Syarat Subjektif dan Objektif
Wajib Pajak, sebagaimana defenisi dalam undang-undang adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. Adapun NPWP adalah tanda pengenal bagi wajib pajak. Ada 2 persyaratan untuk dapat dikategorikan sebagai wajib pajak yaitu syarat subjektif dan objektif.Syarat subjektif termasuk diantaranya merupakan Warga negara Indonesia, atau bukan warga negara tapi sebagai subjek pajak dalam negeri. Ada pun syarat objektif adalah adanya penghasilan yang merupakan objek pajak.
# persyaratan subjektif adalah:
1. Orang Pribadi
Orang pribadi yang telah mengerti hukum dan telah memilki KTP sehingga dianggap mengerti dan memaham. Contoh: artis cilik yang memiliki penghasilan di atas PTKP setahun, kewajiban perpajakannya dibebankan kepada orang tuanya karena belum memenuhi syarat subjektif.
2. Badan
Badan Usaha atau Hukum yang melakukan kegiatan di Indonesia. Contoh:
3. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berubah Menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris, penunujukan warisan yang belum terbagi.sebagai subjek penggannti dimkasudkan agara pengenaan pajak atas pengahsilan yang berasal dari warsan tersebut dapta tetap dilaksanakan.
Misal : Bapak X meninggal dunia kemudaian meninggalkan sebidang tanah yang tidak dijual atau dibaikan kepada anak atau istir. Sehingga kewajiban perpajakan tanah tersebut ditanggung oeh ahli waris.
4. Bentuk Usaha Tetap (permanent establishment)
Bentuk usaha yang dipergunakan oelh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada yang berada di Indonesia X< 183 Hari dalam jngka waktu 12 bulan ,dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melaukuan kegiatan di Indonesia.
contoh BUT:
▸ Baca selengkapnya: surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta npwp
(2)seperti wajib pajak badan dalam negeri. Perbedaannya terjadi apabila setelah pajak dari suatu BUT dikirim ke luar negeri maka akan dikenakan pasal 26 UU PPhatauapabila ada tax treaty atau P3B antara Indonesia dan China maka pengenaannya berddasarkan tariff pajak dalam tax treaty tersebut.
Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek Pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak Dalam negeri adalah:
Subjek Pajak Dalam Negeri Adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
contoh BUT:
China Co. adalah sebuah perusahaan dari China yang memenangkan tender pembangunan PLTU di Cilacap. Untuk membangun PLTU tersebut China Co. mendirikan BUT yang akan beroperasi selama pembangunan PLTU tersebut, sehingga setelah selesai maka BUT tersebut akan bubar dan dapat mengajukan penghapusan NPWP. Kewajiban perpajakan BUT adalah seperti wajib pajak badan dalam negeri. Perbedaannya terjadi apabila setelah pajak dari suatu BUT dikirim ke luar negeri maka akan dikenakan pasal 26 UU PPh atau apabila ada tax treaty atau P3B antara Indonesia dan China maka pengenaannya berddasarkan tarif pajak dalam tax treaty tersebut.
Subjek Pajak Luar Negeri Adalah:
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
persyaratan Objektif:
adanya penghasilan yang merupakan objek pajak. Defenisi penghasilan dapat kita temukan dalam Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan:
“yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.” Sedangkan yang termasuk objek pajak antara lain:
1. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3. laba usaha;
4. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
8. royalti;
9. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 13. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. premi asuransi;
15. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Jadi apabila Subjek Pajak tersebut memperoleh penghasilan sebagaimana penjelasan di atas dalam masalah objek pajak dan/atau mempunyai kewajiban pelaksanaan pemotongan dan pemungutan maka ini berarti subjek pajak tersebut telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
.
Setelah mengetahui Persyaratan Subjektif dan Objektif Wajib Pajak, maka selanjutnya yang perlu
kita ketahui adalah Kewajiban dan Hak Wajib Pajak. Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi
adalah mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan:
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Fungsi NPWP :
1. Sarana dalam administrasi perpajakan
2. Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan 3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan
Saat pengajuan NPWP
Bagi Wajib pajak badan: WP badan harus mendaftarkan diri mendapatkan NPWP, paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan, yaitu terjadi lebih dahulu antara pendirian dan usaha nyata-nyata mulai dilakukan.
Pengajuan NPWP bagi WPOP
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan NPWP.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya.
Pengukuhan NPWP secara jabatan
syarat untuk memperoleh NPWP. Pemberian NPWP jabatan tersebut dapat dilakukan berdasarkan penelitian ataupun pemeriksaan oleh DJP berdasarkan data-data yang ada.
Kewajiban perpajakan bagi WP yang diterbitkan NPWP atau PKP jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi syarat subjektif dan objektif paling lama 5 tahun sebelum diterbitkannya NPWP atau dikukuhkannya sebagai PKP.
Perlakuan NPWP bagi wanita menikah
Kepemilikian NPWP tetap wajib bagi wanita yang telah menikah dan bekerja memiliki penghasilan diatas PTKP, bagi wanita yang telah menikah, pendaftaran dilakukan dengan: Mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak dimana NPWP Suami Terdaftar, ( Lihat alamat KPP berdasarkan kode 3 digit dari 6 digit terakhir di NPWP Suami ) – lalu mengisi Formulir pendaftaran dan melampirkan Copy NPWP Suami + Surat Nikah, maka wanita yang telah menikah tersebut akan mendapatkan NPWP yang sama dengan suami hanya digit terakhirnya saja yang berbeda, kirimkan Copy NPWP ke HRD tempat istri bekerja untuk diupdate di data HRD.
Contoh NPWP Suami – istri (jika istri menginduk pada NPWP suami):
NPWP Suami 05.123.456.6-xxx.000 dan NPWP istri 05.123.456.6-xxx.001. Dengan NPWP tersebut istri tidak perlu lagi membuat pelaporan SPT Tahunan pada akhir tahun, cukup memberikan Form 1721 A1 ( Form yang dicetak oleh Pemberi kerja pada 2-3 bulan setelah Tahun berakhir, feb-mar ) kepada suami, dan suami akan melaporkan pajak Tahunannya dan dengan melampirkan 1721 A1 miliknya dan milik Istrinya.
Dengan syarat : Suami harus sudah memiliki NPWP Pribadi, jika belum maka harus menunggu suami memiliki NPWP atau langsung mendaftarkan terlebih dahulu sebagai diri sendiri.
Wanita Menikah yang Memiliki NPWP Sendiri
Sesuai dengan UU PPh No 36 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat (2) wanita yang telah menikah dapat memiliki NPWP sendiri dengan memenuhi salah satu syarat berikut:
Dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Jika sudah terlanjur memiliki NPWP , bagaimana jika ingin menginduk dengan NPWP Suami ?
Sama dengan pendaftaran NPWP awal hanya saja kelengkapannya ditambah Copy NPWP Istri yang sudah terlanjur dibuat terpisah dari suami, KPP akan menerbitkan NPWP Baru dengan nomor sama dengan NPWP Suami hanya digit terakhir yang berbeda, dan NPWP Istri yang lama akan dihapus, Copy NPWP baru ( yang sudah menginduk dengan suami ) dikirim ke HRD untuk di update pada data HRD.
Untuk kepemilikan NPWP yang terpisah ada 3 syarat seperti penjalasan di atas. Dari 3 syarat tersebut hanya 2 penerapan penghitungan dalam menghitung pajak yang terutang.
Lalu bagaimana dengan kasus penyelesaian persoalan apabila suami istri mengadakan perjanjian pisah harta? Apakah merugikan Negara?
Sesuai dengan SE-29/PJ/2010 tentang pengisian Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, bahwa apabila pasangan sumai istri mengadakan perjanjian pisah harta maka wajib hukumnya bagi istri untuk mempunyai NPWP sendiri. Dengan memiliki NPWP sendiri maka dalam penghitungan NPWP-nya harus menggabungkan penghasilan suami dan istri untuk mendapatkan penghasilan neto yang akan dipotong PTKP. Oleh karena itu apabila kita melihat dari sudut pandang Negara, maka hal ini justru menguntungkan. Karena pajak yang akan dibayarkan akan lebih besar dibanding menghitung pajak sendiri-sendiri.
hanya terkena satu kali PTKP. Karen acara penghitungan penghasilan netonya digabungan dengan penghasilan suami. Yang menyebabkan penghasilan neto menjadi besar, sehingga tarif pajak yang dikenakan pun akan semakin tinggi akibat tarif progresif. Dengan semakin tingginya pajak yang dibayarkan, tentu saja semakin menguntungkan Negara. Bukan sebaliknya!
Kesimpulan
Wajib Pajak, sebagaimana defenisi dalam undang-undang adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan. Adapun NPWP adalah tanda pengenal bagi wajib pajak. Ada 2 persyaratan untuk dapat dikategorikan sebagai wajib pajak yaitu syarat subjektif dan objektif.
Nomor Pokok Wajib Pajak merupakan suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan:
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak.
menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan.
Dalam hal berhubungan dengan dokumen perpajakan, Wajib Pajak diwajibkan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Wajib pajak badan: WP badan harus mendaftarkan diri mendapatkan NPWP, paling lama 1 bulan setelah saat usaha mulai dijalankan, yaitu terjadi lebih dahulu antara pendirian dan usaha nyata-nyata mulai dilakukan.
Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dan Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Terhadap WP yang telah wajib untuk memiliki NPWP, tetapi tidak memenuhi kewajiban untuk mendaftarkan diri maka dapat diterbitkan NPWP secara jabatan. Hal ini dilakukan berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP ternyata OP atau Badan tersebut telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP. Pemberian NPWP jabatan tersebut dapat dilakukan
berdasarkan penelitian ataupun pemeriksaan oleh DJP berdasarkan data-data yang ada.
Sesuai dengan UU PPh No 36 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat (2) wanita yang telah menikah dapat memiliki NPWP sendiri dengan memenuhi salah satu syarat berikut:
Suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim
Dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Sesuai dengan SE-29/PJ/2010 tentang pengisian Surat Pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, bahwa apabila pasangan sumai istri mengadakan perjanjian pisah harta maka wajib hukumnya bagi istri untuk mempunyai NPWP sendiri. Dengan memiliki NPWP sendiri maka dalam penghitungan NPWP-nya harus menggabungkan penghasilan suami dan istri untuk mendapatkan penghasilan neto yang akan dipotong PTKP. Oleh karena itu apabila kita melihat dari sudut pandang Negara, maka hal ini justru menguntungkan. Karena pajak yang akan dibayarkan akan lebih besar dibanding menghitung pajak sendiri-sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://padyangantaxcenter.blogspot.com/2013/08/subjek-pajak-dan-wajib-pajak.html
http://kang-dana.blogspot.com/2013/04/kapan-saat-wajib-memiliki-npwp.html
http://ekstensifikasi423.blogspot.com/2014/04/syarat-subjektif-dan-syarat-objektif.html
http://www.stpi-pajak.com/halkomentar-124-aspek-perpajakan-kawin-dengan-pisah-185.html
https://triyani.wordpress.com/tag/pisah-harta/
YANG MASIH KOSONG
Latar Belakang (Mutia)
Nama Kelompok
Cara mengajukan NPWP 1(Mutia)
Ex: fotokopi KTP
Bagaimana penyelesaian peroalan ynag tri suami psaih harta tu, merugikan Negara apa ngga terus gmana jadinya(Sandiko)