• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau. suatu kesepakatan dengan orang lain, maka timbullah suatu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau. suatu kesepakatan dengan orang lain, maka timbullah suatu"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Jual – Beli BBM

1. Jual – Beli

a. Pengertian Perjanjian

Melihat dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Untuk membuat suatu perjanjian dalam hal membuka usaha pasti muncul yang namanya hubungan, hubungan tersebut didasari atas suatu kesepakatan dengan orang lain, maka timbullah suatu perjanjian guna untuk melancarkan usahanya.

R. Subekti memberikan definisi tentang perjanjian yaitu, “Perjanjian adalah peristiwa hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.12

Perjanjian dilakukan atas dasar sepakat, untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dari kedua belah pihak yang berupa barang dan harga.

Menurut Rutten dalam Purwahid Patrik, perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua orang atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas

(2)

26 beban pihak lain, atau demi kepentingan dan atas beban

masing-masing pihak secara timbal balik.13

b. Pengertian Jual Beli

Perjanjian jual beli dapat dijumpai di dunia perdagangan, perjanjian jual beli biasanya identik dengan barang dan harga. Menurut KUH Perdata Pasal 1457, definisi perjanjian jual beli adalah bahwa jual beli merupakan suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan suatu barang, sedang pihak lain (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan atas penjualan tersebut.

Sifat konsensual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang berbunyi; “jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.

Sesuai dengan asas konsensualisme, yang menjiwai perjanjian dari KUH Perdata adalah bahwa perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya kata “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. c. Saat Terjadinya Jual Beli

13 Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, CV. Mandar Maju, Bandung, 1984, hlm.

(3)

27 Dalam perjanjian jual beli terdapat unsur pokok yaitu adanya barang dan harga, sesuai dengan asas konsensualitas yang menjiwai hukum perjanjian.

Konsensualisme/konsensualitas berasal dari perkataan “konsensus” yang berarti kesepakatan. Kesepakatan adalah diantara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesuaian kehendak.

Sepakat bukan berarti kehendaknya sama, bahwa yang mereka kehendaki adalah sama dalam kebalikannya. Maksud dalam kehendak yang sama dalam kebalikannya. Misalnya; yang satu ingin melepaskan hak miliknya atas suatu barang asalkan diberi sejumlah uang tertentu sebagai gantinya, sedang yang lain ingin memperoleh hak milik atas barang tesebut dan bersedia

memberikan sejumlah uang.14

Hukum perjanjian dari KUHPerdata menganut asas konsensualisme yang artinya, menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus.

Sifat konsensualisme dari perjanjian jual beli secara khusus ditegaskan dalam Pasal 1458 KUH Perdata yang berbunyi;

(4)

28 “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan atau harganya belum dibayar”. Suatu perjanjian dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjiian yaitu syarat subyetif maupun syarat obyektif (Pasal 1320 KUH Perdata) yakni;

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Maksudnya kedua subyek (orang) ini mengadakan perjanjian yang sudah disepakati. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik, si penjual menginginkan sejumlah uang, sedangakan si pembeli menginginkan sesuatu barang dari si penjual.

2) Kecakapan untuk membuat perjanjian.

Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian, jika ia oleh Undang-Undang dinyatakan tidak cakap.

3) Suatu hal tertentu

Berkaitan dengan obyek perjanjian (Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata). Perjanjian yang dikategorikan dalam Pasal tersebut yaitu;

a. Obyek yang akan ada, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

(5)

29 b. Obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi obyek perjanjian).

4) Adanya suatu sebab (kausa) yang halal

Barang yang dibuat obyek dalam perjanjian sepanjang

tidak bertentangan dengan norma-norma, kesusilaan,

ketertiban umum, dan Undang-Undang yang berlaku. d. Para Pihak dalam Jual Beli

Setiap jual beli pasti menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut;

Kewajiban Penjual dan pembeli bahwa;

a. Penjual (Pelaku usaha) menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual-belikan. Hak milik penjual yang diserahkan berupa penjualan BBM.

b. Pembeli (konsumen) berkewajiban membayar dengan harga pembelian BBM yang telah ditetapkan sesuai dengan perjanjian yang disepakati.

Pelaku usaha berkewajiban melayani pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Jika konsumen membeli BBM dengan harga 4 (empat) liter, ukuran takaran yang keluar harus 4 (empat) liter sesuai dengan harga yang telah disepakati, tidak boleh

(6)

30 kurang dan/atau lebih. Setelah itu pelaku usaha dapat meminta pembayaran dari konsumen.

2. Bahan Bakar Minyak (BBM) a. Pengertian Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar adalah segala sesuatu yang dapat diubah

menjadi energi.15 Bahan bakar memiliki kandungan zat/energi

bersifat panas dan dapat dilepaskan serta dimanipulasi. Undang-undang No. 22 Tahun 2001 Pasal 1 angka 11 menyebutkan Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah

dari Minyak Bumi.16 Menurut wujudnya bahan bakar dibedakan

kedalam tiga bentuk, yaitu: 17

a) Bahan Bakar Padat Bahan bakar padat memiliki bentuk padat. Sebagian besar menjadi bahan bakar padat menjadi sumber panas. Contohnya kayu dan batubara.

b) Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang memiliki sifat struktur tidak rapat. Bila dibandingkan dengan bahan bakar padat, molekul pada bahan bakar cair dapat bergerak bebas tidak seperti pada bahan bakar padat. Bensin, solar, dan minyak tanah adalah contoh dari bahan bakar cair yang biasa dipakai pada kendaraan rumah tangga, dan industri.

15 Rifki Darma, ”Pengertian Bahan Bakar dan Jenis”,

https://www.scribd.com/doc/84603075/Pengertian-Bahan-Bakar-Dan-Jenis, (diakses pada tanggal 18 Mei 2019, pukul 14:29).

16 Undang-undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 1 angka 11. 17 Rifki Darma, ”Pengertian Bahan Bakar dan Jenis”,

https://www.scribd.com/doc/84603075/Pengertian-Bahan-Bakar-Dan-Jenis, (diakses pada tanggal 18 Mei 2019, pukul 14:29).

(7)

31 Pada minyak petroleum mentah memiliki kandungan keempat kelompok senyawa, tetapi memiliki perbandingan presentase

yang berbeda.18

c) Bahan Bakar Gas

Bahan bakar gas terdapat dua jenis, yaitu Compressed Natural Gas biasa disebut CNG dan Liquid Petroleum Gas yang disebut LPG. CNG terdiri dari kandungan unsur metana sementara LPG adalah campuran dari unsur butana, propana

dan bahan kimia lainnya.19

Bahan bakar minyak masuk kedalam jenis bahan bakar cair. Bahan bakar ini adalah bahan bakar yang kandungan strukturnya tidak rapat dan molekulnya dapat bergerak bebas, hal ini

berlawanan dengan jenis bahan bakar padat.20

b. Jenis – jenis Bahan Bakar Minyak

Bahan bakar minyak dibagi kedalam beberapa jenis hydrocarbons yang berasal dari minyak bumi dan juga dalam beberapa campuran lain. Sifat yang mudah menguap pada mesin merupakan bentuk dari hydrocarbons dan campuran yang digunakan pada BBM. Sifat yang mudah menguap ini dikenal dengan instilah “volatility”. Volatility pada minyak mentah lebih rendah bila dibandingkan dengan yang ada pada BBM. Sehingga

18 Ibid. 19 Ibid. 20

Wikipedia, “Bahan Bakar”, https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_bakar, (diakses pada tanggal 18 Mei 2019 , pukul 14:36).

(8)

32 perlu dilakukannya destilasi dan penyulingan pada minyak mentah agar menjadi BBM dan dapat digunakan.

Dalam proses destilasi memiliki kelemahan, yaitu BBM yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan proses

penyulingan.21 Hasil penyulingan minyak bumi akan didapatkan

berbagai jenis bahan bakar minyak. Berikut ini adalah jenis bahan

bakar minyak yang ada di Indonesia: 22

a) Avgas (Aviation Gasoline) Avgas adalah bahan bakar minyak khusus yang dihasilkan dari minyak bumi. Bahan bakar ini memiliki kandungan nilai octane dibawah 100 dan juga ada yang diatas 100. Di Indonesia Avgas memiliki kandungan nilai octane pada angka 100-130.

b) Avtur (Aviation Turbine) Avtur dibuat untuk bahan bakar pesawat dengan sistem mesin turbin (external combution) atau pesawat mesin jet.

c) Bensin Bahan bakar jenis bensin merupakan bahan yang paling banyak digunakan, karena bahan bakar ini digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Di Indonesia bahan bakar ini memiliki berbagai macam nilai mutu octane. Nilai mutu ini dihitung dari Randon Octane Number (RON) yang kemudian dibedakan dengan tiga jenis, yaitu:

1) Premium (RON 88)

21 Ibid. 22

Dinar Energy, “Macam-Macam Bahan Bakar”, https://www.dinarenergy.com/2015/02/macam-macam-bahan-bakar-minyak-bbm.html, (diakses pada tanggal 18 Mei 2019, pukul 16:07).

(9)

33 Bahan bakar jenis premium dapat dilihat dari warnanya yang berwarna kekuning. Bahan bakar ini disebut juga dengan petrol atau gasoline motor.

2) Pertalite (RON 90)

Merupakan bahan bakar gasoline yang memiliki angka oktan 90 serta berwarna hijau terang dan jernih ini sangat tepat digunakan oleh kendaraan dengan kompresi 9:1 hingga 10:1.

3) Pertamax (RON 92)

Pertamax RON 92 termasuk kedalam jenis bahan bakar bensin yang memiliki mutu nilai octane tinggi.

4) Pertamax Plus/Turbo (RON 95)

Bahan bakar Pertamax Plus/Turbo memiliki nilai octane 95 keatas.

a) Minyak Tanah (Kerosene)

Jenis bahan bakar minyak tanah atau kerosen memilki titik didih 150 °C dan 300 °C.

b) Minyak Solar High Speed Diesel (HSD) Bahan bakar cair jenis solar yang memiliki nilai catane 45.

c) Minyak Diesel (MDF)

Minyak Diesel (MDF) hasil penyulingan dari fraksi minyak bumi mentah dan memiliki kandungan warna hitam.

(10)

34 d) Minyak Bakar (MFO) Minyak jenis MFO memiliki tingkat

kekentalan yang tinggi dibandingkan minyak diesel e) Biodiesel

Biodiesel adalah gabungan dari unsur petroleum dan sumber terbaru seperti minyak nabati dan hewani yang menjadi alternatif bahan bakar jenis diesel.

f) Pertamina Dex

Pertamini Dex memiliki kandungan ocatane 53 keatas, serta kandungan sulfur dibawah 300 ppm.

3. Tinjauan tentang Jual – Beli Bahan Bakar Minyak (BBM) Indonesia sebagai negara yang luas dan setiap wilayahnya dipisahkan oleh lautan. Oleh karena itu Indonesia haruslah mengatur proses distribusi barang dan jasa ke seluruh pelosok agar ketersediaan barang dan jasa merata. Dari distribusi inilah akan menjadi penentu kestabilan harga. Pola distribusi yang rumit dan panjang seringkali menjadi faktor tinggi harga suatu barang. Selain distribusi kebutuhan pokok, maka ada juga distribusi energi dalam bentuk bahan bakar minyak.

Bahan bakar minyak adalah energi utama penggerak roda perekonomian di Indonesia, maka dari itu proses distribusi bahan bakar minyak diataur kedalam Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (Perpres No. 191 Tahun 2014). Dalam Pasal

(11)

35 2 Perpres No. 191 Tahun 2014 menyebutkan jenis bahan bakar minyak yang diditribusikan, yaitu jenis BBM tertentu, jenis BBM khusus penugasan, dan jenis BBM umum. Pengertian jenis BBM tertentu yang dimaksud pada Pasal 1 angka 1 Perpres No. 191 Tahun 2014 ialah; “Jenis BBM Tertentu adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi yang telah dicampurkan dengan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi), harga, volume, dan konsumen tertentu dan diberikan subsidi”.

Pasal 1 angka 2 Perpres No. 191 Tahun 2014 jenis BBM khusus penugasan ialah; “Jenis BBM Khusus Penugasan adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi yang telah dicampurkan dengan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dengan jenis, standar dan mutu (spesifikasi) tertentu, yang didistribusikan di wilayah penugasan dan tidak diberikan subsidi”. Pasal 1 angka 3 Perpres No. 191 Tahun 2014 jenis BBM umum ialah; “Jenis BBM Umum adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi dan/atau bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak Bumi yang telah dicampurkan dengan Bahan Bakar Nabati

(12)

36 (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dengan jenis, standar dan

mutu (spesifikasi) tertentu dan tidak diberikan subsidi”.23

Secara umum proses pendistribusian baham bakar minyak di Indonesia bermula dari Singapura melalui pengiriman kapal tanker, kemudian diolah di kilang-kilang minyak yang ada di Indonesia untuk dijadikan bahan bakar jenis tertentu yang akhirnya didistribusikan ke pelosok negeri melalui SPBU Pertamina, agen, dan penyalur resmi yang memiliki izin.

B. Tinjauan Umum tentang Takaran Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Kewenangan Balai Metrologi Legal yang Menera Alat Ukur dalam Pelaksanaan Undang – undang Nomor 2 Tahun 1981

1. Pengertian dan Peran Metrologi Legal

Pengertian Metrologi disebutkan dalam pasal 1 point a Undang – Undang Nomor 2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal “Metrologi ialah ilmu pengetahuan tentang ukur-mengukur secara luas”. Menurut studinya United Nations Conference on Trade and

Development (UNCTAD) menyatakan bahwa Metrologi adalah

ilmu tentang pengukuran, termasuk didalamnya satuan ukuran beserta standarnya, instrumen pengukuran dan penerapannya, serta

23

Indonesia, Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Pasal 1 ayat (1)(2)(3).

(13)

37 teori dan permasalahan dalam aplikasi yang berkaitan dengan

pengukuran.24

Manfaat Metrologi dalam kehidupan manusia seperti yang

diungkapkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perdagangan Dalam Negeri, BPPP, Departemen Perdagangan dan Arah Cipta Guna dapat dijumpai dalam berbagai bidang antara lain perdagangan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Dalam bidang perdagangan, kegiatan metrologi sangat erat terkait

didalamnya dengan transaksi jual beli.25 Ada beberapa istilah

penting yang berkaitan dengan kemetrologian seperti konvensi meter (La Convention du Metre) ialah suatu perjanjian internasional yang bertujuan mencari dan menyeragamkan satuan-satuan ukuran dan timbangan, yang ditandatangani dan diselenggarakan di Paris. pada tanggal 20 Mei 1875 oleh para utusan yang berkuasa penuh dari 17 Negara dan ada konpresnsi umum untuk ukuran dan timbangan (La Conference Generale des

Poids et Mesures) ialah konpresnsi yang diadakan berdasarkan

konvensi Meter.

Sedangkan Biro Internasioal adalah untuk ukuran dan timbangan (Le Bureau International des Poids et Mesures) ialah Biro yang dibentuk berdasarkan konvensi Meter. Serta ada Satuan

24 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. 2013. Analisis Penggunaan Alat-Alat Ukur, Takar,

Timbang Dan Perlengkapannya (UTTP) Dalam Perdagangan Barang. www.bppp.kemendag.go.id, akses 26 september 2019, Pkl. 21.15

25

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri. BPPP. 2007. Kajian Sistem Metrologi Legal. www.bppp.kemendag.go.id, acces 26 September 2019. Pkl.21.15

(14)

38 Sistem Internasional (Le Systeme International d’Unites) selanjutnya disingkat SI adalah satuan ukuran yang sistemnya bersumber pada satu ukuran yang didapat berdasarkan, atas yang disahkan oleh konprensi umum untuk ukuran dan timbangan. Adapun satuan ukur yang di sahkan ialah untuk satuan besaran panjang adalah meter, massa adalah kilogram, waktu adalah sekon, arus listrik adalah amper, suhu termodinamika adalah kelvin, kuat cahaya adalah kandela dan kuantitas zat adalah mole. Satuan-satuan tersebut diberi suatu lambang seperti meter dengan menggunakan m, kilogram adalah kg, sekon adalah s, amper adalah A, kelvin adalah K, kandela adalah cd dan mole adalah mol.

2. Takaran Bahan Bakar Minyak (BBM)

Dalam Hal transaksi pembelian BBM sudah selayaknya dan sepatutnya konsumen mendapatkan nilai atau jumlah BBM sesuai dengan nilai yang konsumen beli (Pasal 4 huruf b UUPK). Ketidaksesuaian takaran digolongkan menjadi dua golongan, yang pertama diakibatkan oleh faktor teknis (cuaca, sistem, dan lainnya) dan yang kedua adalah kesengajaan manusia. Perbuatan curang dalam dalam hal takaran adalah suatu tindakan penipuan dan digolongkan sebagai tindak kejahatan- (Penjelasan UU No.2 tahun 1891 tentang Metrologi Legal Pasal 33 ayat 1) yang dapat dilakukan oleh setiap pelaku usaha dalam bentuk apa saja, baik dalam proses produksi, penyaluran maupun penawaran.

(15)

39 Untuk melindungi masyarakat dari ketidaktepatan jumlah dalam pengukuran, pemerintah telah mengaturnya melalui UU No. 2 tahun 1891 tentang Metrologi Legal. Dimana disebutkan bahwa untuk melindungi kepentingan umum perlu adanya jaminan dalam kebenaran pengukuran serta adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan ukur, standard satuan, metode pengukuran dan alat – alat ukur, takar, timbang, dan

perlengkapannya. Adanya standarisasi ini penting untuk

memastikan akurasi dari obyek yang diukurnya yang dapat memberikan jaminan ketepatan pengukuran serta pengendalian mutu.

Pengertian alat takar menurut UU No. 2 tahun 1891 tentang Metrologi Legal, alat takar ialah alat yang diperuntukkan atau dipakai bagi pengukuran kuantitas penakaran. Di sisi lain pengertian alat takar menurut KBBI adalah alat untuk menakar yaitu mengukur banyaknya barang cair, beras, dan sebagainya

dalam satuan liter.26

3. Kewenangan Balai Metrologi Legal yang Menera Alat Takar dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981

Definisi Otoritas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah kekuasaan yang sah yang diberikan kepada lembaga dalam masyarakat yang dimana para pejabatnya menjalankan fungsinya.

26

http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11607/2/TI_312012055_BAB%2011.pdf, diakses pada 10/09/2019, pukul 19.00 WIB

(16)

40 Pada bidang metrologi legal dalam hal pengukuran yang berkaitan dengan regulasi menjadi tanggung jawab Direktorat Metrologi Kementerian Perdagangan. Direktorat Metrologi Kementerian

Perdagangan memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :27

a. Tugas Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, pengawasan serta evaluasi di bidang Kemetrologian.

b. Fungsi Fungsinya meliputi :

1) Penyiapan perumusan kebijakan

2) Penyiapan perumusan standar, norma, kriteria, dan prosedur. 3) Bimbingan dan pelaksanaan teknis

4) Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan di bidang sarana dan tenaga, standar ukuran dan laboratorium, teknik, pengawasan dan penyuluhan serta kerjasama kemetrologian

5) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga

Secara garis besar, tugas pokok dan fungsi Direktorat Metrologi adalah mengelola standar ukuran dan satuan ukuran, melaksanakan tera dan tera ulang UTTP, melakukan pengawasan UTTP dan BDKT serta penyuluhan kemetrologian. Pada era otonomi daerah dengan diberlakukannya Undangundang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah kewenangan dalam pelaksanaan dan pengawasan metrologi legal berada di daerah (Pemerintah Provinsi/

27

http://ditjenpktn.kemendag.go.id/dit-metrologi/tugas-pokok-dan-fungsi. diakses pada tanggal 26 September 2019. Pkl 21.30

(17)

41 Kabupaten/ Kota), Untuk memfasilitasi pelayanan metrologian legal

di daerah dibentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD).28

C. Tinjauan Umum tentang Pertamini 1. Keberadaan Pertamini

Pertamini merupakan stasiun pengisian bahan bakar dari para penjual bensin eceran atau BBM (Bahan Bakar Minyak) yang menggunakan alat pompa manual/otomatis (Pertamini Digital Elektrik) dengan gelas takaran, nama ini diberikan oleh para penjual dan pembeli minyak karena proses penjualannya meyerupai pada SPBU Pertamina namun berukuran kecil dan Pertamini bukanlah istilah resmi. Pertamini berbeda dengan para penjual bensin yang berada di pinggir -  pinggir jalan dengan menggunakan jirigen atau botol.

Pertamini telah ada sekitar tahun 2012 yang sejak saat itu kegiatan usaha penjualan BBM eceran Pertamini mulai marak sampai saat ini. Pertamini sendiri bukan unit usaha dari PT. Pertamina. Meskipun memiliki nama yang hampir sama dengan PT. Pertamina dan dimasukkan ke dalam kelompok bisnis yang ilegal. Sales Executive BBM Retail VI, Pertamina Wilayah Bengkulu, Sigit Wicaksono HP, menyebutkan bahwa yang termasuk ke dalam bagian resmi PT. Pertamina adalah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), stasiun pengisian Bahan

28

Inosentius Samsul. 2015. Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen Melalui Penyelenggaraan Metrologi Legal dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal Ilmiah Negara Hukum: Vol. 6 No. 2. Hlm 174

(18)

42 Bakar Nelayan (SPBN), dan agen premium dan minyak solar (APMS).

Banyak pedagang BBM eceran yang sebelumnya menggunakan botol dan jerigen beralih ke Pertamini yang lebih

mudah dalam penjualan.29 Penjual BBM Pertamini menjual dengan

cara yang sama seperti halnya di SPBU pada umumnya. Mereka menggunakan mesin pompa yang memiliki kapasitas tangki mencapai 200-250 liter setiap mesin pompanya. Pertamini dimiliki oleh orang perseorangan layaknya kegiatan usaha dalam menjual kebutuhan pokok, namun Pertamini menjual BBM yang hanya boleh dilakukan oleh badan usaha yang memiliki izin.

2. Jual Beli Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamini

Mengingat begitu pentingnya manfaat dari penggunaan BBM untuk sehari-hari, dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981, yang mengatur tentang Metrologi Legal, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan PERMENDAG Nomor 8/M-Dag/PER/3/2010 tentang Alat-Alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP) yang Wajib Ditera dan Ditera Ulang diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul kaitannya dengan jual beli Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui Pertamini.

29

Wikipedia, ”Pertamini”, https://id.wikipedia.org/wiki/Pertamini, (diakses pada tanggal 10 Mei 2019, pukul 15.00)

(19)

43 Apabila dahulu penggunaan BBM hanya digunakan untuk kendaraan wajib kemiliteran, namun saat ini seiring dengan pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi menyebabkan perubahan yang mendasar dibidang bisnis dan industri yang sangat membutuhkan Bahan Bakar Minyak dalam pengoperasiannya.

Perjanjian jual beli BBM antara pelaku usaha dengan pihak konsumen dapat menimbulkan hak dan kewajiban antara kedua belah pihak yang harus dipenuhi. Salah satu hak dari konsumen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha adalah berhak menerima BBM, sedang kewajiban konsumen membayar dengan sejumlah harga perliternya kepada pelaku usaha. Pelaku usaha juga memiliki hak yaitu hak menerima pembayaran dari konsumen, dan berkewajiban memberikan barang yang berupa BBM kepada konsumen dengan ukuran takaran yang sesuai.

D. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Konsumen 1. Perlindungan Hukum

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan perlindungan adalah (1) tempat berlindung; (2) perbuatan (hal dan sebagainya) memperlindungi. Pemaknaan kata perlindungan secara kebahasaaan tersebut memiliki kemiripan atau kesamaan unsur-unsur yaitu (1) unsur-unsur tindakan melindungi; (2) unsur-unsur-unsur-unsur pihak pihak yang melindungi;(3) unsur cara-cara melindungi. Dengan

(20)

44 demikian, kata melindungi dari pihak-pihak tertentu dengan

menggunakan cara-cara tertentu.30

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Hukum Perlindungan Konsumen menurut Janus

Sidabalok31 adalah hukum yang mengatur tentang pemberian

perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Yang diatur terkait dengan hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban pelaku usaha serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban tersebut.

Pengertian dari perlindungan konsumen menurut

Nasution32 adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau

kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen atau keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.

30 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 19991. Edisi Kedua. Cetakan ke-1. Kajarta. Balai

pustaka.Hal.595

31 Janus Sidabalok. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung. Citra Aditya

Bakti. Hal. 45.

(21)

45 Rumusan Pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-weang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya menjamin

kepastian hukum bagi konsumen.33

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ada dua persyaratan utama dalam perlindunga Konsumen yaitu, adanya jaminan hukum (law guarantee) dan adanya kepastian hukum (law certanty). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini, telah memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, yaitu harapan agar konsumen mendapatkan perlindungan yang layak untuk kerugian yang dideritanya akibat mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Perlindungan tersebut tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah tetapi juga terhadap barang-barang yang membahayakan kehidupan manusia. Umpamanya makanan,

obat-obatan dan minuman.34 Perlindungan yang diberikan terhadap

konsumen bermacam-macam, dapat berupa perlindungan eonomi, sosial, politik .

33 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta. PT.Raja

Grafindo Persada Hal.1.

(22)

46 Perlindungan konsumen yang paling utama dan yang menjadi topik pembahasan ini adalah perlindungan hukum. Perlindungan hukum merupakan bentuk perlindungan yang utama karena berdasarkan pemikiran bahwa hukum sebagai sarana yang dapat mengakomodasi kepentingan dan hak konsumen secara komprehensif. Di samping itu, hukum memiliki kekuatan memaksa yang diakui secara resmi di dalam negara, sehingga dapat dilaksanakan secara permanen. Berbeda dengan perlindungan institusi lainnya seperti perlindungan ekonomi atau politik

misalnya, yang bersifat temporer atau sementara.35

2. Perlindungan Konsumen menurut Undang – undang Perlindungan Konsumen

a. Pengertian Konsumen

Dalam pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan bahwa setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian Konsumen di Amerika Serikat dan MEE, Kata “Konsumen” yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai” . Namun, di Amerika Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”,

35

Wahyu Sasongko. 2007. Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen. Penerbit UNILA.Bandar Lampung. Hal.30-31

(23)

47 baik korban tersebut pembeli, nukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan pemakai,karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan oleh korban yang bukan

pemakai.36

b. Asas – asas Perlindungan Konsumen

Seperti yang telah tercantum dalam Pasal 2 UUPK dalam penjelasannya, perlindungan konsumen berasaskan;

1) Asas manfaat: dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;

2) Asas keadilan: dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat

dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan

kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;

3) Asas keseimbangan: dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan Pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen: dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;

Asas kepastian hukum: dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

c. Tujuan Hukum Perlindungan Konsumen

36

Agus Brotosusilo.1998.Aspek-Aspek Terhadap Konsumen dalam Sistem Hukum di Indonesia. Jakarta. YLKI-USAID. Hal.46

(24)

48 Pasal 3 UUPK menetapkan enam tujuan perlindungan konsumen. Tujuan hukum perlindungan bagi konsumen adalah untuk;

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang

mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Upaya dalam melindungi kepentingan hak-hak konsumen serta pelaku usaha maka Undan-Undang Perlindungan Konsumen mengatur hak serta kewajiban konsumen dan pelaku usaha secara menyeluruh. Salah satu perwujudan dan tanggung jawab pelaku

usaha terhadap konsumen adalah dengan pelaksanaan

kewajibannya dengan berdasarkan itikad baik. d. Hak dan Kewajiban Konsumen

1) Hak – Hak Konsumen

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan mengenai Hak Pelaku usaha yaitu sebagai berikut:

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

(25)

49 2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif;

8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Bob Widyahartono 37 juga menyebutkan bahwa

deklarasi hak konsumen yang dikemukakan oleh Jhon

37

Bpb Widyahartono dalam buku Happy Susanto. 2008. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta Selatan. Visi Media. Hal.24

(26)

50 F.Kennedy, menghasilakn empat hak dasar konsumen (the four

consumer basic right)yang meliputi hak-hak sebagai berikut :

a. Hak utuk Mendapat dan Memperoleh Kemanan atau The Right

to be Secured

b. Hak untuk Memperoleh Informasi atau The Right to be

Informed

c. Hak untuk memilih atau The Right to Choose

d. Hak untuk Didengarkan atau The Right to be Heardd.38

Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam

perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang

tergabung dalam The International Organization of Consumer

Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti hak

mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009: 30).

2) Kewajiban Konsumen

Kewajiban Konsumen di atur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:

a) membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

38 Ibid.

(27)

51 b) beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa;

c) membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d) mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa

perlindungan konsumen secara patut. e. Pengertian Pelaku Usaha

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.39

Pengertian pelaku usaha diatas cukup luas karena meliputi grosir, pengecer dan sebagainya. Cakupan luasnya pengertian pelaku usaha ini memiliki persamaan dengan pengertian pelaku usaha dalam masyarakat Eropa terutama negara Belanda, bahwa yang dapat dikualifikasi sebagai pelaku usaha adalah pembuat produk jadi dengan maksud untuk dijual-belikan dalam transaksi

perdagangan.40

Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dijelaskan bahwa Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

39

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, hal 8.

(28)

52 yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Menurut Abdulkadir

Muhammad.41

f. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

41 Abdulkadir Muhammad dalam huku Tan Kamello. 1998. Makalah “Praktek Perlindungan Bagi

Konsumen di Indonesia Sebagai Akibat Produk Asing Di Pasar Nasional”. Disampaikan Pada Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Hukum Perdagangan, (Medan: Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Suamtera Utara. Hal.8.

(29)

53 Kewajiban Pelaku Usaha dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

(30)

54 Kecenderungan masyarakat konsumen hanya bersandar kepada sejumlah lembaga advokasi konsumen, sesuai dengan pasal 44 UUPK, yaitu dengan adanya pengakuan pemerintah terhadap lembaga perlindungan Konsumen swadaya masyarakat yang mempunyai kegiatan yang meliputi, penyebaran informasi dalam rangka. Meningkatkan kesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan jasa, memberikan nasehat kepada konsumen yang memerlukannya, bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan

perlindungan konsumen, membantu konsumen dalam

memperjuangkan haknya, dan termasuk menerima keluhan atau

pengaduan konsumen.42

e. Larangan bagi Pelaku Usaha

Larangan bagi Pelaku Usaha terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen BAB IV Pasal 8 sebagai berikut:

1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

42

Wibowo Tunardy. Pengertian Pelaku Usaha serta Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha. http://www.jurnalhukum.com diakses tanggal 30 Mei 2019

(31)

55 b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau

(32)

56

netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat

sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk

penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

1) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

f. Tanggung jawab Pelaku Usaha

Tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen tercantum dalam UUPK Pasal 19 yang diterangkan dalam ayat (1) sampai dengan (5);

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan;

2) Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang

(33)

57 dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi;

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan;

5) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada

pihak-pihak terkait.43

43

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Edisi Revisi 2006), PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 72.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Di Indonesia hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKKRI) 2012 mengungkapkan beberapa perilaku berpacaran remaja yang belum menikah, antara lain: remaja

Pada saat semua sel konduksi pada jantung (nodus SA, nodus AV, serat Purkinje) menghasil- kan impuls, nodus SA menghasilkan impuls lebih cepat, sehingga dapat mem- batalkan

Hasil dari diskusi bersama pemuda dan masyarakat Peneleh mereka sepakat akan menghidupkan kampung mereka melalui keberadaan napak tilas HOS.Cokroaminoto masyarakat bisa

Administrasi merupakan salah satu tolak ukur berkembangnya suatu organisasi dengan pesat. Administrasi berkaitan erat dengan pengolahan data yang saat ini sesuai

Foto Kopy Ijazah Pendidikan Terakhir 1 Lembar.. A.n Ketua/Rektor

Namun peristiwa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 2:4 harus dipahami sebagai sebuah penggenapan atas janji Bapa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 1:5,

Berdasarkan uraian tersebut, maka suatu pernikahan yang walinya berpindah dari wali nasab (karena ketiadaannya) ke wali hakim sebagaimana diatur dalam Pasal 23