• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.1 Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan Sistematika dan Tujuan... 7 BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1.1 Latar Belakang Landasan Hukum Maksud dan Tujuan Sistematika dan Tujuan... 7 BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD..."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

1 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Landasan Hukum ... 3

1.3 Maksud dan Tujuan ... 6

1.4 Sistematika dan Tujuan ... 7

BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD ... 9

2.1 Tugas, Fungsi dan Struktur SKPD ... 12

2.2 Sumber Daya SKPD ... 20

2.3 Kinerja Pelayanan SKPD ... 22

2.4 Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan SKPD ... 27

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI ... 29

3.1 Identifikasi Permasalahan ... 29

3.2 Telaah Visi, Misi, dan Program Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan ... 32

3.3 Telaah Renstra K/L dan Renstra Provinsi,Kabupaten Kota ... 34

3.4 Telaah Rencana TRW dan KLHS ... 42

3.5 Penentuan Isu-isu Strategis ... 45

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN,STRATEGI, DAN KEBIJAKAN ... 48

(2)

2 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

4.2 Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah SKPD ... 49 4.3 Strategi dan Kebijakan ... 50 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR

KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF ... 54 BAB VI INDIKATOR KINERJA SKPD YANG MENGACU PADA

TUJUAN DAN SASARAN RPJMD ... 60

(3)

3 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk negara yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana, dan data kejadian bencana menunjukkan peningkatan dalam beberapa dekade terakhir. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia telah menetapkan dan terus mengembangkan regulasi untuk memperkuat penanggulangan bencana di Indonesia. Seiring dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana kemudian diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, PP Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan Penanggulangan Bencana, Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Peraturan Kepala (PERKA) BNPB Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja BPBD dan berbagai peraturan teknis di bidang Penanggulangan Bencana, menjadi landasan hukum terbentuknya kelembagaan dan penyelenggaraan penanggulangan bencana baik di tingkat Pusat maupun Daerah.

Sebagai implementasi amanat Undang-undang dan Peraturan terkait lainnya, Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 14 Desember 2009 telah menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perubahan PERDA Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, BAPPEDA, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Lain Provinsi Sulawesi Selatan. PERDA ini merupakan dasar hukum terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

(4)

4 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

Provinsi Sulawesi Selatan yang disusul dengan keluarnya Peraturan Gubernur (PERGUB) Nomor 30 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Sesuai data kejadian dan analisis daerah rawan bencana yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana tahun 2011, Sulawesi Selatan termasuk daerah yang berisiko tinggi terhadap bencana, terutama bencana banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan abrasi pantai, maka sistem penanggulangan bencana di Sulawesi Selatan perlu diperkuat baik dari sisi regulasi dan kebijakan, kelembagaan, perencanaan dan penganggaran. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagaimana diamanatkan undang-undang untuk menjalankan fungsi Koordinasi, Komando dan Pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana yang bertujuan untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana.

Salah satu komponen penting dalam Sistem dan tahapan penyelenggaraan Penanggulangan Bencana tersebut adalah perencanaan. Untuk itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah membutuhkan kemampuan dalam merumuskan perencanaan yang kuat dengan tetap mengacu pada perencanaan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 10 Tanggal 11 Nopember 2013, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018, maka Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan wajib menyusun Rencana Strategis guna menjabarkan kebijakan dan sasaran pembangunan Sulawesi Selatan dalam bidang penanggulangan bencana

(5)

5 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

serta tetap mengacu pada Kebijakan Nasional (RPJMN, RENAS PB, RENTRA BNPB dan RAN-PRB).

Rencana Strategis (RENSTRA) periode 2013-2018 yang disusun oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulawesi Selatan menggambarkan kondisi yang diinginkan, strategi dan kebijakan, program dan kegiatan prioritas, sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian visi pembangunan Sulawesi Selatan dalam 5 tahun ke depan yaitu menjadikan “Sulawesi Selatan sebagai pilar utama pembangunan nasional dan simpul jejaring akselerasi kesejahteraan”, termasuk dalam penanggulangan bencana untuk berkontribusi pada pembangunan “Ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana”.

1.2 Landasan Hukum

Undang-undang dan peraturan terkait yang menjadi landasan hukum penyusunan RENSTRA Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebagai berikut:

1. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana terutama Pasal 4 ayat (3) yang menyatakan bahwa tujuan upaya penanggulangan bencana adalah untuk “menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh”. Selanjutnya Pasal 6 Undang-undang No. 24 Tahun 2007 menyatakan bahwa tanggung jawab Pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:

 Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan;

 Perlindungan masyarakat dari dampak bencana;

 Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum;

(6)

6 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N  Pemulihan kondisi dari dampak bencana;

 Perbaikan dan Pembangunan kembali sarana dan prasarana pemerintah, fasilitas masyarakat pasca bencana;

 Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD yang memadai;

 Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan

 Pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

Pasal 35 huruf a Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa dalam situasi tidak terjadi bencana salah satu kewajiban pemerintah adalah menyusun perencanaan penanggulangan bencana. Lebih lanjut Pasal 36 ayat (1) Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa perencanaan penanggulangan bencana ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Sedang pada ayat (2) disebutkan bahwa penyusunan perencanaan penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh BNPB/BPBD sesuai dengan kewenangannya.

2. Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

3. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 5. Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

6. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

7. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

(7)

7 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

8. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi dan Nepotisme

9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

10. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan Dan Pengelolaan Bantuan Bencana

11. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional Dan Lembaga Asing Non-pemerintah Dalam Penanggulangan Bencana

12. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah

13. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

14. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

15. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

16. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

17. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Penggunaan Dana Siap Pakai

18. Perka Badan Penanggulangan Bencana Nasional No. 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap Darurat Bencana

19. Perka Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 11 Tahun 2008 tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana 20. Perka Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 12 Tahun 2008

(8)

8 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

21. Perka Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 13Tahun 2008 tentang Pedoman Manajemen Logistik Peralatan Penanggulangan Bencana

22. Permendagri No. 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah

23. Permendagri No.27 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyiapan Sarpras Dalam Penanggulangan Bencana

24. Permendagri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

25. Instruksi Presiden RI No.Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

26. Keputusan Presiden RI . 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

27. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2001 tentang Pelimpahan Pengawasan Fungsional Kepada Gubernur

28. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 Tahun 2001 tentang Pengawasan Represif Kebijakan Daerah

29. Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, BAPPEDA, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Teknis Lainnya

30. Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2009 tentang Perubahan tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, BAPPEDA, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Teknis Lainnya

31. Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana.

32. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2013

(9)

9 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi selatan Tahun 2013 - 2015.

33. Peraturan Gubernur No.30 Tahun 2010 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan penyusunan RENSTRA Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan periode Tahun 2013-2018 adalah sebagai berikut:

1.3.1 Maksud

Maksud penyusunan RENSTRA Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah untuk memberikan gambaran ruang lingkup kewenangan dan urusan, visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana selama 5 tahun ke depan yang akan dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

1.3.2 Tujuan

Tujuan penyusunan RENSTRA BPBD Provinsi Sulawesi Selatan adalah untuk menetapkan prioritas program kegiatan pembangunan yang strategis lima tahunan melalui sumber pembiayaan APBD yang dimaksudkan untuk memberikan landasan kebijakan taktis strategis lima tahunan dalam kerangka pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran sebagai tolak ukur pertanggung jawaban Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulawesi Selatan pada setiap akhir Tahun Anggaran.

(10)

10 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 1.4 Sistimatika Penulisan

Penyusunan RENSTRA BPBD Provinsi Sulawesi Selatan 2013-2018 disusun dengan sistematika, sebagai berikut :

Bab I : Merupakan Bab Pendahuluan, yang memuat latar belakang, Landasan Hukum, Maksud dan Tujuan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Gambaran Pelayanan SKPD yang memuat tentang Tugas Fungsi dan struktur SKPD, Sumber daya SKPD, Kinerja Pelayanan SKPD, dan Tantangan dan Peluang Pengembangan SKPD.

Bab III : Isu-isu strategis berdasarkan Tugas dan Fungsi yang memuat identifikasi permasalahan, telaah Visi,Misi, dan Program Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah terpilih, Telaah Renstra Kementerian/Lembaga dan Renstra Provinsi/Kabupaten/Kota, telaah Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Startegis.

Bab IV : Memuat Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kebijakan. Bab V : Memuat Rencana Program dan Kegiatan, Indikator kinerja,

kelompok Sasaran.

Bab VI : Indikator kinerja SKPD yang mengacu pada tujuan dan Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(11)

11 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N BAB II

GAMBARAN PELAYANAN

BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

Provinsi Sulawesi Selatan merupakan wilayah dengan kondisi alam yang kompleks kerena terdiri dari pegunungan, perbukitan, dataran tinggi, dan dataran rendah. Beberapa danau besar seperti Danau Matana, Danau Towuti, Danau Tempe, dan Danau Sindereng, menjadi bagian keindahan daerah ini sedangkan untuk pegunungan Provinsi Sulawesi Selatan memiliki tujuh pegunungan, salah satunya Gunung Rantemario yang terletak di Perbatasan Kabupaten Enrekang dan Luwu dengan ketinggian ± 3.400 m di atas permukaan laut.

Pada umumnya bencana alam meliputi bencana akibat fenomena geologi (gerakan tanah dan letusan gunung api), bencana akibat kondisi hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, dan angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, dan penyakit tanaman/ternak) serta kegagalan teknologi (kecelakaan tranportasi).

Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, konflik dengan alam, alasan ideologi, agama, dan politik.

Provinsi Sulawesi Selatan daerah berpotensi tinggi terhadap ancaman bencana, khususnya bencana alam dan non alam. Selain itu kondisi dinamika sosial dan budaya Provinsi Sulawesi Selatan yang unik juga menjadikan Provinsi Sulawesi Selatan rawan dengan bencana sosial.

Kompleksitas dari permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan dan perencanaan yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu. Penanggulangan bencana yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada

(12)

langkah-12 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

langkah yang sistematis dan terencana sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan kadang terdapat langkah upaya penting yang terlewati.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Provinsi Sulawesi Selatan perlu ditingkat dengan melakukan perubahan cara pandang bencana dari yang bersifat tanggap darurat menjadi pengurangan risiko bencana telah mulai berjalan. Di tingkat pemerintahan hal ini ditandai dengan masuknya Penanganan dan Pengurangan Risiko Bencana sebagai salah agenda pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 -2013 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sulawesi Selatan (RPJM Provinsi Sulawesi Selatan) Tahun 2008–2013.

Terkait dengan potensi bencana di Provinsi Sulawesi Selatan, tidak dapat dipisahkan dengan data kejadian di masa lalu, ancaman di masa kini akibat dari perubahan-perubahan serta fenomena alam.

Adapun data kejadian bencana yang bisa dilihat pada tabel di bawah ini;

NO TAHUN LOKASI JENIS KEKUATAN KORBAN

1 1820 Makassar Tsunami Tidak diperoleh data 2 1826 Bulukumba, Selayar Tsunami Tidak diperoleh data 3 29/12/1828 Bulukumba Tsunami Tidak diperoleh data 4 1904 Bulukumba Tsunami Tidak diperoleh data 5 1964 Majene, Sel Tsunami Tidak diperoleh data 6 11/4/1967 Pinrang Gempa 5,3 SR 58 org meninggal, 100 org luka-luka, 13 org

hilang 7 23/2/1969 Majene* Gempa 6,9 SR

64 org meninggal, 97 org luka-luka, 1287 rumah/mesjid rusak, dermaga pecah sepanjang 50 m

8 6 /9/ 1972 Mamuju* Gempa

9 8 /1/1984 Mamuju* Gempa/ Tsunami 6,6 SR

2 org meninggal, 5 org luka berat, 24 org luka ringan, 70 bangunan rusak berat

10 1992 Selayar Tsunami -

(13)

13 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 12 28/9/1997 Pinrang, Parepare, Sidrap Gempa

20 org tewas, 22 org luka berat, 10 orang luka ringan; 8 masjid, 1 sekolah, 7 mobil, 3 motor, 1 becak

13 24/11/2006 Majene* Gempa 5,1 SR - * : Sudah menjadi wilayah Sulawesi Barat

Tabel 1 : Historis Bencana Alam (Gempa dan Tsunami ) di Sul-Sel, Thn 1820-2006

NO. LOKASI TAHUN KERUSAKAN/KORBAN

1. Dusun Kecak/Desa Balajeng, Kec. Alla, Enrekang 1984 2 rumah & Jalan putus 100 meter 2 Daerah Tille Kab. Barru 1984 2 rumah & 1 mesjid 3 Dusun Jassi/Desa Gattareng Kab. Soppeng 1986 2 rumah

4. Moncongloe Kab. Gowa 1988 2 rumah

5. Dusun Erelebu Ekatiro, Kec. Bontotiro, Bulukumba 1993 3 rumah & Jalan putus 6.

Kec. Mangkendek Kab. Tator

a. Dusun Baba-baba Desa Tamposinambung b. Dusun Kesu

c. Dusun Rantebattang Desa Rantekalua

1994 1995 1995

2 rumah

Poros Jalan putus Poros Jalan putus 7. Dusun Munte Desa Saukang Kec. Sinjai Timur 1995 5 rumah & 2 Km terjadi rekahan 8. Poros jalan Rantepao-Palopo (Tator - Luwu) 1995 10 Km Jalan rusak (20 lokasi) 9. Daerah Balantang Kec. Malili Kab. Luwu Timur 1995 7 orang meninggal & 2 rumah 10. Daerah Pattiro Desa Bontosalama Kec.Sinjai Barat 1999 11 orang meninggal & 80 ha sawah 11. Poros Jalan Malino (Bili-Bili) Kec. Parangloe, Gowa 2002 Jalan putus sekitar 300 m 12. Lereng G. Bawakaraeng Desa Manimbahoi, Gowa 2004 33 orang meninggal & 650 ha areal 13.

Terdapat 72 titik longsor pada 5 kecamatan di Kabupaten Sinjai dan sekitarnya yang diikuti dengan bajir bandang.

2006

Dua ratusan orang 14 Desa Temboe Kec. Larompong Kab. Luwu (Banjir bandang dan Longsor 2007 Kerusakan tambak rakyat 15 Kota Palopo (Banjir dan Longsor) 2009 13 org meningal dunia

Tabel 3 : Kejadian Bencana Alam Banjir/Longsor di Sul-Sel, Thn. 1984-2009 Berdasarkan catatan peristiwa bencana alam yang terjadi di daerah Sulawesi Selatan (lihat Tabel 2, dan Tabel 3), bencana alam di daerah ini

(14)

14 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

umumnya berupa gempa bumi, tsunami, angin kencang, banjir, kekeringan/kebakaran hutan, dan tanah longsor. Faktor-fakktor penyebab bencana alam tersebut antara lain adalah kerusakan hutan/vegetasi penutup tanah, kondisi topografi, sifat dan jenis tanah, struktur geologis (sesar dan kekar), pola penggunaan tanah, intensitas curah hujan, serta kebijakan penataan ruang dan penetapan kawasan hutan. Faktor-faktor ini potensial menimbulkan bencana alam banjir dan longsor.

Adapun bencana alam gempa bumi/tektonik, umumnya disebabkan oleh faktor-faktor :

1. Lajur sumber gempa bumi sesar Palu-Koro yang mencapai 7,6 SR dengan periode ulang 162 tahun.

2. Lajur sumber gempa bumi sesar Walanae yang mencapai 6,1 SR dengan periode ulang 200 tahun.

3. Sesar yang berarah Utara Barat Laut Tenggara yang memanjang dari Selat Makassar dan kedaratan Sulawesi Selatan hingga menyatu dengan sesar Walanae.

Gambaran kondisi daerah tersebut diatas, menunjukkan daerah Sulawesi Selatan potensial terhadap ancaman bencana alam.

2.1 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi BPBD

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 2009 tentang perubahan PERDA Provinsi Sulawesi Selatan nomor 9 tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis dan Lembaga lain Provinsi Sulawesi Selatan, maka kedudukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) adalah merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur.

Dalam hubungan tersebut, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) mempunyai tugas membantu Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintah daerah dalam lingkup penanggulangan bencana daerah yaitu

(15)

15 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanggulangan bencana daerah dengan rincian tugas sebagai berikut :

1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi secara adil dan setara.

2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan

3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana

4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana 5. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah 6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap bulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana

7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang bantuan.

8. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Penadapatan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) dan sumber dana lainnya 9. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan mempunyai fungsi sebagai berikut:

(16)

16 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien

2. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh

3. Melaksanakan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan penanggulangan bencana daerah sesuai petunjuk arahan Gubernur Sulawesi Selatan.

2.1.1 Unsur Pengarah dan Unsur Pelaksana

Fungsi Unsur Pengarah dan Unsur Pelaksana dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Unsur Pengarah

Unsur pengarah mempunyai fungsi :

a. Menyusun konsep pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana daerah;

b. Memantau dan;

c. Mengevaluasi dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

2) Unsur Pelaksana

Unsur pelaksana mempunyai fungsi : a. Koordinasi;

b. Komando;

c. Pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 30 tahun 2010 tentang Tugas Pokok dan Fungsi dan rincian Tugas Jabatan Struktural pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan maka untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut unsur pelaksana mempunyai tugas secara terintegrasi yang meliputi prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana dengan rincian sebagai berikut :

(17)

17 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 1. Kepala Pelaksana

Tugas :

Membantu Kepala Badan dalam hal menyelenggarakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang penanggulangan bencana daerah

Fungsi :

a. Pengordinasian pelaksanaan kegiatan;

b. Pengelolaan urusan umum dan administrasi kepegawaian; c. Pengelolaan keuangan;

d. Pengordinasian dan penyusunan program serta pengolahan dan penyajian data;

e. Pengelolaan dan pembinaan organisasi dan tata laksana; f. Penyelenggaraan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang

tugasnya.

2. Sekretaris Pelaksana Tugas :

Mengordinasikan perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya serta kerjasama

Fungsi :

a. Pengordinasian, sinkronisasi, dan integrasi dilingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

b. Pengordinasian, perencanaan dan perumusan kebijakan tekhnis Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum, dan peraturan perundang-undangan, organisasi, ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

(18)

18 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

d. Pembinaan dan pelaksanaan hubungan masyarakat dan protokol dilingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

e. Pelaksanaan fasilitasi tugas dan fungsi Unsur Pengarah Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

f. Pengordinasian dalam penyusunan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

3. Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Tugas :

Melaksanakan kegiatan pencegahan melalui pendekatan hukum dan pengawasan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan tentang keamanan dan keselamatan yang berlaku dan melakukan segala upaya kegiatan pelatihan, penyiapan sarana dan prasarana serta dukungan logistik untuk menghadapi kemungkinan kegiatan bencana.

Fungsi :

a. Perumusan rencana dan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, pemantauan dan pemantapan penanggulangan bencana;

b. Penyiapan perumusan kebijakan teknis pencegahan dan kesiapsiagaan terhadap penanggulangan bencana;

c. Penyiapan pelatihan dan simulasi penanggulangan bencana alam;

d. Penyiapan sarana dan prasarana serta dukungan logstik dan peralatan untuk menghadapi kemungkinan kegiatan bencana; e. Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan

bencana;

f. Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya

(19)

19 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 4. Kepala Bidang Kedaruratan dan logistik

Tugas :

Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan tanggap darurat penanggulangan bencana, mengumpulkan data secara cepat dan tepat terhadap lokasi bencana, korban bencana, kerusakan, kerugian, serta mengadakan, menerima, menyiapkan, dan menyalurkan bantuan peralatan dan logistik saat terjadi bencana.

Fungsi :

a. Perumusan rencana dan pelaksanaan kegiatan kedaruratan dan logistik penanggulangan bencana;

b. Penyiapan perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan komando tanggap darurat bencana;

c. Melaksanakan kegiatan dengan pola penyelenggaraan sistim komando tanggap darurat bencana;

d. Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana;

e. Pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya.

5. Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi Tugas :

Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan rehabilitasi fisik terbatas perbaikan lingkungan daerah bencana, sarana dan prasarana umum, penyiapan rancangan konstruksi tahan gempa.

Fungsi :

a. Perumusan rencana dan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;

b. Penyiapan perumusan kebijakan teknis rehabilitasi dan rekonstruksi terhadap bencana;

(20)

20 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

c. Pelaksanaan evaluasi pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi;

d. Melaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan bidang tugasnya

2.1.2 Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perubahan PERDA Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, BAPPEDA, Lembaga Tehnis Daerah dan Kelembagaan Lain Provinsi Sulawesi Selatan, maka stuktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri dari 1(satu) Kepala Badan Penanggulangan Bencana setingkat eselon Ib (secara ex-officio), 1(satu) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana setingkat eselon IIa, 1(satu) Sekretaris, 3(tiga) Kepala Bidang setingkat eselon IIIa dan 9 (sembilan) Kepala Sub Bagian/Seksi setingkat eselon IVa. Secara terperinci diuraikan sebagai berikut :

1. Sekretariat

Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Umum dan Kepegawaian, Sub Bagian Keuangan, Sub Bagian Program.

2. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan.

Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan terdiri dari Seksi Pencegahan dan Seksi Kesiapsiagaan.

3. Bidang Kedaruratan dan Logistik.

Bidang Kedaruratan dan Logistik terdiri dari Seksi Kedaruratan dan Seksi Logistik.

4. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi terdiri dari Seksi Rehabilitasi dan Seksi Rekonstruksi.

(21)

21 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

Berdasarkan pada Eselonisasi, maka Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sulawesi Selatan, terdiri dari :

1. Kepala Badan (Eselon Ib) 1 orang

2. Kepala Pelaksana Badan (Eselon IIa) 1 orang. 3. Sekretaris (Eselon IIIa) 1 orang

4. Kepala Bidang (Eselon IIIa) 3 orang 5. Tim Pengarah (Non Eselon)

6. Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi (Eselon IVa) 9 orang. 7. Staf sebanyak sesuai kebutuhan.

Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar I. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

(22)

22 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 2.2 Sumber Daya BPBD Provinsi Sulawesi Selatan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan saat ini memiliki Sumber Daya Manusia sebanyak 39 orang Pegawai Negeri Sipil, terdiri atas 26 orang laki-laki dan 13 orang perempuan. Sesuai dengan keluasan tugas dan cakupan wilayah pelayanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, maka jumlah personil masih perlu diperkuat untuk mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana yang lebih baik kedepan.

Ditinjau dari segi tingkat pendidikan dan golongan, kondisi Sumber Daya Manusia BPBD digambarkan sebagai berikut:

 Golongan:

o Golongan II : 8 orang o Golongan III : 28 orang o Golongan IV : 7 orang  Pendidikan :

o S2 : 14 orang o S1 : 23 orang o SLTA : 6 orang

No. GOL. S2 S1 TINGKAT PENDIDIKAN D3 SLTA SLTP SD JUMLAH L P L P L P L P L P L P 1 IV/e 2 IV/d 3 IV/c 1 4 IV/b 2 1 5 IV/a 1 1 6 III/d 1 1 5 2 7 III/c 1 1 8 III/b 3 1 2 3 1 9 III/a 2 2 10 II/d 11 II/c 1 1 12 II/b 4 13 II/a 2 8 4 11 7 8 1 43 % 30.7 46.15 0 23.07 100 %

Tabel 1 Keadaan PNS Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Tingkat Pendidikan dan Golongan

(23)

23 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

Berdasarkan tingkat pendidikan dan golongan (lihat Tabel 1), maka pegawai pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki potensi yang cukup memadai untuk dikembangkan dan ditingkatkan peranannya dalam rangka menjalankan TUPOKSI Badan Penanggulangan Bencana daerah Provinsi Sulawesi Selatan secara optimal. Dengan demikian maka kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan sumber daya aparatur dibidang penanggulangan bencana menjadi strategis dan perlu dilaksanakan setiap tahun, yang disesuaikan dengan perkembangan IPTEK dan jumlah sumber daya manusia di bidang penanggulangan bencana.

Tabel 2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

NO JENIS KELAMIN JUMLAH

1 Laki-laki 30 Orang

2 Perempuan 13 Orang

Sarana dan prasarana yang tersedia pada BPBD Provinsi Sulawesi Selatan disajikan dalam Tabel berikut :

NO NAMA BARANG JUMLAH

BARANG

STATUS

KEPEMILIKAN KET

1 Gedung BPBD 1 Unit Hibah

2 Gudang 1 Unit Sewa

3 Mobil Rescue (B 9022

PSC) 1 Unit Hibah

4 Motor Rescue (B 6437

PLQ) (B 6438 PLQ) 2 Unit Hibah

(24)

24 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 6 Mobil Dapur Lapangan (B

9108 RQU) 1 Unit Hibah

7 Mobil Water Treatment (B

9101 PQU) 1 Unit Hibah

8 Mobil Serbaguna (B 9351

PQU) 1 Unit Hibah

9 Mobil Toilet (B 9748 PQU) 1 Unit Hibah

10 Mobil Komunikasi (B 9683

PQU) 1 Unit Hibah

11 Mobil Komando (B 97444

PSC) 1 Unit Hibah

12 Kendaraan operasional

(Roda 4) 2 APBD

13 Perahu Karet 4 Hibah

14 Tenda 30 Hibah

15 Komputer 5 APBD

16 GPS 2 Hibah

Sarana dan prasarana tersebut di atas, masih perlu ditingkatkan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan TUPOKSI Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, terutama yang berkaitan dengan sarana mobilitas dalam rangka penanggulangan bencana. 2.3 Kinerja Pelayanan Badan Penaggulangan Bencana Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan resmi dibentuk sejak tahun 2009 melalui Peraturan Daerah No. 12 Tahun

(25)

25 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

2009 tentang Perubahan tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, BAPPEDA, Lembaga Teknis Daerah dan Lembaga Teknis Lainnya. Namun dalam pengelolaan anggaran keuangan baru pada TA. 2010 mendapatkan alokasi anggaran namun hanya berupa belanja tidak langsung (gaji pegawai).

Program dan Kegiatan yang telah dilaksanakan dari tahun 2010 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut :

Tahun 2011

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur

4. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

5. Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi selatan

6. Diklat Aparatur Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah 7. Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana

Daerah

8. Program Kedaruratan dan Logistik Penanggulangan Bencana 9. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Penanggulangan Bencana 10. Program peningkatan peran serta dan kapasitas masyarakat dalam

Penanggulangan Bencana Tahun 2012

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur

4. Program Peningkatan Kualitas Teknostruktur Komunitas dan Pemberdayaan masyarakat

5. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

(26)

26 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

6. Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan.

7. Diklat Aparatur Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Daerah 8. Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana

Daerah

9. Program Kedaruratan dan Logistik Penanggulangan Bencana 10. Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Penanggulangan Bencana 11. Program Peningkatan Peran Serta dan Kapasitas masyarakat dalam

Penanggulangan Bencana

12. Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur Tahun 2013

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran

2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur 3. Program Peningkatan Disiplin Aparatur

4. Program Peningkatan Kapasitas sumber daya Aparatur

5. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

6. Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan

7. Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Daerah 8. Kedaruratan Dan Logistik Penanggulangan Bencana

(27)

27 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

TABEL2.1

MATRIKS CAPAIAN KINERJA BPBD 2010-2013

NO PROGRAM OUTPUT KETERANGAN

2008* 2009* 2010** 2011 2012 2013 1 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Program Pelayanan Administrasi Perkantoran Meningkatnya Pelayanan Administrasi Perkantoran 2 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

Meningkatnya Sarana dan Prasarana Aparatur

3 Program Peningkatan Disiplin Aparatur Program Peningkatan Disiplin Aparatur Program Peningkatan Disiplin Aparatur Meningkatnya Disiplin Aparatur 4 Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

Meningkatnya

Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan

5 Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan. Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan. Program Penguatan Perundangan dan Kapasitas Kelembagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan. Meningkatnya Kapasitas Kelembagaan dan Implementasi Perundang-undangan 6 Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Daerah Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Daerah Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana Daerah Meningkatnya Upaya Pencegahan dan Kesiapsiagaan dalam PB

(28)

28 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N 7 Program Kedaruratan dan Logistik Penanggulangan Bencana Program Kedaruratan dan Logistik Penanggulangan Bencana Kedaruratan Dan Logistik Penanggulangan Bencana Meningkatnya Upaya Penanganan Kedaruratan dan Pengelolaan Logistik PB 8 Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Penanggulangan Bencana Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Penanggulangan Bencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada Tahap Pasca Bencana

Meningkatnya Upaya Rehabilitasi dan Rekonstruksi Paska Bencana 9 Program peningkatan peran serta dan kapasitas masyarakat dalam

Penanggulangan Bencana

Program Peningkatan Peran Serta dan Kapasitas masyarakat dalam Penanggulangan Bencana

Meningkatnya Peran serta dan kapasitas Masyarakat dalam PB 10 Diklat Aparatur Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Diklat Aparatur Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Meningkatnya Kualitas SDM Aparatur dan Penyelenggaraan PB 11 Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur

Meningkatnya

Kapasitas dan Sumber Daya Aparatur 12 Peningkatan Kualitas Teknostruktur Komunitas dan Pemberdayaaan Masyarakat Meningkatnya Upaya Pemberdayaan Masyarakat dan Penguatan Kelembagaan Masyarakat * : Belum menerima alokasi

(29)

60 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

60

2.4 Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Tantangan yang teridentifikasi saat ini dalam pelaksanaan program Badan Penanggulangan Bencana Daerah sebagai berikut :

1. Kecenderungan kejadian bencana semakin meningkat

2. Kepedulian dan ketangguhan masyarakat yang masih harus ditingkatkan.

3. Kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana kabupaten/kota yang masih harus ditingkatkan

4. Disharmonisasi Tupoksi antara lembaga yang menangani penanggulangan bencana ditingkat Provinsi, Kab./Kota.

5. Kebijakan sektor yang kurang berorientasi kepada upaya penanggulangan bencana

6. Meningkatnya eksploitasi sumber daya alam yang melampaui daya dukungannya.

7. Pendanaan yang tidak sebanding dengan beban pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi.

8. Sarana dan prasarana kerja yang terbatas.

9. Terbatasnya data dan informasi daerah rawan bencana. 10. Jumlah personil masih relatif terbatas

Adapun peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan di masa-masa yang akan datang sesuai dengan capaian dan hasil evaluasi pelaksanaan program adalah sebagai berikut :

1. Pengurangan risiko bencana sudah menjadi issu penting bagi semua pihak.

2. Dukungan pemerintah dalam perumusan Perundang-undangan yang mendukung program penanggulangan bencana.

3. Telah berkembangnya kapasitas organisasi masyarakat dan organisasi non pemerintah

(30)

61 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

61

4. Penerapan Otonomi Daerah yang memberi kewenangan bagi Daerah untuk melaksanakan Penanggulangan Bencana.

5. Pembiayaan Penanggulangan Bencana oleh dunia usaha melalui mekanisme CSR mulai tumbuh.

6. Keterlibatan Perguruan Tinggi dalam upaya peningkatan riset kebencanaan.

7. Keterlibatan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Penanggulangan Bencana.

8. Peraturan Perundang-undangan terkait penanggulangan bencana yang telah ditetapkan.

9. Kelembagaan penanggulangan bencana telah terbentuk sampai daerah kabupaten/kota.

10. Sumberdaya manusia meliputi kompetensi, profesionalisme dan jumlah personil.

11. Jejaring kerja dengan berbagai pihak (stakeholders).

12. Program-program inovatif yang telah dihasilkan seperti program peningkatan kapasitas aparatur penyelenggaraan penanggulangan bencana, program peningkatan peran serta masyarakat, program peningkatan kualitas dan akses informasi penanggulangan bencana, program pencegahan bencana pada tahapan bencana, program kesiapsiagaan pada tahapan pra-bencana, program tanggap darurat dan logistik, program rehabilitasi pada tahapan pasca bencana dan program rekonstruksi pada tahap pasca bencana.

13. Ketersediaan dana, termasuk dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementrian Dalam Negeri dan pihak ketiga.

14. Kepemimpinan yang konstruktif dan partisipatif. 15. Sarana dan prasarana yang memadai.

(31)

62 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

62

BAB III

ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BPBD

1. Lemahnya koordinasi antar antar instansi dan institusi lain. Mengingat luasnya spectrum kegiatan penanggulangan bencana dan banyaknya pihak yang terkait dengan penanggulangan bencana, maka dibutuhkan pengaturan atau sistem pelaksanaan. Regulasi yang terkait dengan Penanggulangan Bencana sebenarnya sudah cukup banyak untuk mengatur peran dan tanggung jawab masing-masing pihak, namun belum tersosialisasi dengan baik.Selain itu, belum ada perencanaan dan prosedur atau mekanisme yang disusun dan disepakati bersama antar pemangku kepentingan, melalui pembagian tugas dan peran masing-masing pihak.

Pada kondisi normal, distribusi informasi terkait dengan peringatan dini adanya potensi bencana, seringkali tidak terdeseminasi secara cepat dan tepat. Hal ini disebabkan oleh sistem birokrasi yang panjang dan belum terintegrasinya perangkat komunikasi masing-masing pihak yang berkepentingan dalam membagi informasi peringatan dini.

Pada aspek perencanaan terkait Penanggulangan Bencana, koordinasi antar pihak juga masih lemah, hal ini disebabkan belum adanya regulasi yang mengatur secara lebih luas dan terincitentang tugas dan peran setiap instansi dan lembaga misalnya dalam bentuk

(32)

63 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

63

Peraturan Daerah Tentang Rencana Penanggulangan Bencana Daerah (RPBD) Sulawesi Selatan.

Pada kondisi tanggap darurat, juga sering muncul permasalahan klasik di lapangan, seperti tumpang tindih distribusi logistik untuk beberapa item kebutuhan, sementara pada sisi lain terkadang ada sejumlah item kebutuhan yang justru tidak terlayani (tidak terpenuhi). Hal ini disebabkan karena, data tentang dampak dan penilaian kebutuhan masyarakat terdampak tidak akurat sehingga dalam penyusunan rencana kebutuhan tanggap darurat tidak tepat jumlah dan tepat sasaran.

Pada kondisi pasca bencana, beberapa kelemahan yang ditemukan lebih kepada minimnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan teknis dalam melakukan penilaian kerugian dan kerusakan akibat bencana. Hasil penilaian kerugian dan kerusakan ini menjadi penting sebagai bahan penyusunan rencana rehabilitasi dan rekonstruksi ke depan.

2. Kurangnya Sumber Daya Manusia baik secara kuantitas dan kualitas.

Secara kuantitas, jumlah Sumber Daya Manusia yang dimiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan saat ini sejumlah 39 orang. Dengan tugas pokok dan fungsi serta beban kerja yang diemban, jumlah tersebut sangat tidak memadai dalam mendukung pelaksanaan fungsi pelayanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah secara maksimal.

Berdasarkan proyeksi kebutuhan PNS Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan sampai tahun 2018, maka dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil sebanyak 120 orang sesuai dengan karakteristik pendidikan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.

(33)

64 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

64

Pada aspek kualitas, Sumber Daya Manusia Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan cukup beragam dan terdiri jenjang S2,S1 dan SLTA. Namun terkait Penanggulangan Bencana, SDM tersebut masih sangat minim dalam penguasaan pengetahuan dan keterampilan (Knowledge and Skill) di bidang penanggulangan Bencana. Hal ini disebabkan oleh Badan Penanggulangan masih relatif baru terbentuk, dengan Personil yang berasal dari latar belakang yang beragam, di lain sisi, perekrutan dan penyiapan Sumber Daya Manusia yang memiliki kompetensi kebencanaan belum terpenuhi.

3. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan tugas yang masih minim.

Kantor BPBD Provinsi Sulawesi Selatan dibangun sejak tahun anggaran 2012 dan secara resmi digunakan sejak Maret 2013 sehinggadalam hal kelengkapan sarana dan prasarana kantor saat ini pada umumnya belum memadaibaik dari sisi daya tampung maupun sarana komunikasi yang ada.

Kondisi lingkungan baik di dalam lokasi kantor maupun di luar kantor juga masih membutuhkan pembenahan, utamanya dalam penataan penunjang parker kendaraan operasional yang mampu menjamin kenyamanan dan keamanan asset yang ada.

Terkait dengan dukungan jumlah kendaraan operasional, saat ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 3 kendaraan operasional roda 4 (empat) melalui pendanaan APBD, dan 9 Mobil operasional, ditambah 4 (empat) kendaraan roda 2 (dua) dengan status proses hibah dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana RI.

Secara kuantitas jumlah kendaraan tersebut cukup memadai, namun dalam penggunaan kendaraan operasional tersebut, BPBD mengalami kendala dalam pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh

(34)

65 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

65

kendala teknis dimana BPBD belum bisa menganggarkan dana pemeliharaan akibat belum adanya serah terima hibah dari pihak BNPB.

Dukungan ketersediaan logistik menjadi salah hal penting bagi terlaksananya penyelenggaraan PB di daerah. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan mengelola logistik yang terdiri atas; sandang, pangan, paket kematian, dan paket logistik lainnya. Logistik tersebut saat ini di tempatkan di gudang sewaan yang belum terintegrasi dengan gedung Utama BPBD dan kondisinya belum memadai, hal ini tentu menyulitkan proses distribusi dan pengelolaan logistik secara lebih baik.

4. Dukungan pembiayaan atas program masih terbatas

Sejak 14 Desember tahun 2009 terbentuknya Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan baru memulai menjalankan kegiatan pada tahun anggaran 2010. Dukungan dana penanggulangan bencana yang dikelola oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah sejak tahun 2010 sebesar Rp. 1.270.000.000,-, dimana kegiatannya hanya pada aspek administrasi saja, untuk tahun 2011 sebesar Rp. 3.066.127.000,-, untuk tahun 2012 sebesar Rp. 5.647.350.000,- , untuk tahun 2013 sebesar Rp. 7.935.000.000,-.. Profil pendanaan seperti di atas dipandang masih sangat minim untuk membiayai program-program berdasarkan beban kerja dan kajian risiko bencana yang telah disusun oleh Badan Penangguangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.[

3.2 Telaahan Visi, Misi, dan Program Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan.

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I bahwa Renstra BPBD adalah penjabaran dari RPJMD Sulawesi Selatan periode 2013-2018, maka

(35)

66 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

66

perumusan visi-misi BPBD Sulawesi Selatan harus mengacu pada Visi-Misi pembangunan Sulawesi Selatan periode 2013-2018. Selain itu perumusan visi-misi BPBD juga memperhatikan kementerian terkait penanggulangan bencana dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2009-2014.

- Visi pembangunan Sulawesi Selatan 2013-2018 adalah: “Sulawesi Selatan sebagai pilar utama pembangunan nasional dan simpul jejaring akselerasi kesejahteraan”

- Visi BNPB 2009-2014: “Ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana”

Mencermati visi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih Provinsi Sulawesi selatan, maka tugas pokok dan fungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan berperan dalam mewujudkan Sulawesi Selatan sebagai Akselerasi Kesejahteraan utamanya dalam memberikan layanan kepada masyarakat terkait penanggulangan bencana.

Dalam rumusan visi ini ada dua pokok visi yakni pilar utama pembangunan nasional dan simpul jejaring akselerasi kesejahteraan. Penjelasan masing-masing pokok visi adalah sebagai berikut.

Pilar Utama Pembangunan Nasional adalah gambaran tentang kondisi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 yang menjadi acuan dan berkontribusi nyata terhadap solusi persoalan mendasar bangsa Indonesia. Persoalan mendasar tersebut khususnya dalam perwujudan ketahanan dan kemandirian pangan pada komoditas strategis. Ini ditandai dengan posisi Sulawesi Selatan yang semakin menempatkan dirinya sebagai pusat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi luar pulau Jawa. Ini juga terkait dengan perwujudan pola ideal kehidupan beragama dan kerukunan antar ummat beragama, ketertiban dan keamanan serta akselerasi perbaikan kehidupan demokrasi.

(36)

67 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

67

Simpul Jejaring adalah gambaran tentang kondisi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 yang menjadi simpul distribusi barang dan jasa, simpul layanan pendidikan dan kesehatan, serta simpul perhubungan darat, laut dan udara di Luar Jawa dan Kawasan Timur Indonesia khususnya.

Akselerasi Kesejahteraan adalah gambaran tentang kondisi Sulawesi Selatan pada tahun 2018 yang sudah mencapai fase akhir tinggal landas dan memasuki awal kematangan ekonomi. Pada saat itu, indeks pembangunan manusia berada pada kategori menengah-tinggi, pertumbuhan ekonomi berada di atas rata-rata nasional, pendapatan perkapita sekitar Rp.30 juta/tahun, angka kemiskinan dan pengangguran di bawah rata-rata nasional, agroindustri berkembang pesat serta industri manufaktur dan jasa berkontribusi signifikan dalam perekonomian. Ini juga ditandai oleh kondisi di mana Sulawesi Selatan semakin kuat mensinergikan kemajuan kabupaten dan kota serta semakin bersinergi dengan perkembangan regional, nasional dan internasional.

Secara geografis, Sulawesi Selatan terposisi sebagai penghubung antara kawasan barat menuju kawasan timur Indonesia. Sehingga menempatkan Sulawesi Selatan sebagai central point of Indonesia dan dapat mengakselerasi program peningkatan kapasitas kebencanaan di kawasan timur Indonesia.

Kondisi tersebut merupakan faktor pendorong bagi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan untuk menyusun perencanaan secara lokal, tapi juga diharapkan dapat berkontribusi secara regional.

Kebijakan strategis Sulawesi Selatan menempatkan isu kebencanaan pada salah satu sasaran prioritas pembangunan yaitu meningkatkan kapasitas daerah dalam penanggulangan bencana. Hal ini menjadi landasan untuk merumuskan program sesuai tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah.

(37)

68 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

68

3.3 Telaahan Renstra Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Rencana Nasional Penanggulangan Bencana, dan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana.

1. Telaahan Renstra BNPB

Visi Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagai pemegang mandat pembangunan di bidang ini adalah: “Ketangguhan Bangsa Dalam Menghadapi Bencana”. Untuk itu mencapai hal tersebut, maka dirumuskan misi BNPB sebagai berikut :

1. Melindungi bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko bencana;

2. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal;

3. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

Sedangkan rumus tujuan terdiri dari:

1. Mewujudkan ketangguhan masyarakat melalui peningkatan pengetahuan, kesadaran dan komitmen serta perilaku dan budaya sadar bencana; dan

2. Mewujudkan sistem penyelenggaraan penanggulangan bencana yang handal, mencakup penanganan prabencana, tanggap darurat, dan pasca bencana.

Sasaran jangka menengah yang dirumuskan dalam Renstra Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014 adalah sebagai berikut : 1. Terwujudnya kesadaran, kesiapan dan kemampuan (pemerintah dan masyarakat) dalam upaya penanggulangan bencana melalui peningkatan kapasitas di tingkat pusat dan daerah.

2. Terwujudnya sistem penanganan kedaruratan bencana yang efektif melalui peningkatan koordinasi penanganan kedaruratan, peningkatan sarana dan prasarana pendukung, serta peningkatan sistem logistik dan peralatan penanggulangan bencana yang efektif dan efisien.

(38)

69 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

69

3. Terwujudnya upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang lebih baik dibanding sebelum bencana, melalui peningkatan kapasitas perencanaan rehabilitasi dan rekonstruksi yang handal, peningkatan koordinasi pelaksanaan serta pengarusutamaan pengurangan risiko bencana dalam setiap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Sasaran-sasaran di atas, dinilai dapat menjadi faktor pendorong dalam memaksimalkan pelayanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dalam Penanggulangan Bencana melalui pengintegrasian dalam perencanaan strategis Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Telaahan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana

Dokumen strategis lainnya dalam bidang penanggulangan bencana di tingkat nasional adalah dokumen Rencana Nasional Penanggulangan Bencana (Renas PB) periode 2010-2014. Visi Penanggulangan Bencana Indonesia yang dirumuskan dalam Renas PB sama dengan rumuskan visi BNPB yaitu “Ketangguhan bangsa dalam menghadapi bencana”. Sedangkan rumusan misi Penanggulangan Bencana Indonesia dalam Renas PB terdiri dari:

1. Melindungi bangsa dari ancaman bencana melalui pengurangan risiko bencana;

2. Membangun sistem penanggulangan bencana yang handal;

3. Menyelenggarakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

Renas PB merumuskan Kebijakan dan Strategi penanggulangan bencana di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan peraturan-peraturan pemerintah,

(39)

70 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

70

peraturan presiden, peraturan menteri dan peraturan kepala BNPB turunan dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007.

Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia, sesuai amanat Pasal 2 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, adalah berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pasal selanjutnya, Pasal 3, disebutkan bahwa asas-asas pokok dalam penanggulangan bencana meliputi asas kemanusiaan; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; keseimbangan, keselarasan, dan keserasian; ketertiban dan kepastian hukum; kebersamaan; kelestarian lingkungan hidup; dan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara prinsip-prinsip penanggulangan bencana mencakup prinsip cepat dan tepat; prioritas; koordinasi dan keterpaduan; berdaya guna dan berhasil guna;transparansi dan akuntabilitas; kemitraan; pemberdayaan; nondiskriminatif; dan non-proletisi.

Pasal 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Tanggung jawab ini, sesuai ketentuan Pasal 6, meliputi pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan; perlindungan masyarakat dari dampak bencana; penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum; pemulihan kondisi dari dampak bencana; pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang memadai; pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai; dan pemeliharaan arsip/dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.

(40)

71 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

71

Strategi yang ditempuh untuk mewujudkan visi dan misi penanggulangan bencana Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Penguatan kerangka regulasi penanggulangan bencana

2. Pemaduan program pengurangan risiko ke dalam rencana pembangunan

3. Pemberdayaan perguruan tinggi dalam memfasilitasi peningkatan kapasitas Penanggulangan Bencana

4. Penanggulangan bencana berbasis masyarakat

5. Pembentukan Satuan Reaksi Cepat Penanggulangan Bencana (SRCPB)

6. Program pengurangan risiko untuk kelompok dengan kebutuhan khusus

7. Peningkatan peran LSM dan organisasi mitra pemerintah 8. Peningkatan peran dunia usaha

Sementara pada level program, Prioritas Penanggulangan Bencana yang ditetapkan dalam Renas PB meliputi:

1. Penguatan Peraturan Perundanganan dan kapasitas kelembagaan 2. Perencanaan penanggulangan bencana yang terpadu

3. Penelitian, pendidikan dan pelatihan

4. Peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat danpara pemangku kepentingan lainnya dalam PRB

5. Pencegahan dan mitigasi bencana 6. Peringatan Dini

7. Kesiapsiagaan 8. Tanggap Darurat

9. Rehabilitasi dan Rekonstruksi

3. Telaahan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana dan Deklarasi Yogyakarta

Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencanca (RAN-PRB) untuk 2 periode yaitu periode

(41)

72 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

72

2006-2009 dan 2010-2013. RAN-PRB disusun dan dilaksanakan sebagai komitmen Indonesia terhadap implementasi Kerangka Aksi Hyogo untuk PRB (Hyogo Framework Action for Disaster Risk Reduction 2005-2015) atau sering disingkat HFA. Ada 5 (lima) prioritas aksi dalam HFA yang kemudian diadopsi dalam 2 periode RAN-PRB di Indonesia yaitu:

a. Tata Kelola. Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana menjadi prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk implementasi.

b. Identifikasi risiko. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko dan meningkatkan sistem peringatan dini.

c. Pengetahuan. Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya aman dan ketahanan terhadap bencana di semua tingkat masyarakat.

d. Faktor Resiko. Mengurangi faktor-faktor risko yang mendasar/akar penyebab risiko bencana

e. Kesiapsiagaan. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi terciptanya response yang efektif di semua tingkatan

Sebagai kelanjutan upaya-upaya pengurangan risiko bencana ke depan, di tingkat regional Asia Indonesia menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi Tingkat Menteri se-Asia untuk Pengurangan Risiko Bencana (The Fifth Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction – AMCDRR) yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Oktober 2012.Konferensi tersebut dihadiri 50 perwakilan negara, dan lebih dari 300 organisasi membahas tema “Memperkuat Kapasitas Lokal dalam Pengurangan Risiko Bencana (Stengthening Local Capacity on Disaster Risk Reduction)” dan menghasilkan Deklarasi Yogyakarta yang berisi 7 (tujuh) butir kesepakatan terkait upaya pengurangan risiko bencana (PRB) dan adaptasi perubahan iklim (API) di kawasan Asia Pasifik, yaitu:

(42)

73 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

73

- Pengintegrasikan PRB dan API di tingkat lokal ke dalam perencanaan pembangunan. Tindakan yang perlu dilakukan adalah memperkuat perundangan dan peraturan, pengaturan kelembagaan, dan tata-kelola risiko untuk PRB dan API; mengkaitkan rencana dan anggaran pembangunan nasional dengan agenda pembangunan daerah; memanfaatkan sumber daya regional dan sub-regional yang sudah ada untuk pembangunan kapasitas lokal/daerah; serta meningkatkan keterlibatan dari para pemangku kepentingan terutama kelompok rentan termasuk perempuan, anak-anak, lanjut usia dan orang berkebutuhan khusus (difabel), dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.

- Pembiayaan dan pengkajian risiko lokal. Tindakan yang dilakukan adalah mendukung daerah untuk memiliki anggaran yang pantas, yang dapat diperoleh melalui kerjasama antara sektor umum dengan swasta dan meningkatkan investasi dalam infrastruktur sosial dan fisik daerah dengan menetapkan contingency budget sebagai sumber daya berkelanjutan, serta mencari peluang pembiayaan dari organisasi filantropi; memperkuat kapasitas dan sumber daya lokal untuk mengidentifikasi risiko dan mengalokasikan anggaran yang pantas untuk pencegahan, penanggulangan dan pemulihan; membangun asuransi mikro untuk bencana dan menggabungkan anggaran serta menggabungkan risiko; dan mempromosikan kerja sama regional untuk memperkuat ketangguhan daerah melalui penggabungan praktik-praktik metodologi yang telah ada serta praktik-praktik pengkajian risiko daerah dan pendanaan; memperkokoh dan mendukung mekanisme kemitraan regional dan pusat-pusat pengelolaan informasi bencana.

- Memperkokoh risk governance dan kemitraan di tingkat daerah. Tindakan yang dilakukan dengan menekankan risk governance (tatakelola) melalui peningkatan kapasitas partisipasi, transparansi,

(43)

74 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

74

efisisensi, efektifitas dan akuntabilitas; mempertimbangkan adanya risiko yang multi-dimensional; menghargai dan memperkuat institusi dan platform yang inklusif dengan melibatkan pemangku kepentingan kunci dalam perencanaan, penganggaran dan alokasi sumber daya dengan mempertimbangkan kebudayaan dan praktik lokal; mengkaji dan menerapkan pengembangan dari kebijakan inklusif dan kerangka kerja legal dan alokasi anggaran terkait untuk membangun ketangguhan komunitas kepada pemerintah daerah, khususnya pada kapasitas manusia dan kemampuannya; berkomitmen untuk memisahkan data dan informasi untuk memastikan kontribusi aktif dari komunitas yang rawan dan berisiko, untuk memenuhi kebutuhan khususnya; menyadari bahwa pengetahuan yang pantas, informasi dan inovasi dengan umpan balik dan mekanisme pengaduan yang dapat membangun kemitraan berbekelanjutan pada tingkat daerah; membuka peluang kemitraan baru dengan sektor swasta dan media; mendukung komunitas ilmiah untuk memberikan PRB berbasis bukti empiris dan mengintergrasikan PRB dengan sektor kesehatan.

- Membangun ketangguhan komunitas di daerah. Tidakan yang dilakukan adalah mendukung, memperluas dan memperkuat inisiatif PRB dan API berbasis komunitas; membangun target terpilah dan indikator komunitas tangguh yang bisa dimanfaatkan oleh pemerintah, organisasi masyarakat dan praktisi dalam membangun komunitas dan desa tangguh bencana; memperkuat kapasitas adaptasi dari komunitas dan institusi lokal untuk menanggapi risiko di masa depan; mendukung upaya tingkat lokal untuk sekolah dan rumah sakit aman dengan anggaran tepat guna dan memprakarsai program global; dan memprioritaskan pembangunan pada ketangguhan lokal yang meliputi aspek alami, sosial dan ekonomi

(44)

75 | R E N S T R A B P B D P R O V I N S I S U L A W E S I S E L A T A N

75

serta kapasitas infrastruktur melalui mekanisme berbasis komunitas.

- Menyiapkan kerangka kerja pasca-2015. Tindakan yang dilakukan adalah mengidentifikasi pengukuran akuntabilitas pada implementasi yang lebih efektif; penyampaian komitmen politik pada seluruh tingkatan; kesadaran, pendidikan dan akses publik pada informasi; peningkatan pemerintahan; peningkatan pada investasi ketangguhan masyarakat; dan alokasi sumber daya khususnya untuk membangun kapasitas lokal.

- Pengurangan faktor-faktor risiko yang menjadi akar permasalahan. Tindakan yang dilakukan adalah membangun dan menyokong kapasitas dan mandat hukum dari pemerintahan nasional dan daerah serta sektor swasta untuk mengintegrasikan PRB dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang tahan bencana; memperkuta penanaman modal dalam manajemen sumber daya alam, pembangunan infrastruktur, pengadaan untuk kelangsungan hidup pada tingkat nasional dan daerah; menekankan perlindungan sosial dalam mekanisme pra bencana dengan fokus pada yang miskin, perempuan, anak-anak, dan difabel, dan para lanjut usia; memastikan perlindungan dari hak-hak untuk anak-anak, perempuan, dan difabel dari risiko bencana; dan mendorong partisipasi anak-anak dan remaja dalam PRB dan proses pembangunan di semua tingkat.

- Penerapan isu lintas sektor dalam Kerangka Kerja Aksi Hyogo (HFA), dengan mempromosikan pendekatan multi-ancaman yang inklusif yang menyatukan kerentanan sosio-ekonomi dan pemaparan dalam pengkajian dan pengurangan risiko; mempertimbangkan kapasitas gender, difabel dan lanjut usia serta keragaman budaya dalam perencanaan dan pemprograman; dan partisipasi komunitas dan relawan pada aksi di tingkat daerah dan nasional.

Gambar

Tabel 1 : Historis Bencana Alam (Gempa dan Tsunami ) di Sul-Sel, Thn 1820-2006
Gambar I. Struktur Organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah  Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 1 Keadaan PNS Badan Penanggulangan Bencana Provinsi              Sulawesi Selatan Menurut Tingkat Pendidikan dan Golongan
Tabel 2 Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Cukup banyak penelitian yang menggunakan ekstrak biji bengkuang sebagai biopestisida untuk membasmi hama tanaman sayuran, seperti yang dilakukan Faradita, dkk (2010) yang

Pengetahuan yang sudah baik ini hendaknya dipertahankan dengan menggali lebih mendalam pengetahuan tentang senam hamil dengan cara pemberian informasi seputar senam

3.5 Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi aljabar 3.6 Menyelesaikan model matematika dari. masalah yang berkaitan dengan ekstrim fungsi

Pengadilan Negeri Rote Ndao Kelas II merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum yang mempunyai tugas pokok yaitu menerima, memeriksa dan

Peran perbankan syariah sangat penting bagi perekonomian saat ini. Secara umum fungsi perbankan syariah sama dengan perbankan konvensional yaitu sebagai lembaga intermediasi

Beberapa sumber lain yang mengatakan bahwa kata organisasi berasal dari bahasa Inggris, yakni organization, yang berarti menyusun atau mengatur bagian-bagian yang

Selain itu, penelitian terdahulu (Icuk dkk., 2005) yang berjudul Persepsi Maha- siswa S1 Akuntansi Reguler Mengenai Pen- didikan Profesi Akuntansi (Studi kasus pada..

 Melakukan pencatatan dan pelaporan URAIAN TUGAS DAN FUNGSI PETUGAS INDRA TELINGA PUSKESMAS MAKALE UTARA.  Mendeteksi kesehatan indra telinga di sekolah Sekolah