atau pertimbangan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

a. Preferensi Konsumsi Terhadap Bagian Daging Ayam Broiler

Preferensi responden terhadap daging ayam broiler berdasarkan bagian daging ayam broiler yang disukai. Pada tingkat pengetahuan gizi untuk kategori tinggi, bagian yang paling disukai yaitu bagian paha bawah, kategori sedang bagian yang paling disukai yaitu paha atas, dan untuk kategori rendah, bagian yang disukai pada bagian dada. Sebagian besar (36,67%) responden memilih bagian paha atas yang paling disukai. Bagian dada pada daging ayam broiler juga banyak disukai oleh responden sebesar 30,00%. Sedangkan bagian paha bawah dan sayap pada daging ayam broiler masing-masing hanya 16,67%.

Pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi, paha bawah menjadi bagian daging ayam yang paling disukai, tingkat pengetahuan gizi sedang, paha atas menjadi bagian daging ayam yang paling disukai, sedangkan pada kategori tingkat pengetahuan gizi rendah, bagian dada ayam yang paling disukai. Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya responden tidak memperhatikan nilai gizi yang terkandung dan kemampuan terhadap tingkat pengetahuan yang dimilikinya untuk mengonsumsi bagian daging ayam broiler.

Sama halnya dengan preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, preferensi terhadap bagian daging ayam broiler yang disukai berdasarkan tingkat pendapatan responden juga menyukai bagian paha atas dan dada. Pada tingkat pendapatan kategori tinggi responden lebih menyukai bagian dada pada daging ayam broiler, sedangkan kategori rendah lebih menyukai bagian paha atas. Secara keseluruhan preferensi terhadap bagian daging ayam broiler berdasarkan tingkat pendapatan, responden menyukai bagian paha atas (36,67%) dan bagian dada (30,00%).

Jika dilihat dari jumlah protein, daging dada dan daging paha memiliki jumlah protein yang berbeda yaitu 20,5% dan 18,1%. Ditambahkan Sediaoetama (2006) bahwa daging paha ayam mengandung serat-serat yang lebih kasar, jika dibandingkan dengan daging dada (dada mentok), sehingga daging dada ayam lebih mudah dicerna dibandingkan dengan daging pahanya. Bagian dada diminati oleh responden karena bagian dada banyak mengandung daging dan empuk. Selain bagian dada, bagian paha atas juga banyak diminati oleh responden dikarenakan bagian ini selain terdapat daging yang cukup banyak, juga terdapat kulit yang menempel pada bagian ini. Hal tersebut menjadi salah satu alasan bagian paha atas menjadi bagian yang banyak di konsumsi responden.

Bagian paha bawah dan sayap kurang diminati oleh responden dibandingkan bagian dada dan paha atas. Terlihat dari responden yang memilih kedua bagian ini untuk dikonsumsi. Untuk bagian paha bawah dan sayap ini tendapat perbedaan yang sangat jelas dibandingkan dengan bagian dada dan paha atas, selain karena ukurannya yang relatif kecil juga perhatian beberapa penjual produk daging ayam terhadap kedua bagian ini, yaitu dengan menurunkan harga.

(9)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 9

Hasil chi square hitung (6,659), Asymp. Sig sebesar 0,354 atau probabilitas diatas 0,05 (0,354 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Pengetahuan yang dimiliki responden tidak mempengaruhi preferensi terhadap bagian daging ayam yang dikonsumsi, responden cenderung tidak terlalu membandingkan kandungan pada bagian-bagian daging ayam.

Hasil analisis chi square hitung pada preferensi bagian daging ayam broiler dengan tingkat pendapatan yaitu 3,388, Asymp. Sig sebesar 0,336 atau probabilitas diatas 0,05 (0,388 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak mempengaruhi preferensi bagian daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Rasa suka terhadap bagian daging ayam yang dikonsumsi kembali kepada selera responden. Meskipun pada beberapa franchise yang menjual daging ayam membedakan antara bagian-bagian daging ayam, tetapi tidak mempengaruhi responden pada berbagai tingkat pendapatan terhadap pemilihan bagian daging ayam broiler.

b. Preferensi Konsumsi Terhadap Menu Daging Ayam Broiler

Keanekaragaman olahan bumbu dan masakan untuk daging ayam, menjadikan menu yang beragam pula untuk bisa dinikmati oleh masyarakat. Menu masakan daging ayam broiler yang paling disukai oleh responden, seperti ayam goreng, ayam bakar, ayam krispi, ayam kremes, ayam penyet, ayam kecap, ayam pop, ayam sayur, opor ayam, ayam kalasan, ayam balado, dan masih banyak lagi hidangan ayam broiler. Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi preferensi seseorang terhadap suatu jenis pangan, yaitu karakteristik individu, karakteristik pangan, dan karakteristik lingkungan. Pada faktor karakteristik pangan itu sendiri, terdapat rasa, aroma, harga, dan penampakan.

Hasil dari penelitian bahwa menu ayam goreng banyak disukai oleh responden dengan berbagai tingkat pengetahuan gizi. Menu ayam bakar menjadi menu kedua yang paling disukai responden. Sama halnya pada kategori tingkat pendapatan, preferensi terhadap menu daging ayam broiler yang disukai yaitu ayam goreng. Menu ayam goreng menjadi menu yang paling disukai oleh responden dengan kategori pendapatan tinggi dan pendapatan rendah. Secara keseluruhan responden dengan kategori tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan, pada kedua kategori ini menu ayam goreng menjadi menu paling disukai, dan menu ayam bakar menjadi menu kedua yang paling disukai responden.

Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih menyukai menu daging ayam bakar goreng, karena rasanya yang renyah dan gurih serta mudah mendapatkannya di rumah makan atau kantin. Ayam bakar juga banyak digemari karena beberapa alasan, seperti rasanya yang lebih enak dan cocok untuk dikonsumsi di malam hari dan memang menjadi menu pengganti jika bosan dengan ayam goreng. Selain itu, menu ayam krispi juga menjadi favorit karena hidangan ayam krispi ini banyak dijual cepat saji dibeberapa franchise yang berada tidak jauh dari tempat tinggal responden.

Menu ayam kecap, ayam cabe ijo, ayam balado, dan aneka jenis masakan ayam yang disajikan dengan sambal hanya dikonsumsi oleh beberapa responden yang gemar menyantap makanan pedas. Rata-rata responden menyantap menu daging ayam dengan jumlah tiga menu masakan, hal ini karenakan agar responden tidak merasa bosan dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

Hasil uji statistik pada analisis chi square hitung pada preferensi menu masakan daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan yaitu 17,708, Asymp. Sig sebesar 0,607 atau probabilitas diatas 0,05 (0,607 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak mempengaruhi preferensi menu masakan daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Menu masakan yang dipilih sesuai selera responden tidak terpengaruh oleh tingkat pengetahuan gizi responden.

(10)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 10

Hasil chi square hitung (9,119), Asymp. Sig sebesar 0,521 atau probabilitas diatas 0,05 (0,521 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak mempengaruhi preferensi menu masakan daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Menu masakan daging ayam broiler dengan harga yang ditawarkan cenderung tidak berbeda jauh dari setiap menunya, sehingga pada uji chi square tidak menunjukan adanya pengaruh terhadap pemilihan menu.

c. Preferensi Konsumsi Terhadap Alasan Mengonsumsi Daging Ayam Broiler

Alasan dalam mengonsumsi juga berpengaruh terhadap preferensi daging ayam broiler. Menurut Kotler (2001), pilihan konsumen terhadap suatu produk dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berdasarkan tingkat pengetahuan gizi, mengenai alasan atau pertimbangan dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Alasan karena rasa daging ayam broiler yang enak merupakan alasan yang paling besar (63,34%) dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Selain rasa yang enak, alasan karena harga daging ayam broiler yang ekonomis, juga menjadi alasan kedua terbesar (30,00%) dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Sedangkan alasan lain seperti suka dan kandungan gizi pada daging ayam, menjadi alasan penentu lain dalam memilih daging ayam broiler.

Alasan responden yang paling besar (63,34%) yaitu rasa yang enak pada daging ayam broiler menjadikan daging ayam broiler banyak dikonsumsi responden. Alasan kerena harganya yang murah dalam pemilihan daging ayam broiler untuk dikonsumsi menjadi alasan yang dipilih oleh responden dengan kategori pendapatan rendah. Hal ini didukung oleh pendapat Lipsey dkk (1995), yang mengemukakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi tersebut akan semakin besar. Semakin tinggi harga suatu komoditi, maka semakin sedikit jumlah komoditi yang diminta, sedangkan alasan praktis diungkapkan oleh responden dengan tingkat pendapatan tinggi dalam mengemukakan alasan yang kedua dalam mengonsumsi daging ayam broiler.

Hasil chi square hitung (2,704), Asymp. Sig sebesar 0,845 atau probabilitas diatas 0,05 (0,845 > 0,05). Maka tingkat pengetahuan gizi responden tidak mempengaruhi alasan mengonsumsi daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Kandungan gizi yang ada pada daging ayam broiler tidak menjadi suatu kebutuhan khusus yang dapat memenuhi nutrisi bagi tubuh, karena daging ayam sudah menjadi menu yang banyak dipilih mahasiswa.

Hasil chi square hitung (5,901), Asymp. Sig sebesar 0,117 atau probabilitas diatas 0,05 (0,117 > 0,05). Maka tingkat pendapatan responden tidak mempengaruhi alasan dalam mengonsumsi daging ayam broiler untuk dikonsumsi. Karena daging ayam sudah menjadi makanan yang sering dikonsumsi karena harga yang relatif terjangkau oleh setiap mahasiswa, berbeda dengan daging sapi yang memang tergolong makanan yang mewah dikalangan mahasiswa.

4.5. Pola Konsumsi

Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmojo 2003). Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi yang bersangkutan.

Pengetahuan gizi yang tidak memadai, kurangnya pengertian tentang kebiasaan makan yang baik, serta pengertian yang kurang tentang kontribusi gizi dari berbagai jenis makanan akan menimbulkan masalah kecerdasan dan produktifitas. Menurut Suhardjo (2006), pola konsumsi merupakan cara bagaimana makan diperoleh, jenis makanan yang dikonsumsi,

(11)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 11

jumlah makanan yang mereka makan dan pola hidup mereka, termasuk beberapa kali makan atau frekuensi makan.

Pola konsumsi responden meliputi cara memperoleh makan setiap harinya, pilihan tempat pembelian, frekuensi makan, dan rata-rata pengeluaran konsumsi harian. Pola konsumsi daging ayam broiler pada responden yang diamati meliputi jumlah konsumsi dan frekuensi makan daging ayam broiler dalam satu minggu.

a. Cara Memperoleh Makan

Responden pada penelitian ini merupakan mahasiswa yang tidak tinggal dengan orangtua/indekos. Mahasiswa yang indekos mempunyai keputusan penuh terhadap segala pemilihan, terutaman dalam memenuhi kebutuhannya termasuk dalam hal makan. Sebagian besar responden memperoleh makan dengan membeli. Hanya 10% yang sesekali memperoleh makan dengan memasak sendiri di kostan. Hal ini juga dipengaruhi oleh kostan yang ditempati responden, menyediakan atau tidak ruang untuk memasak.

Keputusan responden dalam cara memilih untuk membeli makan diluar juga karena alasan simpel daripada harus memasak makanan. Juga keterbatasan kemampuan untuk memasak makanan yang dimiliki oleh responden, terutama reponden laki-laki. Maka, hampir 100% responden memilih untuk membeli makan setiap harinya.

b. Pilihan Tempat Pembelian Daging Ayam Broiler

Keputusan responden dalam membeli makan setiap hari, maka responden mempunyai tempat pembelian makan yang selalu dikunjungi. Dengan maraknya penjual rumah makan, kantin, warung makan, dan fast food berdampak pada pemilihan makanan yang dijual ditempat tersebut. Persepsi responden terhadap tempat pembelian makan, yang menyebabkan tempat tersebut sering untuk dikunjungi. Persepsi merupakan pandangan individu terhadap suatu objek sehingga individu tersebut memberi reaksi atau respon yang berhubungan dengan penerimaan atau penilaian. Menurut Kotler (1997), persepsi berhubungan dengan pendapat dan penilaian yang berakibat terhadap motivasi, kemauan, tanggapan, perasaan, dan fantasi terhadap stimulus.

Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik teatpi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan inividu yang bersangkutan. Dengan adanya persepsi senang terhadap suatu tempat, maka responden cenderung kembali ke tempat tersebut karena beberapa hal. Responden pada kategori pengetahuan gizi rendah, menjadikan kantin sebagai tempat pembelian daging ayam broiler, sedangkan untuk kategori pengetahuan gizi tinggi dan kategori pengetahuan gizi rendah lebih memilih warteg dan warung nasi yang menjadi pilihan tempat untuk pembelian daging ayam broiler. Hal yang juga menjadi pertimbangan responden dalam memilih tempat untuk membeli daging ayam juga karena alasan mengenai kebersihan, pelayanan yang memuaskan, kualitas daging ayam yang terjamin, harga yang murah, lokasi terdekat, dan ada juga karena ajakan dari teman.

Kantin cenderung lebih disukai mahasiswa disebabkan karena keseharian dan aktivitas mahasiswa berada di kampus, dari pagi hari hingga sore, jadi mengharuskan mahasiswa makan di kantin kampus. Berbeda dengan kantin kampus, alasan mahasiwa memilih warung nasi, warung tegal, rumah makan padang dikarenakan selera dari setiap mahasiswa, perbedaan cita rasa yang disajikan berbeda, misalnya rumah makan padang yang menghadirkan rasa pedas disetiap masakannya, warung nasi yang menghadirkan rasa manis atau khas sunda.

Cepat saji dan restaurant dipilih karena kecepatan dan lokasi atau tempat yang incar para mahasiswa dalam memilih daging ayam utuk makan sehari-hari. Sedangkan untuk pecel, biasanya banyak diminati di malam hari karena jam buka pecel yang memang buka pada malam hari dipinggiran jalan kampus, dan memang kebanyakan rumah makan yang lain sudah mulai tutup atau kehabisan, maka alternatif lain ialah kedai pecel kaki lima.

(12)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 12

c. Frekuensi Makan

Perbedaan konsumsi makan pokok harian setiap mahasiswa jelas berbeda. Kebiasaan dan bentuk tubuh menjadikan pola konsumsi makan pokok mahasiswa berbeda pula. Kebiasaan perempuan untuk menjaga berat badan berbeda halnya dengan laki-laki yang seakan tidak peduli terhadap penampilan badan, menjadikan pola makan yang berbeda pula.

Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli konsumen. Konsumen akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai dengan tingkatan daya beli yang dimilikinya. Ditambahkan Khumaidi (1994), bahwa kebiasaan makan erat kaitannya dengan penyediaan makanan, karena akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan zat gizi. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003), apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah yang banyak.

Sejumlah pakar gizi berpendapat bahwa pola makan yang paling baik adalah hanya makan dua kali sehari. Alasannya, tipe pola makan dua kali ternyata didasarkan pada psikologi pelik tubuh, yaitu harus ada jeda dari makan pertama sebelum menyantap makan pokok lain, sehingga perlu menunggu perut kosong agar timbul sensasi lapar yang optimal. Biasanya, makanan tinggal didalam perut selama enam hingga delapan jam. Kesimpulannya, makan sehari dua kali dapat memberikan waktu bagi perut untuk lebih banyak beristirahat, selain itu pola makan dua kali sehari dapat memberikan kesempatan pada perut untuk beristirahat selama 12 jam.

d. Rata-rata Pengeluaran Konsumsi Harian

Hampir semua mahasiswa mengalokasikan pendapatan untuk biaya makan. Makan merupakan kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Alokasi pendapatan untuk biaya makan dari setiap mahasiswa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan keadaan mereka. Mahasiswa yang indekos lebih memprioritaskan uangnya untuk biaya makan. Responden berdasarkan pengetahuan gizi, dengan kategori tinggi, pengeluaran harian sebesar 11.000 hingga Rp. 20.000. Kategori pengetahuan sedang dan kategori rendah dengan rata-rata pengeluaran harian Rp. 21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi. Sedangkan berdasarkan tingkat pendapatan, pada kategori tingkat pendapatan tinggi rata-rata pengeluaran harian sebesar Rp. 31.000 hingga Rp. 60.000 dan pada kategori tingkat pendapatan rendah jumlah rata-rata mengeluarkan Rp. 21.000 hingga Rp. 30.000 untuk konsumsi harian.

Teori Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam hirarkhi, dari yang paling mendesak sampai yang paling kurang mendesak sehingga orang didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu pada waktu-waktu tertentu. Dalam urutan berdasarkan tingkat kepentingannya, kebutuhan fisik yang meliputi rasa lapar dan haus merupakan kebutuhan pertama yang paling penting, sehingga orang akan berusaha memuaskan sebuah kebutuhan mereka yang paling penting. Jika seseorang berhasil memuaskan sebuah kebutuhan yang penting, kebutuhan tersebut tidak lagi menjadi motivator, dan dia akan berusaha memuaskan kebutuhan terpenting berikutnya (Kotler, 1997).

Sebagai akibat dari rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat makanan tertentu akan memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan makan (Sumarwan, 2004). Selain untuk makan pengeluaran konsumsi harian juga meliputi biaya untuk makan, minum, dan jajan mahasiswa setiap hari. Alokasi pengeluaran harian ini disesuaikan dengan pendapatan yang diterima mahasiswa, karena kebutuhan mahasiswa indekos dipenuhi oleh mereka sendiri. Seperti yang dikemukakan Koentjaraningrat (1997)

(13)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 13

pemberian uang saku kepada anak memberikan pengaruh kepada anak untuk belajar mengelola dan bertanggung jawab terhadap uang saku yang dimilikinya.

e. Jumlah dan Frekuensi Konsumsi Daging Ayam Broiler

Daging ayam broiler merupakan salah satu sumber protein bagi tubuh. Sebagai bahan pangan, daging ayam broiler tersusun atas komponen-komponen bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat, vitamin, air, mineral, dan pigmen. Hasil penelitian dengan metode recall yang dilakukan selama tiga kali dalam satu minggu, menunjukan bahwa responden dengan kategori tingkat pengetahuan tinggi mengonsumsi daging ayam sebanyak 3.480 gram atau rata-rata 435 gram per orang. Responden dengan kategori tingkat pengetahuan sedang, mengonsumsi daging ayam dengan jumlah 9.000 gram atau rata-rata 562,5 gram per orang. Sedangkan responden dengan kategori tingkat pengetahuan kurang mengonsumsi daging ayam sebanyak 2.520 gram atau rata-rata 420 gram per orang.

Hal diatas menunjukkan bahwa responden dengan kategori pengetahuan gizi sedang rata-rata mengonsumsi daging ayam lebih banyak daripada responden dengan pengetahuan gizi tinggi. Padahal menurut Suhardjo (1989) konsumen yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih pangan yang lebih baik. Hal ini dikarenakan responden dengan pengetahuan gizi tinggi, cenderung tidak menerapkan pengetahuan gizi mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan jumlah daging ayam yang dikonsumsi, dapat dilihat juga frekuensi konsumsi daging ayam broiler perminggu. Rata-rata responden (53,33%) pada tingkat pengetahuan gizi tinggi, sedang, dan rendah mengonsumsi daging ayam sekali dalam sehari. Perbedaan besarnya pendapatan yang diterima oleh responden mengakibatkan perbedaan konsumsi makanan, termasuk daging ayam broiler. Preferensi responden terhadap daging ayam sangat besar karena harga daging ayam relatif terjangkau oleh responden. Responden dengan tingkat pendapatan tinggi total mengonsumsi daging ayam 5.400 gram atau rata-rata 675 gram per orang, sedangkan responden dengan tingkat pendapatan rendah total mengonsumsi daging ayam 9.600 gram atau rata-rata 436,36 gram per orang.

Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Suprijono (1995) yang menunjukkan bahwa konsumsi protein dan sumbangan pangan hewani terhadap konsumsi protein meningkat sejalan dengan meningkatnya pendapatan. Soekirman (2000) menambahkan bahwa dengan meningkatnya pendapatan seseorang maka akan terjadi pergeseran pola konsumsi pangan ke arah yang lebih beraneka ragam dan terajadi peningkatan proporsi lemak dan protein, terutama dari sumber pangan hewani. Pendapatan dan harga pangan merupakan faktor penentu daya beli rumah tangga. Suatu rumah tangga akan memilih pangan untuk dikonsumsi sesuai dengan tingkat daya beli rumah tangga tersebut. Tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah maupun gizinya.

Menurut Ariningsih (2008), faktor daya beli sangat menentukan tingkat konsumsi pangan hewani, dengan semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan hewani cenderung semakin tinggi. Hal ini diduga karena adanya produk pangan lain yang dapat dibeli responden dengan harga lebih murah. Lipsey dkk (1995), menyatakan penurunan harga suatu jenis barang akan mempengaruhi melalui dua cara, pertama harga relatif akan berubah sehingga rumah tangga terdorong untuk lebih banyak, barang tersebut karena harganya lebih murah, kedua pendapatan meningkat karena bisa membeli lebih banyak semua jenis komoditi, jenis komoditi yang digunakan sebagai pengganti dari daging ayam broiler yaitu daging sapi dan telur.

Rata-rata frekuensi konsumsi daging ayam broiler responden pada satu kali perhari atau 120 gram per potong. Jika dilihat dari rata-rata jumlah konsumsi daging ayam broiler

(14)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 14

responden sebanyak 500 gram per minggu. Konsumsi daging ayam broiler memberikan asupan protein hewani pada tubuh. Tahu, tempe dan telur menjadi menu sebagai sumber protein hewani yang sering dikonsumsi oleh responden. Jika dilihat dari asupan protein, rata-rata responden hanya mengonsumsi sebesar 51,69 gram setiap hari, dan masih dibawah angka kecukupan protein yang dianjurkan. Responden kurang memperhatikan kecukupan protein yang dikonsumsi setiap harinya, padahal dengan mengonsumsi sepotong daging ayam broiler setiap harinya, juga tambahan seperti tempe dan susu maka responden sudah memenuhi kecukupan protein harian yang dianjurkan. Analisis chi square mengenai jumlah konsumsi daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan tidak saling mempengaruhi. Begitupun halnya frekuensi konsumsi daging ayam broiler dengan tingkat pengetahuan gizi dan tingkat pendapatan yang juga tidak saling mempengaruhi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa dengan berbagai tingkat pengetahuan gizi suka dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi menyukai menu ayam bakar, bagian paha bawah, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi sedang menyukai menu ayam bakar, bagian paha atas, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pengetahuan gizi rendah menyukai menu ayam goreng, bagian dada, dengan alasan enak. Mahasiswa dengan berbagai tingkat pendapatan suka dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Pada kategori tingkat pendapatan tinggi menyukai menu ayam bakar, bagian dada, dengan alasan enak. Pada kategori tingkat pendapatan rendah menyukai menu ayam goreng, bagian paha atas, dengan alasan enak.

Pola konsumsi yang ada menggambarkan responden dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Jumlah konsumsi daging ayam broiler pada kategori tingkat pengetahuan gizi tinggi sebanyak 3.480 gram, rata-rata 435 gram, pada kategori tingkat pengetahuan gizi sedang sebanyak 9.000 gram, rata-rata 562,5 gram, dan pada kategori tingkat pengetahuan gizi rendah sebanyak 2.520 gram, rata-rata 420 gram. Jumlah konsumsi daging ayam broiler selama satu minggu pada tingkat pendapatan tinggi sebanyak 5.400 gram, rata-rata 675,00 gram dan pada tingkat pendapatan rendah sebanyak 9.600 gram, rata-rata 562,5 gram. Frekuensi konsumsi daging ayam dalam satu minggu, yaitu satu kali perhari (53,33%) pada kedua kategori.

SARAN

Asupan protein responden setiap harinya masih dibawah angka kecukupan protein yang dianjurkan, diharapkan mahasiswa lebih memperhatikan pola konsumsi makan dengan pertimbangan nilai gizi yang ada. Keadaan gizi yang baik, merupakan salah satu faktor penting dalam upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan juga konsentrasi dalam menjalani aktivitas sebagai mahasiswa.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih pula kepada pihak-pihak yang telah banyak memberi bantuan dan arahan untuk penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih. 2003. Ukuran Pertumbuhan dan Status Gizi Remaja Awal. Prosiding Kongres Nasional Persagi dan Temu Ilmiah XII. Persatuan Ahli Gizi. Jakarta.

(15)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 15

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Ariani, M. 2015. Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia: Antara Harapan dan Kenyataan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. 119-120. Budiar, S. 2000. Analisis Permintaan dan Konsumsi Sumber Protein Hewani Rumah Tangga

di Pulau Jawa. IPB. Bogor.

Gibson, R. S. 2005. Principle of Nutritional Assessment. Ed.2. Oxford University Press. New York.

Guilford J. P., B. Fruchter. 1978. Fundamental Statistics In Psychology And Education. Tokyo: McGraw-HillKogakusha, Ltd.

Hastono, S., Sabri, L. 2006. Statistik Kesehatan. Edisi 1. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Khomsan, A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Departemen Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

. 2003. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Khumaidi, M . 1989. Gizi Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor. . 1994. Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat. Gunung Mulia dan Pusat Antar

Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. PT. Prenhallindo. Jakarta.

Lipsey, R. G., Paul, N.C., Douglas, D.D., and Peter, B.S. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta.

Muhilal, J. Idrus, Husaini, F. Jalal dan Tarwotjo. 1993. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. WNPG V.

Nasoetion, A dan Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Depdikbud Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kejuruan. Proyek Peningkatan Pendidikan Kejuruan Non Tehnik. Jakarta Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Paturochman, M. 2012. Penentuan Jumlah dan Teknik Pengambilan Sampel (Untuk Penelitian Sosial Ekonomi). Unpad Press.

Pranaji, D. K. 1988. Pendidikan Gizi (Proses Belajar Mengajar). Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. IPB. Bogor.

Rai, A. 2009. Tingkatkan Fitness IQ Anda. BPK Gunung Mulia. Jakarta.

Sanjur, D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. Englewood Cliffs. Prentice-Hall. New York.

Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi I. Dian Rakyat. Jakarta. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

. 2006. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Universitas Indonesia. Jakarta. 220 Sumarwan, U. 2004. Analisis Multivariant Pemasaran. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Suprijono, R. A. 1995. Pola Konsumsi Pangan Hewani Menurut Tingkat Pendapatan dan Sumbangannya Terhadap Kecukupan Protein. Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Tam, M. C. Y., Tummala, V. M. R. 2001. Omega, vol. 29, issue 2, pages 171-182.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 1998. Daftar Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari). LIPI. Jakarta.

(16)

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran 2016 16

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DAN PERNYATAAN PENULIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Aprianda Winda

NPM : 200110110211

Judul Skripsi : Pola Konsumsi Daging Ayam Broiler Berdasarkan Tingkat Pengetahuan dan Pendapatan Kelompok Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Menyatakan bahwa artikel ini merupakan hasil penelitian penulis, data dan tulisan ini bukan hasil karya orang lain, ditulis dengan kaidah-kaidah ilmiah dan belum pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya, tanpa tekanan dari pihak manapun. Penulis bersedia menanggung konsekuensi hukum apabila ditemukan kesalahan dalam pernyatan ini.

Dibuat di Jatinangor, April 2016 Penulis,

(Aprianda Winda)

Mengetahui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Rochadi Tawaf, MS)

Pembimbing Anggota,

Referensi

Dokumen terkait

a) Pelaksanaan sosialisasi dan penyampaian informasi tentang pembatalan UU No 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dalam berbagai kesempatan seperti ketika

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh tim BPP Teknologi, Bacillus halodurans CM1, diisolasi dari sumber air panas, Cimanggu, Jawa Barat

5 Adakah terdapat perbezaan yang signifikan antara permasalahan seperti kewangan, sosial dan hiburan, keluarga, agama/moral, akademik dan kerjaya, dan persekolahan yang

Selain itu, juga menggunakan PC (Personal Computer) untuk menampilkan data digital serta mikrokontroler ATMega 16 yang memiliki kelebihan pada port ADC 8 channel 10-bit

Berdasarkan dari beberapa fenomena di atas, dalam pelaksanaan PNPM-MP ekonomi bergulir kelompok yang belum optimal, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dan pembimbing II Ibu Nurbaity, M.Kom. Bank Syariah merupakan salah satu bank Islam yang fokus utama kegiatan usahanya adalah penyaluran dana berdasarkan prisip

Analisa gelombang kejut dilakukan dengan menggunakan hasil kalibrasi yang diperoleh dari model Greenshield karena memiliki nilai r 2 &gt;0,5 yaitu, r 2 = 0,899

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Schermerhorn Jr et al (2010), cara yang lain selain diferensiasi kontekstual adalah mengandalkan manajer menengah untuk