• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang diakibatkan krisis moneter serta bencana alam yang terus menerus telah ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia baik secara makro maupun mikro. Krisis ini menyebabkan sektor industri dan jasa mengalami penurunan yang cukup tajam. Namun di pihak lain justru sektor pertanian masih tetap eksis. Hal ini berarti bahwa perekonomian Indonesia tidak dapat sepenuhnya tergatung pada sektor industri dan jasa saja, tetapi juga harus tergantung dari sektor pertanian. Oleh karena itu semestinya para pengambil kebijakan baik dari tingkat pusat, provinsi sampai ke tingkat kabupaten dalam pembangunan ekonomi di wilayahnya masing-masing perlu memberikan prioritas pada sektor pertanian. Sektor ini terbukti mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, menyerap tenaga kerja, meningkatkan perolehan devisa, dan mampu mendorong munculnya industri yang lain (Soekartawi, 2000).

Peranan sektor pertanian tidak diragukan lagi karena sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang, papan, menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk, memberikan kontribusi terhadap pendapatan nasional, dan sebagai penghasil komoditi ekspor. Sektor pertanian juga dapat dijadikan basis dalam pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat melalui pengembangan usaha yang berbasis pertanian yaitu agrobisnis dan agroindustri. Berkembangnya

(2)

perekonomian pedesaan, di samping berdampak pada pendapatan juga akan mengurangi urban ke daerah perkotaan.

Tanaman hortikultura di Indonesia merupakan salah satu komoditas sektor pertanian yang prospektif untuk dikembangkan. Termasuk dalam komoditas hortikultura ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor: 511 tahun 2006 yang menjadi binaan Ditjen Hortikultura sangat banyak yaitu 323 jenis komoditas, terdiri atas buah-buahan 60 komoditas, sayur-sayuran 80 komoditas, biofarmaka 66 komoditas, dan tanaman hias 117 komoditas. Mengingat begitu banyaknya cakupan komoditas, maka dalam pembinaan perlu dilakukan prioritas dan penajaman aktivitas. Untuk itu kegiatan pembinaannya perlu dilakukan terintegrasi antar berbagai pihak, baik pemerintah (pusat dan daerah), petani, masyarakat, pelaku usaha (Bahar, 2008). Walaupun sebelumnya hortikultura menjadi perhatian kedua oleh pemerintah setelah padi dan palawija, namun sejalan dengan tuntutan pasar dan konsumen, sejak era 1990-an pemerintah telah menangani hortikultura secara serius. Hal ini dibuktikan dengan membentuk dirjen khusus produk hortikultura dan kebijakan untuk memberikan proteksi terhadap produk lokal dari serbuan produk asing. (Harian Bali Post, 2009).

Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan baik akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Di samping sebagai pemenuhan hobi, tanaman hias yang berupa bunga-bungaan merupakan salah satu komoditas hortikultura cukup prospektif untuk diusahakan saat ini, karena mempunyai

(3)

banyak kegunaan seperti bahan baku industri minyak wangi, pewangi kosmetik, pewangi teh, obat tradisional, bunga tabur dan bunga rangkai (Rukmana, 2007). Berkembangnya usahatani tanaman hias akan berdampak pada munculnya industri lainnya yang saling melengkapi seperti industri pupuk dan obat-obatan tanaman hias, pot bunga dan media tanaman hias.

Berdasarkan sebaran lokasi pengembangan komoditas unggulan nasional dan unggulan daerah, Provinsi Bali juga termasuk salah satu sentra pengembangan tanaman hias (http://www.hortikultura.deptan.go.id). Hal ini berarti bahwa pengembangan tanaman hias di Bali pada masa yang akan datang cukup baik karena didukung oleh sumberdaya alam. Berdasarkan data statistik Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, luas areal tanaman hias di Provinsi Bali sampai tahun 2009 mencapai 915,51 ha untuk berbagai jenis tanaman hias. Jenis tanaman hias yang dikembangkan adalah anggrek, anyelir, mawar, melati, angsoka, krisan, glodial, pisang-pisangan, sedap malam, palm, ephorbia, soka, adenium, antorium, dan pakis. Data mengenai perkembangan areal tanaman hias yang ada di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1

Perkembangan Luas Areal Tanaman Hias di Provinsi Bali

No Tahun Luas Areal

(ha) Perkembangan (%) 1 2006 689,43 - 2 2007 704,75 2,22 3 2008 806,84 14,49 4 2009 910,26 12,82 Rata-rata 9,84

(4)

Tabel 1.1 menunjukkan terjadi perkembangan luas areal dari tahun ke tahun yaitu tahun 2007 meningkat 2,22%, tahun 2008 meningkat 14,49% dan tahun 2009 meningkat 12,82% dengan rata-rata peningkatan per tahun sebesar 9,84%. Peningkatan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya peningkatan areal tanaman hias jenis anggrek. Hal ini mencerminkan bahwa di satu pihak minat petani tanaman hias meningkat dan di lain pihak permintaan akan tanaman hias juga mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan karena Bali sebagai daerah pariwisata dan kondisi sosial budaya masyarakat Bali yang memakai bunga sebagai pelengkap sarana upacara keagamaan disamping untuk keperluan lainnya.

Selain jenis tanaman hias di atas masih ada lagi jenis tanaman hias lainnya yang sudah dikenal luas di Masyarakat Bali yakni bunga hortensia. Hortensia (Hydrangea macrophylla) adalah tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Timur dan Asia Selatan (Jepang, Tiongkok, Himalaya, Indonesia), Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tanaman hortensia merupakan tanaman berbunga indah yang dapat ditanam di dalam pot, maupun di lapangan. Biasanya tanaman hortensia dibudidayakan sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Tanaman hortensia dikenal dengan nama kembang bokor karena bentuk calyx (mahkota) dekat dengan dasar bunga yang berkumpul sebagai bunga berbentuk bokor (http://id:wikipedia.org). Tanaman hortensia biasanya dipakai sebagai taman pelaminan pengantin karena memberikan efek warna yang indah.

Di Bali tanaman hortensia lebih dikenal dengan nama bunga pecah seribu atau kembang seribu yang dibudidayakan sebagai bunga potong untuk pelengkap

(5)

sarana upacara adat/agama terutama banten (sesaji) bagi umat Hindu yang dari-tahun ke dari-tahun kebutuhannya meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan seringnya upacara keagamaan (Sumerta dkk, 2005). Bunga hortensia banyak diminati oleh masyarakat sebagai sarana upacara karena harganya yang dapat dijangkau dan bunga tersebut cukup awet bahkan dapat bertahan sampai 7 hari sejak bunga tersebut dipetik dari pohonnya. Bunga hortensia saat ini sangat mudah dijumpai di pasar-pasar tradisional. Kebutuhan bunga hortensia sebagai tanaman hias dan bunga potong segar tetap diperlukan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Konsumen bunga hortensia di Bali meliputi rumah tangga, pedagang bunga, toko-toko bunga (flower shop). Tanaman bunga hortensia adalah tanaman cukup spesifik di dataran tinggi karena hanya dapat tumbuh dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Berdasarkan data statistik yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng dan Tabanan luas areal tanaman bunga hortensia di Kabupaten Buleleng tahun 2009 mencapai 1.043,00 ha dan Kabupaten Tabanan seluas 10 ha. Perkembangan luas areal tanaman bunga hortensia dan jumlah produksi di Kabupaten Buleleng yang dilaporkan selama tiga tahun seperti Tabel 1.2.

Tabel 1.2

Perkembangan Luas Areal Tanaman dan Produksi Bunga Hortensia di Kabupaten Buleleng No Tahun Luas areal

(ha) Jumlah Produksi (ku) Perkembangan Luas areal (%) 1 2007 214,00 13.500 - 2 2008 518,25 33.790 142,12 3 2009 932,75 69.250 79,98 Rata-rata 110,05

(6)

Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan yang drastis dengan rata-rata sebesar 110,05%. Perkembangan terbesar terjadi tahun 2008 disebabkan adanya perluasan lahan areal tanaman di Dusun Asah Munduk Desa Munduk Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Peningkatan luas areal tanaman bunga hortensia yang sangat drastis mencerminkan bahwa usahatani bunga hortensia sangat diminati oleh petani. Untuk Wilayah Buleleng hanya terdapat di Kecamatan Sukasada dengan luas areal 302,50 ha dan Kecamatan Banjar dengan luas areal 740,50 ha. Desa Gobleg, Kecamatan Banjar dengan luas wilayah mencapai 1.915,71 ha (Monografi Desa Gobleg, 2008) adalah salah satu desa di Kabupaten Buleleng yang merupakan daerah pertanian. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat di desa tersebut adalah berupa tanaman kopi, cengkeh, coklat, jeruk, sayur-sayuran dan bunga hortensia. Dari luas areal tersebut 687 ha merupakan luas areal yang potensial ditanami tanaman bunga hortensia. Tanaman bunga hortensia sampai saat ini baru mencapai 584 ha atau (85%). Keadaan topografi, suhu maupun kondisi tanah di kawasan ini sangat mendukung pertumbuhan tanaman hortensia secara optimal. Tanaman ini mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, namun belakangan karena tanaman ini bunganya laku di pasaran dengan harga yang cukup menjanjikan maka oleh masyarakat setempat dicoba untuk dikembangkan lebih lanjut tanpa melalui proses perencanaan yang matang. Tanaman bunga hortensia yang dibudidayakan di Desa Gobleg sekarang ini, pada mulanya hanya berupa tanaman hias untuk pekarangan, namun karena tanaman bunga hortensia dapat memberikan kontribusi dan penghasilan bagi petani bunga hortensia maka sejak tahun 1990an mulai dikembangkan.

(7)

Pengembangan tanaman bunga hortensia ini juga didorong oleh keperluan masyarakat terhadap bunga hortensia cukup banyak. Tanaman bunga hortensia dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur sembilan bulan dan panen berikutnya umumnya antara 10–15 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitas bunga yang dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif.

Bunga hortensia yang dihasilkan oleh petani di Desa Gobleg sangat mudah dipasarkan karena setiap hari ada pembeli (pengumpul) yang datang langsung untuk membeli hasil panennya. Selanjutnya pengumpul akan memasarkan kembali ke Denpasar, Klungkung, Gianyar, Buleleng, dan Negara bahkan sampai ke Lombok. Informasi yang diperoleh dari pengumpul bahwa semua bunga yang di pasarkan laku terjual namun dengan harga yang berpluktuasi. Pada tahun 2007 harga per kg bunga hortensia di tingkat petani berkisar antara Rp 200,00 sampai Rp 6000,00 (Hemadiandari, 2006), dan tahun 2009 berdasarkan survei harga per kg antara Rp 800,00 sampai Rp 8.000,00. Kondisi di atas menunjukkan permintaan terhadap bunga hortensia dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan.

Usahatani bunga hortensia yang dikembangkan masyarakat di Desa Gobleg diharapkan mampu menambah pendapatan petani. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang lebih dalam tentang kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia tersebut agar dapat dipakai sebagai pertimbangan oleh petani dalam memilih komoditas yang diusahakan. Berdasarkan latar belakang di atas,

(8)

menarik untuk dikaji terhadap usahatani tanaman bunga hortensia untuk mengetahui kelayakan usaha tersebut ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis maupun aspek sosial.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah usahatani tanaman bunga hortensia yang ada di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng layak untuk diusahakan ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial?

2. Manakah yang lebih peka di antara harga input atau harga output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng?

3. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh petani di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dalam usahatani tanaman bunga hortensia ?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Menganalisis kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

(9)

2. Menganalisis manakah yang lebih peka di antara harga input dengan output pada usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng?

3. Mengidentifikasi kendala-kendala dalam usahatani bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi petani, pengusaha dan bank sebagai salah satu sumber informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan usahatani bunga hortensia.

2. Bagi pemerintah khususnya dinas pertanian, sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan usahatani bunga hortensia.

3. Bagi kalangan akademis, sebagai informasi bagi peneliti lain yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia di Desa Gobleg Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut. 1. Penilaian kelayakan usahatani tanaman bunga hortensia ditinjau dari aspek

finansial, aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. 2. Unit analisis didasarkan pada luas lahan per ha.

3. Umur tanaman yang dianalisis selama satu siklus musim tanam yaitu 6 tahun dengan pertimbangan umur ekonomis tanaman sudah habis.

(10)

4. Tingkat harga jual komoditas bunga hortensia menggunakan harga di tingkat petani.

(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Usahatani

Antara (2009) menyebutkan usahatani (on-farm agribusiness) yakni kegiatan yang menggunakan barang - barang modal dan sumber daya alam untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha tanaman pangan, hortikultura, usahatani peternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan.

Menurut Suratiyah (2006), usahatani adalah seorang yang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Rivai (1980) dalam Hernanto (1993) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dalam keseharian, adalah

1. Adanya lahan, tanah yang di atasnya tumbuh tanaman, dibuat kolam, tambak, sawah, tegalan, ada tanaman tahunan atau tanaman setahun.

2. Ada bangunan yang berupa rumah petani, gudang dan kandang, lantai jemur, dan lain-lain.

3. Ada alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, sprayer, traktor, pompa air, dan lain-lain.

(12)

4. Ada pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara, dan lain-lain.

5. Ada kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalannya usahatani, dan menikmati usahataninya.

Secara umum dapat dikatakan bahwa beragamnya usahatani dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial, ekononi, dan politik yang ada di lingkungan usahatani. Petani kaya yang ekonominya kuat akan memilih komoditi yang mampu diusahakan dalam skala yang berbeda dengan petani kecil.

Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada usahatani (Hernanto, 1993) yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (management)

a. Tanah, dengan sifat yang khusus seperti relatif langka dibandingkan faktor produksi lainnya, distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata, luas relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindah tangankan, maka tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani.

b. Tenaga kerja, dibedakan menjadi: tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani.

(13)

c. Modal dalam pengertian ekonomi merupakan barang atau uang yang bersama- sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang baru yaitu produksi pertanian.

Pada usahatani yang dimaksudkan modal adalah 1) Tanah;

2) Bangunan (gudang, kandang, lantai jemur, pabrik, dan lain-lain);

3) Alat-alat pertanian (traktor, luku, garu, sprayer, cangkul, parang, dan lain-lain);

4) Tanaman, ternak, dan ikan di kolam;

5) Bahan-bahan pertanian (pupuk, bibit, dan obat-obatan); 6) Piutang di bank;

7) Uang tunai.

d. Pengelolaan (management), adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor produksi yang dikuasainya dengan baik dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya.

Inti dari semua itu adalah manusia, gagasan, dan akal budi serta prasarana/sarana yang merupakan dasar setiap pengorganisasian seorang pengelola untuk bekerja. Gagasan akan menumbuhkan kehendak berfikir konsepsional, sarana untuk administrasi, sedang manusia berperan dalam kepemimpinan atau wirausaha.

(14)

Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan usahataninya sendiri. Oleh karena itu, perlu bantuan dari luar baik secara langsung dalam bentuk bimbingan dan pembinaan usahatani maupun tidak langsung dalam bentuk insentif yang dapat mendorong petani mendorong hal-hal baru dan mengadakan tindakan perubahan. Soetriono dkk. (2006) mengatakan petani harus memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal seperti dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor-faktor internal usahatani meliputi : petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah anggota keluarga. 2) Faktor-faktor eksternal usahatani meliputi : tersedianya sarana transportasi

dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

2.2 Tanaman Bunga Hortensia

Menurut Heru A. Muawin, (http://heruamuawinmenembuscakrawala. blogspot.com hortensia-hydrangea) tanaman bunga hortensia (Hydrangea macrophylla) dari keluarga Saxifragaceae merupakan tanaman hias yang berasal dari Honsu, sebuah pulau besar di Jepang. Di Indonesia hortensia lebih dikenal dengan nama kembang bokor dan di Bali dikenal dengan nama pecah seribu atau kembang seribu dan lebih banyak dibudidayakan sebagai bunga potong dan tanaman hias. Bunga hortensia berwarna biru atau biru kemerahan. Saat awal

(15)

mekar berwarna biru kehijauan, kemudian menjadi biru, biru ungu atau biru kemerahan, tergantung pada pH tanah.

Hortensia berasal dari daerah subtropis, maka tumbuh baik di daerah dataran tinggi, mulai ketinggian 500 s.d. 1.500m di atas permukaan laut. Tanaman ini cocok pada jenis tanah yang banyak mengandung pasir dan kompos. Pengaturan warna bunga tergantung pada pengaturan kadar pH tanah. Aluminium yang banyak dikandung di dalam tanah dapat menyebabkan pH tanah menurun (pH 5,5) sehingga mempengaruhi warna bunga menjadi biru. Namun, apabila kandungan kapur ditambah sehingga pH meningkat menjadi 6,5-7 akan mempengaruhi warna bunga menjadi pink. Demikian pula apabila terlalu banyak dalam pemberian pospor dan nitrogen akan mempengaruhi tersedianya aluminium (semakin berkurang) sehingga pH rendah.

Tanaman hortensia diperbanyak dengan stek pucuk (terminal) dari batang atau vegetatif stock tanaman. Dibutuhkan waktu 3-4 minggu agar stek tidak basah sebelum bibit tanaman siap dipindahkan ke lapangan. Ada tiga faktor yang dibutuhkan dalam membuat stek tanaman hortensia yaitu sumber stek bebas dari hama dan penyakit, optimum suhu untuk pengakaran 24o -25o C, dan memperhatikan sanitasi selama pengakaran. Perlakuan/pengkondisian suhu di bawah 20o C selama enam minggu pada saat pembibitan, akan merangsang pembungaan lebih cepat, sedangkan perlakuan suhu di atas 25o C batang tanaman dan bunga cenderung kecil.

Perawatan tanaman hortensia berupa pencegahan terhadap organisme pengganggu tanaman seperti cendawan atau penyakit dapat dilakukan melalui

(16)

penyemprotan sejak pembibitan dengan menggunakan Benlate atau fungisida lain. Apabila virus yang menyerang tanaman, maka pohon induk yang terkena virus sejak awal harus dicabut atau dieleminasi. Selain itu serangan Bontrytis dan aphids sering terjadi secara bersamaan sehingga penggunaan pestisida secara bergantian dapat dilakukan untuk mengantisipasinya. . Tanaman bunga hortensia baru dapat dipanen untuk pertamakalinya setelah berumur 9 (sembilan) bulan dan panen berikutnya umumnya setiap 10 – 15 hari sekali. Umur produktif tanaman hortensia untuk satu periode musim tanam adalah enam tahun setelah itu tanaman harus dibongkar secara keseluruhan karena kualitasnya bunga yang dihasilkan tidak sebagus saat umur tanaman masih produktif.

Selain sebagai tanaman hias dipekarangan dan untuk keperluan sarana upacara agama (banten) tanaman hortensia juga dapat dipakai sebagai obat. Menurut hasil program mini riset (anonim,2008) disebutkan bunga hortensia bersifat sedikit beracun jika dimakan karena semua bagian tanaman mengandung glukosida sianogenik, walaupun demikian jarang ada kasus keracunan karena tanaman ini tidak enak dimakan. Daun dan akar tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan pigmen, anthosianin yang sangat tinggi. Secara garis besar tanaman hortensia bisa memberikan efek antioksidan, dan anthosianin juga berpotensi dengan perannya dalam terapeutik yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular.

(17)

2.3 Pengertian Studi Kelayakan

Studi kelayakan (feasibility study) pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal oleh masyarakat, terutama yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam dunia usaha telah menuntut untuk menilai sejauh mana peluang tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) apabila dilaksanakan. Kegiatan menilai sejauh mana manfaat yang diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha disebut dengan studi kelayakan bisnis (Ibrahim, 2003). Selanjutnya Kasmir dan Jakfar (2003) mengatakan bahwa suatu studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak tidaknya usaha yang dijalankan. Menilai dan meneliti sejauh mana kegiatan usaha tersebut memberikan keuntungan sangatlah penting dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki dalam pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber yang tersedia bagi kegiatan usaha adalah terbatas, maka perlu diadakan pemilihan dari berbagai macam alternatif yang ada. Kesalahan dalam memilih usaha dapat mengakibatkan pengorbanan dari sumber-sumber yang langka. Untuk itu perlu diadakan analisis terhadap berbagai alternatif kegiatan yang tersedia sebelum, sedang dan sudah melaksanakannya dengan jalan menghitung biaya dan manfaat yang diharapkan dari kegiatan tersebut.

Lebih jauh Sutojo (2000) mengatakan fokus utama studi kelayakan proyek terpusat pada empat macam aspek yakni

1. Aspek pasar dan pemasaran, yang meneliti apakah pada masa yang akan datang, ada cukup permintaan di pasar yang akan dapat menyerap produk

(18)

yang dihasilkan oleh usaha yang dilaksanakan.Disamping itu juga diteliti kemampuan usaha yang dibangun untuk bersaing di pasar.

2. Aspek produksi, teknik dan teknologi, yang mencakup penentuan kapasitas usaha yang ekonomis,jenis teknologi dan peralatan yang digunakan.

3. Aspek manajemen dan sumber daya manusia, mencakup penelitian jenis dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk mengelola dan mengoperasikan usaha tersebut.

4. Aspek keuangan dan ekonomi, mencakup perhitungan anggaran investasi yang dibutuhkan, sumber pembiayaan investasi serta kemampuan proyek tersebut menghasilkan keuntungan.

2.4 Manfaat Studi Kelayakan

Laporan studi kelayakan bisnis yang telah dibuat dinyatakan layak untuk dilaksanakan, maka ada pihak-pihak tertentu yang memerlukan laporan tersebut (Umar, 1999). Adapun yang membutuhkan laporan studi kelayakan tersebut adalah

1. Pihak investor

Calon investor mempunyai kepentingan terhadap laporan studi kelayakan bisnis karena dari laporan tersebut terlihat keuntungan yang diperkirakan .

2. Pihak kreditor.

Pendanaan proyek dapat juga dari bank. Pihak bank akan mengkaji ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat tersebut termasuk

(19)

mempertimbangkan sisi lain, misalnya bonafiditas dan tersedianya agunan yang dimiliki sebelum untuk memutuskan memberikan kredit.

3. Pihak manajemen

Bagi pihak manajemen pembuatan proposal ini merupakan suatu upaya dalam rangka merealisasikan ide proyek yang bermuara pada peningkatan usaha dalam rangka meningkatkan laba perusahaan.

4. Pihak pemerintah dan masyarakat

Studi kelayakan yang disusun perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan.

5. Bagi tujuan pembangunan ekonomi

Dalam menyususn studi kelayakan bisnis juga menganalisis manfaat yang akan didapat atau biaya-biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek tersebut terhadap perekonomian nasional.

2.5 Tinjauan Investasi

Investasi dalam arti luas berarti mengorbankan rupiah sekarang untuk rupiah

masa depan. Ada dua atribut yang melekat yakni waktu dan resiko (William, 2005). Selanjutnya keputusan investasi merupakan suatu tindakan

melepaskan dana saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan arus dana dimasa mendatang yang jumlahnya relatif lebih besar dari dana yang telah dilepaskan pada saat investasi awal (initial investment). Investasi dari segi ruang lingkupnya yakni, investasi pada aktiva nyata (real assets atau real investment), seperti pendirian pabrik, hotel/restaurant, perkebunan, dan investasi pada aktiva

(20)

keuangan (financial assets atau financial investment), seperti pembelian surat-surat berharga berupa saham atau obligasi. Investasi ditinjau dari segi kepastian memperoleh keuntungan dapat berupa, investasi yang bebas resiko (free risk investment) misalnya pembelian obligasi, dan investasi yang beresiko (risk investment).

Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan dapat menghasilakan keuntungan di masa depan (Halim,2005). Investasi dapat pula dikatakan sebagai pembentukan modal. Dengan demikian investasi merupakan upaya untuk menambah banyak barang produksi oleh masyarakat yang kelebihan dana. Pengeluaran yang dipergunakan untuk keperluan investasi merupakan pengeluaran untuk pembelian barang modal riil. Investasi dapat dibedakan menjadi dua macam (Pudjosumarto, 2001) yaitu

a) Investasi otonom (autonomous investment) adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan pendapatan nasional ataupun tingkat suku bunga. Investasi ini akan mengalami perubahan nilainya jika terjadi perubahan teknologi.

b) Investasi dorongan (induced investment) adalah investasi yang didorong oleh adanya perubahan pendapatan nasional.

Investasi dipandang dari segi perusahaan, adalah merupakan konversi uang pada saat sekarang dengan perhitungan untuk memperoleh arus dana atau penghematan arus dana di masa yang akan datang. Setiap usulan investasi harus diukur dari kemampuan proyek tersebut untuk menghasilkan arus dana yang lebih

(21)

besar dari investasi semula dan dengan demikian memberikan tingkat pemulihan yang sepadan dengan apa yang diinginkan investor.

Tujuan investasi adalah memberi nilai tambah yang yang lebih besar terhadap perusahaan sehingga dapat memperpanjang umur ekonomis perusahaan. Bagaimana mengestimasi biaya yang telah dikeluarkan masa kini, dengan harapan aliran dana yang masuk diwaktu yang akan datang lebih menguntungkan. Tentu ini memerlukan adanya perencanaan yang matang dalam mengestimasi tahapan kegiatan yang akan dilakukan agar dapat tergambarkan lebih terinci dalam skema yang jelas. Nilai manfaat investasi secara tidak langsung dapat pula memberi dampak sosial ekonomis kepada masyarakat sekitarnya. Terbukanya lapangan kerja baru, peningkatan pendapatan masyarakat, masyarakat terbuka dari terisolasi kemajuan sekitarnya, serta dapat mengakses informasi pada kemajuan yang lebih respek terhadap berbagai kejadian yang muncul.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), manfaat kegiatan investasi antara lain; terbukanya kesempatan kerja, peningkatan output yang dihasilkan, bertambahnya pendapatan regional, terbukanya daerah dari keterbelakangan, terjadinya perubahan pendidikan dan pola pikir masyarakat, meningkatnya disiplin masyarakat, timbulnya industri hilir, penghematan devisa ataupun penambahan devisa.

2.6 Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan usaha, terdiri dari sewa lahan/tanah, gedung/bangunan/kandang, mesin, peralatan, biaya pemasangan, biaya kendaraan, biaya studi kelayakan dan biaya lainya yang

(22)

berhubungan dengan pembangunan usaha/proyek (Ibrahim, 2003). Ada beberapa pertimbangan rasional yang mendasari investasi yaitu nilai waktu atas uang (time value of money), kriteria investasi, penyusutan, resiko, nilai akhir dan umur ekonomis investasi. Biaya investasi adalah biaya – biaya yang akan dikeluarkan dimasa yang akan datang (Suratman, 2001) yang meliputi antara lain:

1. Biaya angsuran hutang dan bunga

Pengeluaran angsuran hutang dan bunga akan dimasukkan dalam biaya ekonomis tergantung apakah terdapat beban sosial yang dianggap harus ditanggung masyarakat sehubungan dengan angsuran pembiayaan suatu proyek atau tidak, biaya proyek atau biaya investasi dapat dihitung pada waktu investasi dikeluarkan atau dapat dihitung pada waktu pinjaman untuk investasi dilunasi beserta bunganya.

2. Penyusutan (depreciation)

Penyusutan merupakan dana pengganti dari aktiva yang tidak ekonomis lagi, atau dianggap sebagai keuntungan dalam perhitungan laba – rugi, karena dana yang disisihkan sebenarnya merupakan penerimaan perusahaan. Jenis investasi yang perlu disusutkan terdiri dari: mesin, bangunan/gedung, dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang dilakukan pada setiap aktiva tergantung pada harga perolehan aktiva, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan.

(23)

Biaya kontruksi dapat meliputi: (1) peralatan adalah segala peralatan yang dipergunakan di dalam mengerjakan proyek, (2) bahan-bahan adalah segala bahan yang dipergunakan dalam kegiatan proyek dan; (3) tenaga kerja yang berhubungan dengan upah.

4. Sewa tanah

Biaya ini dihitung apabila tanah yang digunakan memberikan hasil seperti tanah sawah, tanah perkebunan.

5. Biaya modal kerja.

Adalah modal yang digunakan dan dimasukkan sebagai biaya tahun pertama.

6. Sunk cost

Adalah biaya - biaya yang telah dikeluarkan jauh sebelum rencana kegiatan proyek/investasi tersebut dilaksanakan.

7. Intangible cost

Adalah hal - hal yang riil akan tetapi sulit diperhitungkan dalam nilai uang, namun mencerminkan nilai yang sebenarnya. Bentuk biaya intangible seperti merk, kontrak manajemen, hak patent.

2.7 Nilai Waktu atas Uang

Nilai waktu dari uang menunjukkan kepada kondisi di mana uang sekarang sebesar Rp 1.000.000,00 berbeda dengan uang Rp 1.000.000,00 satu bulan di masa yang akan datang (Ichsan dkk. 2000). Investasi yang dikeluarkan pada saat ini untuk pengadaan suatu usaha/proyek tidak serta merta menghasilkan peningkatan pendapatan hari ini, karena dibutuhkan suatu jangka waktu tertentu.

(24)

Ada kecendrungan di mana makin tinggi jumlah dan kualitas pembiayaan/investasi, biasanya jangka waktu makin panjang sesuai dengan umur ekonomis usaha yang akan dilakukan. Perlu pula diperhatikan uang sebagai nilai manfaat ekonomi dari suatu investasi yang diperkirakan akan diterima pada masa mendatang tidak sama dengan nilai uang yang diterima pada saat ini, karena adanya faktor tingkat suku bunga (interest rate). Atas pertimbangan pokok dari investasi adalah berapa nilai sekarang (present value) dari uang yang akan diperoleh di masa mendatang, atau berapa nilai uang masa mendatang (future value) yang diperoleh dari jumlah yang diinvestasikan saat ini.

2.8 Kriteria Kelayakan Investasi

Kriteria kelayakan investasi merupakan standar ukuran untuk menilai apakah usaha investasi itu layak atau tidak. Keputusan investasi adalah keputusan rasional, karena didasarkan atas pertimbangan rasional. Namun demikian dalam jangka pendek, digunakan beberapa alat bantu atau kriteria tertentu untuk memutuskan diterima atau ditolaknya rencana investasi. Menurut Sofyan (2004), kriteria penilaian kelayakan suatu usaha didasarkan pada dua kategori yaitu teknik perhitungan yang tidak memperhitungkan time value of money atau metode undiscounted yang terdiri dari Payback Period dan marginal efficiency of capital (MEC) serta teknik perhitungan yang berdasarkan time value of money atau metode discounted yang terdiri dari Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR).

(25)

2.8.1 Metode undiscounted

Metode undiscounted tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang namun hanya berdasarkan nilai nominal dari uang tersebut. Metode undiscounted yang umum dipakai adalah metode payback period. Metode ini untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan berapa lama investasi yang direncanakan dapat dikembalikan. Metode payback period mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena metode ini mengukur seberapa cepat suatu investasi dapat kembali, maka dasar yang dipergunakan adalah aliran kas, bukan laba. Untuk itu dihitung dulu aliran kas dari proyek tersebut. Jika waktu yang dibutuhkan makin pendek, proposal investasi dianggap makin baik. Kendatipun demikian, berhati-hati dalam menafsirkan kriteria Payback Period, ini sebab ada investasi yang baru menguntungkan dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Rumus Payback Period (Kasmir dan Jakfar, 2003) adalah

Payback Period = x tahun

bersih kas Aliran investasi Nilai 1

Kriteria penilaiannya adalah jika Payback Period lebih pendek waktunya dari umur ekonomis maka usulan investasi dapat diterima.

2.8.2 Metode discounted 2.8.2.1 Net present value

Net Present Value adalah selisih antara Present Value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun kas terminal). Metode penilaian ini adalah mengukur selisih antara total arus kas masuk (input) setiap tahun dengan total arus kas keluar (biaya) setiap tahun setelah didiskontokan dengan discount factor. Untuk menghitung nilai sekarang

(26)

tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Pada dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga yang berlaku saat dilakukan keputusan investasi, masih terpisah waktu mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Perhatian disini keterkaitan hanya akan mempengaruhi tingkat bunga, bukan aliran kas. Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi, maka proyek ini dikatakan menguntungkan sehingga diterima bila NPV > 0, artinya di mana nilai sekarang penerimaan total lebih besar dari pada nilai sekarang biaya total. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV ( Husein Umar, 1999) adalah

n t t t K CF NPV 1 (1 ) - Io Di mana :

CFt = aliran kas pertahun pada periode t Io = investasi awal pada tahun 0

K = Suku bunga (discount rate) yang berlaku t = periode

n = tahun

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai NPV adalah: NPV > 0 proyek diterima

NPV < 0 proyek ditolak

NPV = proyek berada dalam keadaan break even

2.8.2.2 Internal rate of return

H.M. Yacob Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengetahui prosentase keuntungan dari suatu proyek tiap - tiap

(27)

bunga pinjaman. Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar dari tingkat bunga relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan), maka investasi dikatakan menguntungkan, kalau lebih kecil dikatakan merugikan.

Metode ini adalah mengukur nilai tingkat pengembalian investasi ketika NPV sama dengan nol. Jika pada saat NPV=0, misalnya nilai IRR=14%, maka tingkat pengembalian investasi adalah 14%. Keputusan akan menerima atau menolak investasi dapat dilakukan atas pertimbangan hasil perbandingan IRR dengan tingkat suku bunga yang berlaku (r). Jika IRR > r, maka investasi diterima, sedangkan IRR< r, maka rencana investasi ditolak. IRR dapat dihitung dengan rumus (M.H. Yacob Ibrahim, 2003):

IRR = ( 2 1) 2 1 1 1 i i NPV NPV NPV i Di mana:

IRR = Internal Rate of Return

i

1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)

i

2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif)

NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu

NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah sebagai berikut

IRR > tingkat bunga : berarti investasi diterima IRR < tingkat bunga : berarti investasi ditolak

(28)

IRR= tingkat bunga : berarti tingkat pengembalian investasi sama dengan tingkat bunga yang berlaku sehingga investasi bisa ditolak atau diterima tergantung pengambil keputusan.

2.8.2.3 Benefit cost ratio (BCR)

Rasio ini adalah merupakan alat untuk mengukur perbandingan total nilai sekarang arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan dengan discount factor. Output disimbulkan dengan B (benefit) dan biaya yang dikeluarkan disimbulkan dengan C (cost). Jika BCR sama dengan 1, maka nilai B=C, di mana benefit/output yang dihasilkan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan bila BCR <1, maka berarti manfaat yang dihasilkan lebih kecil dari pada biaya yang dikeluarkan. Sebaliknya, bila nilai BCR >1, maka artinya output/benefit yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Dalam keadaan seperti ini, keputusan investasi menerima atau menolak proposal investasi dapat dilakukan dengan melihat nilai BCR, yang umumnya proposal investasi baru diterima bila BCR >1, artinya manfaat yang dihasilkan lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Adapun rumusnya (Gaspersz, 2000) adalah

BCR(i) =

{

∑ {Bt/(1+i)t }

}

/

{

Co

+

∑{Ct/(1+i)t}

}

Di mana :

BCR(i) = nilai rasio manfaat-biaya pada tingkat interest rate (i) per tahun

Bt = penerimaan total (manfaat ekonomi) pada periode waktu ke-t

(t-1,2,3..,n)

Co

=

biaya investasi awal

Ct = biaya total yang dikeluarkan pada periode waktu ke-t

(t-1,2,3..,n)

(29)

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit Cost Ratio adalah sebagai berikut

BCR > 1 Proyek layak untuk dikerjakan BCR < 1 Proyek tidak layak untuk dikerjakan

2.9 Saluran Pemasaran.

Saluran pemasaran adalah suatu jalur yang dilalui oleh arus barang dari produsen melalui perantara akhirnya sampai ke tangan konsumen. Lebih lanjut Saefuddin (1982), menyatakan bahwa saluran pemasaran merupakan aliran yang dilalui oleh barang dan jasa melalui lembaga pemasaran sampai barang dan jasa tersebut tiba di tangan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu komoditas tergantung dari jarak antara produsen ke konsumen, cepat atau tidaknya komoditas tersebut menjadi rusak, skala produksi, posisi keuangan perusahaan.

Menurut Rihardi (2001), dalam bisnis terdapat tiga pendukung yang memegang peranan penting pada saluran distribusinya. Ketiga pendukung tersebut adalah konsumen, petani, dan perantara. Konsumen merupakan pembeli terakhir. Petani yang langsung berhubungan dengan proses produksi, serta bertanggung jawab terhadap mutu produk yang dihasilkan, sedangkan perantara menyalurkan produk dari produsen ketangan konsumen.

Pola saluran pemasaran komoditi pertanian berbeda dengan pola saluran pemasaran untuk barang-barang industri. Pola saluran pemasaran pertanian berbentuk kali (X), karena produk pertanian dihasilkan secara terpencar-pencar dalam jumlah relatif kecil. Produk dikumpulkan oleh pedagang pengumpul, dijual

(30)

kepada pedagang besar, ke pengecer lalu ke konsumen dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Sudiyono, 2004)

Gambar 2.1 Pemasaran Komoditi Pertanian

(1) (2) (3) (4) (5)

.

Keterangan :

(1). Petani atau produsen produk pertanian. (2). Pedagang pengumpul.

(3). Pedagang besar. (4). Pedagang pengecer. (5). Konsumen.

2.10 Penelitian-Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis kelayakan dan berhubungan dengan tanaman bunga horetnsia, telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti.

Karyana (2006) dengan judul ”Kelayakan Usahatani Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan Strowberi) Pada Rumah Plastik di Desa Pancasari Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng”, menunjukkan usahatani untuk ketiga komoditas tersebut di atas layak untuk diusahakan dilihat dari aspek finansialnya. Hasil analisis diperoleh NPV>0, BCR>1, IRR>i dan analisis sensitivitas dengan biaya

(31)

Aspek non finansial memperoleh rata-rata skor yaitu aspek pasar 4,22, aspek teknis 4,49 dan aspek sosial 4,35. Ketiga komoditas di atas yang paling layak diusahakan adalah tanaman bunga krisan kemudian berturut-turut tanaman stroberi dan paprika. Spesifikasi dari penelitian ini terletak pada pemilihan salah satu komoditi yang harus dipilih berdasarkan pendekatan incremental cost dari masing-masing komoditas tersebut.

Murti (2009) meneliti tentang “Analisis Kelayakan Pengembangan Agribisnis Lidah Buaya Oleh Petani di Kabupaten Gianyar Yang Menjadi Mitra PT Aloevera Bali ” menunjukkan bahwa agribisnis lidah buaya yang diusahakan oleh petani direkomendasikan layak untuk diusahakan dengan skor terboboti sebesar 4,675. Perincian skor terboboti untuk masing-masing kriteria penilaian adalah kelayakan pasar skor terboboti 1,882, kelayakan teknis skor terboboti 0,879, kelayakan sosial skor terboboti 0,960 dan kelayakan finansial skor terboboti 1,00. Penilaian kelayakan secara finansial diperoleh hasil payback period 2,625 tahun, NPV sebesar Rp 98.215.317,00, Benefit Cost Ratio 1,50 dan IRR 32,91% pada tingkat bunga yang berlaku 16% dan BEP 103,399 kg pada Rp 155.098.767,00. Hasil analisis sensitivitas pada saat nilai output turun 10% ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani lidah buaya masih layak diusahakan. Begitu pula pada saat harga input naik 10% ataupun 25% sedangkan faktor lain ceteris paribus secara finansial usahatani lidah buaya masih layak diusahakan. Spesifikasi dari penelitian ini adalah pada pola kemitraan untuk meningkatkan usaha agribisnis lidah buaya.

(32)

Hasil penelitian komoditas Hortikultura (Krisan, Cabai Paprika, dan Strowberi) maupun Lidah Buaya terdahulu ternyata semuanya layak untuk diusahakan dilihat dari kriteria investasi yang meliputi: Payback Period, Net Present Value, Internal Rate of Return dan Benefit Cost Ratio.

Hemadiandari (2006) dengan judul ” Saluran dan Marjin Pemasaran Bunga Hortensia (Hydrangea macrophylla) Di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng”. Hasil penelitiannya menunjukkan bentuk saluran pemasaran bunga hortensia ada tiga tipe saluran pemasaran, yaitu

- Saluran I: Petani Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Luar Desa Konsumen

- Saluran II: Petani Pedagang pengumpul Desa Pengecer Konsumen - Saluran III: Petani Pedagang Luar Desa Konsumen

Ke tiga bentuk saluran pemasaran bunga hortensia menunjukkan bahwa marjin pemasaran tertinggi ada pada saluran II yaitu Rp 3.057,07/kg, sedangkan share harga yang diterima petani tertinggi ada pada saluran pemasaran III dengan share harga 56,46%. Share biaya yang terbesar ada pada saluran pemasaran III dengan share biaya 17,97% dan share keuntungan terbesar ada pada saluran pemasaran I sebesar 84,01% yang dinikmati oleh pedagang pengumpul luar desa.

(33)

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL

Tanaman hias merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomis relatif tinggi apabila diusahakan secara intensif dan komersial. Tanaman ini kalau dikelola dengan profesional akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman hortikultura khususnya bunga hortensia (Hydrangea macrophylla) yang dikenal masyarakat sebagai tanaman hias di pekarangan, juga sebagai tanaman yang bernilai ekonomis, karena dapat dijual untuk melengkapi sarana upacara banten (sesaji) dan berbagai keperluan lainnya.

Informasi dari data yang ada di Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Bali menyebutkan bahwa tanaman bunga hortensia berkembang dengan baik di Kabupaten Buleleng dan Tabanan. Perkembangan yang terbanyak ada di Kabupaten Buleleng yaitu di Kecamatan Banjar dengan sentra produksi di Desa Gobleg.

Masyarakat Desa Gobleg, khusunya yang tinggal di Dusun Asah, sebagian besar penduduknya menanam tanaman bunga hortensia. Masyarakat yang ada di wilayah tersebut pendapatannya sangat tergantung dari usahatani bunga hortensia. Tanaman ini sangat membantu perekonomian masyarakat setempat karena setiap sepuluh sampai dengan lima belas hari sekali dapat mendatangkan penghasilan dari penjualan bunganya.

Dalam pengembangan usahatani bunga hortensia petani perlu mengetahui tentang kelayakan usahanya ditinjau dari aspek finansial, aspek teknis, aspek

(34)

pasar dan aspek sosial. Usahatani bunga hortensia yang diusahakan selama ini oleh masyarakat belum memperhatikan kelayakan usahanya. Dengan demikian informasi mengenai kelayakan sangat diperlukan untuk pengembangan usahatani bunga hortensia apabila dikaitkan dengan investor atau diusahakan sendiri oleh petani.

Analisis mengenai kelayakan usahatani bunga hortensia dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya dan kualitatif dari aspek teknis, apek pasar dan aspek sosial. Setelah dilakukan analisis dari masing-masing aspek tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap masing-masing aspek tersebut. Untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang keterkaitan masing-masing aspek, sehingga diperoleh penilaian kelayakan pada setiap aspek sebagai dasar untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait, maka akan dibuat kerangka pemikiran konseptual seperti pada Gambar 3.1.

(35)

Gambar 3.1

Kerangka Pemikiran Konseptual Kelayakan Usahatani Bunga Horetensia (Hydrangea macrophylla) di Desa Gobleg

Usahatani Bunga Hortensia

Kelayakan Usahatani Bunga Hortensia

Metode Analisis

Kriteria Investasi

undiscounted

Pay Back Period Aspek Teknik

Aspek Sosial

Kuantitatif Deskriptif Kualitatif

Aspek Finansial Aspek Pasar Kriteria Investasi discounted NPV IRR BCR Layak/Tidak Rekomendasi Analisis Sensitivitas Kendala Teknis dan Non Teknis

Pemerintah Petani

(36)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilaksanakan di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan sebagai berikut.

1. Dusun Asah Gobleg adalah merupakan satu-satunya dusun dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg penduduknya menanam bunga hortensia. 2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai analisis kelayakan usahatani

bunga hortensia di Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Waktu penelitian direncanakan bulan April sampai Juni 2010.

4.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dengan jumlah keseluruhan populasi 475 orang (Monografi Desa Gobleg,2008). Adapun alasan untuk memilih petani bunga hortensia di Dusun Asah gobleg sebagai populasi karena dari 4 (empat) dusun yang ada di Desa Gobleg hanya dusun tersebut yang petaninya nenanam bunga hortensia. Untuk menentukan ukuran sampel yang diambil tergantung pada variasi populasinya (Indriantoro, 2002). Semakin besar

(37)

dispersi atau variasi suatu populasi maka semakin besar pula ukuran sampel yang diperlukan agar estimasi terhadap parameter populasi dapat dilakukan dengan akurat dan presisi. Selanjutnya Riduwan (2006) menyebutkan sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Dalam penelitian ini pengambilan jumlah sampel dengan menggunakan rumus (Riduwan, 2006): 1 .d2 N N n Di mana: n = jumlah sampel N = jumlah populasi

d2 = presisi yang ditetapkan

Pada penelitian ini tingkat ketelitian atau keyakinan yang dikehendaki adalah 90% atau dengan tingkat presisi yang diharapkan 10% atas dasar pertimbangan bahwa untuk penelitian sosial tingkat kesalahan masih dapat ditolerir sampai dengan 10%. Jumlah petani bunga hortensia yang ada di Dusun Asah Gobleg sebanyak 475 orang. Sampel yang diperoleh dengan mempergunakan rumus di atas dari populasi (N) sebanyak = 475 orang petani bunga hortensia adalah sebesar 83 orang. Jumlah sampel sebesar 83 orang tersebut diambil secara proportional random sampling sesuai dengan strata luas lahan tanaman yang diusahakan. Petani yang dijadikan sampel adalah petani yang sudah beberapa kali menanam bunga hortensia sehingga mereka dapat memberikan informasi yang akurat. Luas lahan yang diusahakan oleh petani bunga hortensia berkisar antara 0,5 ha sampai dengan 3,5 ha, sehingga jumlah sampel yang diambil pada masing-masing strata terdistribusi seperti Tabel 4.1.

(38)

Tabel 4.1

Jumlah Sampel yang Diambil pada Masing-masing Luas Lahan No Luas Lahan (ha) Jumlah Petani

(orang) Jumlah Sampel (orang) 1 < 1,00 314 55 2 1,00 - 1,49 49 9 3 1,50 - 1,99 36 6 4 2,00 - 2,49 31 5 5 2,50 - 2,99 23 4 6 3,00 - 3,49 17 3 7 ≥ 3,50 5 1 Jumlah 475 83

Sumber : Data primer (diolah)

4.3. Jenis, Sumber dan Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Jenis data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kulaitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka yang memiliki satuan hitung dan dapat dihitung atau diukur seperti tingkat pendidikan petani, umur petani, luas lahan, jumlah produksi dan penjualan, harga jual, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan alat, serta biaya lain-lain. Data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk angka, tetapi berupa keterangan atau informasi seperti informasi tentang aspek pasar, aspek teknis, aspek sosial, karakteristik responden, kendala teknis maupun non teknis yang dihadapi petani bunga hortensia .

(39)

Sumber data

Data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dalam hal ini diperoleh dari pihak pertama yaitu petani bunga hortensia sendiri sebagai responden penelitian yang sudah ditetapkan. Jenis data primer yang dikumpulkan antara lain luas lahan, biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, tenaga kerja langsung, umur petani, tingkat pendidikan petani, biaya penyusutan alat, serta biaya lainnya.

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari sumber tidak langsung (sumber kedua) yang biasanya dapat berupa dokumentasi dan arsip resmi dari instansi terkait yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah yang diteliti seperti potensi bunga hortensia dan perkembangan produktivitas bunga hortensia.

4.3.3. Metode pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, ada beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dengan pihak yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu petani bunga hortensia, kelompok tani dan instansi terkait, perantara (pengumpul), dan konsumen. Observasi dilakukan dengan cara meneliti dan mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan petani bunga hortensia terkait dengan penanaman, perawatan dan pemanenan. Observasi juga dilakukan untuk memeriksa kebenaran informasi yang diberikan saat

(40)

wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara melihat catatan yang ada di petani bunga hortensia, kelompok tani bunga hortensia dan instansi terkait yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4.4. Variabel Penelitian

Dalam analisis kelayakan usaha, variabel yang diamati, antara lain: 1) Penerimaan usahatani adalah penerimaan dari kegiatan usahatani. Penerimaan

ini dipengaruhi oleh produksi fisik (jumlah bunga) yang dihasilkan dalam suatu proses produksi selama satu musim tanam dan harga yang terjadi pada saat itu. Dengan demikian penerimaan usahatani merupakan hasil penjualan dari hasil uasahtani tersebut.

2) Modal atau biaya investasi awal adalah biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan yang meliputi: biaya sewa lahan, pembelian alat-alat pertanian, pembelian bibit bunga hortensia, biaya tenaga kerja mengolah lahan, menanam bibit, menyemprot, memupuk, memelihara tanaman, biaya pupuk, biaya obat-obatan, biaya pembuatan pondok.

3) Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani yang meliputi: menggemburkan lahan, pupuk kandang, obat-obatan, biaya tenaga kerja memupuk, menyemprot, memangkas tanaman, memelihara tanaman, memanen, sewa lahan, biaya penggantian alat alat, penggantian pondok, biaya kampil plastik, dan tali plastik.

4) Aspek pasar, berkaitan dengan permintaan terhadap bunga hortensia, kondisi persaingan, saluran distribusi bunga hortensia, harga jual produk, transaksi

(41)

penjualan dilakukan dilokasi usahatani, cara pembayaran sesuai dengan kesepakatan.

5) Aspek teknis, berkaitan dengan penggunaan bibit, penggunaan teknologi, penggunaan saprodi, perawatan tanaman, penanganan panen.

6) Aspek sosial, berkaitan dengan penyerapan tenaga kerja lokal, usaha ramah lingkungan, pertemuan secara berkala, berbagi pengalaman ke petani lain, pengembangan kelompok/ lembaga pemasaran.

7) Kendala teknis yang berkaitan dengan budidaya tanaman bunga hortensia. 8) Kendala non teknis yang berkaitan dengan aspek pasar, aspek keuangan, dan

aspek sosial.

4.5. Analisis Data

Setelah data dikumpulkan melalui kuesioner, observasi, maupun dokumentasi selanjutnya ditabulasi, kemudian dilakukan analisis serta dibuat serta dibuat kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian. Untuk menganalisis kelayakan usaha digunakan analisis sebagai berikut.

4.5.1. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif yang dilakukan untuk menilai kelayakan investasi dari aspek finansial adalah sebagai berikut.

4.5.1.1 Metode undiscounted

Kriteria yang dipakai dalam metode undiscounted adalah payback period. Metode payback period menunjukkan periode waktu yang diperlukan untuk

(42)

menutup kembali uang yang telah diinvestasikan dengan hasil yang akan diperoleh (net cash flow = proceeds). Rumus payback period adalah

Payback Period = x1tahun Bersih Kas Aliran Investasi Nilai di mana :

Nilai investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum tanaman bunga hortensia menghasilkan

Aliran kas bersih adalah penerimaan hasil penjualan bunga hortensia dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengelola

usahatani bunga hortensia

Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan payback period adalah : Jika payback period usahatani bunga hortensia lebih pendek waktunya dari umur ekonomisnya, maka usulan investasi dapat diterima dan sebaliknya.

4.5.1.2 Metode discounted

Kriteria penilaian yang dipakai dengan metode discounted adalah a. Net present value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah seluruh aliran net cash flow yang digandakan dengan discount factor dari tingkat bunga yang telah ditentukan.

NPV dari investasi itu dapat diperoleh dengan menggunakan formulasi sebagai berikut.

n Bt n Ct n Bt - Ct NPV = --- - --- = --- t = 0 (1+i)t t = 0 (1+i)t t = 0 (1+ i)t

(43)

di mana:

Bt adalah benefit usahatani bunga hortensia pada tahun t, yang terdiri dari segala jenis penerimaan yang diterima dari penyelenggaraan usahatani bunga hortensia dalam tahun t.

Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usahatani bunga hortensia pada tahun t, baik berupa biaya investasi maupun biaya operasional.

t adalah periode atau lamanya periode waktu usaha;

n adalah umur ekonomis usahatani bunga hortensia (enam tahun)

i merupakan tingkat bunga (16%) atau opportunity cost of capital yang digunakan sebagai discount rate.

Kaedah penerimaan dan penolakan berdasarkan nilai NPV adalah Jika NPV > 0, berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan. Jika NPV 0, berarti usahatani bunga hortensia tidak layak dilaksanakan

b. Internal rate of return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan Present value kas masuk dengan present value kas keluar dihitung dengan rumus: IRR = ( 2 1) 2 1 1 1 i i NPV NPV NPV i Di mana:

IRR = Internal Rate of Return

i

1 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV1 (positif)

i

2 = tingkat bunga yang menghasilkan NPV2 (negatif)

NPV1 = Net present value pada tingkat bunga ke satu

NPV2 = Net present value pada tingkat bunga ke dua

Perbedaan antara tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif dengan tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif diusahakan tidak melebihi 5%

(44)

dan kemudian dilakukan trial and error sampai perbedaannya menjadi semakin kecil kemudian diinterpolasikan.

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai IRR adalah

IRR > tingkat bunga : berarti proyek diterima IRR < tingkat bunga : berarti proyek ditolak IRR = tingkat bunga : berarti proyek pulang pokok

c. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio (BCR) menunjukkan angka perbandingan antara benefit dengan cost investment.

Adapun rumusnya adalah

BCR(i) =

{

∑ {Bt/(1+i)t }

}

/

{

Co

+

∑{Ct/(1+i)t}

}

Di mana :

BCR(i) = nilai rasio penerimaan total (manfaat) dari usahatani bunga hortensia

dengan biaya-biaya yang dikeluarkan pada tingkat interst rate (16%) per tahun

Bt = penerimaan dari usahatani bunga hortensia selama enam tahun

Co

=

biaya investasi yang dikeluarkan sebelum tanaman menghasilkan

Ct = biaya total yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani bunga hortensia

selama enam tahun

(1+i)t = diskon faktor (DF) yang merupakan faktor koreksi pengaruh waktu terhadap nilai uang pada periode ke-t dengan interest rate 16% per tahun

(45)

Kaedah penerimaan dan penolakan proyek berdasarkan nilai Benefit cost ratio adalah

BCR > 1 berarti usahatani bunga hortensia layak untuk dilaksanakan BCR < 1 berarti usahatani bunga hortensia tidak layak untuk dilaksanakan BCR = 1 berarti usahatani bunga hortensia dalam keadaan break even point.

4.5.1.3 Analisis sensitivitas

Dalam melakukan analisis terhadap suatu investasi, disadari akan adanya ketidakpastian taksiran arus kas yang dibuat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus kas bersih, seperti: unit terjual, harga jual perunit, biaya tetap dan biaya variabel. Apabila salah satu faktor tersebut berubah maka arus kas yang diharapkan akan berubah pula. Analisis sensitivitas menganalisis apa yang akan terjadi terhadap NPV proyek apabila salah satu variabel berubah. Analisis ini jelas dimaksudkan untuk mengetahui perubahan kriteria kelayakan usaha atau investasi akibat perubahan harga dan biaya

4.5.2 Analisis deskriptif kualitatif

Layak tidaknya usahatani bunga hortensia, di Desa Gobleg Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng digunakan analisis deskriptif kualitatif yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, dan aspek sosial. Penetuan sikap atau pendapat petani terhadap masing-masing aspek di atas digunakan analisis deskriptif kualitatif atas hasil pengukuran dengan menggunakan skala likert. Menurut Sugiyono (2006), jawaban atas item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Untuk keperluan analisis dalam

(46)

penelitian ini, maka gradasi yang dipergunakan dengan skor penilaian sebagai berikut : sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2) dan sangat tidak setuju (1).

a. Aspek pasar

Aspek pasar dianalisis didasarkan pada kegiatan pemasaran yang merupakan ujung tombak dari kegiatan agribisnis, erat kaitannya dengan harga komoditi yang diperjualbelikan, pendistribusian, dan persyaratan kualitas produk.

Aspek pasar yang dianalisis menyangkut kegiatan: permintaan terhadap bunga hortensia, pertumbuhan pasar bunga hortensia, kompetisi bunga hortensia dengan bunga jenis lainnya, harga bunga hortensia, cara pembayaran penjualan bunga hortensia.

b. Aspek teknis

Aspek teknis didasarkan atas kegiatan usahatani bunga hortensia yang memerlukan sarana, teknologi, keterampilan, dan lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu pengkajian aspek teknis sangatlah penting karena bunga hortensia mempunyai prospek pasar yang sangat cerah. Aspek teknis yang dianalisis antara lain: penggunaan bibit, perlakuan bibit sebelum ditanam, pengaturan jarak tanam, perawatan tanaman, panen disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

c. Aspek sosial

Penilaian aspek sosial didasarkan atas dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya usahatani bunga hortensia seperti: penggunaan tenaga kerja lokal, usahatani ramah lingkungan, pertemuan secara berkala antar petani , menularkan teknologi ke petani lain dan pengembangan kelompok /kelembagaan.

(47)

Ketentuan yang dipakai untuk menentukan interval kelas dapat dirumuskan oleh Singarimbun dan Effendi (1989) sebagai berikut.

I = ) (Jumlah kelas Jarak Keterangan : I : Interval kelas

Jarak : Nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah Jumlah kelas : Jumlah katagori yang ditentukan.

Jumlah skor tertinggi adalah 5 dan jumlah skor terendah. 1, sehingga interval kelas dapat dihitung:

5 1 5

= 0,8.

Hasil dari pengukuran tersebut, selanjutnya diinterprestasikan dengan katagori pencapaian skor seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2

Katagori Pencapaian Skor Aspek Pasar, Teknis, dan Aspek Sosial

No

Klasifikasi Skor

Aspek Pasar Aspek Teknis Aspek Sosial

1 1,00 - 1,80 Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik Sangat Tidak Baik

2 > 1,80 - 2,60 Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik

3 > 2,60 - 3,40 Cukup Cukup Cukup

4 > 3,40 - 4,20 Baik Baik Baik

5 > 4,20 - 5,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik

(48)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali, yang terletak antara 8003'40" – 8023'00" Lintang Selatan dan 1140 25'55" – 1150 27'28" Bujur Timur. Sebagian besar wilayah Kabupaten Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian Selatan, sedangkan di bagian Utara sepanjang pantai merupakan dataran rendah. Berdasarkan kondisi topografi, Kabupaten Buleleng mempunyai ketinggian yang bervariasi yaitu berkisar antara 0 sampai dengan 1.500 meter di atas permukaan laut.

Kabupaten Buleleng terbagi menjadi sembilan kecamatan dan 127 desa dengan luas wilayah 1.365,88 km² dengan penggunaan lahan sebagai berikut: Perkebunan 21,43%, sawah 8,06%, hutan negara 35,64%, lahan kering 31,85% dan lainnya 3,02%. Ssalah satu dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng adalah Kecamatan Banjar yang terdiri 17 desa. Sebagian wilayahnya merupakan dataran rendah (dekat pantai) dan sebagian lagi merupakan daerah dataran tinggi yang punya potensi untuk pengembangan tanaman hortikultura.

Desa Gobleg merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Banjar. Secara administrasi wilayah Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dibatasi oleh beberapa desa sebagai berikut.

Gambar

Gambar 5.1 di atas menunjukkan bahwa  pola produksi tanaman bunga hortensia  seperti  parabola

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan pada Gambar 2 tersaji hasil analisis kandungan radionuklida pemancar a dan B dalam sedimen yang berasal dari 5 iokasi pengambilan cuplikan yang'

1) Agar visi dan misi serta program - program yang telah ditetapkan dapat dicapai secara optimal, maka Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Bandung akan lebih

patogen diambil dengan menggunakan cork borer ditumbuhkan bersama pada media yang sama dengan jarak antara bakteri endofit dengan jamur patogen adalah 3 cm

Upaya peningkatan kemampuan membaca mahasiswa diawali dengan langkah membaca, serta menguasai teknik membaca cepat dan efektif (Nurhadi .2005). Setelah mahasiswa

Mail Boxes Etc (Zeus Logistics Sdn Bhd) Petronas Service Station Bukit Tinggi 2, Lot 1, Persiaran Batu Nilam,.. Bandar Baru Bukit Tinggi,

Dari hasil pengolahan data pengukuran diketahui bahwa keberadaan mineral logam ditunjukkan dengan adanya zona konduktif. Hal ini karena logam merupakan penghantar listrik

Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sari daun beluntas kurang dari 30% tidak dapat digunakan untuk teat dipping, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan sari

Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Hukum pada Universitas Indonesia di Jakarta Yang Dipertahankan Di Hadapan Sidang Terbuka Senat Guru Besar Universitas Indonesia Dibawah