• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK DARI PENGELOLAAN KAWASAN WISATA T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DAMPAK DARI PENGELOLAAN KAWASAN WISATA T"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK DARI PENGELOLAAN KAWASAN WISATA TERHADAP HABITAT SATWA LIAR DI KABUPATEN KUNINGAN

Di Susun Oleh : Agung Rifai

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS KUNINGAN

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas rahmat dan karunia

yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dalam kesempatan ini dapat

menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Dampak dari Pengelolaan Kawasan Wisata Terhadap Habitat Satwa Liar di Kabupaten Kuningan”.

Karya tulis ini membahas dampak dari pengelolaan kawasan wisata dan

rusaknya habitat satwa liar di sekitaran kawasan wisata. Dalam penyusunan karya

ilmiah ini, penulis banyak menemukan hambatan, rintangan, dan tantangan. Akan

tetapi, karena berkat bantuan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah

ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis, menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan setinggi – tingginya kepada yang terhormat.

1. Orang tua tercinta yang telah memberikan doa sehingga atas doanya karya

ilmiah ini dengan lancar dapat diselesaikan.

2. Semua teman – teman rimbawan yang telah memberikan dorongan dan

bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sadar bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaaan.

Karena banyak kekurangan, kesalahan, dan kekeliruan, baik dalam penulisan

maupun dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan

dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang sifatnya membangun guna perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga

karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat terutama bagi pembaca dan semua

pihak yang memerlukan karya ilmiah ini.

Kuningan, April 2016

(3)

ii DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 1

1.3.Tujuan ... 1

BAB II LANDASAN TEORI ... 2

2.1 Ekosistem ... 2

2.2 Kawasan Wisata ... 3

2.3 Habitat ... 4

2.4 Satwa ... 4

BAB III PEMBAHASAN ... 6

3.1Dampak Dari Pengelolaan ... 6

3.2Rusaknya Habitat ... 6

BAB IV PENUTUP ... 8

4.1Kesimpulan ... 8

4.2Saran ... 8

(4)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kabupaten Kuningan merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi

wisata. Kabupaten Kuningan di kenal sebagai kawasan konservasi atau kabupaten

konservasi dimana seharusnya dalam pengelolaannya digunakan untuk hal-hal

yang bersifat konservasi. Hal-hal tersebut diantaranya : perlindungan,

pemanfaatan dan pengawetan.

Akan tetapi dalam pelaksanaannya terkadang para pengelola kurang

memperhatikan hal-hal yang terkait dengan konservasi, sehingga berdampak pada

keanekaragaman satwa dan tumbuhan di wilayah tersebut. Adapun dampak yang

terjadi yaitu degradasi lahan, deforestrasi, erosi dan fragmentasi habitat.

Maka dari itu perlu adanya tindakan lebih lanjut untuk menanggulangi

kurang tepatnya dari pengelolaan kawasan wisata. Oleh karenanya penulis

mengambil judul berdasarkan data-data yang ada yaitu “Dampak dari Pengelolaan

Kawasan Wisata Terhadap Habitat Satwa Liar di Kabupaten Kuningan”.

1.2.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang diatas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana dampak dari pengelolaan kawasan wisata terhadap keberadaan

satwa liar?

2. Hal-hal apa saja yang memperngaruhi dari rusaknya habitat satwa liar?

1.3.Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini diantaranya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dampak dari pengelolaan kawasan wisata terhadap

keberadaan satwa liar.

2. Untuk mengetahui hal-hal yang memmpengaruhi dari rusaknya habitat

(5)

2 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Ekosistem

Istilah ekosistem pertama kali diusulkan oleh seorang ahli ekologi

berkebangsaan inggris bernama A.G. tansley pada tahun 1935, meskipun tentu

saja konsep itu sama sekali bukan merupakan konsep yang baru. Terbukti bahwa

sebelum akhir tahun 1800-an, pernyataan-pernyataan resmi tentang istilah dan

konsep yang berkaitan dengan ekosistem mulai terbit cukup menarik dalam

literatru-literatur ekologi di Amerika, Eropa, dan Rusia (odum, 1993).

Beberapa definisi tentang ekosistem dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Ekosistem, yaitu suatu unit ekologi yang didalamnya terdapat struktur dan

fungsi (A.G. Tansley, 1935 dalam Setiadi, 1983). Struktur yang

dimaksudkan dalam definisi ekosistem tersebut adalah berhubungan

dengan keanekaragaman spesies (species diversity). Pada ekosistem yang

strukturnya kompleks, maka akan memiliki keanekaragaman spesies yang

tinggi. Adapun kata fungsi yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem

menurut A.G. Tansley adalah berhubungan dengan siklus materi dan arus

energi mellui komponen-komponen ekosistem.

2. Ekosistem yaitu tatnan kesatuan secara kompleks didalmnya terdapat

habitat, tumbuhan, dan binatang yang dipereitbangkan sebagai kesatuan

secara utuh, sehingga semuanya akan menjadi bagian mata rantai siklus

materi dan aliran energi (Woodbury, 1954 dalam Setiadi, 1983).

3. Ekosistem, yaitu unit fungsional dasar dalam ekoligi yang di dalamnya

tercakup organisme dan lingkungannya (lingkungan biotik dan abiotik)

dan diantara keduanya saling memengaruhi (Odum, 1993). Ekosistem

dikatakan sebagai suatu unit fungsional dasar dalam ekologi karena

merupakan satuan terkecil yang memiliki komponen secara lengkap,

memiliki relung ekologi secara lengkap, serta terdapat proses ekologi

secara lengkap, sehingga didalm unit ini siklus materi dan arus energi

(6)

3

4. Ekosistem, yaitu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap

unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi (UU Lingkungan

Hidup Tahun 1997). Unsur-unsur lingkungan hidup benda mati,

semuanya tersusun sebagai satu kesatuan dalam ekosistem yang

masing-masing tidak bisa berdiri sendiri, tidak bisa hidup sendiri, melainkan

saling berhubungan, slaing memengaruhi, saling berinteraksi, sehingga

tidak dapat dipisah-pisahkan.

5. Ekosistem, yaitu suatu sistem ekologi yang trebentuk oleh hubungan

timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto,

1983). Tingkatan organisasi ini dikatakan sebagai suatu sistem karena

memiliki komponen-komonen dengan fungsi berbeda yang terkoordinasi

secara baik sehingga masing-masing komponenterjadi hubungan timbal

balik. Hubungan timbal balik terwujudkan dalam rantai makanan dan

jaring makanan yang pada setiap proses ini terjadi aliran energi dan siklus

materi.

2.2 Kawasan Wisata

Menurut para ahli bahasa, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta

yang terdiri atas dua suku kata, yaitu pari dan wisatawan. Pari berarti seluruh,

semua dan penuh. Wisata berarti perjalanan. Dengan demikian pariwisata dapat

diartikan sebagai perjalanan penuh, yaitu berangkat dari suatu tempat, menuju dan

singgah, di suatu di beberapa tempat, dan kembali ke tempat asal semula Istilah “pariwisata” konon untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden Soekarno dalam suatu percakapan padanan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo

pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan

wisatawan. Semua kegiatan pembangunan hotel, pemugaran cagar budaya,

pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pekan pariwisata, penyediaan

angkutan dan sebagainya semua itu dapat disebut kegiatan pariwisata sepanjang

dengan kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan para wisatawan akan datang

(7)

4 2.3 Habitat

Mendefinisikan habitat sebagai sumber daya dan kondisi yang ada disuatu

kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan

organism-specific : ini menghubungkan kehadiran species, populasi, atau individu

(satwa atau tumbuhan) dengan sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi

(Morrison, 2002).

Habitat adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun

abiotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup

serta berkembang biaknya satwa liar (Alikodra, 1990).

Tipe habitat merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire

(1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu

kawasan atau potensi vegetasi yang mencapai suatu tingkat klimaks. Habitat lebih

dari sekedar sebuah kawasan vegetasi (seperti hutan pinus). Istilah tipe habitat

tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan antara satwa liar dan

habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan vegetasi yang digunakan oleh satwa

liar, kita dapat mengatakan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya. Hutto

(1985:458) menyatakan bahwa penggunaan habitat merupakan sebuah proses

yang secara hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu

satwa dalam membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam

skala lingkungan yang berbeda.

2.4 Satwa

Menurut Pasal 1 ayat 5 UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua jenis sumber daya

alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara. Sedangkan

yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah semua

binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih

mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh

manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua binatang yang hidup di

darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun

(8)

5

teratur dalam waktu dan ruang tertentu, Satwa yang boleh diburu adalah satwa

yang menurut undang-undang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu.

Sedangkan Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan

(9)

6 BAB III PEMBAHASAN

3.1 Dampak Dari Pengelolaan

Terdapat dua dampak dari pengelolaan kawasan wisata terhadap

lingkungannya, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Adapun keduanya

dirincikan sebagai berikut :

1. Dampak positif, ketika dilakukan sebuah pengelolaan terhadap tempat

wisata alam maka disitu akan ada perubahan-perubahan terhadap tempat

itu sendiri, suatu contoh : adanya sarana prasarana, bangunan serta rest

area. Ini sangat dibutuhkan oleh pengunjung serta akan berdampak baik

terhadap perekonomian daerah setempat. Ketika tempat wisata nya bagus

dan fasilitasnya cukup lengkap maka para pengunjung pun akan

berdatangan ke tempat wisata tersebut, dalam kuota yang banyak bahkan

dari berbagai daerah.

2. Dampak negatif, ketika pengelolaan ini dilakukan dengan tidak

memperhatikan keberadaan satwa liarnya maka pengelolaan tempat

wisata ini dapat dikatakan gagal. Jika gagal maka ini akan berdampak

buruk terhadap kawasan sekitar wisata tersebut diantaranya : turunnya

satwa liar ke kebun-kebun warga, rantai makanan rusak, hama akan

bertambah dan lain sebagainya. Dampak buruk sangat erat kaitannya

dengan ketersediaan pakan bagi satwa tersebut.

Jika dibandingkan maka dampak yang lebih muncul dari pengelolaan adalah

dampak negatif, ini terlihat dari berkurangnya jumlah habitat daripadanya satwa

liar itu sendiri.

3.2 Rusaknya Habitat

Johnson (1980) menyatakan bahwa seleksi merupakan proses satwa

memilih komponen habitat yang digunakan. Kesukaan habitat merupakan

konsekuensi proses yang menghasilkan adanya penggunaan yang tidak

proporsional terhadap beberapa sumber daya, yang mana beberapa sumber daya

(10)

7

Adapun yang mempengaruhi dari rusaknya habitat ialah, pembangunan

sarana prasarana, membuka lahan dengan cara penebangan dan pembakaran areal

hutan, merubah fungsi lahan. Pada dasarnya ini semua dilakukan untuk menjadi

kawasan wisata itu lebih nyaman, akan tetapi dengan nyamannya itu habitat dari

(11)

8 BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Bahwa terdapat 2 dampak dari sebuah pengelolaan kawasan wisata, yaitu

dampak positif dan negatif. Dampak positifnya ialah kawasan wisata

tersebut menjadi lebih nyaman. Dampak negatif ialah habitat satwa liar

menjadi rusak.

2. Beberapa hal yang mempengaruhi rusaknya habitat ialah pembangunan

sarana prasarana, merubah fungsi lahan (ekologis ke ekonomis),

pembukaan lahan untuk dijadikan area wisata.

4.2 Saran

Diharapkan kepada pengelola kawasan wisata terutama di Kabupaten

Kuningan yang dikelola oleh DISPARBUD (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan),

TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai) serta LSM setempat untuk lebih

memperhatikan kembali keberadaan dari satwa liar tersebut, mengingat mereka

(12)

9

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwaliar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi PAU. IPB. Bogor.

Anonimous. 1997. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Daubenmire, R. 1968. Plant Communities: A Text Book of Plant Synecology. New York: Harper & Row Publishers.

Hutto, R. L. 1985. Habitat Selection by Non Breeding Migratory Land Birds. Dalam: M.L. Cody (ed.). Habitat Selection in Birds. Academic Press. Orlando. Florida.

Morrison, Alastair M. 2002, Hospitality and Travel Marketing, Edisi Ketiga, USA: Delmar Thomson Learning.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga . Gajah mada University Press. Jogjakarta. H. 134-162.

Setiadi, Y. 1983. Pengertian Dasar Tentang Konsep Ekosistem. Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Soekadijo, R. G. 1997. Anatomi Pariwisata. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Paper ini mencoba untuk melihat kendala dalam pembangunan infrastruktur layanan keuangan digital (LKD) di Kalimantan Barat yang semestinya dapat dilakukan oleh

Tujuan dari Pelaksanaan tari di Taman Kanak-Kanak Bungoeng Melati untuk perlombaan dan juga untuk kegiatan ekstrakurikuler dan sebagai bekal bagi anak didik

Di bawah rumah panggungnya terdengar suara Bu- jang Munang bersama anak-anak kampung yang sedang asyik bermain buah getaho Buah getah itu mereka letakkan di

A set of column specimens collared by light structural angle steel sections was tested to study their behaviors under axial compression and to confirm that the

Based on the results of interviews with informants found that midwives know their patients, this will support the implementation of maternal care, if the midwife knows

Fokus penelitian ini adalah pada bagaimana membuat sebuah model baru yang dapat digunakan untuk pemberian potensi status gizi bermasalah (peta1) dan tingkat pemanfaatan

Akan tetapi di Dusun Ngawinan Desa Jetis Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang ini, jam bencet ini masih digunakan dalam menentukan waktu Zuhur karena jam bencet ini