• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem agribisnis bunga potong terdiri dari subsistem yang saling terkait, saling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sistem agribisnis bunga potong terdiri dari subsistem yang saling terkait, saling"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Sistem agribisnis bunga potong terdiri dari subsistem yang saling terkait, saling tergantung dan saling mempengaruru satu sarna lain. Keberhasilan kegiatan suatu sistem sangat ditentukan oleh keberhasilan bekeIjanya seluruh subsistem atau komponen sistem tersebut. Adanya gangguan (inefisiensi) pada salah satu subsistem akan membawa pengaruh besar terhadap subsistem yang lain.

Menurut Bunasor (1989), sistem agribisnis bunga potong di Indonesia dapat dicirikan sebagai berikut:

a. Subsistem pengadaan input dan penyaluran sarana produksi; yang meliputi bibit (umumnya impor), pupuk, obat-obatan, lainnya.

b. Subsistem usahatani (budidaya); pada umumnya petani/pengusaha usahatani bunga berpendidikkan rendah, takut mengambil resiko, bersifat tradisional, serta modal dan lahan yang terbatas. Sebagai akibatnya mereka k:urang dapat melihat dan sekaligus memanfaatkan kesempatan ekonorni yang ada. Peran penyuluh dalam hal ini sangat diperlukan bukan saja untuk upaya alih teknologi tetapi tidak kalah pentingnya dalam mengubah sikap berusaha menjadi "bus sines oriented" yang dapat dihubungkan melalui kemampuan mengelola. Hal ini penting mengingat usaha bunga (pada proses produksi) memerlukan penanganan yang serius dan telaten menyangkut penerapan cara-cara budidaya (bukan saja sebagai ilmu tetapi juga sebagai seni).

(2)

c. Subsistem pemasaran; meliputi pembakuan mutu, pengolahan (kemasan), penyimpanan (mengingat vase life yang terbatas, butuh tempat berpendingin khusus), dan distribusi mulai dari petani sampai ke tangan konsumen. Yang masih menjadi masalah sampai saat ini adalah, hanya sebagian kecil saja para petani bunga yang menjual langsung kepada konsumen, keadaan ini menyebabkan harga yang diterima petani relatif sangat rendah dibandingkan harga yang harns dibayar konsumen.

Sebagai bagian dari produk hortikultura, komoditi bunga potong secara umum dicirikan oleh karakteristik spesifik agribisnis yang berbeda dengan bisnis lainnya. Diantaranya yaitu, karakteristik alarni komoditas pertanian yang umumnya adalah bulky dan perishable mengakibatkan agribisnis bunga potong menjadi usaha yang memerlukan penanganan cepat, tepat wah.-ru, musiman, dan biaya tataniaga serta tingkat resiko usaha (pengembalian investasi) yang tinggi akibat ketergantungan yang besar terhadap faktor eksternal seperti iklim, keadaan alam, harga, dan strnktur pasar. Sehingga dalam penanganannya hams dilaksanakan hati-hati, terntama penanganan pascapanen yang meliputi pemeliharaan, pemetikan (untuk bunga potong), pembersihan, penyeleksian, pengawetan (memperpanjang kesegaran bunga), pengangkutan dan pemasarannya.

4.2. Permintaan Bunga Potong

Komoditi bunga potong secara komersil dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bunga keranjang, jambangan, karangan bunga, upacara pernikahan,

(3)

upacara-upacara resmi kenegaraan dan berbagai acara penting lainnya. Komoditi ini dapat berbentuk bunga kering maupun dalam keadaan segar yang tahan dalam penylmpanan.

Sejalan dengan perkembangan jumlah perumahan, perkantoran, hotel, restoran dan berbagai acara penting lainnya serta didukung dengan pendapatan perkapita yang semakin membaik, permintaan bunga potong di dalam negeri mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Soerojo, 1989). Meskipun demikian, peningkatan produksi bunga potong di Indonesia belum diikuti oleh peningkatan jumlah permintaan yang seimbang di dalam negeri. Hal ini dicerminkan dari masih rendahnya jumlah permintaan dalam negeri untuk komoditi bunga potong dibanding dengan komoditi hortik.'Ultura lain, seperti sayur -sayuran, dan buah-buahan. Tetapi terdapat kecenderungan konsumen untuk menggunakan bunga yang didatangkan dari luar negeri sehingga meskipun produksi dalam negeri terus meningkat tetapi impor Indonesia untuk bunga potong tetap besar terutama untuk jenis bunga tertentu dan saat-saat tertentu (lin Hasim, 1992). Konsumsi terhadap bunga potong anggrek di DKI Jakarta ditinjau dari jumlah masih menempati posisi pertama (60 sampai 80 persen) sedangkan bunga potong non anggrek yang banyak digemari masyarakat secara berurut adalah Mawar, Krisan, Gladiol, Sedap malam dan Anthurium (Yayasan Bunga Nusantara, 1991). Namun pada tahun belakangan ini selera konsumen bergeser dimana krisan menempati posisi penjualan tertinggi barn kemudian diikuti oleh mawar,

(4)

gladiol dan anthurium (Hasim, 1992). lni menunjukkan bahwa selera konsumen terus berubah.

Peningkatan pennintaan terhadap bunga potong di Indonesia belum seluruhnya diiln:ti dengan peningkatan produksi, meskipun pertumbuhan produksi meningkat berkisar antara 40 persen hingga 60 persen setiap tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh BCI dan NEREM dalam BPEN (1993), konsumsi bunga potong terbesar diantara daerah pemasaran tersebut adalah Jakarta yang menyerap 855,5 ribu tangkai atau sekitar 66.52 persen dari total konsumsi nasional di daerah survei setiap minggunya. Kota pengkonsumsi bunga terbesar kedua adalah Medan yang menyerap 109 ribu tangkai (8.47%), kemudian diikuti oleh Bandung dengan jumlah 103,7 ribu tangkai atau sekitar 8.06 persen setiap minggunya (Tabel 1).

Tabell. Jumlah Bunga Potong Yang Terjual Setiap Minggu di Beberapa Kota di Indonesia (ribuan tangkai)

I· Bunga .• Jakarta· .Medml Bandung Surabaya .' M,lang Denpasor

s _

.trJUllg .total. >. ...•.•... ..•.... .

...

.

...

.

.'.

Pandang

....

Anggrek 225.5 15,0 6.2 4,0 5,5 6,0 3.7 10.2 276,1 Ma\V1U' 330.9 0.0 35.0 7.0 7,0 8.8 0.0 0.0 388,7 Krisan 58.7 10.0 10,0 4,7 6.0 0.9 0.8 0.0 91.1 Gerbera 149,2 40.0 15.0 29.0 25,0 0.0 20,0 0.0 258.2 Gladiol 54.7 15.0 12,5 11,0 10.0 14,0 10,0 0,0 117,2 AnyeJir 17,3 10,0 15.0 4,0 8,7 3.0 4,0 0.0 62,0 Anturium 19,2 19,0 10,0 5,7 2.8 5.0 1.0 0,0 58,7 Total 855,5 109,0 103,7 65,4 65,0 37,7 39,5 102 1286.0

Sumber: Bel dan NEREM daIam BPEN (1993)

Sebagai salah satu sumber devisa dari sektor nonmigas, produksi bunga potong Indonesia sebagian diekspor ke luar negeri. Dari Tabel 2. dalam periode lima tahun terakhir (1990-1994), ekspor bunga potong Indonesia mengalarni peningkatan volume sebesar 57.75 persen dan peningkatan nilai sebesar 93.92 persen setiap tahunnya.

(5)

Kenaikan nilai yang mencolok terjadi pada tahun 1992 sebesar 191,73 persen, meskipun volume ekspornya mengalami penurunan sebesar 30.07 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat itu harga ekspor bunga potong Indonesia di pasaran luar negeri mengalami peningkatan.

Tbl2 Eks a e

.

!por unga otong B P Ind oneSla a un . T h 1990 1994

-.

···Tahun··· VolUme (Kg) . ... Nilai (US$) .

1990 235.867 263.261

1991 904.566 763.098

1992 632.512 2.226.188

1993 596.982 2.433.897

1994 496.378 2.062.941

Sumber: Biro Pus at Statistik, 1995

Tetapi memasuki tahun 1993 terlihat bahwa kecenderungan volume ekspor Indonesia mengalami penurunan rata-rata sebesar 11.22 persen dan nilai ekspornya juga menurun, yakni sebesar 2.95 persen setiap tahunnya.

Tabel3. Konsumen Bunga Potong di Beberapa wilayah (%)

• • Daerah PemasaraIi ••... > . . ••• ···Konsumen· ....•. ',' .' ...•...•.•...•... .

...

.

...

. ••. Rumah Tangga . " Kantor

...

I .... 'Hotel & restoran

Jakarta 60 30 10 Banduna 60-70 20 10 Semarana 80 10 10 Surabaya 50 30 20 Malang 85 10 5 Denpasar 60 10

I

30 Ujun a Pandang 70 0 30 Medan 75 10 15 Range 50-85 0-30 5-30

Sumber: Bel dalam R Soerojo (1989)

Permintaan bunga potong non anggrek di DKI Jakarta mencapai 630.000 tangkai per minggu di hari biasa, dengan konsumen terbesar adalah rumah tangga yang mencapai kisaran konsumsi 50-85 persen kemudian diikuti oleh hotel dan restoran dengan kisaran 5-30 persen serta kantor dengan kisaran 0-30 persen (Tabel 3).

(6)

Dari hasil proyeksi oleh JPRS (Jakarta Plant Research and Study, 1987) berdasar dari data Dinas Pertanian (1985) terhadap konsurnsi bunga potong di Jakarta rnenunjukan adanya kecenderongan peningkatan perrnintaan bunga (Lampiran 1). Diperkirakan konsumsi bunga potong di Jakarta mulai tahun 1983 hingga tahun 1999 rnengalami peningkatan sebesar 9.76 persen setiap tahunnya. Pada tahun 1985 total perrnintaan bunga potong di Jakarta sebanyak 16046,3 ribu tangkai sedangkan proyeksi pada tahun 1994 sebesar 37241,0 ribu tangkai dan teros meningkat sampai sebesar 58992,1 ribu tangkai pada tahun 1999. Proyeksi konsumsi yang menunjukkan kecenderongan meningkat diharapkan dapa! merangsang petani bunga untuk teros meningkatkan kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya guna memenuhi kebutuhan dan peluang bisnis yang potensial.

4.3. Produksi Bunga Potong

Sistem agribisnis bunga potong di Indonesia umumnya bermula dari kegiatan sambilan sebagai hobbi yang kemudian berkembang menjadi usaha komersil menghidupi keluarga. Oleh karena itu, lazim bila ditemukan usahatani bunga umumnya sederhana dengan teknologi yang konvensional, skala usaha kecil dan lokasi produksi yang rnenyebar tidak merata.

Keragaan pengadaan bibit atau benih unggul bagi petani (pengusaha) bunga di dalam negeri umumnya mengandalkan impor dari perusahaan-perosahaan bunga di luar negeri yaitu BelandaIHolland (Sari, 1996). Bibit bunga rnawar, krisan, dan gladiol ada yang merupakan bibit lokal (dalam negeri) dan ada yang berasal dari Belanda sehingga

(7)

jenis bunga yang dijual di bedakan juga menjadi bunga lokal dan Holland. Walaupun bibit-bibit tersebut berasal dari jenis yang sarna dan ditanam pada daerah dan kondisi yang sarna tetapi memberikan hasil yang berbeda

Masalah lain yang dihadapi petani bunga adalah kondisi permodalan yang terbatas, sehingga menyulitkan dalam peningkatan skala usahataninya (Direktorat Bina Produksi hortikultura, 1989) Akibat terbatasnya modal yang dimiliki mengakibatkan kualitas bibit yang digunakan petani bermutu rendah, karena untuk mendapatkan bibit dengan kualitas prima yang umurnnya masih impor sangat mahal. Dalam proses pasca panen diperlukan pula peralatan untuk penyimpanan, pengemasan serta pengiriman yang baik agar produk bunga tetap teIjaga kesegarannya. Dilain pihak, keinginan petani bunga untuk menambah modal melalui pinjaman kredit tidak gampang karena dinilai beresiko tinggi sehingga pihak perbankan l..-urang bersemangat untuk memberikan kredit (Sutowijoyo, 1991).

Dengan kemajuan teknologi, kini bunga potong tersedia dalam berbagai pilihan, bentuk, warna, dan ukuran. Hal ini secara lang sung menyebabkan produksi bunga potong mengalami peningkatan. Sentra produksi bunga dan tanaman hias di Indonesia yang potensial adalah di Jakarta seluas kurang lebih 27 Ha. Di Jawa Barat sekitar 321 Ha dengan daerah penyebaran Tanggerang, Bogor, Cianjur, dan Lembang. Sentra produksi di Jawa Timur menduduki urutan luas paling besar yakni mencapai 425 Ha (Soerojo, 1987). Dilihat dari luas areal penanaman komoditi bunga dan tanarnan hias sampai dengan tahun 1993 mencapai 1500 Ha yang tersebar di seluruh Indonesia

(8)

dengan perkiraan sekitar 8000 sarnpai 10.000 petani bunga potong tradisional yang tergabung dalarn beberapa koperasi bunga (Asosiasi Bunga Indonesia,1993). Tetapi secara khusus, luas laban budidaya yang dimiliki petani bunga umurnnya sempit, rata-rata kurang dari 2000 meter persegi dan lokasi yang terpencar (Sutowijoyo, 1989).

4.4. Sistem Pemasaran

Untuk kegiatan pemasaran yang dilakukan petani bunga, umurnnya hanya sebagian kecil yang menjual hasil produksinya langsung kepada para konsumen sehingga rantai pemasaran (petani) kepada konsumen cukup panjang. Keadaan ini menyebabkan tingkat harga yang diterima petani relatif sangat rendab dibandingkan dengan harga yang harns dibayar konsumen (Bunasor, 1989). Menurut hasil survei Bel tabun 1987, pasar bunga potong domestik tidak memiliki keterpaduan tetapi merupakan sejumlab pasar yang terbatas dan memiliki pemasok sendiri-sendiri dan umumnya setelah dipanen langsung dibawa ke pasar bunga terdekat atau ke pasar di daerah pertanaman bunga potong tersebut.

Khusus di wilayab DKI Jakarta, secara garis besar ada dua pola utarna saluran pemasaran bunga potong mulai dari petani sarnpai ke konsumen (Sari, 1996):

I. Melalui P3BTHR (Pusat Promosi dan Pemasaran BungaiTanarnan Hias Rawa Belong)

Yakni petani pedagang/ perusabaan bungal pedagang pengumpul (pedagang pengirim) menyalurkan dan menjual bunga potongnya ke P3BTHR. Di P3BTHR bunga disalurkan ke pedagang grosir atau dijual ke pedagang pengecer dan

(9)

2. Tidak melalui P3BTHR

Yakni petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul tidak menyalurkan atau menjual bunganya ke P3BTHR, tetapi langsung mengantarkannya ke pasar-pasar pengecer atau konsumen.

Beberapa alasan yang mendorong petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul menjual bunganya ke P3BTHR adalah penjualan bisa dalam jumlah besar, hemat waktu dan tenaga, serta fasilitas yang lebih balk. Sedangkan alasan yang mendorong untuk langsung menyalurkan atau menjual bunganya ke pasar pengecer, disebabkan adanya hambatan untuk menjual bunga ke P3BTHR karena umumnya pedagang grosir di P3BTHR mempunyai hubungan langganan dengan petani pedagang/ perusahaan bunga! pedagang pengumpul dari suatu daerah tertentu serta semakin lancamya sarana dan prasarana transportasi. Selain itu dapat memperluas jaringan pemasaran untuk meningkatkan volume penjualan.

4.5. Gambaran Umum Produsen Yang bergerak Dalarn Sistem Agribisnis Bunga Potong

Dewasa ini banyak perusahaan yang bergerak dibidang agribisnis bunga potong, baik yang bertindak sebagai produsen maupun sebagai pemasar. Salah satu produsen yang menyuplai bunga potong untuk pasar Jakarta dan telah menjadi anggota ASBINDO adalah perusahaan bunga Winasari. Dalam penelitian ini saluran pemasaran bunga potong mulai dari petani sampai ke konsumen merujuk pada saluran

(10)

pemasaran dua (Sari, 1996) yang tidak melalui P3BTHR (Pusat Promosi dan Pemasaran BungaiTanaman Hias Rawa Belong). Yakni perusahaan bunga tidak menyalurkan atau menjual bunganya ke P3BTHR, tetapi langsung mengantarkannya ke pasar-pasar pengecer atau konsumen. Gambaran UhlUm produsen di lakukan dengan pendekatan gambaran umum perusahaan bunga potong Winasari.

4.5.1. Sejarah Perkembangan Perusahaan

Kebun Winasari merupakan anak perusahaan dari perusahaan agribisnis dan perdagangan PT. Almira Prima Indah~ yang mengelola perkebunan bunga khususnya bunga potong di 1ereng gunung Salak. Sejarah berdirinya Winasari diawali dari kegiatan hobi yang kemudian berkembang secara komersial, dengan semakin meningkatnya permintaan produk bunga potong.

Perusahaan Kebun Winasari didirikan pada tahun 1990 dengan luas areal tanam 2500 m2 Melihat prospek pengembangan tanaman hias khususnya bunga potong yang kian cerah maka pada tahun 1991 Winasari mulai bergerak secara komersial. Salah satu caranya adalah dengan menambah luas areal tanam secara bertahap menjadi 3200m2 Tahap kedua, pada bulan Agustus 1992 dilakukan lagi pena.rnbahan luas areal menjadi 5200 m2 Tahap ketiga, pada tahun 1993 dengan semakin pesatnya permintaan pasar bunga potong maka Winasari melakukan lagi perluasan areal lebih kurang 1 Ha (10.000 m2) dan hingga saat ini (1996) yang telah terlaksana sebesar

(11)

Karena pada awalnya perusahaan ini didirikan hanya berdasarkan hobi, maka sejak berdiri hingga pertengahan tahun 1994 perusahaan ini belum mempunyai badan hukum. Namun kondisi yang demikian agak menyulitkan bagi perusahaan untuk mengembangkan usahanya dan melayani pasar yang lebih luas karena tidak dapat masuk sebagai anggota ASBINDO. Sebagai anggota Asbindo, perusahaan akan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh bibit yang baik dan harga jual bunga potong yang relatif stabil. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sejak pertengahan tahun 1994 perusahaan mulai memikirkan bentuk badan usaha yang akan digunakan. Akhir tahun 1994 resmi perusahaan Winasari bergabung menjadi anak perusahaan PT. Almira Prima Indah yang bergerak dalam bidang agribisnis dan perdagangan.

4.5.2. Lokasi Perusahaan

Lokasi kebun Winasari terletak di Desa Taman Sari, Kecamatan Ciomas, Bogor -Jawa Barat. Kebun ini berada di lereng Gunung Salak yang berjarak 15 Km dari kota Bogor. Sarana jalan yang menghubungkan kebun dengan kota Bogor cukup baik dengan kondisi jalan beraspal, dilalui oleh banyak angh."Utan umum dan truk pengangkut pasir.

Ketinggian daerah mencapai 550 dpJ, jenis tanah Jatosol, suhu harian minimum 15°C dan suhu maksimum 35°C, dengan suhu rata-rata 26°C. Curah hujan rata-rata 472 mmltahun dengan kelembaban nisbi berkisar antara 70 sampai 80 persen (Santoso, 1996). Lokasi kebun yang cukup tinggi dengan kawasan hutan yang berada di atasnya

(12)

menyebabkan kebun mudah untuk memperoleh aIr. Sumber air yang digunakan berasal dari sungai yang ada di gunung. Saluran air yang digunakan untuk membawa air ke kebun dibangun dengan mudah karena tidak melalui rumah atau kebun milik orang lain.

Luas areal keseluruhan kebun Winasari srunpai tahun 1996 mencapai sekitar enrun hektar dengan kondisi lahan yang berbukit-bukit, namun dari keseluruhan luas kebun Winasari tersebut hanya sekitar lima hektar yang telah diusahakan. Penggunaan lahan tersebut antara lain untuk rumah kacalsere sebanyak 54 unit dengan luas 9.514,6 m2 .

Rumah kaca yang digunakan sebagai tempat produksi ketiga jenis bunga potong tersebut dibangun dengan konstruksi rangka besi, dinding kasa (plastik), serta atap menggunakan kayu sebagai rangka dengan penutup plastik bening. Penggunaan lahan lainnya berupa fasilitas seperti rumah tempat tinggal pemilik kebun, tempat tinggal karyawan, kantor, lapangan terbuka (padang rumput), kandang temaklunggas, jalan dan tempat parkir.

4.5.3. Struktur Organisasi dan Karyawan

Winasari dipimpin langsung oleh pemilik (owner) perusahaan yang juga menjabat sebagai direktur utruna perusahaan. Direktur utruna membawahi dua manajer divisi yang meliputi manajer divisi produksi dan manajer divisi pemasaran (Lrunpiran 2).

Manajer produksi dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh Asisten Manajer, staf Administrasi serta beberapa orang penanggung jawab lapang yang terdiri dari penangung jawab tanaman utama, tanaman lapang, tanaman pot, tanaman buah,

(13)

logistik dan sanitasi. Penanggung jawab utama bunga potong bertanggung jawab penuh atas kegiatan pembudidayaan dari awal penanaman sampai dengan panen.

Manajer Pemasaran membawahi perangkai bunga dan administrasi yang merangkap sebagai penjual. Bagian pemasaran sebagai ujung tombak distribusi ke konsumen mempunyai peranan sangat penting dalam menyalurkan bunga produksi Winasari, diantaranya menyusun strategi pemasaran, mengembangkan pasar yang ada, membuat peramalan permintaan untuk bunga yang dihasilkan serta menjalin dan menjaga hubungan baik dengan para pelanggan.

Penggolongan karyawan terbagi menjadi dua golongan yakni, (a) Karyawan tetap, adalah karyawan yang pengupahannya atas dasar bulanan, dan (b) Karyawan harian, yang pengupahannya atas dasar harian. Jumlah karyawan seluruhnya adalah 30 orang dengan perincian jumlah karyawan tetap 15 orang dan karyawan tetap harian 15

orang.

Aktivitas di kebun berlangsung setiap hari dari jam 8.00 pagi sampai jam 16.00, kecuali pada saat panen masuk jam 7.00 dan pulang jam 15.00. Sedangkan untuk panen pada hari Minggu ditugaskan beberapa orang berdasarkan gilirannya. Bagi mereka yang tugas jaga pada hari Minggu diperbolehkan mengambil libur satu hari dalam minggu berikutnya.

4.5.4. Hasil Produksi

Dari sebagian besar bibit bunga yang ditanam untuk diproduksi diirnpor dari luar negeri, dengan rekayasa teknologi yang memakan waktu dan biaya yang besar.

(14)

Mahalnya harga bibit dan beban royalti yang ditanggung produsen sampai periode masa tertentu menjadi kendala berantai bagi pengusaha untuk memperbaiki h.'Ualitas produknya. Dipihak lain, pada umumnya pemilik paten dan produsen bibit internasional ragu menjual bibit mereka kepada petani Indonesia, karena takut disalahgunakan dari kontrak perjanjian pembelian dan royalti mereka tidak dibayar. Akibatnya para petani Indonesia hanya dapat membeli dari beberapa perusahaan dan negara tertentu saja. Seperti halnya kebun Winasari yang mendatangkan bibitnya dari pemasok tertentu di Belanda, untuk tanaman krisan berasal dari perusahaan Fides, tanaman gerbera berasal dari Scheurs & florist dan tanaman anthurium berasal dari AVO & Flamingo.

Hasil produksi tanaman utama Winasari terdiri dari bunga potong krisan, gerbera dan anthurium. Kualitas bunga potong mereka belum bisa dikategorikan untuk konsumsi ekspor ke luar negeri, tetapi cukup berarti dalam memenuhi permintaan konsumen di dalam negeri (Jakartal Hal ini disebabkan Imalitas bibit yang digunakan merupakan reproduksi dari tanaman induk terdahulu, dengan kualitas mulai menurun. Sedangkan konsumen di luar negeri sangat kritis, sedikit ditemui adanya kualitas produk di bawah standar mereka tidak akan mau beli. Tidak demikian halnya dengan konsumen di dalam negeri yang lebih condong kepada kuantitas penampilan fisik dan harga semata dalam memilih produk.

(15)

Dari data pada Tabel 4, hasil produksi bunga potong krisan di kebun Winasari selama periode tahun 1995 menempati volume produksi terbesar (159.545 tangkai) diantara ketiga jenis bunga potong tersebut. Hal ini dimungkinkan karena penambahan rumah plastik seluas 4300 m2 (kebun B) khusus untuk tanaman krisan yang terdiri dari 20 unit dengan pertumbuhan produksi lebih dari satu setengah kali dari tahun 1994, T b '4 H a e 0 aSI

0,

P d k ro u SI unga 0 B

P

o ont o

W

O

masan

J enis Bunoa

'.

Tahunl994 (tki) Tahun 1995 (tki) , Pertumbuhan (%)

Krisan 62.734 159.545 154.31

Gerbera 139.527 148.976 6.77

Anthurium 15.524 13,076 -15.76

Sumber: Winasari, 1996

Bunga gerbera menempati urutan kedua dengan 22 varietas, ditanam dalam II rumah plastik mengalarni pertumbuhan produksi sebesar 6.77 persen tahun 1995 menjadi 148.976 tangkai. Sedangkan untuk jenis anthurium terdiri dari enam varietas sebanyak 11 rumah plastik, tidak dilakukan perluasan areal tanam karena jumlah permintaan konsumen relatif sedikit bahkan terjadi penurunan produksi karena serangan hama pada sebagian tanaman produksi anthurium.

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, PDAM Tirta Muara mampu mencukupi kebutuhan air yang harus di salurkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat, dengan debit air yang mampu di produksi PDAM Tirta

Dalam penelitian ini yang menjadi data yang menjadi fokus pelaksanaan pembelajaran yang sudah dilakukan pada siklus satu dan dua dalam penelitian ini adalah proses upaya

Apersepsi dalam penelitian ini dilakukan sesuai dengan pernyataan Mansur yaitu untuk mengaitkan materi yang telah dimiliki mahasiswa dengan materi yang akan

Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi  besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia  bantu, seperti

Peneliti menyimpulkan bahwa Bapak Ainus Syuhada dan Ibu Sulastri dalam memaknai pesan dalam tayangan drama kolosal Tutur Tinular versi 2011 adalah film yang menayangkan kembali

Sebagai persiapan pelaksanaan kegiatan, pelaku program di tingkat desa dan kecamatan menyiapan dokumen-dokumen untuk keperluan pencairan dana BLM yang akan diajukan ke KPPN,

Karena masih dalam tahap awal perkembangan, dapat dimaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Adanya Pengaruh Aplikasi Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) disertai Media Audio Visual terhadap Hasil