• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN PERAWAT DALAM PENERAPAN RJP DI ICU RSI SAKINAH MOJOKERTO

EKO JOKO PURNOMO 11001110

Subject : Resusitasi, Jantung, Paru, Pemahaman, Perawat

DESCRIPTION

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis. Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru. Perawat penting memahami penerapan RJP karena tindakan ini sangat penting untuk membantu pasien yang mengalami henti jantung dan nafas. Tujuan peneliti adalah mengetahui pemahaman perawat dalam penerapan RJP di ICU RS Islam Sakinah Kabupaten Mojokerto

Jenis penelitian ini deskriptif. Variabel dalam peneliti adalah pemahaman perawat dalam penerapan RJP. Populasi dan sampel sebanyak 12 orang perawat, teknik sampling dengan menggunakan total sampling. Penelitian dilaksanakan di RS Islam Sakinah Kota Mojokerto pada tanggal 06-08 Mei 2014 dengan menggunakan kuesioner. Kemudian di olah melalui tahap editing, coding, scoring, tabulating, dan di sajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat RS Islam Sakinah memiliki pemahaman yang baik tentang penerapan Resusitasi Jantung Paru ( RJP ) yaitu sebanyak 10 responden (83,3 %) memiliki pemahaman yang baik dalam penerapan RJP.

Resusitasi jantung merupakan salah satu serangkaian tindakan penyelamatan nyawa untuk meningkatkan angka kelangsungan pasien henti jantung mendadak. Perawat harus memahami tentang pengertian, tujuan, prosedur, tindakan, indikasi. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup. Perawat yang telah memahami penerapan RJP dengan baik seharusnya dapat melaksakan dengan benar di rumah sakit terhadap pasien henti jantung dan nafas. Pemahaman perawat terhadap penerapan RJP di pnegaruhi oleh usia, pendidikan, masa kerja, informasi, budaya dan ekonomi, lingkungan Oleh karena itu perawat hendaknya meningkatkan ilmu tentang pemahaman tentang RJP dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan agar lebih baik lagi.

ABSTRACT

(2)

The type of this study is descriptive. The variables in this study are the understanding of nurses in the aplication of CPR. Population and sample amount 12 nurses, the sampling techniques use total sampling. The research had been conducted in RSI Sakinah Mojokerto on May 6 to 8 2014, wih using questionnaire. Then the data will be processed with editing, coding, scoring, tabulating, and are presented in frequency distribution table.

The result showed that nurses in RSI Sakinah Mojokerto have good understanding of aplication of Cardiac Pulmonary Resuscitation (CPR) amount 10 nurses respondent ( 83,3%)

Cardiopulmonary resuscitation is one of a series- saving measure to improve the survival rate of sudden cardiac arrest patients. The nurses need to understand about he meaning, purpose, procedures, actions, indications. This technique is given to victims of cardiac arrest and abnormal breathing but still alive. The nurses who have understood well the aplication of CPR should apply it to patients with cardiac arrest and abnormal breathing. In the hospital, their understanding of it affected with age, education, years, of service, information, culture and economic, environment. Therefore the nurses should improve their science about understanding of CPR and improve the health quality service the better again.

Keyword : Resuscitation, Heart, Lung, Understanding

Contributor : Dr. Nurwidji , MHA ., M . Si : Vonny Nurmalya M, S.Kep.Ns.

Date : 14 Mei 2014

Type Material : Laporan Penelitian

URL :

Right : Open Document

Summary : Latar Belakang, Metodologi, Hasil Penelitian, Simpulan dan Rekomendasi

LATAR BELAKANG

Resusitasi jantung paru adalah serangkaian usaha penyelamatan hidup pada henti jantung. Walaupun pendekatan yang dilakukan dapat berbeda-beda, tergantung penyelamat, korban dan keadaan sekitar, tantangan mendasar tetap ada, yaitu bagaimana melakukan RJP yang lebih dini, lebih cepat dan lebih efektif (AHA, 2010).Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan petugas kesehatan dalam mengambil keputusan untuk melakukan RJP tidak kalah pentingnya untuk menolong pasien agar tetap selamat. Semakin cepat seorang pasien yang mengalami henti jantung diberikan bantuan hidup dasar dengan RJP dari saat ia mengalami henti jantung maka kemungkinan untuk tetap dapat bertahan hidup besar. (Pratondo,2010).

(3)

Nov 2012).Resusitasi elektif yang dilakukan pada tahun 1940an dan awal 1950 seperti perawatan pernafasan intensif meningkatkan harapan hidup pasien poliomyelitis bulbar dari 15% menjadi lebih dari 50%. Satu dekade kemudian, 14 dari 20 pasien (70%) yang ditangani dengan pemijatan jantung paru tertutup dapat bertahan hidup. Kouwenhoven et. al., melaporkan bahwa tingkat pemulangan pasien di RS John Hopkins berkisar 14% pada tahun 1985, dan di bawah 10% pada tahun 1994. Tingkat kesuksesan sekitar 70% tidak pernah dipublikasikan.5 Keuntungan terbesar dari tindakan RJP, dengan kemungkinan hidup lebih dari 20%, telah dilaporkan pada henti jantung selama tindakananestesi, overdosis obat, dan penyakit jantung koroner atauaritmia ventriculer primer. Pada tahun 1995 tingkatpemulangan pasien hanya sekitar 17% (Sampurna, 2009).

Tenaga kesehatan yang merupakan ujung tombak untuk peningkatan derajat kesehatan seharusnya lebih meningkatkan pengetahuan untuk menunjang perilaku dalam melakukan pelayanan kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu tingkat pengetahuan. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (melihat dan mendengar). Pengetahuan juga sangat erat dengan pendidikan, sebab pengetahuan didapat baik melalui pendidikan formal maupun informal (Notoatmodjo, 2010).Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.Sehingga penatalaksanaan resusitasi jantung paru dilaksanakan sesegera dan sedepat mungkin diberikan. Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan. Resusitasi dilakukan pada infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes, hipoksia akut, Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal, tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup (Sthash, 2012). Dari hasil studi pendahuluan sebanyak 5 perawat di ruang ICU di jadikan studi pendahuluan kami.

(4)

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif. Variable penelitian yang di teliti adalah Pemahaman Perawat Dalam Penerepan RJP di ICU RSI Sakinah Kabupaten Mojokerto. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di ICU RSI Sakinah Kabupaten Mojokerto tahun 2014 sebanyak 12 orang perawat. Tekhnik sampling yang di gunakan adalah Total Samplingdengan jumlah sample 12 orang perawat. Penelitian ini dilakukan di ICU RSI Sakinah Kabupaten Mojokerto. Penelitian ini dilakukan tanggal 10 april - 10 Mei 2014. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner menggunakan indikator baik, cukup dan kurang dari 12 responden diklasifikasikan semua kriteria : 1) Pemahaman Perawat Baik, 2) Pemahaman Perawat Cukup, 3) Pemahaman Perawat Kurang. Tekhnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemberian skor untuk menghitung nilai pemahaman perawat. Guna memudahkan interpretasi hasil analisis, peneliti menggunakan tabel distribusi frekwensi pada penyajian data.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar perawat RS Islam Sakinah berumur lebih dari 25 tahun yaitu sebanyak 8 responden, lebih dari setengah perawat RS Islam Sakinah berpendidikan D3 Keperawatan sebanyak 11responden, lebih dari setengah perawat RS Islam Sakinah juga bekerja selama < 5 tahun yaitu sebanyak 7 responden, lebih dari setengah perawat RS Islam Sakinah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 8 responden, sebagian besar perawat RS Islam Sakinah memiliki pemahaman yang baik tentang penerapan RJP yaitu sebanyak 10 responden.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa sebagian besar responden sebanyak 10 responden (83,3%) pemahaman tentang RJP baik dan sebagian kecil responden sebanyak 2 responden (16,7%) pemahaman tentang RJP cukup.

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo, 2010).

Resusitasi jantung paru merupakan salah satu serangkaian tindakan penyelamatan nyawa untuk meningkatkan angka kelangsungan pasien henti jantung mendadak (Ningsih,2012). Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis ( Khakarangga, 2013). Menurut Wong, yang dikutip dalam (Krisanty.dkk, 2009), Resusitasi Jantung-Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru.Cardio Pulmonary Resusitation (CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan kekondisi normal (Nettina, 2006).Resusitasi jantung paru (RJP), atau juga dikenal dengan cardio pulmonier resusitation (CPR), merupakan gabungan antara pijat jantung dan pernafasan buatan. Teknik ini diberikan pada korban yang mengalami henti jantung dan nafas, tetapi masih hidup (Jaya, 2013)

(5)

Resusitasi Jantung-Paru (RJP) adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru ( Krisanty,2009). Resusitasi jantung paru merupakan salah satu serangkaian tindakan penyelamatan nyawa untuk meningkatkan angka kelangsungan pasien henti jantung mendadak (Ningsih,2012). Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan gawat darurat akibat kegagalan sirkulasi dan pernafasan untuk dikembalikan ke fungsi optimal guna mencegah kematian biologis ( Khakarangga, 2013).

Perawat harus bisa mengembalikan fungsi kerja jantung dan nafas pada pasien dengan gangguan henti nafas dan henti jantung. Pemahaman ini di butuhkan untuk memulihkan tanda-tanda vital pasien yang berdampak baik untuk kesembuhan pasien.

Dari parameter Tujuan RJP di dapatkan lebih dari setengah responden Cukup dalam pemahaman tentang Tujuan RJP sebanyak 9 responden (75%).

Tujuan bantuan hidup dasar ialah untuk oksigenasi darurat secara efektif pada organ vital seperti otak dan jantung melalui ventilasi buatan dan sirkulasi buatan sampai paru dan jantung dapat menyediakan oksigen dengan kekuatan sendiri secara normal (Latief, 2009).

Perawat harus bisa memahami tujuan RJP untuk memberikam bantuan hidup bagi pasien yang mengalami henti jantung dan nafas agar dapat memulihkan kerja jantung dan nafas pasien.

Dari parameter prosedur RJP di dapatkan lebih dari setengah responden Cukup dalam pemahaman tentang Prosedur RJP sebanyak 9 responden (75%).

Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut:pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien (Krisanty. dkk,2009). Prosedur CPR menurut (Nettina,2006;Thygerson,2006), adalah terdiri dari airway, breathing dan circulation. Sesuai dengan teori thygerson (2006) ada 4 rangkaian tahapan dalam RJP yaitu early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advancecare, dari hasil penelitian ini di dapatkan lebih dari setengah responden Cukup dalam memahami prosedur RJP yang sesuai dengan teori di atas.

Perawat mampu memahami prosedur RJP yang berdasarkan teori yang fungsinya untuk memberikan bantuan hidup mendasar pada pasien secara berurutan sesuai dengan prosedur yang sudah ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dapatkan lebih dari setengah responden sebanyak 9 responden (75%) Cukup dalam pemahaman pengertian Airway.

(6)

membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama mengerjakan prosedur-prosedur ini harus dilakukan immobilisasi segaris (in-line immobilization) dan pasien/korban harus diletakkan di atas alas/permukaan yang rata dan keras (IKABI, 2004). Teknik-teknik mempertahankan jalan napas (airway) antara lain tindakan kepala tengadah (head tilt) ialah tindakan ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah (Latief dkk, 2009). Tindakan dagu diangkat (chin lift) ialah Jari-jemari satu tangan diletakkan dibawah rahang, yang kemudian secara hati-hati diangkat keatas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan secara bersamaan dagu dengan hati-hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher (IKABI, 2004). Tindakan mendorong rahang bawah (jaw-thrust) . Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangkat didorong kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala-leher. (Latief dkk, 2009).

Perawat harus bisa memahami pengertian airway dengan cara membuka jalan nafas pasien untuk memulihkan jalan nafas pasien agar tidak ada gangguan atau kotoran yang menyumbat untuk membantu masuknya oksigen. Tujuannya untuk memulihkan fungsi paru-paru pada pasien.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan sebagian besar responden sebanyak 10 responden (83,3) Baik dalam pemahaman pengertian breathing.

(7)

Perawat harus bisa memahami pengertian breathing atau pernapasan yang dapat memulihkan kerja paru- paru seperti semula dengan mekanisme masuknya udara oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida. Dampaknya dapat membantu pernapasan pasien secara normal.

Hasil penelitian menunujukkan bahwa di dapatkan seluruh responden sebanyak 12 responden (100%) baik dalam pemahaman Tindakan RJP, pada pertanyaan no 9 di dapatkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 10 responden (83,3) baik dalam pemahaman Tindakan RJP.

Tindakan RJP merupakan suatu tindakan resusitasi jantung dalam usaha mempertahankan sirkulasi darah dengan cara memijat jantung, sehingga kemampuan hidup sel-sel saraf otak dalam batas minimal dapat dipertahankan (Alkatri, 2007). Dilakukan dengan menilai adanya pulsasi arteri karotis. Penilaian ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Bila tidak ditemukan nadi maka dilakukan kompresi jantung yang efektif, yaitu kompresi dengan kecepatan 100 kali per menit, kedalaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung mengembang (pengisian ventrikel), waktu kompresi dan relaksasi sama, minimalkan waktu terputusnya kompresi dada. Rasio kompresi dan ventilasi 30:2 (Mansjoer, 2009). Tempat kompresi jantung luar yang benar ialah bagian tengah separuh bawah tulang dada. Pada pasien dewasa tekan tulang dada kebawah menuju tulang punggung sedalam 3-5 cm sebanyak 60-100 kali per menit.tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan yang baik akan menghasilkan denyut nadi pada karotis dan curah jantung sekitar 10-15% dari normal (Latief dkk, 2009).Periksa keberhasilan tindakan resusitasi jantung paru dengan memeriksa denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan resusitasi dianggap kurang berhasil (Alkatiri, 2007).

Dari fakta di atas di dapatkan bahwa sebagian besar responden baik dalam pemahaman RJP sesuai dengan teori di atas dan dapat mengaplikasikan pada pasien yang membutuhkan bantuan pijat jantung. Perawat dapat melakukan dengan baik tindakan RJP pada pasien gagal nafas dan jantung sehingga pasien dapat pulih kembali tanpa ada gangguan fungsi tubuh lainnya.

Hasil penelitian menunujukkan bahwa di dapatkan sebagian besar repsonden sebanyak 10 responden (83,3) baik dalam pemahaman Indikasi RJP.

Tindakan RJP sangat penting terutama pada pasien dengan cardiac arrest karena fibrilasi ventrikel yang terjadi di luar rumah sakit, pasien di rumah sakit dengan fibrilasi ventrikel primer dan penyakit jantung iskemi, pasien dengan hipotermi, overdosis, obstruksi jalan napas atau primary respiratory arrest (Alkatiri dkk, 2007). Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif), antara lain: bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit (oleh karena biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi pada saat ini), pada keganasan stadium lanjut, payah jantung refrakter, edema paru-paru refrakter, syok yang mendahului arrest, kelainan neurologic yang berat, serta pada penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut (Alkatiri dkk, 2007).

(8)

dari pasien, sehingga pasien dapat pertolongan pertama terutama pada pasien henti nafas dan jantung segera dapat di tangani dengan baik.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemahaman perawat, misalnya usia, pendidikan, lama bekerja, informasi, lingkungan, budaya dan ekonomi (Erfandi, 2009). Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini (Erfandi, 2009).

Hasil Penelitian pada faktor umur didapatkan bahwa sebagian besar perawat RS Islam Sakinah berumur >25 tahun yaitu sebanyak 8 responden (66,7%) dan kurang dari setengah berusia 23-25 tahun (33,3%).

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan peneliti tentang pemahaman perawat tentang penerapanRJPdipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur, pendidikan, jenis kelamin serta lamanya bekerja di RS Islam Sakinah Kabupaten Mojokerto.Hal ini disebabkan karena tenaga kesehatan memiliki umur yang mapan, rasa ingin tahu, tingkat pendidikan yang baik, serta pengalaman kerja tentang RJP sehingga pemahaman perawat dapat di asah sehingga pemahaman tersebut menjadi baik dalam penerpan RJP .usia madya umumnya lebih bertanggung jawab dan lebih teliti dibanding dengan usia muda, hal ini terjadi kemungkinan usia yang lebih muda kurang berpengalaman, sesuai data yang didapatkan dari lapangan bahwa perawat yang tergolong usia madya memiliki pemahaman yang baik tentang penerapanRJP.

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan (Erfandi, 2009).

Pada faktor pendidikan didapatkan sebagian besar perawat RS Islam Sakinah berpendidikan D3 Keperawatan sebanyak 11 responden (91,7%) dan sebagian kecil dengan pendidikan S1 Keperawatan sebanyak 1 responden (8,3%).

Pendidikan mempunyai peran penting dalam pemahaman yang baik untuk melakukan tindakan keperawatan yang termasuk melakukan tindakan resusitasi jantung paru yang mampu melakukan hal tersebut dengan baik. Jika pemahaman perawat sudah baik, maka kemampuan atau skill akan mengikuti sendiri karena sering melakukan tindakan RJP.

(9)

Pada faktor lamanya bekerja didapatkan lebih dari setengah perawat RS Islam Sakinah juga bekerja selama < 5 tahun yaitu sebanyak 7 responden (58,3%) dan sebagian kecil responden bekerja selama > 5 tahun yaitu sebanyak 6 responden (41,7%).

Masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama masa kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri dengan pekerjaanya. Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin lama perawat bekerja mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka. Para perawat yang relatif baru cenderung kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi. Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesiessebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu (Anonym,2013)

Pada faktor jenis kelamin didapatkan bahwa lebih dari setengah perawat RS Islam Sakinah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 8 responden (66,7%) dan sebagian kecil jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 4 orang (33,3%).

Jenis kelamin antara pria dan wanita tidak terlalu jauh dalam perbedaan pemahaman dan mencari informasi yang formal. Biasanya wanita lebih teliti dan mencerna informasi, pria lebih mendapat informasi secara aktif dan rasa ingin tahu yang tinggi.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Ruang Intensive Care Unit RSI Sakinah Mojokerto pada tanggal 06-08Mei2014didapatkan bahwa sebagian besar perawat di ICU RSI Sakinah memiliki pemahaman yang baik dalam penerapan RJP yaitu sebanyak 10 responden (83,3%).

SARAN

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman perawat dalam penerapan RJP, meliputi faktor usia, pendidikan, lama bekerja, informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan.

2. Bagi Perawat

Di harapkan perawat dapat meningkatkan kemampuan pemahaman tentang penerapan RJP sehingga dapat meningkatkan kemampuan skill dengan pemahaman yang sudah baik.

3. Bagi Rumah Sakit

Di harapkan rumah sakit meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam penerapan RJP sehingga dapat mengurangi angka kematian pasien dengan henti nafas dan henti jantung.

ALAMAT CORRESPODENSI

EMAIL : Joe_buster08@yahoo.com

No. HP :

Referensi

Dokumen terkait

(anajer QA harus punya otoritas dan tanggung jawab penuh untuk menjalankan semua tugas sistem mutu)jaminan

Pada saat dilakukan studi UKL/UPL dilakukan, di lokasi rencana penambangan batuan Sirtu tersebut tidak dijumpai pemukiman penduduk yang berada di sepanjang bantaran sungai Pangiang

Aplikasi ekstrak rebusan daun pepaya dengan konsentrasi yang berbeda dapat menekan pertumbuhan Colleto- trichum gloeosporioides penyebab penya- kit antraknosa pada

Oleh karena F hitung lebih kecil dari F tabel (0.892 &lt; 1.69), maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan antara relevansi nilai buku ekuitas sebelum

Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), dimana salah satu entrinya adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu

1. Dengan banyak menjamurnya pasar modern, banyak konsumen yang enggan berbelanja di pasar tradisional karena terbatasnya fasilitas. Untuk meningkatkan eksistensi

Kurve epidemi kasus mingguan menunjukkan pola yang hampir sama antara kejadian demam chikungunya dan DBD di Kota Yogyakarta yaitu tren peningkatan kasus dimulai pada minggu ke-8

Kedua, kendala yang dihadapi oleh penegak hukum dalam memberikan perlindungan hukum bagi pelaku dan korban tindak pidana narkotika menurut Kompol Ari Sumarwono,