BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya yang dikutip di dalam penulisan proposal.
KPO SEMPOA SIP Indonesia dalam buku yang berjudul Information Book of Sempoa. 2010. Buku ini membantu penulis dalam menelusuri sejarah sempoa, menjelaskan tentang keseimbangan otak kanan dan otak kiri, dan memuat sebuah penelitian tentang perbedaan tingkat kecerdasan anak-anak di Tiongkok yang menggunakan sempoa dengan anak-anak yang berada di Amerika Serikat yang menggunakan kalkulator dalam pelajaran berhitung.
Tomi Sulistyo Budi dalam skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Memahami Nilai Tempat dengan Media Abakus pada Siswa Kelas II SD Negeri Bukuran 2 Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen. 2010. Skripsi ini menjelaskan tingkat kemampuan siswa kelas II pada sebuah sekolah dasar negeri dimana sempoa menjadi salah satu alternatif media pembelajaran untuk membantu anak-anak berhitung. Skripsi ini juga memuat sejarah sempoa dan beberapa pendapat ahli tentang sempoa yang sangat membantu penulis untu mengumpulkan data-data yang dibutuhkan.
eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Jurnal ini membantu penulis untuk memahami lebih lanjut makna dari kata internalisasi.
Imam Barnadib. Dasar-Dasar Kependidikan. 2010. Buku ini membantu penulis untuk memahami lebih lanjut dalam teori pendidikan yang akan digunakan untuk membahas rumusan masalah.
Pelangi Wungu Wijaya dalam tesis yang berjudul Pola Manajemen Pendidikan Pembelajaran Sempoa pada Yayasan SEMPOA SIP Sumatera Utara. 2009. Tesis ini menjelaskan pembelajaran sempoa yang berkembang menjadi sebuah metode yang bernama Mental Aritmatika beserta segala manfaat-manfaatnya. Tesis ini juga menguraikan kurangnya perhatian pemerintah terhadap pembelajaran sempoa khususnya di Kota Medan.
Yin Wen Gang dalam jurnal yang berjudul Mental Abacus: A Cognitive and Eye Movement Study. 2004. Jurnal ini menjelaskan pengaruh Mental Aritmatika yang merupakan pembelajaran lanjutan dari sempoa bagi perkembangan otak anak-anak. Jurnal tersebut membantu penulis untuk memahami lebih lanjut hubungan mental aritmatika dengan tumbuh kembang otak anak.
2.2 Konsep
berupa pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penelitian internalisasi sempoa dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di Kota Medan yang berupa: sempoa dan internalisasi.
2.2.1 Sempoa
Sempoa merupakan alat bantu hitung tradisional yang sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Namun, dalam sejarah tidak ada yang menjelaskan secara pasti mengenai asal-usul sempoa itu sendiri. Namun, beberapa data menyebutkan bahwa sempoa pertama kali ditemukan di Babilonia beribu-ribu tahun yang lalu.
Negara Tiongkok telah mengenal sempoa secara umum sejak zaman Dinasti Ming. Pada zaman tersebut terdapat banyak lukisan yang menggambarkan kegiatan masyarakat menggunakan sempoa dalam berdagang. Sempoa yang dimaksud dalam lukisan adalah sempoa sistem 2-5. Sempoa sistem 2-5 inilah yang kemudian dikembangkan lagi menjadi sempoa yang banyak digunakan oleh anak-anak, yaitu sempoa sistem 1-4.
2.2.2 Mental Aritmatika
Mental aritmatika terdiri dari dua kata, yaitu mental dan aritmatika. Mental berkaitan jiwa atau kerohanian sedangkan artimatika berarti ilmu hitung. (Naga, 1980). Mental aritmatika adalah sebuah metode berhitung tanpa menggunakan alat bantu hitung, seperti kalkulator maupun sempoa. Mental aritmatika disebut juga pembayangan. Hal ini dikarenakan, untuk menggunakan metode ini anak-anak harus mampu membayangkan sempoa dan manik-manik sempoa untuk menyelesaikan sebuah soal. Mental aritmatika merupakan salah satu metode belajar yang ada dalam pelajaran sempoa.
Setelah anak menguasai semua konsep tambah kurang menggunakan sempoa dilanjutkan dengan berlatih mental aritmetika. Melalui gerakan-gerakan tangan seperti ketika menggerakkan sempoa. Pada saat inilah kerjasama antara otak kanan dan otak kiri dilatih. Ketika anak sudah menguasai konsep mental aritmetika tambah kurang, maka dilanjutkan dengan pengenalan konsep perkalian dan pembagian. Seperti konsep tambah kurang, konsep perkalian dan pembagian juga kemudian dilanjutkan dengan berlatih mental aritmetika perkalian dan pembagian. Kembali kerjasama otak kanan dan otak kiri dilatih. Dari sinilah kemudian dikembangkan variasi perhitungan menggunakan sempoa yang melatih kemampuan kognitif dan intuitif. Yaitu dengan operasi perhitungan tambah, kurang, kali dan bagi, baik menggunakan sempoa maupun mental secara kontinyu dan terprogram.
dikarenakan anak-anak pada usia tersebut adalah tahap dimana perkembangan pengamatan (indera) dan intelektual mengalami kemajuan yang signifikan (Wasty Soemanto, 1990). Oleh karena itu pada masa inilah masa yang paling tepat untuk belajar mental aritmatika.
Kerap kali masyarakat kurang memahami makna dari mental aritmatika. Umumnya, masyarakat menghubungkan mental aritmatika dengan matematika. Matematika merupakan sebuah ilmu pola berpikir, pola mengorganisasikan dan pembuaktian yang logik mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungansatu dengan lainnya untuk membantu manusia dalam mengatasi permasalahannya baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun alam.(Gloria, 2012)
2.2.3 Internalisasi
Jika berbicara mengenai internalisasi, maka tidak dapat lepas dari enkulturasi. Enkulturasi adalah proses mempelajari yang dialami individu selama hidupnya. Seperti yang dikutip dari situs id.wikipedia.org (03/09/2014 pukul 00:12 WIB), Hoebel berpendapat bahwa enkulturasi adalah kondisi saat seseorang secara sadar atau pun tidak sadar mencapai kompetensi dalam budayanya dan menginternalisasi Hasil dari proses enkulturasi adalah kelompok masyarakat. Proses enkulturasi memiliki dua aspek utama, yaitu
menerapkannya dan dapat mengubah cara berpikirnya untuk menyelesaikan suatu masalah atau persoalan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Proses internalisasi ini tidak hanya terjadi dalam lingkungan keluarga saja, tetapi juga dalam lingkungan sosial yang ada disekitar, misalnya sekolah, lingkungan rumah dan lain-lain. Peter dan Yeni (1991) menjelaskan internalisasi secara epistimologi berasal dari kata intern atau kata internal yang berarti bagian dalam, sedangkan internalisasi berarti penghayatan. Sedangkan Kartono dalam makalah online www.nurafauziah.allalla.com (30/12/2013 pukul 20.27 WIB) menjelaskan internalisasi sebagai pengaturan dalam kepribadian, perbuatan nilai-nilai, patokan-patokan ide atau praktek-praktek dari orang-orang lain menjadi bagian dari diri
sendiri.
Pembelajaran sempoa sistem 1-4 bertujuan untuk menguatkan otak kiri,
mengaktifkan otak kanan dan meningkatkan kerja sama antara otak kanan dan
otak kiri. Pada proses inilah internalisasi terjadi pada anak-anak yang mengikuti
program pelatihan sempoa dimana sempoa yang terkenal dengan alat bantu hitung
manual sudah bertambah nilai fungsinya, yaitu sebagai alat bantu pencerdasan
otak anak. Efek dari pembelajaran sempoa sistem 1-4 membuat anak-anak yang
telah belajar sempoa akan lebih maksimal kinerja kedua belah otaknya. Biasanya
anak-anak yang telah belajar sempoa secara tidak sadar akan mengaplikasikan
nilai-nilai yang ia pelajari dalam menggunakan sempoa sehingga kehidupan
sehari-harinya sangat dekat dengan sempoa. Baik itu berupa berhitung
dapat dalam pembelajaran sempoa untuk menyelesaikan masalah yang mereka
hadapi.
2.3 Landasan Teori
Barnadib (2010:5) menjelaskan teori merupakan suatu ilmu yang terstruktur secara konseptual dan merangkum pengetahuan empiris sebanyak mungkin dan bukanlah pengetahuan yang praktis.
Pendidikan bertujuan untuk menciptakan seseorang yang berkualitas, memiliki karakter yang kuat dan memiliki pengetahuan yang luas agar dapat meningkatkan kesejahteraan dalam kehidupannya. Pendidikan dapat terbagi menjadi dua, yaitu teori dan praktek. Seseorang mempelajari sebuah teori untuk dipahami dan diresapi kemudian dipraktekkan dengan pola pikir maupun sikap dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan diterima oleh seseorang semenjak ia lahir dan didapat melalui proses komunikasi maupun media pembelajaran.
Menurut O’Connor dalam Barnadib (2010:8) berpendapat bahwa:
“… Teori pendidikan perlu memiliki syarat-syarat seperti logis, deskriptif dan menjelaskan. Logis artinya memenuhi syarat-syarat untuk berpikir lurus dan benar, deskriptif atau penggambaran berarti dipaparkan secara jelas, sedangkan menjelaskan berarti memberikan penerangan”.
Selanjutnya, Pratte mengemukakan pendapat bahwa teori pendidikan harus memiliki latar belakang yang benar, nyata dan dapat diterima oleh akal. Pratte dalam Barnadib (2010:9) berpendapat bahwa:
Istilah direktif bermakna bahwa pendidikan mengarah pada tujuan yang pada hakikatnya adalah terwujudunya kesejahteraan yang setinggi-tingginya pada subjek didik.
Teori pendidikan memiliki beberapa aspek dasar, yaitu: kognitif berarti kegiatan mental (otak), afektif berarti watak perilaku seperti perasaan, minat,
sikap, emosi, nilai, dan psikomotorik berarti keterampilan (skill) tau kemampuan
bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Internalisasi yang merupakan sebuah proses atau pembelajaran dan penanaman nilai-nilai pada diri seseorang. Selama internalisasi terjadi maka suatu pelajaran atau pendidikan akan terus berlangsung di dalam kehidupan seseorang.