• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliansi dan Institusi Keamanan Regional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Aliansi dan Institusi Keamanan Regional"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Institusi Keamanan Internasional : Aliansi dan Institusi Regional

Tugas Tutorial Keamanan Internasional kelas A-4

Disusun oleh :

Annisa Ridhatul Khatimah 135120400111045

Ahmad Tajudin 135120401111045

Mediansyah 135120401111042

M Fais Fajari 135120400111021

Sari Sarlita 135120401111028

Surya Patria Jumantara 135120407111005

Kasalla Lynk Uno 135120407111049

Dosen Pengampu : Mely Noviryani, MM

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

BAB I PENDAHULUAN

(3)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Definisi Aliansi

a) Menurut Waltz, aliansi didefinisikan sebagai hubungan kerjasama keamanan yang dapat bersifat formal atau informal antara dua atau lebih negara berdaulat (1987: 1).1 Definisi yang hampir sama juga digunakan oleh Michael Barnett seorang asisten Professor Ilmu Politik di Universitas Wisconsin, Madison2 dan Jack Levy Profesor Ilmu Politik di Rutgers University, New Jersey yang mengemukakan bahwa aliansi merupakan hubungan antara dua atau lebih negara dan melibatkan harapan dalam kebijakan bersama demi menghadapi masa depan yang sulit untuk diprediksi. 3Serta menurut Patricia Weitsman,4 menggambarkan aliansi adalah sebagai 'perjanjian bilateral atau multilateral untuk menyediakan beberapa unsur keamanan untuk penandatanganan' (2004: 27).5

b) Menurut Goldstein, Aliansi adalah sebuah koalisi negara-negara yang mengkoordinasikan tindakan mereka untuk sejumlah tujuan tertentu. Aliansi secara umum memiliki tujuan untuk menambah kekuasaan relatif para anggotanya terhadap negara-negara lain. Dengan memiliki kapabilitas yang lebih besar maka akan mempengaruhi posisi tawar negara anggota dengan negara lainnya. Bagi negara kecil, aliansi dapat dijadikan elemen kekuasaan yang penting, Sedangkan bagi negara besar, sturktur aliansi dapat membentuk konfigurasi kekuasaan dalam sistem. Kebanyakan aliansi dibentuk untuk merespon adanya ancaman. Ketika kekuataan sebuah negara meningkat dan mengancam saingannya, maka akan dibentuk sebuah aliansi untuk membatasi peningkatan kekuatan negara tadi (Goldstein, 204: 102)6.

c) Dalam tulisan John Hillen and Michael P. Noonan yang berjudul The Geopolitics of NATO Enlargement, definisi aliansi adalah Aliansi merupakan perjanjian untuk saling mendukung 1Ibid.

2International Organization, Domestic sources of alliances and alignments: the case of Egypt1962–73. diakses dari

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?

fromPage=online&aid=4309532&fileId=S0020818300033142 , pada tanggal 26 april 2015

3Benjamin Zyla, Sharing the Burden?: NATO and its Second-Tier Powers. 2015. Diakses di

https://books.google.co.id/books?

id=ONfTBgAAQBAJ&pg=PA4&lpg=PA4&dq=definition+alliances+by+Michael+Barnett+and+Jack+Levy&sour ce=bl&ots=Yi7pMzyPHD&sig=bkUW3LlX0YPiBKBmHvRDXBDwFO0&hl=en&sa=X&ei=Tp08Vc_7KcW2uATw6 YCQDw&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false tanggal 26 April 2015 pukul 03:19

4Patricia Weitsman, ProfesorI lmu Politik dan Direktur Studi Perangdan Perdamaian di Ohio University. 5Paul D. Williams, op. cit., h. 293

(4)

secara militer jika salah satu negara penandatangan perjanjian diserang oleh negara lain; selain itu aliansi ditujukan untuk memajukan kepentingan bersama di antaranegara anggota. Aliansi dapat bersifat bilateral maupun multilateral, rahasia atau terbuka,sederhana atau sangat terorganisasi, dapat berjangka lama atau pendek, serta dapat dikendalikan untuk mencegah atau memenangkan sebuah perang. Adanya system Balance of Power cenderung mendorong pakta militer untuk mengimbangi pergeseran dalam keseimbangan kekuasaan.7 Stephen Walt juga menambahkan bahwa aliansi pada dasarnya adalah ofensif atau defensif dan mungkin menawarkan "a restraining influence on allies and adversaries alike" atau menahan pengaruh sekutu dan musuh yang sama." tetapi bagaimanapun juga yang paling penting dari pernyataanya adalah bahwa aliansi adalah bukan merupakan bagian dari aturan collective security.8

Beberapa masalah yang ditimbulkan oleh berbagai macam dan luasnya definisi aliansi adalah seperti kegagalan untuk membedakan berbagai macam bentuk kerjasama keamanan. Definisi-definisi yang telah disebutkan diatas terlihat seperti aliansi itu terbentuk untuk merangkul segala macam kerjasama keamanan, tidak peduli bahaya yang mungkin ada didalamnya dan hanya terbatas sebagai aliansi dalam bentuk dukungan atau bantuan ekonomi yang dianggap sebagai tujuan keamanan. hal tersebut demikian bisa kita katakan sebagai bentuk aliansi tradisional tetapi bagaimanapun juga dalam aliansi ada penekanan bahwa negara-negara menempatkan bantuan militer terutama penggunaan kekuatan seperti apa yang sudah sering kita lihat.9

7John Hillen and Michael P. Noonan, The Geopolitics of NATO Enlargement, diakses dari

http://strategicstudiesinstitute.army.mil/pubs/parameters/Articles/98autumn/hillen.htm tanggal 26 April 2015 pukul 02:40

(5)

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Urgensi Aliansi

Aliansi sendiri merupakan suatu hal tidak dapat kita pisahkan dari sebuah fenomena bernama perang dan keamanan sehingga secara umunya, aliansi lebih dikaitkan pada studi keamanan dan politik dunia. Bahkan ilmuwan politik Amerika, George Modelski mendeskripsikan aliansi sebagai suatu istilah kunci dari hubungan internasional. Secara khusus aliansi juga merupakan instrumen yang sangat bernilai untuk memajukan kepentingan suatu negara dan dengan begitu negara akan merasa aman dari segala ancaman baik itu ancaman dari dalam maupun ancaman dari luar.ketika berfokus pada ranah internasional, Kenneth Waltz sebagai tokoh Neo-Realism yang paling kompeten terhadap fenomena-fenomena politik internasional mencatat bahwa ada dua upaya yang dapat dilakukan oleh negara-negara untuk mencapai tujuannya yakni yang pertama upaya internal dan yang kedua adalah upaya eksternal, serta usaha untuk memperkuat dan memperbesar aliansi sendiri ataupun melemahkan dan memperkuat lawan lain.

Adapun untuk negara lain yang sumber dayanya terbatas, ketergantungan pada suatu aliansi bisa dikatakan sebagai satu-satunya pilihan. Oleh karena itu, pembentukan dan penggunaan aliansi sendiri merupakan suatu tindakan untuk merespon atau menanggapi bahaya di dalam sistem internasional. Sangat tidak mengeherankan ketika aliansi menjadi sesuatu yang banyak dibahas dan menjadi kata-kata yang umum terlebih lagi pada sejarah modern. Berdasarkan database yang berasal dari Alliance Treaty Obligations and Provisions (ATOP), jumlah aliansi antara tahun 1815 dan 2003 adalah sebanyak 648 aliansi. Ada beberapa negara yang memiliki aliansi kecil dengan jumlah anggota lebih dari tiga serta beberapa negara besar yang sudah sering kita dengar namanya yakni negara-negara eropa yang memiliki aliansi terbesar dan sampai saat ini keberadaannya masih eksis.10

3.2 Keberlangsungan dan keruntuhan aliansi

Jumlah aliansi yang terdaftar di database ATOP yakni sebanyak 648 total aliansi, dimana sekitar 263 aliansi defensive yang eksis ditahun 1815 hingga tahun 2003, perlahan-lahan aliansi-aliansi tersebut kehilangan eksistensiannya hingga pada akhirnya direntan tahun 1945, 1995, dan menuju di tahun 2003 hanya ada sekitar 42 jenis aliansi saja. Lalu apa faktor dari

(6)

keberlangsungan maupun keruntuhan dari aliansi itu? Jadi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan aliansi dapat bertahan atau runtuh. Salah satu faktor utama yang jelas adalah perang dan pergeseran dalam peta politik internasional dan kenyataan bahwa perang menjadi salah satu penyebab runtuhnya suatu aliansi. Dari sekitar 40 aliansi yang terbentuk sebelum tahun 1870, hanya dua aliansi yang bertahan lebih lama dalam perang penyatuan Jerman. Demikian juga, hanya dua aliansi yang ada sebelum Perang Dunia Pertama tetapi musnah setelah konflik itu berakhir. Dengan demikian hanya ada lima dari aliansi yang terbentuk sebelum Perang Dunia II, termasuk seperti pasangan periperal Turki-Afghanistan dan Rusia-Mongolia, bahkan mereka tetap ada ketika gejolak perang itu berakhir. Dengan kata lain, perang yang besar cenderung menyapu bersih aliansi.

Pendapat lain diserukan oleh Waltz dalam tulisannya yang berjudul survival. Menurut Walt sebuah aliansi dapat bertahan meskipun ada perubahan drastis yang berasal dari luar dikarenakan setiap anggota merasa bahwa aliansi tersebut lebih baik dibandingkan dengan aliansi yang lain. di sisi lain, mereka dapat bertahan meskipun setelah itu akan ada sebuah kewajiban yang diakibatkan oleh politik domestik, mispersepsi (misperception) maupun human error. Hal demikian dikarenakan kehidupan politik adalah merupakan elemen gabungan dari sesuatu yang rasional dan tidak rasional.masih pendapat dari Walt, sebab dari keruntuhan aliansi adalah karena negara-negara didalamnya sudah tidak memiliki ketertarikan terhadap satu sama lain. Dalam keadaan yang seperti ini, keputusan untuk mengakhiri aliansi dapat dilihat sebagai respon yang rasional terhadap suatu kondisi yang baru. secara alternatifnya, sebuah aliansi dapat runtuh dikarenakan sebab yang hampir sama dengan bagaimana sebuah aliansi dapat bertahan yakni alasan tidak rasional seperti politik domestik dan misperception padahal jika dilihat kebelakang, sebenarnya ada saja alasan untuk sebuah aliansi itu dapat bertahan.11

3.3 Alliance Institutionalization And Socialization12

Aliansi merupakan suatu bentuk kerjasama antar negara dalam bidang keamanan yang dimana memiliki bentuk dan tujuan tertentu. kerjasama ini terjadi karena alasan tertentu seperti NATO yang terbentuk karena adanya ancaman dari Uni Soviet pada saat itu. Namun, aliansi juga tidak memiliki umur yang cukup panjang dengan alasan bahwa suatu tujuan dari aliansi tersebut

11Stephen M. Walt, Survival: Global Politics and Strategy, diakses dari

http://polsci.colorado.edu/sites/default/files/6B_Walt.pdf tanggal 26 April 2015 pukul 04:48

(7)

telah dicapai atau bisa dikatakan dengan telah hilangnya sebuah ancaman yang sebelumnya me-latarbelakangi terbentuknya sebuah aliansi tersebut.

Penjelasan di atas memunculkan pertanyaan “mengapa beberapa aliansi masih tetap berdiri walaupun ancaman terhadap aliansi tersebut telah tiada?”. Pertanyaan ini akan penulis jelaskan mengapa sebuah aliansi dapat bertahan hingga sekarang walaupun ancaman yang ada sebelumnya telah hilang.

a) Institutionalization

Faktor mengapa sebuah institusi mampu bertahan, salah satunya adalah institusionalisasi. Dimana beberapa aliansi yang ada mampu bertahan karena telah terbentuk sebuah struktur atau menguatnya struktur yang ada dalam sebuah institusional dengan implikasi bahwa untuk mempertahankan kekuatan aliansi maupun negara-negara anggotanya. Institusionalisasi pun ada dua penjelasan yang dapat menjelaskan secara gamblang mengenai institusionalisasi yang terjadi dalam sebuah aliansi.

Pertama, adalah sebuah aliansi dapat mengembangkan atau membentuk sebuah organisasi antar negara untuk memfasilitasi negara-negara anggota dari aliansi tersebut. Organisasi ini dibentuk secara struktural, memiliki sebuah birokrasi yang jelas dengan negara-negara anggotanya, serta melihat otonomi dan kepentingan dari berbagai negara-negara tersebut dalam birokrasi yang bertujuan untuk merekatkan hubungan antar negara anggota dalam sebuah aliansi. perilaku serta kepentingan anggota juga sangat berpengaruh dalam sebuah aliansi dalam mempertahankan eksistensinya serta memperbarui misi dari aliansi tersebut.

Kedua , kapabilitas sebuah intitusi yang dapat digunakan untuk memperbaharui misi ataupun tujuan dari yang sebelumnya telah terbentuk. Hal ini terjadi ketika misi dari aliansi telah selesai , maka anggota memiliki kewenangan untuk menggunakan aset dari institusi yaitu untuk menunjuk ancaman yang baru dan lebih memperhatikan dalam keamanan negara-negara anggotanya.

Kedua faktor yang telah dijelaskan diatas merupakan beberapa alasan yang dapat membuat aliansi dapat bertahan lebih lama.

b) Sosialisasi

(8)

mereka berada dalam sebuah komunitas politik. Proses sosialisasi ini sifatnya juga lebih tertuju pada substansinya dimana hal ini dilakukan melalui pertemuan secara rutin antar anggota aliansi. sosialisasi juga mampu untuk menghilangkan ketakutan atau rasa curiga terhadap anggota lainnya.

c) NATO after cold war13

NATO merupakan sebuah bentuk aliansi yang terbentuk pada tahun 1949 atas hasil North Atlantic Treaty yang telah ditandatangani di Washington D.C ibu kota Amerika Serikat dengan jumlah anggota awal yaitu 12 negara. Aliansi yang terbentuk untuk menahan ekspansi dari Uni Soviet dan untuk menekan kekuatan Uni Soviet ini mampu bertahan hingga usai perang dingin bahkan hingga sekarang. Setelah berbagai konflik yang muncul ketika perang dingin muncul perjanjian baru sebagai tanda akan munculnya sebuah organisasi setelah aliansi yang terbentuk atas dasar perjanjian North Atlantic, perjanjian baru ini yaitu Brussel Treaty. Dimana struktur aliansi ini diperkuat seperti adanya struktur pembagian jumlah militer yang lebih jelas dalam aliansi, serta adanya perencanaan regional.

Meskipun demikian muncul beberapa perdebatan mengenai umur NATO yang dapat bertahan hingga sekarang. Jika dianalisa lebih dalam, NATO seusai perang dingin dapat dikatakan bahwa tidak memiliki ancaman dari pihak luar yang dapat menekan NATO. Dimana ancaman NATO pada awalnya adalah Uni Soviet, dan pada tahun 1991 Uni Soviet pecah dan merupakan sebuah tanda perang dingin telah usai serta ancaman dari negara berpaham komunis ini dinyatakan berkurang. Peristiwa ini sesungguhnya adalah akhir dari misi NATO , karena misi NATO adalah menahan sikap Uni Soviet yang ekspansif, serta untuk melindungi diri dari Uni Soviet. Perubahan yang terjadi usai perang dingin dimana struktur dunia berubah dari bipolar menjadi multipolar menjadikan aliansi ini tidak lebih kuat disaat perang dingin. Walt mengatakan bahwa sebuah aliansi dikatakan memiliki kekuatan yang lebih bila memiliki jumlah anggota yang banyak.

Pernyataan dari Walt terbukti dari bertambahnya 11 anggota baru yang masuk dalam aliansi ini. Serta tidak hanya itu, artikel 5 juga mengatakan bahwa bila salah satu anggota dari aliansi ini diserang maka NATO akan berusaha untuk membantu serta memberikan bantuan terhadap negara anggotanya, dimana hal ini terjadi pada 11 september 2001 di Amerika.

(9)

Penjelasannya mengapa NATO tetap eksis terletak pada dua faktor utama ini. Pertama adalah sisa-sisa dari ancaman NATO saat perang dingin yang dulunya adalah Uni Soviet, sekarang adalah Rusia dengan kekuatan yang hampir serupa, dan merupakan ancaman bagi NATO itu sendiri. Ancaman dalam bentuk kapabilitas militer, serta dalam bentuk ideologi yang bertentangan dengan ideologi yang dibawa oleh NATO yaitu demokrasi. Faktor kedua mengapa NATO tetap eksis adalah munculnya ancaman-ancaman baru yang ada pada negara-negara anggotanya. Seperti terorisme dimana isu ini dibawa oleh Amerika Serikat yang sebelumnya disinyalir diserang oleh teroris pada tanggal 11 September 2001. Peristiwa itu membuat NATO ikut turun tangan karena negara yang diserang oleh teroris adalah negara-anggotanya, hingga muncul keadaan yang disebut dengan “War on Terror”.

Beberapa faktor utama telah disebutkan sebelumnya dalam menjelaskan mengapa NATO dapat mampu bertahan hingga sekarang, lalu bagaimana NATO dapat eksis bila dilihat melalui institusionalisasi dan sosialisasi?. Pertanyaan sebelumnya merupakan bagaimana cara untuk sebuah aliansi bertahan, dan apakah NATO sudah menerapkan hal tersebut ? hal ini dapat dijelaskan melalui bentuk organisasi yang muncul dalam aliansi ini, yang telah membentuk birokrasi yang jelas bahkan memiliki markas besar di Brussels. Sedangkan dalam sosialisasi , hubungan negara anggotanya usai perang dingin berubah menjadi saling kerjasama antar berbagai bidang seperti investasi, pertukaran pelajar , dan perdagangan mampu memperkuat hubungan antar negara anggota secara substansi. Serta NATO juga memberikan sebuah praktek demokratis kepada negara-negara anggotanya, seperti transparansi yang dilakukan pada anggaran biaya dalam pertahanan.

3.4 Teori Pembentukan Aliansi14

Dalam proses pembentukan aliansi, teori pembentukan aliansi ini dibagi pada 2 katagori, faktor internasional dan domestik. Penjelasan mengenai pembentukan aliansi ini sebenarnya muncul dari perspektif realisme, sebagai akibat bahwa harus adanya balance of threat, karena negara merasa bahwa perlu adanya perimbangan ancaman sehingga pada akhirnya membentuk sebuah aliansi itu sendiri. Dalam prinsipnya, negara bisa bebas membuat aliansi, tetapi pada prakteknya bagaimananpun mereka tidak boleh masuk dengan alasan mempertimbangkan keuntungan maupun kerugian jiga ikut dalam suatu aliansi. Selain itu,

(10)

negara juga harus mempertimbangkan apakah dengan ikut dalam suatu aliansi pada akhirnya negaranya akan mengalami ketergantungan dengan negara lain atau tidak.

a) International Determinant: Capabilities Aggregation Model

Sebenarnya penjelasan mengenai pembentukan aliansi ini dikenal juga sebagai capabilities aggregation models, yang merupakan faktor internasional dalam teori pebentukan aliansi ini. Capabilities aggregation models ini menekankan bahwa bagaimana negara membentuk aliansi untuk menyatukan kekuatan militer mereka dan meningkatkan posisi keamanannya. Hal ini mengikuti paham neorealist yang menganggap bahwa sistem internasional adalah anarkis, bahwa tidak ada pemerintahan yang mengatur negara-negara sehingga setiap negara harus menjamin keamananannya sendiri dalam pergaulan regional maupun global, dan bahwa setiap negara bertindak untuk mencapai kepentingan nasionalnya baik ekomoni maupun keamanan. Keneeth Waltz seorang tokoh realis memandang bahwa kepemilikan power oleh sebuah negara, misalnya rudal balistik atau bahkan senjata nuklir, akan mengancam keamanan dan kepentingan nasional negara-negara lain terutama yang berada di sekitarnya.

Perubahan penting dari teori balance of power adalah teori balance of threat.Karena terkadang, aliansi muncul mencadi ketidakseimbangan power. Contohnya adalah selama perang dingin, aliansi terpusat pada AS yang mempunyai power lebih, terlihat pada kapabilitasnya. Meskipun aggregate power merupakan komponen penting dari ancaman, itu bukan satu-satunya. Bagaimana mengancam sebuah negara memunculkan tujuan dari kedekatan geografisnya, kapabilitas offensifnya, dan agresivitas dari tujuan tersebut.

b) Domestic Determinants

(11)

bahwa transisi kepemimpinan akan berjalan baik dan pergantian kebijakan secara mendadak tidak akan disukai. Dalam komitmen internasional, yang menghubungkan dengan aliansi menjadi lebih terikat dengan hukum dan institusi domestik. Kecenderungan tersebut, diikuti dengan penghargaan lebih untuk komitmen legal, memungkinkan pemimpin demokrasi liberal mengikat penerus mereka dengan kebijakannya.

3.5 Perkembangan Institusi Keamanan Regional15

a) Era Perang Digin (Eropa-Amerika)

Perkembangan Institusi Keamanan Regional pada masa Perang Dingin diwarnai dengan dominasi yang dilakukan oleh aliansi-aliansi yang dibentuk oleh dua blok yag menjadi aktor utama dalam Perang Dingin yaitu Amerika Serikat bersama sekutunya dengan NATO dan Uni Soviet dengan Pakta Warsawa yang dimilikinya. Kedua blok keamanan tersebut menjadi aktor yang paling berpengaruh dan berkompetisi untuk menanamkan pengaruhnya di dunia internasional. Dalam Perang Dingin sendiri selain terjadi peperangan ideologi yang dibawa oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet meskipun pada saat itu juga terjadi perlombaan senjata nuklir yang dikembangkan oleh dua negara tersebut. Pengembangan kapabilitas khususnya militer yang dilakukan dua aliansi tersebut secara tidak langsung memunculkan sebuah balance of power di dunia saat itu. Karena terdapat dua hegemon yang saling berlomba dalam menanamkan kepentingannya. Dua aliansi itu benar-benar menjadi kekuatan utama yang sangat berpengaruh selama Perang Dingin.

b) Pasca Perang Dingin

Pada awal paska perang dingin, nampak upaya untuk membuat regionalisme yang lebih universal. Tercermin dari etos yang tertanam dalam Liga Bangsa-Bangsa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, menjadikan suatu gagasan ideal bagi dunia dan mewujudkan perdamaian global. Presiden George Bush menyebut ini sebagai Dunia Orde Baru. Sedangkan proses regionalisasi sendiri hanya dianggap sebagai batu loncatan untuk mencapai tahap global. Kerjasama lintas regional yang dapat diilustrasikan pada eropa barat dengan kawasan non eropa, yang tumbuh cepat paska perang dingin. Fokusnya bergeser dari kerjasama ekonomi menjadi kejasama bidang keamanan juga. Hal ini akhirnya dicoba diadopsi di tingkat daerah dan non eropa.

(12)

Regionalisme ditafsirkan sebagai respon dari globalisasi dengan memperpanjang proyek yang telah dimulai secara kedaerahan negara dunia ketiga dan kedua. Pasca perang dingin, menunjukan struktur global lebih multilateral, karena tuntutan internasional terhadap negara untuk bekerjasama lebih besar daripada angka konflik. Melihat fenomena ini, akan ada banyak intervensi eksternal yang muncul berasal dari negara-negara bekas aliansi yang bersatu kembali. Negara-negara lemah harus mengembangkan kemampuan self-help untuk bisa mengatasi ancaman keamanan baru. Hal ini sanggup diatasi berkat kekuatan lembaga regional.

NATO telah mengatasi keraguan tentang dampak perang dingin di masa depan, dengan menarik beberapa anggota baru dan terlibat operasi di luar area dari wilayah Kosovo ke Afganistan. Dari kubu Uni-Soviet sendiri, membangun institusi (CIS, CSTO, CaCO) sebagai langkah untuk mengimbangi kesenjangan akibat runtuhnya struktur perang dingin. Negara-negara di Eropa Timur dan Baltik pun melihat barat sebagai tujuan kerjasama dalam bentuk assosiasi seperti Uni Eropa dan NATO. Dari sisi Rusia telah membentuk (SCO) sebagai penerus dari Sanghai Five. Dimana Asia Tengah dapat ikut serta ke dalam assosiasi regional ini.

3.6 Institusi Kemanan Internasional Di Masa Sekarang16

Pertumbuhan Institusi regional menjadi tindakan umum yang dilakukan negara-negara paska perang dunia dua. Ada tiga model institusi regional yang muncul di awal paska perang dunia dua. Ketiga organisasi aliansi pertahanan, seperti NATO, SEATO, CENTO. Yang dimaksud disini adalah institusi dengan komponen pertahanan terbuka. Dalam keamanan regional, terdapat tiga gelombang pertumbuhan institusi yang teridentifikasi sejak 1945 sampai sekarang. pertama, tepat pada awal periode paska perang dunia dua, dan awal perang dingin. Kedua, selama pertengahan sampai akhir perang dingin. Tiga gelombang yang paling baru satu dekade paska perang dingin. Institusi-institusi tersebut bergerak secara berkelanjutan, mengembangkan dan memperluas kapasitasnya di wilayah yang berbeda-beda.

Sebelum perang dunia dua, hanya terdapat beberapa institusi keamanan regional, dan tidak begitu eksis. sebagai contoh, Inter-American system di akhir abad 19 awalnya bukanlah institusi keamanan formal, meskipun diwujudkan dalam pernyataan sebuah rezim keamanan, Dalam Monroe Doctrine yang menjelaskan bahwa Amerika merupakan bagian dari ruang United States. Pada abad 19 di eropa, terjadi upaya pembentukan rezim, untuk tujuan keseimbangan kekuasaan. caranya dengan membuat kesepahaman pemerintah negara anggota rezim. Namun

(13)

rezim tersebut akhirnya runtuh, pada permulaan Perang Dunia I. Selanjutnya dipimpin oleh Presiden US pada masa itu Woodrow Wilson membentuk institusi keamanan formal yang diberi nama Liga Bangsa-Bangsa.

Namun, Regionalisme saat ini lebih memandang isu-isu penting namun masih tetap dalam aspek regionalisme, dimana terdapat penjelasan dalam kerjasama yang berbeda yaitu keamanan internasional adalah area dimana teori institusionalis beranggapan bahwa kerjasama akan menjadi hal yang paling sulit untuk dicapai. Terdapat dua hal yang paling menonjol dalam kerjasama ini, pertama adalah telah terjadi perubahan di penggerak utama dalam regional mengenai urusan keamanan dimana hal tersebut membuat negara lebih merespon pergeseran-pergeseran keseimbangan kekuatan global maupun regional. Kerjasama saat ini telah menjadi sarana untuk menciptakan keamanan, dimana hal tersebut telah menciptakan lembaga-lembaga yang mengatur negara-negara kuat maupun baru/lemah. Isu terbaru yang terjadi setelah kejadian 9/11 menyebabkan institusi regional harus mampu beradaptasi dalam menghadapi ancaman-ancaman terbaru, merespon isu keamanan oleh kekuatan global yang dominan, yang paling utama adalah terorisme. Kedua, yaitu nilai institusi suatu negara, mereka telah bertahan dan mengembangkan fungsi yang baru, menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi, termasuk perubahan rezim dan berbagai jenis negara. Dalam memberikan prediksi yang lebih dalam kerjasama maupun negosiasi di dunia yang saling ketergantungan, meraka telah menjadi alat yang sangat berharga bagi diplomasi dan kenegaraan (Duffield 2006).

3.7 Penilaian terhadap Institusi Keamanan Regional

(14)

Kedua adalah nilai dari institusi negara, dalam melakukan kerjasama dan negosiasi, institusi negara menjadi sarana yang penting dalam berdiplomasi dan tatanan negara17.

Institusi regional merupakan sarana untuk menangani ancaman keamanan dan melindungi negara yang lemah dalam lingkungan internasional yang saling bermusuhan (Ayoob 1995). Adapun laporan yang menyorot arti penting kemanan regional yaitu ‘Responsibility to Protect’: negara yang dapat membuat aliansi kuat di regional, keadaan internal yang damai, civil society yang kuat dan indpenden merupakan keuntungan dari era globalisasi. Institusi regional juga mengatur perilaku dan memberikan parameter anggotanya dalam melakukan suatu tindakan, tapi institusi cenderung merubah perannya dalam menanggapi perubahan sistemik serta menyarankan korelasi yang erat antara material interest dan collective behaviour. PBB merupakan organisasi internasional yang kemungkinan untuk mengganti peran institusi regional dimasa mendatang. Negara yang kuat akan terus mencari peran untuk melegitimasi institusi regional, dan negara – negara lemah akan mendapat keuntungan dari negara kuat dari aliansi yang terbentuk.

3.8 Studi Kasus :Aliansi Multilateral Jepang, As, Korea Selatan di Kawasan Asia Timur 1) Sejarah Aliansi Multilateral (Jepang-AS-Korsel)

AS-Jepang : Aliansi antara Jepang dan Amerika Serikat muncul pada saat berakhirnya perang dingin. Pasca perang dingin, terlihat di wilayah Asia Timur semakin banyak negara yang berusaha meningkatkan kekuatan militernya. Aliansi yang dibentuk Jepang sebagai akibat dari negara tetangga Jepang yang terus menerus meningkatkan kapabilitas militer, seperti Korea Utara yang melakukan uji coba nuklir dan China yang terus menerus meningkatkan kapabilitas militernya yang membuat Jepang merasa terancam. Hal ini sebagai bentuk dari sistem internasional yang anarki itu sendiri dan pada akhirnya membuat Jepang merasa perlu untuk melindungi negaranya dengan melakukan aliansi dengan Amerika Serikat. Aliansi dengan Amerika Serikat disebut sebagai paying pertahanan Jepang.

Sebagai negara yang pernah mengalami lemahnya keamanan nasional, tepatnya ketika wilayah Hiroshima dan Nagasaki terkena bom nuklir, berkaca dari kejadian tersebut maka Jepang melakukan aliansi dengan Amerika Serikat sebagai upaya untuk menjaga keamanan

(15)

nasional dan membuat perimbangan kekuatan dengan negara-negara di Asia Timur, seperti Korea Utara dan China.

2) Perjanjian aliansi dengan Amerika Serikat

Jepang memanfaatkan perjanjian yang telah dibentuk Pemerintah Jepang dan Amerika Serikat pada tahun 1951 yang menyepakati adanya perjanjian tentang aliansi, yaitu Japan – U.S Mutual Coorperation and Security Treaty dan perjanjian ini diperbaharui pada tanggal 19 Januari 1960. Perjanjian ini menyetujui tentang adanya ketergantungan militeristik Jepang terhadap negara Amerika Serikat. Pasca perang dingin, mereka terus menerus meningkatkan kapabilitas militernya dengan melakukan hubungan intensif dengan Amerika Serikat, maka pada tahun 2004 dibuat kembali kesepakatan Japan – US Security Arrangement yang tertulis pada buku putih pertahanan jepang. Perjanjian ini lebih kepada menjaga keamanan nasional Jepang dan menciptakan perdamaianan antar negara di Asia Timur serta pada perjanjian ini menghasilkan kebijakan pertahanan Jepang yang direvisi dalam National Defense Program Guidelines dan pada tahun 2007 menghasilkan Kementerian Pertahanan Jepang18.

Pasca Perang Dingin, kawasan Asia timur ditandai dengan berbagai konflik regional dan masalah internasional yang mengundang perhatian masyarakat dunia, khususnya tentang masalah keamanan yang menyangkut kapabilitas militer negara-negara di kawasan ini, seperti Jepang, China, Korea Selatan, Korea Utara dan Taiwan. Adanya pembangunan kapabilitas militer negara-negara Asia Timur khususnya China dan Korea Utara membuat Jepang merasa terancam.

3) Tujuan, Fungsi, dan Proses Aliansi

Telah dijelaskan di awal tentang tatanan dunia yang anarki, beberapa negara tentu memikirkan masadepan bangsanya sebagai bentuk tindakan survival, dalam hal ini fokus kami adalah tentang fungsi dan tujuan hubungan aliansi negara Jepang dengan Amerika Serikat dalam hal keamanan. Tidak dipungkiri, adanya pengembangan sistem rudal oleh negara tetangga di kawasan ASEAN, seperti China dan Korea Utara,membuat Jepang hawatir akan keamanan internal maupun eksternal negara tersebut. Hubungan aliansi Jepang dengan As merupakan satu konsep yang telah diatur dalam ketentuan Blue Print pemerintah jepang yang dikenal dengan istilah Japan-US Security Aranggement.19 Tujuan Aliansi tersebut adalah untuk merespon

18Sinaga, Obsatar. “AliansiJepang-Amerika SerikatdalamMenghadapi Pembangunan KapabilitasMiliter China dan Korea Utara”.Jatinangor-Sumedang

19 Obsatar Sinaga. ALIANSI JEPANG-AMERIKA SERIKAT DALAM MENGHADAPI PEMBANGUNAN

(16)

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-ancaman yang datang terutama dari China dan Koreas Utara, selain itu tujuan lainya adalah arahan pada ekonomi, politi, sosial, bnahkan budaya. Salah satu kesepakatan yang dibangun oleh Jpemerintah Jepang dan AS adalah kesepakatan ”Initial Actions for the Implementation of the Joint Statement” pada 13 februari 2007.

Fungsi dan tujuan aliansi tersebut antara lain:20 (1) mempromosikan nilai-nilai demokrasi, Good Governaces, aturan hukum, kebebasan, dan ekonomi pasar dalam Asia Tenggara, serta membangun kerjasama regional pada isu-isu keamanan tradisional dan transnasional secara bilateral melalui ASEAN Regional Forum. (2) Meningkatkan kerjasama untuk memperkuat kerjasama dalam APEC sebagai forum ekonomi regional yang memiliki peran penting dalam mencapai stabilitas, keamanan, dan keamakmuran di kawasan. (3) kerjasama yang lebih erat antara Jepang dan NATO mengingat NATO memberikan kontribusi global bagi perdamaian dan keamanan serta tujuan strategis dalam aliansi Jepang dan Amerika Serikat. (4) Menjaga keamanan dunia dan regional ASEAN. (5) Operasi perdamaian internasional, bencana alam, dan respon terhadap situasi maupun ancaman di sekitar Jepang.

4) Jepang-As plus Korea Selatan

Mengingat kedekatan Amerika Serikat dengan Korea Selatan terkait masalah sejak lama yaitu melawan Korea Utara sebagai backingan China, maka aliansi Jepang AS berkembang dengan Korea Selatan yang sebelumnya juga sudah menjadi aliansi AS. Terdapat beberapa aliansi yang dilakukan oleh negara Jepang AS, dan Korea Selatan, antara lain General Security of Military Information Agreement (GSOMIA).21 GSOMIA bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran informasi serta membangun program intelijen dan pertahanan antara negara. Juga kerjasama

Chemical, Biological, Radiological, and Nuclear Defense Working Group yang berfungsi untuk meningkatkan kesiapan keamanan kedua negara dalam menghadapi senjata kimia, biologi, radiologi, dan nuklir serta memfokuskan menghadapi serangan senjata pemusnah massal.

Alaiansi keamanan yang dilakukan oleh pemerintah negara Jepang, AS, dan Korea Selatan saat ini banyak dilakukannya implementasi di lapangan, beberapa agenda dan pembuktian lapangn antara lain adalah22 (1) kerjasama melalui relokasi personil Marine Expeditionary Force (MEF) III

content/uploads/2014/02/aliansi_jepang_amerika_serikat.pdf, pada tanggal 06 Mei 2015

20 Ibid.

21

Okezon. Korsel Bentuk Pakta Intelijen dengan Jepang. Diakses dari:

http://news.okezone.com/read/2012/06/29/413/655774/large, pada tanggal 06 Mei 2015

(17)

dari Okinawa ke Guam pada 2014. (2) Latihan kapal induk pada Maret 2007, (3) penggunaan

Yokota airspace pada September 2006 dan pengembalian kontrol Yokota Airspace kepada Jepang pada September 2008. (4) Juni-juli 2006 Jepang, Amerika, dan Korea Selatan Serikat saling bertukar informasi melalui fasilitas koordinasi Yokota Air Base, juga sharing yang dilakukan oleh negara yang beraliansi secara rutin mengenai pertahanan misil balistik dan informasi operasional melalui

Bilateral Common Operational Picture (BOP) (Japan Defense White Paper 2006).23 5) Analisis Persepsi Ancaman bagi Jepang

Pengembangan sistem rudal dan misil yang dilakukan beberapa negara di dunia, khususnya di Asia Timur telah membuat Jepang mengubah persepsinya. Dengan semakin canggih teknologi, pengembangan nuklir dan senjata pemusnah massal (Weapon of Mass Destruction) bukanlah suatu hal yang sulit. Aktor negara yang secara eksplisit disebut Jepang sebagai ancaman bagi Jepang adalah China dan Korea Utara. Namun, peningkatan anggaran militer China dan pembangunan kapabilitas nuklir Korea Utara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari Taiwan sebagai rival China dan masalah Semenanjung Korea bagi Korea Utara. Hal inilah yang membuat keadaan di Asia Timur semakin kompleks dengan adanya pembangunan kapabilitas militer sejumlah negara dalam kawasan tersebut.

6) Analisis Persepsi ancaman bagi AS

Tingkat kecemasan yang melandasi Jepang meningkatkan kapabilitas pertahanannya memberi alasan yang cukup bagi Tokyo untuk berbagi beban dan persepsi dengan kepentingan Amerika Serikat di kawasan, terutama perspektif strategi Amerika Serikat dalam menyikapi pesatnya kemampuan militer China serta kemungkinan perbenturan dua proyeksi kekuatan utama tersebut di Asia Pasifik di masa depan.

Aliansi Jepang dan Amerika Serikat mendorong komitmen baru dan meluas untuk menjalin kerjasama keamanan dengan menciptakan tujuan strategis bersama, membuat komando bersama, secara eksplisit mengidentifikasi stabilitas Selat Taiwan dan Semenanjung Korea sebagai prioritas utama dalam kawasan Asia Pasifik, dan meminta China untuk memberikan transparansi mengenai modernisasi militernya.

DAFTAR PUSTAKA

(18)

Benjamin Zyla, Tanpa Tahun. Sharing the Burden?: NATO and its Second-Tier Powers. 2015. [online] (Diakses di https://books.google.co.id/books?

id=ONfTBgAAQBAJ&pg=PA4&lpg=PA4&dq=definition+alliances+by+Michael+Bar nett+and+Jack+Levy&source=bl&ots=Yi7pMzyPHD&sig=bkUW3LlX0YPiBKBmHvR DXBDwFO0&hl=en&sa=X&ei=Tp08Vc_7KcW2uATw6YCQDw&redir_esc=y#v=onep age&q&f=false

Brooking.1999.NATO after Cold War: Nato s Purpose. Diakses melalui http://www.brookings.edu/fp/projects/1999nato_reportch1.pdf

International Organization. 2009. Domestic sources of alliances and alignments: the case of Egypt1962–73. [online] (diakses dari

http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?

fromPage=online&aid=4309532&fileId=S0020818300033142, pada tanggal 26 april 2015)

John Hillen and Michael P. Noonan.1998. The Geopolitics of NATO Enlargement. [online] (diakses dari

http://strategicstudiesinstitute.army.mil/pubs/parameters/Articles/98autumn/hillen.htm, pada tanggal 26 April 2015)

Louis, Fewsett.2012.The Regional Security of Global Security Diakses melalui http://www.eolss.net/sample-chapters/c04/e1-68-02.pdf

Stephen M Walt. Testing Theories of Alliance Formation. Vol. 42, No. 2, Spring, 1988.Diakses melalui http://www.jstor.org/discover/10.2307/2706677?

uid=3738224&uid=2&uid=4&sid=21106725697013tanggal 26 April 2015)

Obsatar Sinaga. ALIANSI JEPANG-AMERIKA SERIKAT DALAM MENGHADAPI

PEMBANGUNAN KAPABILITAS MILITER CHINA DAN KOREA UTARA. Diakses dari:

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2014/02/aliansi_jepang_amerika_serikat.pdf, pada tanggal 06 Mei 2015

Walt, Stephen M. 1997: Why alliances endure or collapse, Survival: Global Politics and Strategy, 39:1, 156-179. [online] (diakses dari

http://polsci.colorado.edu/sites/default/files/6B_Walt.pdf, pada tanggal 26 April 2015)

Referensi

Dokumen terkait

penyedia Jasa yang telah mendaftar, mengajukan beberapa pertanyaan tentang dokumen pengadaan, Pokja-3 Pengadaan Barang dan Jasa Lainnya telah memberikan penjelasan

Sebaliknya , kajian doktor menunjukkan bahawa kandungan garam galian yang berlebihan dalam tubuh manusia pula boleh

Dari uraian proses pengkajian tersebut, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa pertimbangan hakim dalam memberikan sanksi pada kejahatan begal yang dilakukan oleh

Instrumen keuangan yang diterbitkan atau komponen dari instrumen keuangan tersebut, yang tidak diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui

Hasil dari penelitian ini merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan dalam menangani permasalahan di Kabupaten Kudus dengan membuat aplikasi ALPUKAT, ALPUKAT adalah

Bila fakta yang disajikan berupa fakta umum yang obyektif dan dapat dibuktikan benar tidaknya serta ditulis secara ilmiah, yaitu menurut prosedur penulisan ilmiah, maka karya

Defek septum atrial atau Atrial Septal Defect (ASD) adalah gangguan septum atau sekat antara rongga atrium kanan dan kiri atau lubang abnormal pada sekat yang memisahkan kedua belah

Nilai signifikan kesukaan sifat organoleptik kekentalan acne lotion kurang dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan berbagai komposisi kayu manis dan