• Tidak ada hasil yang ditemukan

Editing Televisi Apa yang Perlu Diperhat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Editing Televisi Apa yang Perlu Diperhat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Editing Televisi, Apa yang Perlu

Diperhatikan?

28 Agustus 2013 in Editing | by Diki Umbara | Tinggalkan komentar Editing Televisi, Apa yang Perlu Diperhatikan?

Diki Umbara

Paska produksi sebagai salah satu bagian penting di penyiaran televisi harus didukung oleh sumberdaya manusia serta teknologi penunjang sehingga keberlangsungan siaran televisi akan terjaga dengan baik. Industri yang mensupport baik hardware maupun software terus membuat

inovasi sehingga pengguna akan menjadi dimudahkan.

Industri yang mensupport kebutuhan televisi itu misalnya Sony Electronics, Avid Technology Miranda, Adobe, dan Quantel. Karenanya saat ini production house atau televisi tinggal

memilih produk mana yang paling cocok untuk menunjang kebutuhan di paska produksi tersebut.

(2)

foto: http:// www.colorleasingstudios.com

Semua Tentang Pilihan

Alih-alih menggali sendiri untuk menyesuaikan dengan kebutuhan serta budget yang disediakan, seringkali production house dan bahkan penyiaran televisi di Indonesia ikut-ikutan ketika dia memilih produk untuk paska produski yang akan mereka gunakan. Maka industri televisi dunia biasanya dijadikan kiblat tentang alat apa saja yang mereka gunakan dan adakalanya itu belum tentu cocok atau kompetibel dengan misalnya peralatan lainnya. Hal lain tentu saja tentang budgeting yang bisa jadi akan membengkak karena perhitungan yang keliru.

(3)

gambar: http:// www.poptent.net/

Legalitas

Perihal legalitas software yang digunakan ini memang masalah lain, tak hanya software editing saja bahkan software untuk keperluan lainpun nampaknya masih banyak pengguna di Indonesia yang memakan software illegal. Dengan demikian misalnya berapapun harga software orisinal Adobe Premiere atau Avid Composer menjadi tak masalah, harga menjadi sama dan murah tak masuk akal karena bajakan atau illegal tadi. Ini penulis kira harus segera dihentikan karena bukan tidak mungkin dengan maraknya penggunaan software illegal ini para produsen bisa menuntut si pengguna. Bahkan mereka bisa melakukan itu saat ini juga, jika mereka inginkan. Supporting

Software editing tidak berdiri sendiri, ia akan berkaitan dengan hardware serta software penunjang lainnya. Karenanya tidak bisa begitu saja memilih software editing tanpa melihat hal penting lainnya itu. Software yang canggih akan tak maksimal jika tidak didukung oleh hardware yang bagus. Maka spesifikasi hardware yang disyaratkan oleh software editing harus diperhatikan. Beberapa editor selalu ingin menggunakan software editing versi terkini agar tak terlihat ketinggalan, namu sayangnya kadang ini tidak dibarengi oleh yang memiliki atau mengelola departemen paska produksi dimana editing ada di dalmnya. Hal lain tentang Codec, Codec atau coder-decoder yang mentransfer data satu menjadi data lainnya seringkali diabaikan editor. Padahal di era digital saat ini tak boleh diabaikan. Resolusi gambar, aspek rasio, serta sample rate audio semua ada di codec sebagai supporting pada software penyuntingan gambar. Era Digital

(4)

16 : 9, lebih dari itu akan ada keterkaitan dengan teknologi lainnya bahkan yang diluar teknologi, seperti aspek estetika misalnya.

gambar: http://www.live-production.com

Editor, Sekadar Operator

(5)

foto: http://www.cheapfilmmaking.com

Solusi

Penulis yakin selalin beberapa hal yang dipaparkan di atas, masih ada problem lain di paska produksi televisi ini. Sebagai pintu gerbang sebelum program ditayangkan, semestinya paska produksi diberi perhatian yang baik. Kalau perlu top management televise dan atau production house bisa melihat langsung di lapangan. Karena untuk beberpa hal, para supervisor di paska produksi bahkan head of post production memiliki kekurangan sehingga paska produksi di banyak ph dan tv di Indonesia menghadapi problem yang beragam.

Saran penulis bagi para editor, belajar bisa dimana saja termasuk dari internet tentu saja. Bisa juga dengan menonton program luar dan tentu saja amati, banyak sekali acara berskala internasional yang dari sisi penyuntingan gambanrya bagus sekali. Tak mesti meniru, jadikan acara tersebut sebagai referensi. Dan referensi tentu saja sebanyak mungkin. Deadline tidak bisa dihindari, tapi itu semua tidak boleh menjadi penghalang untuk menjadi oarang-orang kreatif di belakang layar.

Editing Televisi: Linear dan Non

Linear

Editing Televisi: Linear dan Non Linear

Oleh Diki Umbara

(6)

mengubah bahan masakan menjadi hidangan yang lezat. Editing tak hanya berkaitan dengan estetika, namun ia akan bersentuhan dengan hal teknis yang dengan kecanggihan teknologi ia bisa dimudahkan. Editing sebagai salah satu hal penting di dalam paska produksi televisi, memiliki beberapa tahapan yakni:

1. Capturing 2. Assembling 3. RoughCut 4. Fine Cut 5. Mastering

Tahapan ini tidak sepenuhnya sama antara editing yang satu dengan editing lainnya tergantung dari jenis acara serta alat editing yang digunakan. Dibagi berdasarkan alat yang digunakan, ada dua jenis sistim editing yakni Linear Editing dan Non Linear Editing. Dua jenis editing inilah yang menjadi bahasan utama pada tulisan ini.

Editing Linear

(7)
(8)

Editing Non Linear

(9)

Kelebihan lain dari editing non linear adalah proses trimming yang memungkinkan editor melakukan koreksi in point dan out point pada setiap potongan serta sambungan gambar. Dengan demikian akurasi penyambungan gambar akan sesuai dengan keinginan si editor. Kesalahan in point bisa dikoreksi baik dikurangi maupun ditambah, hal ini tidak bisa dilakukan pada mesin editing linear apalagi misalnya cutting atau shot yang dikoreksi berada di antara shot sebelum dan setelahnya. Spesial efek baik efek transisi maupun efek dalam video di editing non linear jauh lebih variatif, beberapa non linear editing memungkinkan mendapat digital video effect lebih banyak lagi dari software tambahan atau plug ins. Digital video effect pada non linear editing memiliki fasilitas mengkoreksi warna yang memungkinkan editor mengadjusting warna yang diinginkan.

Manajemen Data

(10)

back up untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan seperti kejadian di atas yang secara tak langsung memang tak berkaitan dengan sistem editing linear atau non linear.

Mana yang Lebih Bagus?

Tidak serta merta editing non linear itu lebih baik dari editing linear. Kedua jenis editing ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada editing linear, penyuntingan gambar dilakukan secara linear atau urut. Ia tak bisa melakukan editing bagian C jika bagian A dan B belum dilakukan. Kelebihan pada editing linear, pengerjaan penyuntingan gambar akan lebih cepat karena ada tahapan yang bisa dilewati dalam editing non linear, yakni tahap capturing atau memindahkan data dari tape/kaset atau data di memory ke dalam komputer.

Editing non linear memiliki kelebihan dimana editor bisa melakukan editing dari bagian mana yang siap ia kerjakan, koreksi atas hasil editing bisa dilakukan dengan mudah serta manajemen data yang lebih baik karena data disimpan di dalam bentuk digital yang bisa diretrive kapan saja untuk kemudian misalnya diambil, ditambah, atau dikurangi. Jadi, pilihannya tergantung dari kebutuhan masing-masing pengguna apakah memerlukan mesin editing linear atau non linear atau mungkin memerlukan kedua jenis editing tersebut.

Dari sisi kebutuhan karena beragam jenis acara serta format tayangan maka stasiun televisi akan memerlukan kedua jenis alat editing ini. Teknologi semakin canggih, beberapa alat editing linear ditambah dengan fitur-fitur yang sebelumnya hanya ada di editing non linear.

Seni Editing Part

2

3 April 2010 in Editing | by Diki Umbara | 2 komentar

(11)

Oleh Diki Umbara

Tujuan dari editing film bukan hanya pada kontinyuitas atau kesinambungan cerita saja, jauh dari itu nilai dramatis tidah boleh diabaikan. Problem editing akan terjadi pada individual shot, apakah dalam shot tersebut merupakan gambar diam atau bergerak, apakah fokus ada pada foreground atau background, seberapa dekat subyek di dalam sebuah frame, apakah subyek berada di tengah atau salah satu sisi frame, bagaimana dengan warna serta cahaya yang ada dalam shot tersebut? Akan menjadi dramatis ketika shot sudah dijukstaposisi, shot ke dua harus punya relasi atau hubungan dengan shot sebelumnya. Hubungan antar shot tersebut harus diperhatikan oleh editor.

Film yang paling sederhana merupakan shot tunggal yang sudah merupakan rangkaian adegan, misalnya : seorang laki-laki memasuki café lalu duduk dan memesan minuman. Akan tetapi bisa jadi shot tunggal yang secara waktu merupakan waktu nyata/realtime ini menjadi tidak menarik, karena tidak ada perubahan komposisi, perubahan sudut pandang, perubahan ritme. Kasus seperti ini yang menjadi perhatian Griffith untuk mencoba membuat apa yang dinamakan dramatic time. Waktu nyata atau real time bisa dilanggar dengan dramatic time, dengan menempatkan shot lain bukan shot tunggal. Editor bisa menempatkan shot

Pemotongan Gambar

Ada dua jenis pemotongan gambar dalam editing, yakni cut dan transisi. Cut berarti perpindahan dari satu shot ke shot berikutnya secara langsung, tanpa ada transisi sama sekali. Sedangkan transisi atau effect transition , jenis sambungan yang menggunakan transisi/antara dari satu shot ke shot berikutnya. Editor bisa menggunakan cut atau transisi tergantung dari dampak atau efek apa yang diinginkan, karena secara prinsip penggunaan ke dua jenis transisi ini akan berbeda. Misalnya, durasi film yang sama akan terasa lebih lama jika dalam fim tersebut menggunakan efek transisi daripada penggunaan cut. Jenis pemotongan cut sendiri dibagi dua, yakni matched cut dan cut away. Match cut berarti ada kesinambungan antar shot satu dengan cut shot

berikutnya. Sebuah sambungan atau cut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penyambungan

Editing tidak boleh membingungkan penonton, ini sebuah prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang editor. Ketika shot disambungkan satu sama lain sehingga menjadi satu rangkaian, maka rangkaian shot tersebut harus dipahami oleh penonton. Barangkali, baiknya editor terlebih dahulu memahami tentang prinsip penyambungan shot, yang terdiri atas : sequence shot, cutting to continuity, classical cutting, thematic montage, dan abstract cutting.

Sequence Shot

Film atau adegan dibuat tanpa menggunakan pemotongan sama sekali atau no cut. Awalnya metode ini dilakukan karena pada awalnya sejarah film, memang belum dikenal dengan

(12)

metode editing. Satu rangkaian adegan dilakukan dalam satu shot tanpa ada pemotongan gambar sama sekali. Misalnya saja, dalam sebuah naskah dituliskan sebuah adegan sebagai berikut :

Dalam sebuah kamar kost, Sari mengambil handphone di atas meja, mengambil tas, lalu

bergegas ke luar kamar. Sutradara yang menterjemahkan naskah ke dalam bentuk bahasa visual, sebetulnya bisa membuat berbagai treatment shot sesuai dengan gagasannya. Contoh adegan di atas misalnya, sutradara bisa membuat beberapa shot serta bisa jadi beberapa angle atau sudut pengambilan gambar. Namun, dengan konsep sequence shot, sutradara hanya membuat satu shot untuk rangkaian adegan tadi. Demikian juga dalam editing, editor tidak usah melakukan

pemotongan atau cutting jika itu dimaksudkan sebagai sequence shot.

Cutting to Continuity

Ketika kita menyambungkan satu shot dengan shot lainnya, seorang editor harus memiliki motivasi atau tujuan yang jelas. Sebuah cerita atau adegan dirangkai dari beberapa shot. Cutting to continuity merupakan sambungan atau cut digunakan untuk melanjutkan cerita, cutting to continue teeling the story. Sebuah cut untuk menyambung scene dengan scene berikutnya. Misalnya, ada beberapa shot sperti ini : 1. Secangkir kopi 2. CU seorang pria 3. Tangan yang mengangkat cangkir kopi 4. Meletakan cangkir 5. Menghela nafas. Jika ke lima shot itu disambung maka akan menghasilkan cerita, misalnya menjadi seorang pria yang sedang meminum kopi. Dan ini yang dinamakan penyambungan untuk membuat satu cerita.

Classical Cutting

Kalau anda suka menonton sinetron atau film India, maka dipastikan kita akan melihat (baik disadari atau tidak) satu konsep penyambungan gambar seperti ini, yakni classical cutting. Yakni sebuah pemotongan untuk memperjelas, mendramatisir atau menggarisbawahi sesuatu (shot),

cutting to clarify, dramatize or underline the previous shot. Hampir sama dengan jenis

sambungan cutting to continuity, bedanya dalam jenis penyambungan ini diharapkan penonton akan mendapatkan efek yang dramatis akan perpindahan gambar ini. Misalnya ada dua tokoh yang sedang berantem dengan ekspresi muka yang marah. Editor melakukan penyambungan beberapa kali pada ke dua tokoh tersebut dengan maksud untuk memperjelas bahwa ada konflik di antara ke dua tokoh tersebut.

Thematic Montage

Sudah sejak dari jaman awal sinema, para sineas Russia telah mencoba beberapa eksperimen penyambungan gambar. Dan yang paling polpuler yang mereka lakukan, dan hingga kini masih berpengaruh pada para sineas dunia yakni metode penyambungan gambar thematic montage. Yakni sebuah cut untuk menyambung satu cerita dengan cerita lain, sebuah cut untuk

menyambung sebuah tesis (shot) dengan tesis (shot) lain; cutting to connect one story to another; cutting to argue one thesis to another.

(13)

lain, petani gandum yang sedang panen. Ketika ke dua scne itu digabungkan, maka seolah-olah akan terjadi invasi tentara pada petani gandum.

Abstract Cutting

Sebuah cut yang tidak untuk menyambung cerita, tidak untuk memperjelas atau mendramatisasi atau menggarisbawahi sesuatu, juga tidak untuk menyambung satu cerita dengan cerita lain; juga tidak untuk menyambung satu thesis dengan thesis lain, maka sebuah sambungan berfungsi hanya sebagai sambungan belaka; cutting is cutting; cutting as cutting

NOTE: Penjelasan tentang metode penyambungan gambar ini akan saya coba jelaskan dengan rinci lagi. Tulisan ini merupakan hasil diskusi di Editor Discussion League yang

diselenggarakan oleh AEI (Asosiasi Editor Indonesia) yang saat diskusi tersebut dimoderatori oleh mas Sastha Sunu, salah seorang editor film serta dosen di IKJ. AEI, memiliki Board of Director, antara lain: Sastha Sunu, Andhy Pulung Widagdo, W. Ichwandiardono, Aline Jusria, Diki Umbara, Chandra Sulistiyanto, dan Ahsan Andrian

Seni Editing part

1

15 Desember 2009 in Editing | by Diki Umbara | 5 komentar Seni Menyambung

Oleh Diki Umbara

Film yang kita tonton sebetulnya merupakan serangkaian ratusan atau bahkan ribuan gambar yang sebelumnya disusun oleh editor. Gambar atau shot dipilih, dipotong, disambung, menjadi sebuah adegan atau scene, scene itu digabungkan yang kemudian terbentuklah sebuah cerita yang utuh. Shot-shot yang sebelumnya berserakan bagaikan sebuah fuzzle yang bisa jadi sulit

untuk dimengerti, ketika disusun terstruktur oleh seorang editor maka akan menjadi satu tontonan yang menarik.

Memilih, memotong, menyambung, menggabungkan shot, tidak semata urusan teknis mekanis sinematik, lebih dari itu akan menjadi urusan rasa atau sense. Nah, jika sebuah karya cipta sudah menggunakan sense maka disadari atau tidak sudah masuk ranah seni. Oleh karena itu editing sebagai bagian tahap proses pembuatan film penulis namai sebagai seni menyambung.

Tulisan Seni Menyambung ini merupakan artikel serial (sekitar 20 seri) yang diharapkan akan menjadi sebuah buku sebagai referensi bagi peminat atau calon editor film di Indonesia.

Semoga bermanfaat.

(14)

Pada awal film pertama kali dibuat tidak mengenal editing, di masa ini film berdurasi pendek sekitar satu menit. Namun ketika film sudah berdurasi panjang sekalipun, seperti Méliès yang sudah berdurasi 14 menit belum ada editing di dalamnya. Film baru

merupakan satu shot saja, pada saat itu kamera merekam adegan tanpa ada interupsi pemotongan shot sama sekali. Editing atau penyuntingan gambar pertama kali dilakukan pada film A Trip to the Moon, percobaan ini dilakukan oleh Edwin S. Porter. Porter melakukan apa yang dinamakan sebagai visual continuity, sebuah gagasan luar biasa yang hingga saat ini masih dianut oleh para penyunting gambar. Dalam filmnya The Life of American Fireman, Porter membuat 20

rangkaian shot menjadi satu rangkaian cerita. Film ini sangat sederhana, seorang pemadam kebakaran membantu menyelamatkan seorang ibu dan anak yang terjebak di dalam sebuah gedung yang terbakar. Dengan durasi 6 menit, Porter memperlihatkan adegan menjadi sebuah rangkaian dramatis penyelamatan ke dua orang itu. Porter melakukan intercut adegan

penyelamatan di dalam ruangan atau interior dengan gambar lain sebuah kebakaran eksterior gedung. Penggabungan antara interior dengan eksterior tersebut membuat satu rangkaian yang dinamis. Penonton akan mengira bahwa ibu dan anak tersebut bener-benar terjebak dalam gedung yang terbakar, padahal eksterior gedung yang terbakar sebetulnya tidak ada ibu dan anak tadi. Inilah yang dinamakan juxtaposition atau juksta posisi, yakni penempatan atau posisi shot. Dengan jukstaposisi memungkinkan akan melahirkan nilai dramatis baru dibandingkan dengan shot yang berdiri sendiri. Percobaan Porter tidak berhenti di situ, dalam film naratif The Great Train Roberry, Porter melakukan eksplorasi lagi. Porter, memiliki andil cukup besar dalam perkembangan konsep editing narrative continuity.

D.W. Griffith

(15)

Griffith melakukan penyambungan gambar dengan tipe shot yang berbeda dan penyambungan tersebut benar-benar match dan ini menjadi titik tolak teori editing populer yakni match-cutting. Berikutnya Griffith melakukan eksperimen lainnya di film Enoch Arden, shot pertama dia gunakan long shot, kemudian medium shot dan terakhir close up. Hal ini dia lakukan dengan alasan mengajak penonton secara emosional melihat secara gradual perubahan komposisi gambar. Pada film ini juga Griffith mencoba melakukan penyambungan cutaway untuk menciptakan nilai dramatis yang baru. Dia juga melakukan pararel cutting dengan scene atau adegan lainnya. Eksperimen pararel cutting ini dia lanjutkan pada film The Lonely Villa. Dia mencoba mengkontruksi sebuah scene dengan menyambung beberapa gambar dengan durasi-durasi yang lebih pendek yang menjadikan scene tersebut menjadi lebih dramatis. Kontribusi konsepsi editing ini banyak diikuti para film maker dan editor hingga saat ini, terutama setelah dia berhasil secara dalam feature panjangnya The Birth of Nation, sebuah film epic perang. Inilah mahakarya Griffith dimana semua gagasan konsepsi editing tercurahkan di sini.

Perkembanganpun terus berlanjut, pengaruh Griffith hamper sampai ke seluruh pelosok dunia, salah seorang yang melanjutkan konsep Griffith adalah Pudkovin asal Russia.

Vsevolod I. Pudkovin

Pengaruh Griffith sampai juga pada filmmaker Rusia, akan tetapi ada inovasi lain yang dilakukan oleh Pudkovin. Dia mencoba cara lain dari intuisi classical cuttingnya Griffith, dalam bukunya Pudkovin menulis :

The film director [as compared to the theater director], on the other hand, has as his material, the finished, recorded celluloid. This material from which his final work is composed consists not of living men or real landscapes, not of real, actual stage-sets, but only of their images, recorded on separate strips that can be shortened, altered, and assembled according to his will. The elements of reality are fixed on these pieces; by combining them in his selected sequence, shortening and lengthening them according to his desire, the director builds up his own “filmic” time and “filmic” space. He does not adapt reality, but uses it for the creation of a new reality, and the most characteristic and important aspect of this process is that, in it, laws of space and time invariable and inescapable in work with actualitybecome tractable and obedient. The film assembles from them a new reality proper only to itself.

(16)

mainannya. Dengan eksperimen ini ternyata penonton memaknai berbeda pada ekspresi Ivan Mosjukin tadi, pertama dia terlihat seperti orang yang sedang sangat lapar karena berhadapan dengan makanan, kedua dia kelihatan seperti suami yang sedang bersedih, dan ke tiga seperti seorang ayah yang bahagia dengan anaknya.

Shot yang sama jika ditempatkan atau dijuktaposisi dengan shot yang berbeda ternyata

menghasilkan “ekspresi yang berbeda” dihadapan penonton, dan ini penting sekali. Jadi, ketika editor melakukan penempatan satu shot dengan shot lainnya, dia harus memikirkan apa dampak yang akan dihasilkan ketika shot tersebut disambungkan.

Sergei Eisenstein

Eisenstein adalah orang kedua yang berpengaruh dalam perfilman di Rusia, dia merupakan sutradara besar. Dia sudah menjadi sutrdara di usia yang sangat muda saat itu. Latar belakang Eisentein adalah teater dan desain, dia mencoba menerjemahkan konsepnya Griffith dan Karl Marx. Percobaan pertama dia lakukan pada film Strike, Eisenstein menemukan lima komponen teori penting dalam editing yakni : metric montage, rhythmic montage, tonal

montage, overtonal montage, dan intellectual montage. Eksposisi yang ditawarkan Eisenstein ini dipaparkan secara detail oleh Andrew Tudor dalam bukunya yang terkenal Theories on Film.

Bersambung ke “Seni Menyambung Part 2″

Editing Part 2

10 Mei 2009 in Editing | by Diki Umbara | 3 komentar Kontinyuitas Editing

Oleh Diki Umbara

Editor adalah seseorang yang melakukan penyuntingan gambar pada saat paska produksi. Jadi editor, bekerja setelah proses produksi selesai. Namun kini, editor sudah dilibatkan bahkan sebelum produksi dimulai. Oleh produser dan sutradara, editor diminta untuk memaparkan konsep editing apakah yang akan digunakan pada saat nanti akan melakukan penyuntingan gambar. Sebelum memaparkan konsep editing pada film yang akan dieditnya, seorang editor

harus memahami teori editing.

(17)

kemudian dari penyusunan scene-scene tersebut akan tercipta sequence sehingga pada akhirnya akan tercipta sebuah film yang utuh. Seperti yang sudah saya jelaskan pada artikel sebelumnya, yang dinamakan satu shot yakni dari mulai perekaman (ketika cameraman menekan tombol start) sampai perekaman itu dihentikan, yakni sampai cameraman menekan tombol stop, tanpa

interupsi. Sedangkan scene artinya adalah adegan, yakni satu adegan dalam satu tempat atau lokasi serta waktu yang sama. Dan sequence merupakan kumpulan dari beberapa scene, atau bisa juga satu sequence merupakan satu scene juga.

Hal yang paling esensi atau mendasar yang dilakukan seorang editor ketika menyunting gambar adalah bagaimana agar cerita dalam film tersebut bisa dipahami oleh penonton. Ini berarti berkaitan dengan telling the story, bagaimana editor menceritakan kembali cerita yang sudah ditulis oleh seorang script writer serta serta divisualkan oleh seorang sutradara. Editor

membangun rangkaian shot-shot ini menjadi satu kesatuan cerita yang berkesinambungan. Teori ini dinamakan editing continuity, kontinyuitas editing ini berkaitan dengan kontinyuitas

pemotongan gambar atau cutting to continuity. Editing Continuity

Metode editing continuity merupakan konsep editing cukup populer di kalangan editor, disadari atau tidak bahkan banyak dilakukan oleh editor yang belajar dengan otodidak sekalipun. Secara sederhana konsep editing dibagi dua yakni visible cutting dan invisible cutting. Editing

continuity masuk pada kategori invisible cutting. Dengan invisible cutting, penonton tidak “melihat” atau merasakan adanya sambungan antar shot. Inilah dasar konsep editing continuity, selain cutting untuk melanjutkan cerita juga bagaimana agar ada kesinambungan/matching antar shot. Match atau kesinambungan antar shot inilah yang ditemukan oleh para leluhur film editing semisal Edwin S. Porter serta Pudkovin yang melanjutkan kiprah G.W. Griffith sebelumnya. Dia menemukan formula agar terjadi kesinambungan antar shot. Teori ini dinamakan three match cut, yakni:

1. Matching The Look 2. Matching The Position 3. Matching The Movement

Matching The Look

Ini berkaitan dengan ruang dan bentuk, shot yang satu disambungkan ke shot berikutnya dengan memperhatikan bentuk dan ruang. Ketika bentuk atau ruang tidak memiliki kesamaan, maka hampir dipastikan sambungan tersebut akan terlihat. Dan ini yang dinamakan jumping, sambungan menjadi visible atau terlihat.

Matching The Position

(18)

Matching The Movement

Sambungan satu shot dengan shot berikutnya dilakukan jika ada kesinambungan secara pergerakannya. Yang dimaksud pergerakkan di sini yakni pergerakkan subyek, pergerakkan kamera, atau pergerakkan kedua-duanya.

Pada intinya, dengan memahami kaidah three match cut di atas maka penonton secara tidak sadar akan merasakan kesinambungan cerita, penonton tidak akan merasakan adanya cut atau sambungan antar shot. Agar setiap sambungan dibuat sehalus mungkin, usahakan agar ketika melakukan penyuntingan gambar posisikan editor sebagai penonton, demikian saran Sastha Sunu

seorang Senior Film Editor yang juga diamini Cesa David dalam satu diskusi di EDL (Editor Discussion League). EDL merupakan diskusi yang terbuka untuk umum yang dimotori oleh AEI (Asossiasi Editor Indonesia), sayangnya diskusi ini sudah lama belum diselenggarakan lagi. AEI dinaungi oleh Board of Director terdiri dari Sastha Sunu, Aline Jusria, Ahsan Adrian, Diki Umbara,W. Ichwandiardono, Andhy Pulung, dan Chandra Sulistiyanto

Teori Lainnya

Hemmm….jadi editing itu ada teorinya ya? Yup tentu saja, dengan berbekal teori ini akan memudahkan editor bagaimana merangkai shot-shot menjadi satu rangkaian cerita yang bisa merekontruksi emosi penonton. Masih banyak lagi teori editing lainnya, misalnya tentang

juxtaposition yakni tentang penempatan posisi shot, itu akan berpengaruh pada cerita yang dibangun oleh editor. Ada juga aliran atau teori Montange atau biasa juga disebut Sovyet Montage. Yang ini tidak kalah seru, menurut teori ini ketika shot A digabung dengan shot B, belum tentu menghasilkan cerita shot A + shot B tapi menjadi cerita shot C. Lainnya ada teori

Gambar

gambar:http://www.live-production.com
gambar dari mana saja. Penyuntingan gambar tidak selalu mesti dilakukan dari awal. Jika

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pesaing adalah dengan menekan harga penjualan tanaman anggrek, strategi ini sangat efektif diterapkan terutama untuk menarik konsumen baru

Lapisan air yang diperoleh pada fraksinasi dengan etil asetat dikentalkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak dari faksi air,

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 66, Asisten Bidang Administrasi Umum mempunyai fungsi melaksanakan dan mengkoordinasikan

Pemanfaatan data penginderaanjauh dan SIG telah banyak dilakukan dalam kaitannya dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan

Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan di Zona Pemanfaatan meliputi: (a) perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa return on investment adalah rasio yang mengukur laba bersih yang diperoleh perusahaan atas jumlah aktiva

Tegangan terminal pada beban terhubung Y terdiri dari tiga impedansi yang sama 20 ∠ 30° Ω adalah 4.4 kV line to line.. Tentukan tegangan line-to-line di substation

Visualisasi Citra Kirana tersenyum memakai hijab dengan kombinasi warna hijau dan orange, memakai seragam Taekwondo dengan pengambilan gambar secara medium shot.. Terlihat langit