• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh hasil yang diperoleh. Berikut penjabaran tiap-tiap bagian tersebut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh hasil yang diperoleh. Berikut penjabaran tiap-tiap bagian tersebut."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang yang menjadi dasar dilakukannya penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian yang dicapai, serta kontribusi yang dapat diberikan oleh hasil yang diperoleh. Berikut penjabaran tiap-tiap bagian tersebut.

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara komisaris wanita1, kecakapan manajerial, dan kualitas laba. Sebelumnya, telah banyak dilakukan penelitian mengenai peran anggota wanita dalam jajaran direktur2 yang dikaitkan

dengan kinerja perusahaan (Adams & Ferreira, 2009), akuisisi (Levi et al., 2014; Dowling & Aribi, 2013; Huang & Kisgen, 2013), konservatisme (Francis et al., 2005; Arun et al., 2015), reaksi pasar (Farrell & Hersch, 2005; Kang et al., 2010), dan kualitas laba (Srinidhi et al., 2011). Namun, penelitian-penelitian tersebut hanya berfokus pada perusahaan dengan sistem tata kelola berupa one-tier board. Selain itu, peran anggota dewan wanita dalam perusahaan juga masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

1 Dalam penelitian ini, komisaris dimaknai sebagai direktur non-eksekutif pada perusahaan sistem

one-tier boards dan dewan komisaris pada perusahaan dengan sistem two-tier boards. Hal tersebut

didasarkan oleh adanya kesamaan fungsi antara kedua pihak tersebut, yaitu berperan sebagai pengawas.

2 Sebagian besar penelitian-penelitian tersebut tidak memisahkan peran anggota dalam jajaran

direktur eksekutif maupun non-eksekutif. Dengan mempertimbangkan adanya hal tersebut, penelitian ini tidak menggunakan acuan spesifik tentang direktur non-eksekutif karena jumlah literatur terkait pengukuran tersebutrelatif terbatas. Oleh karena itu, kata direktur digunakan untuk menunjukkan bahwa penelitian terkait tidak memisahkan peran anggota wanita sebagai direktur eksekutif dan non-eksekutif.

(2)

Dengan berlatang belakang perusahaan dalam sistem one-tier boards, Gul

et al. (2011) memaparkan bahwa komisaris wanita mendorong tingginya tingkat

transparansi informasi perusahaan yang tercermin melalui kandungan informasi dalam laba. Hal tersebut diperkuat oleh Abbott et al. (2012) yang memaparkan bahwa adanya direktur wanita berkaitan dengan semakin rendahnya tingkat pelaporan kembali atas laporan keuangan. Selain itu, Srinidhi et al. (2011) berhasil mendokumentasikan bahwa semakin tinggi partisipasi wanita dalam jajaran dewan eksekutif, komisaris, dan komite audit, semakin tinggi kualitas laba yang dihasilkan. Namun, dinyatakan pula oleh Srinidhi et al. (2011) bahwa hasil pengujian tersebut tidak dapat digeneralisasi pada negara dengan legislasi, regulasi, dan cultural institutional yang berbeda dengan United States (US). Dugaan yang dikemukakan Srinidhi et al. (2011) tersebut menjadi motivasi penelitian ini untuk membawa konteks penelitian serupa ke Indonesia.

Firth et al. (2007) menyatakan bahwa penelitian-penelitian terdahulu mengenai peran direktur wanita didominasi oleh negara Anglo-Saxon dengan sistem

one-tier board. Berdasarkan pada argumen tersebut, Firth et al. (2007)

menggunakan China sebagai negara sampel. Selain itu, Firth et al. (2007) berargumen bahwa sistem two-tier board di China berbeda dengan two-tier board negara-negara Kontinental Eropa, sehingga China dapat menyajikan sebuah setting yang baru. Merujuk pada argumen tersebut, Indonesia juga layak dijadikan sebagai sampel karena memiliki sistem two-tier board yang serupa dengan China.

Secara spesifik, terdapat perbedaan antara Indonesia dan China. Kepemilikan perusahaan-perusahaan publik di China didominasi oleh kepemilikan

(3)

pemerintah (Firth et al., 2007), sedangkan mayoritas perusahaan publik di Indonesia dimiliki oleh keluarga (Claessens et al., 2000). Negara dengan dominasi kepemilikan keluarga memiliki pemisahan yang paling kuat antara kepemilikan

(ownership) dengan pengendalian (control) dibandingkan dengan struktur

kepemilikan yang lain (Claessens et al., 2000). Oleh karena itu, meskipun serupa, Indonesia diasumsikan memiliki tekanan tata kelola perusahaan yang lebih kuat daripada China.

Indonesia juga menawarkan latar belakang yang unik. Kusumastuti et al. (2007) menyatakan bahwa dalam sistem masyarakat Indonesia masih terdapat anggapan yang kuat bahwa pria lebih pantas untuk menduduki jabatan penting dalam perusahaan dibandingkan dengan wanita. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengetahui peranan anggota wanita dalam hierarki puncak perusahaan.

Penelitian-penelitian terdahulu mendokumentasikan temuan bahwa peran wanita dalam jajaran direktur perusahaan tidaklah konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa direktur wanita memiliki peran positif (Adams & Ferreira, 2009; Campbell & Minguez-Vera, 2008; Arun et al., 2015; Srinidhi et al., 2011), sedangkan beberapa penelitian lainnya justru menunjukkan peran yang negatif (Hanani & Aryani, 2011) atau justru tidak memiliki hubungan yang signifikan (Kusumastuti et al., 2007). Secara garis besar, penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaan yaitu tidak mempertimbangkan adanya aspek spesifik manajerial. Bertrand & Schoar (2003) dan Dejong & Ling (2013) menyatakan bahwa karakteristik manajerial merupakan faktor penentu pada variabel-variabel

(4)

praktik dan keputusan perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan aspek kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur untuk menjelaskan ketidakkonsistenan tersebut.

Untuk mengukur kualitas laba, digunakan model discretionary estimation

error yang dikembangkan oleh Francis et al. (2005). Selain itu, pengukuran

komisaris wanita menggunakan jumlah persentase anggota wanita dalam jajaran komisaris (Farag & Mallin, 2016), sedangkan kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur diukur berdasarkan General Ability Index (GAI) yang dikembangkan oleh Custodio et al. (2013). Selanjutnya, digunakan alat uji statistik berupa regresi linier berganda untuk menguji hipotesis.

Berdasarkan pada pengujian yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa besaran persentase wanita tidak memiliki keterkaitan dengan kualitas laba. Hasil serupa juga diperoleh kecakapan manajerial yang menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kecakapan yang dimiliki oleh presiden direktur dan kualitas laba perusahaan. Di sisi lain, interaksi antara komisaris wanita dan kecakapan manajerial justru memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas laba. Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa komisaris wanita akan menjalankan fungsi pengawasannya secara optimal ketika pihak manajerial (presiden direktur) memiliki kecakapan.

Simpulan tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai keterbatasan penelitian. Pertama, jumlah komisaris wanita dalam perusahaan di industri manufaktur relatif kecil. Kedua, pengukuran mengenai komisaris wanita tidak membedakan posisi

(5)

jabatan yang dimiliki oleh komisaris wanita dalam perusahaan. Ketiga, pengukuran kecakapan manajerial berupa GAI tersebut tidak dapat mengukur keahlian yang dimiliki presiden direktur secara tepat, khususnya mengenai pengalaman bekerja di berbagai sektor industri.

Keempat, GAI hanya berfokus pada kecakapan presiden direktur, sedangkan presiden direktur tersebut memiliki kecendurungan yang lebih kecil untuk menggunakan diskresi akuntansi secara langsung.Terakhir, penelitian ini hanya menggunakan analisis jangka pendek (cross-section) untuk mengidentifikasi keterkaitan antara kecakapan manajerial presiden direktur dengan kualitas laba. Di sisi lain, terdapat kemungkinan bahwa hubungan tersebut akan nampak ketika observasi dilakukan dalam jangka panjang (time-series).

1.2 Pertanyaan Penelitian

Beberapa pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain:

a. Apakah perusahaan dengan persentase komisaris wanita yang tinggi cenderung memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan dengan jumlah persetase komisaris wanita yang lebih rendah?

b. Apakah perusahaan dengan presiden direktur yang cakap cenderung memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan dengan presiden direktur yang kurang cakap?

(6)

c. Apakah kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dapat memperkuat peranan komisaris wanita dalam menentukan kualitas laba perusahaan ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian di atas, terdapat 3 tujuan yang dicapai penelitian, antara lain :

a. Untuk menguji keterkaitan antara besarnya persentase anggota komisaris wanita dengan kualitas laba.

b. Untuk menguji keterkaitan antara kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dengan kualitas laba.

c. Untuk menguji peran kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dalam memperkuat keterkaitan antara besarnya persentase komisaris wanita dan kualitas laba perusahaan.

1.4 Kontribusi Penelitian

Terdapat beberapa kontribusi yang dapat diberikan dengan adanya hasil penelitian ini, baik dari praktis maupun teoritis. Dari segi praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun regulasi. Dengan mempertimbangkan kondisi spesifik di Indonesia, belum diperlukan adanya regulasi khusus yang mengatur keterlibatan anggota wanita dalam jajaran dewan komisaris. Hal tersebut didasarkan pada hasil yang menunjukkan bahwa komisaris wanita dengan peran sebagai pengawas tidak memiliki keterkaitan yang signifikan dengan kualitas laba. Dari segi teoritis, penelitian ini menunjukkan bahwa

(7)

ketidakkonsistenan peran direktur wanita dalam perusahaan di berbagai penelitian terdahulu, dapat dijelaskan melalui kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur melalui peningkatan efektivitas pengawasan pada kinerja manajerial.

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Bab I. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang yang menjadi dasar penelitian. Dalam latar belakang, memuat motivasi penelitian serta gap penelitian yang terjadi. Selain itu, dinyatakan pula beberapa pertanyaan serta tujuan yang dicapai penelitian. Selanjutnya, terdapat beberapa kontribusi yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang diperoleh. Pada bagian akhir, dimuat sistematika penulisan yang berisi garis besar isi dari tiap-tiap bab.

Bab II. Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka, berisi teori serta berbagai literatur penelitian yang menjadi acuan penelitian. Pada bagian landasan teori, terdiri dari teori keagenan, tata kelola perusahaan, komisaris wanita, kecakapan manajerial, dan kualitas laba. Selanjutnya, dipaparkan pula mengenai tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Pada bagian akhir bab tersebut, disajikan skema desain penelitian untuk mempermudah telaah model yang diujikan.

Bab III. Metode Penelitian, membahas tentang mekanisme pemilihan sampel, pengukuran variabel, serta model pengujian hipotesis. Dalam menentukan sampel, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Kemudian, dijabarkan mengenai cara pengukuran tiap-tiap variabel yang diujikan beserta sumber data

(8)

yang dapat digunakan. Untuk menguji hipotesis, dilakukan uji regresi dengan sebelumnya telah dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji heteroskedastisitas, normalitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat berbagai hasil pengujian dan pembahasan mengenai hasil uji hipotesis. Pada bagian pertama, dipaparkan mengenai mekanisme pemilihan sampel. Kemudian, dijelaskan pula mengenai deskripsi data yang digunakan untuk analisis. Selanjutnya, disajikan hasil uji

Principal Component Analysis (PCA) untuk memperoleh nilai kecakapan

manajerial dan dilanjutkan dengan hasil uji asumsi klasik, serta uji kelayakan model. Pada bagian akhir, ditampilkan hasil uji regresi serta pembahasan mengenai hipotesis yang diujikan.

Bab V. Simpulan, terdiri atas tiga bagian utama, yaitu temuan dan simpulan, keterbatasan, dan implikasi penelitian. Berdasarkan 3 temuan yang diperoleh, dapat ditarik satu simpulan bahwa komisaris wanita akan menjalankan fungsinya sebagai pengawas secara optimal apabila presiden direktur yang diawasi memiliki kecakapan. Hasil simpulan tersebut tidak dapat terlepas dari keterbatasan, sehingga perlu kehati-hatian dalam menginterpretasikan dan menentukan implikasi hasil penelitian.

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang latar belakang yang menjadi dasar dilakukannya penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian yang dicapai, serta kontribusi yang dapat diberikan oleh hasil yang diperoleh. Berikut penjabaran tiap-tiap bagian tersebut.

1.6 Latar Belakang

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara komisaris wanita3, kecakapan manajerial, dan kualitas laba. Sebelumnya, telah banyak dilakukan penelitian mengenai peran anggota wanita dalam jajaran direktur4 yang dikaitkan

dengan kinerja perusahaan (Adams & Ferreira, 2009), akuisisi (Levi et al., 2014; Dowling & Aribi, 2013; Huang & Kisgen, 2013), konservatisme (Francis et al., 2005; Arun et al., 2015), reaksi pasar (Farrell & Hersch, 2005; Kang et al., 2010), dan kualitas laba (Srinidhi et al., 2011). Namun, penelitian-penelitian tersebut hanya berfokus pada perusahaan dengan sistem tata kelola berupa one-tier board. Selain itu, peran anggota dewan wanita dalam perusahaan juga masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

3 Dalam penelitian ini, komisaris dimaknai sebagai direktur non-eksekutif pada perusahaan sistem

one-tier boards dan dewan komisaris pada perusahaan dengan sistem two-tier boards. Hal tersebut

didasarkan oleh adanya kesamaan fungsi antara kedua pihak tersebut, yaitu berperan sebagai pengawas.

4 Sebagian besar penelitian-penelitian tersebut tidak memisahkan peran anggota dalam jajaran

direktur eksekutif maupun non-eksekutif. Dengan mempertimbangkan adanya hal tersebut, penelitian ini tidak menggunakan acuan spesifik tentang direktur non-eksekutif karena jumlah literatur terkait pengukuran tersebutrelatif terbatas. Oleh karena itu, kata direktur digunakan untuk menunjukkan bahwa penelitian terkait tidak memisahkan peran anggota wanita sebagai direktur eksekutif dan non-eksekutif.

(10)

Dengan berlatang belakang perusahaan dalam sistem one-tier boards, Gul

et al. (2011) memaparkan bahwa komisaris wanita mendorong tingginya tingkat

transparansi informasi perusahaan yang tercermin melalui kandungan informasi dalam laba. Hal tersebut diperkuat oleh Abbott et al. (2012) yang memaparkan bahwa adanya direktur wanita berkaitan dengan semakin rendahnya tingkat pelaporan kembali atas laporan keuangan. Selain itu, Srinidhi et al. (2011) berhasil mendokumentasikan bahwa semakin tinggi partisipasi wanita dalam jajaran dewan eksekutif, komisaris, dan komite audit, semakin tinggi kualitas laba yang dihasilkan. Namun, dinyatakan pula oleh Srinidhi et al. (2011) bahwa hasil pengujian tersebut tidak dapat digeneralisasi pada negara dengan legislasi, regulasi, dan cultural institutional yang berbeda dengan United States (US). Dugaan yang dikemukakan Srinidhi et al. (2011) tersebut menjadi motivasi penelitian ini untuk membawa konteks penelitian serupa ke Indonesia.

Firth et al. (2007) menyatakan bahwa penelitian-penelitian terdahulu mengenai peran direktur wanita didominasi oleh negara Anglo-Saxon dengan sistem

one-tier board. Berdasarkan pada argumen tersebut, Firth et al. (2007)

menggunakan China sebagai negara sampel. Selain itu, Firth et al. (2007) berargumen bahwa sistem two-tier board di China berbeda dengan two-tier board negara-negara Kontinental Eropa, sehingga China dapat menyajikan sebuah setting yang baru. Merujuk pada argumen tersebut, Indonesia juga layak dijadikan sebagai sampel karena memiliki sistem two-tier board yang serupa dengan China.

Secara spesifik, terdapat perbedaan antara Indonesia dan China. Kepemilikan perusahaan-perusahaan publik di China didominasi oleh kepemilikan

(11)

pemerintah (Firth et al., 2007), sedangkan mayoritas perusahaan publik di Indonesia dimiliki oleh keluarga (Claessens et al., 2000). Negara dengan dominasi kepemilikan keluarga memiliki pemisahan yang paling kuat antara kepemilikan

(ownership) dengan pengendalian (control) dibandingkan dengan struktur

kepemilikan yang lain (Claessens et al., 2000). Oleh karena itu, meskipun serupa, Indonesia diasumsikan memiliki tekanan tata kelola perusahaan yang lebih kuat daripada China.

Indonesia juga menawarkan latar belakang yang unik. Kusumastuti et al. (2007) menyatakan bahwa dalam sistem masyarakat Indonesia masih terdapat anggapan yang kuat bahwa pria lebih pantas untuk menduduki jabatan penting dalam perusahaan dibandingkan dengan wanita. Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk mengetahui peranan anggota wanita dalam hierarki puncak perusahaan.

Penelitian-penelitian terdahulu mendokumentasikan temuan bahwa peran wanita dalam jajaran direktur perusahaan tidaklah konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa direktur wanita memiliki peran positif (Adams & Ferreira, 2009; Campbell & Minguez-Vera, 2008; Arun et al., 2015; Srinidhi et al., 2011), sedangkan beberapa penelitian lainnya justru menunjukkan peran yang negatif (Hanani & Aryani, 2011) atau justru tidak memiliki hubungan yang signifikan (Kusumastuti et al., 2007). Secara garis besar, penelitian-penelitian tersebut memiliki kesamaan yaitu tidak mempertimbangkan adanya aspek spesifik manajerial. Bertrand & Schoar (2003) dan Dejong & Ling (2013) menyatakan bahwa karakteristik manajerial merupakan faktor penentu pada variabel-variabel

(12)

praktik dan keputusan perusahaan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan aspek kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur untuk menjelaskan ketidakkonsistenan tersebut.

Untuk mengukur kualitas laba, digunakan model discretionary estimation

error yang dikembangkan oleh Francis et al. (2005). Selain itu, pengukuran

komisaris wanita menggunakan jumlah persentase anggota wanita dalam jajaran komisaris (Farag & Mallin, 2016), sedangkan kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur diukur berdasarkan General Ability Index (GAI) yang dikembangkan oleh Custodio et al. (2013). Selanjutnya, digunakan alat uji statistik berupa regresi linier berganda untuk menguji hipotesis.

Berdasarkan pada pengujian yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa besaran persentase wanita tidak memiliki keterkaitan dengan kualitas laba. Hasil serupa juga diperoleh kecakapan manajerial yang menunjukkan bahwa tidak ada keterkaitan antara kecakapan yang dimiliki oleh presiden direktur dan kualitas laba perusahaan. Di sisi lain, interaksi antara komisaris wanita dan kecakapan manajerial justru memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas laba. Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa komisaris wanita akan menjalankan fungsi pengawasannya secara optimal ketika pihak manajerial (presiden direktur) memiliki kecakapan.

Simpulan tersebut tidak dapat terlepas dari berbagai keterbatasan penelitian. Pertama, jumlah komisaris wanita dalam perusahaan di industri manufaktur relatif kecil. Kedua, pengukuran mengenai komisaris wanita tidak membedakan posisi

(13)

jabatan yang dimiliki oleh komisaris wanita dalam perusahaan. Ketiga, pengukuran kecakapan manajerial berupa GAI tersebut tidak dapat mengukur keahlian yang dimiliki presiden direktur secara tepat, khususnya mengenai pengalaman bekerja di berbagai sektor industri.

Keempat, GAI hanya berfokus pada kecakapan presiden direktur, sedangkan presiden direktur tersebut memiliki kecendurungan yang lebih kecil untuk menggunakan diskresi akuntansi secara langsung.Terakhir, penelitian ini hanya menggunakan analisis jangka pendek (cross-section) untuk mengidentifikasi keterkaitan antara kecakapan manajerial presiden direktur dengan kualitas laba. Di sisi lain, terdapat kemungkinan bahwa hubungan tersebut akan nampak ketika observasi dilakukan dalam jangka panjang (time-series).

1.7 Pertanyaan Penelitian

Beberapa pertanyaan penelitian yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain:

d. Apakah perusahaan dengan persentase komisaris wanita yang tinggi cenderung memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan dengan jumlah persetase komisaris wanita yang lebih rendah?

e. Apakah perusahaan dengan presiden direktur yang cakap cenderung memiliki kualitas laba yang lebih baik dibandingkan perusahaan dengan presiden direktur yang kurang cakap?

(14)

f. Apakah kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dapat memperkuat peranan komisaris wanita dalam menentukan kualitas laba perusahaan ?

1.8 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada pertanyaan penelitian di atas, terdapat 3 tujuan yang dicapai penelitian, antara lain :

d. Untuk menguji keterkaitan antara besarnya persentase anggota komisaris wanita dengan kualitas laba.

e. Untuk menguji keterkaitan antara kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dengan kualitas laba.

f. Untuk menguji peran kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur dalam memperkuat keterkaitan antara besarnya persentase komisaris wanita dan kualitas laba perusahaan.

1.9 Kontribusi Penelitian

Terdapat beberapa kontribusi yang dapat diberikan dengan adanya hasil penelitian ini, baik dari praktis maupun teoritis. Dari segi praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penyusun regulasi. Dengan mempertimbangkan kondisi spesifik di Indonesia, belum diperlukan adanya regulasi khusus yang mengatur keterlibatan anggota wanita dalam jajaran dewan komisaris. Hal tersebut didasarkan pada hasil yang menunjukkan bahwa komisaris wanita dengan peran sebagai pengawas tidak memiliki keterkaitan yang signifikan dengan kualitas laba. Dari segi teoritis, penelitian ini menunjukkan bahwa

(15)

ketidakkonsistenan peran direktur wanita dalam perusahaan di berbagai penelitian terdahulu, dapat dijelaskan melalui kecakapan manajerial yang dimiliki oleh presiden direktur melalui peningkatan efektivitas pengawasan pada kinerja manajerial.

1.10 Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini terdiri dari beberapa bab. Bab I. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang yang menjadi dasar penelitian. Dalam latar belakang, memuat motivasi penelitian serta gap penelitian yang terjadi. Selain itu, dinyatakan pula beberapa pertanyaan serta tujuan yang dicapai penelitian. Selanjutnya, terdapat beberapa kontribusi yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang diperoleh. Pada bagian akhir, dimuat sistematika penulisan yang berisi garis besar isi dari tiap-tiap bab.

Bab II. Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka, berisi teori serta berbagai literatur penelitian yang menjadi acuan penelitian. Pada bagian landasan teori, terdiri dari teori keagenan, tata kelola perusahaan, komisaris wanita, kecakapan manajerial, dan kualitas laba. Selanjutnya, dipaparkan pula mengenai tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Pada bagian akhir bab tersebut, disajikan skema desain penelitian untuk mempermudah telaah model yang diujikan.

Bab III. Metode Penelitian, membahas tentang mekanisme pemilihan sampel, pengukuran variabel, serta model pengujian hipotesis. Dalam menentukan sampel, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Kemudian, dijabarkan mengenai cara pengukuran tiap-tiap variabel yang diujikan beserta sumber data

(16)

yang dapat digunakan. Untuk menguji hipotesis, dilakukan uji regresi dengan sebelumnya telah dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri atas uji heteroskedastisitas, normalitas, multikolinieritas, dan autokorelasi.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat berbagai hasil pengujian dan pembahasan mengenai hasil uji hipotesis. Pada bagian pertama, dipaparkan mengenai mekanisme pemilihan sampel. Kemudian, dijelaskan pula mengenai deskripsi data yang digunakan untuk analisis. Selanjutnya, disajikan hasil uji

Principal Component Analysis (PCA) untuk memperoleh nilai kecakapan

manajerial dan dilanjutkan dengan hasil uji asumsi klasik, serta uji kelayakan model. Pada bagian akhir, ditampilkan hasil uji regresi serta pembahasan mengenai hipotesis yang diujikan.

Bab V. Simpulan, terdiri atas tiga bagian utama, yaitu temuan dan simpulan, keterbatasan, dan implikasi penelitian. Berdasarkan 3 temuan yang diperoleh, dapat ditarik satu simpulan bahwa komisaris wanita akan menjalankan fungsinya sebagai pengawas secara optimal apabila presiden direktur yang diawasi memiliki kecakapan. Hasil simpulan tersebut tidak dapat terlepas dari keterbatasan, sehingga perlu kehati-hatian dalam menginterpretasikan dan menentukan implikasi hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian lain oleh Haryadi dan Setiastuty (1994) mengenai kontaminasi aflatoksin pada 30 sampel kacang yang masih mentah dan telah diproses yang diperoleh dari

terhadap kinerja guru. 3) Terdapat pengaruh positif budaya organisasi dan motivasi terhadap kinerja guru. 4) Terdapat pengaruh positif budaya organisasi terhadap

Hasil penelitian yang telah dibuat mendapati kaedah tidak hanya mampu mengawal penyalahgunaan teknologi dalam kalangan remaja seperti leka bermain game online, menonton pornografi

35 Akuntansi Pemerintahan Nur Hidayat Fatwa Arif, SE., M.Si.. Ihsan Said Ahmad,

Pendidikan karakter merupakan salah satu tujuan dari kurikulum pendidikan di Indoensia. Penanaman nilai moral, akhlak, dan budi pekerti tertuang dalam Undang- Undang

Berdasarkan data di atas, pertambahan penduduk Kota Yogyakarta yang disebabkan oleh mobilitas permanen relatif sedikit (+1.947 jiwa), sehingga dapat dipastikan bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan masalah terkait dengan tujuan penelitian: (1) sejarah Pura Tampurhyang dijadikan pusat Kawitan Catur Sanak di Desa

a) Fungsi informatif, yaitu organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Bermakna seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang