• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN BARANG PENUMPANG PADA BAGASI PESAWAT DI BANDARA RADIN INTEN II Jurnal Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN BARANG PENUMPANG PADA BAGASI PESAWAT DI BANDARA RADIN INTEN II Jurnal Penelitian"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN BARANG PENUMPANG PADA BAGASI PESAWAT

DI BANDARA RADIN INTEN II Jurnal Penelitian

Oleh

MERSANDY NOVAN

0

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN PENCURIAN BARANG PENUMPANG PADA BAGASI PESAWAT

DI BANDARA RADIN INTEN II Oleh

Mersandy Novan, Dona Raisa Monica, Diah Gustiniati (noppan_1@yahoo.com)

Tindak pidana pencurian yang marak terjadi di Bandara Indonesia adalah tindak pidana pencurian bagasi pesawat.Apabila kita sering bepergian dengan menggunakan jasa pesawat terbang, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan urusan bagasi. Permasalahan dalam penelitian adalah bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II dan apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II. Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan mempelajari norma atau kaidah hukum, tinjauan atas upaya penanggulangan tindak pidana pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II. Metode analisis secara kualitatif dan disimpulkan dengan cara pikir induktif. Hasil penelitian menunjukkan upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana pencurian bagasi penumpang pesawat terdiri dari dua bentuk yakni upaya preventif dan upaya reprensif. Dalam bentuk upaya preventif antara lain dengan melakukan himbauan kepada para penumpang agar tidak menyimpan barang berharga miliknya ke dalam bagasi, bekerjasama dengan pihak Angkasa Pura maupun pihak Maskapai dengan memberikan pengaman yang maksimal terhadap barang bagasi penumpang. Sedangkan dalam bentuk upaya reprensif, pihak kepolisian menindak lanjuti setiap laporan yang masuk dan menindak tegas terhadap pelaku-pelaku yang tertangkap sesuai dengan peraturan yang ada

(3)

ABSTRACT

AWARDING MEASURES OF SERVICE CRIMINAL SERVICES AT AIRCRAFT BAGGING IN RADIN II INTERNATIONAL

AIRPORT By

Mersandy Novan, Dona Raisa Monica, Diah Gustiniati (noppan_1@yahoo.com)

The crime of theft is rampant in the Airport Indonesia is a crime theft of baggage plane. If we often travel by airplane services, of course we are familiar with the baggage business. The problem in the research is how the effort to overcome the crime of theft of passenger goods on the trunk of the plane at Radin Inten II Airport and what is the obstacle factor in the effort to overcome the crime of theft of passenger goods on the trunk of the plane at Radin Inten II Airport. The research method used in this research is normative juridical, by studying norm or rule of law, review of effort to overcome the crime of theft of passenger goods in baggage plane at Radin Inten II Airport. The method of analysis is qualitatively and inferred by inductive thought. The results showed that the efforts made by the police in tackling crime theft of passenger plane baggage consists of two forms namely preventive efforts and reprensive efforts. In the form of preventive efforts, among others, by appealing to the passengers in order not to store their valuables into the trunk, in cooperation with the Angkasa Pura and the airlines by providing maximum security against passenger baggage. While in the form of repractive efforts, the police follow up any incoming reports and crack down on the perpetrators who are caught in accordance with existing regulations

(4)

I. PENDAHULUAN

Tindak pidana pencurian yang marak terjadi di Bandara Indonesia adalah tindak pidana pencurian bagasi pesawat.Apabila kita sering bepergian dengan menggunakan jasa pesawat terbang, tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan urusan bagasi. Dengan dibuat dan disahkannya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara dianggap mampu melindungi penumpang dari kasus-kasus pencurian bagasi tersebut. Setelah 5 tahun hadirnya peraturan menteri tersebut, ternyata masih terdapat kasus pencurian bagasi bermunculan.Terlebih lagi jika hal tersebut melibatkan oknum-oknum atau pekerja dari maskapai itu sendiri. Akhir-akhir ini sering terdengar kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah bagasi, diantaranya pencurian atau pembobolan isi bagasi, kerusakan, tertukar, terlambat, dan mungkin salah pesawat.

Seperti kasus yang dialami oleh Titi Yusnawati, istri Kasat I Direktorat Narkoba Polda Kalimantan Barat, Ajun Komisaris Besar Polisi Prasetyono.Saat itu, Titi menggunakan maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan JT 715, dari Bandara Supadio menuju Bandara Soekarno Hatta. Pesawat take off sekitar pukul 16.00 WIB dan landing di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 18.30 WIB. Saat Titi akan mengambil tas kopernya di ruang tunggu bagasi, ia melihat kunci gembok sudah rusak. Titi kemudian membuka kopernya.Perhiasan berupa kalung, cincin dan gelang yang bernilai cukup besar miliknya sudah raib.

Peristiwa ini pun dilaporkan kepihak kepolisian Bandara Soekarno Hatta.1 Dunia Penerbangan di negeri ini kembali menuai rasa tidak aman dan memalukan. Betapa tidak barang barang bagasi para penumpang lagi-lagi tak aman berada didalam tas maupun kopernya. Maling sudah tidak lagi memandang tempat, tak mesti tempat yang rawan . Dimanapun jadi. Seperti diberitakan Kompas.com, salah seorang dari empat tersangka barang penumpang di Bandara Soekarno-Hatta,” S” , mengaku sebagai porter maskapai Lion Air. “ S “ ditangkap bersama dua orang berinisial “A” dan “M” karena terekam CCTV milik PT Angkasa Pura II tengah membongkar tas penumpang sebelum dimasukkan ke bagasi, bulan November 2015 . Lalu pada bulan Oktober 2015, staf Lion Air di kargo Bandara Kualanamu Medan juga tertangkap kamera pengawas sedang mencuri barang bawaan penumpang.2

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan tidak mengatur secara khusus mengenai sanksi pidana bagi pelaku pencurian dan perusakan bagasi pesawat itu sendiri. Hal ini menimbulkan celah untuk melakukan aksi pencurian dan perusakan bagasi penumpang pesawat yang berakibat pada lemahnya sanksi bagi pelaku sehingga mereka leluasa untuk melakukan kejahatan tersebut secara berulang-ulang dan melakukan regenarasi dari pelaku senior ke junior

(5)

serta dapat berakibat buruk terhadap citra penerbangan Indonesia di mata dunia.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II?

b. Apakah faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II?

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti, yakni dilakukan wawancara terhadap KoordinatorAviation Security (AVSEC) Bandara Radin Inten II, Kasi Keamanan dan Keselamatan Penerbangan Bandara Radin Inten II dan Akademisi Hukum Pidana Unila. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.

II. PEMBAHASAN

A. Upaya Penanggulangan Kejahatan Pencurian Barang Penumpang Pada Bagasi Pesawat di Bandara Radin Inten II

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan tidak mengatur secara khusus mengenai sanksi pidana bagi pelaku pencurian dan perusakan bagasi pesawat itu sendiri. Hal ini menimbulkan celah untuk melakukan aksi pencurian dan perusakan bagasi

penumpang pesawat yang berakibat pada lemahnya sanksi bagi pelaku sehingga mereka leluasa untuk melakukan kejahatan tersebut secara berulang-ulang dan melakukan regenarasi dari pelaku senior ke junior serta dapat berakibat buruk terhadap citra penerbangan Indonesia di mata dunia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 1 angka (1) dan (2) menjelaskan bahwa, Bagasi Tercatat adalah barang penumpang yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untukdiangkut dengan pesawat udara yang sama. Bagasi Kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan penumpang sendiri.

(6)

Pada Pasal 19 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 tahun 2011 pengangkut tidak bisa dituntut jika, kejadian hilang tersebut bukan disebabkan oleh pihak maskapai, misalnya akibat kelalaian penumpang atau adanya akibat dari pihak ketiga (pencurian) dan Maskapai tidak bisa dituntut pertanggung jawaban jika maskapai sudah melakukan tindakan yang perlu untuk mencegah terjadinya kehilangan, kerusakan dan kerugian lainnya.

Kasus pencurian atau pembobolan bagasi terjadi ketika para penumpang lengah saat menunggu keberangkatan penerbangan dan juga di kabin pesawat atau di bagasi pesawat. Oknum yang tidak bertanggungjawab memanfaatkan kesempatan tersebut dimana menguras isi bagasi atau bahkan mencurinya. Modus pencurian bagasi penumpang dilakukan bervariasi antara lain diduga adanya kerjasama oknum petugas di area X-ray dan Porter di ground handling bandara melalui pembongkaran barang secara paksa, keterlibatan petugas keamanan dan loading master (orang yang mengatur di bagasi agar sesuai dengan beban pesawat) dan lain sebagainya.

Modus yang digunakan untuk melakukan pencurian bagasi beraneka ragam seperti menyilet bagian dalam koper kemudian merogoh isi barang dan selanjutnya diberi lem agar susah dibuka. Selain menyilet koper, pelaku pencurian di bandara juga menggunakan pulpen yang ditusukkan ke resleting lalu ditutup kembali dengan menarik pengancing retsleting. atau melakukan pembobolan secara paksa pada kunci bagasi. Modus pembobolan bagasi penumpang yang terjadi juga diduga adanya kerjasama oknum petugas di area X-ray dan

Porter di ground handling bandara melalui pembongkaran barang secara paksa, pencurian barang melalui jasa pengiriman kargo, keterlibatan petugas keamanan dan loading master (orang yang mengatur di bagasi agar sesuai dengan beban pesawat) dan lain sebagainya.

(7)

melakukan aksinya.

Secara umum upaya penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui sarana “penal” dan “non penal”. Upaya penanggulangan hukum pidana melalui sarana(penal)dalam mengatur masyarakat lewat perundang-undangan pada hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan(policy). Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana(sarana penal)lebih menitik beratkan pada sifat “Represive”, setelah kejahatan atau tindak pidana terjadi. Selain itu pada hakikatnya saranapenalmerupakan bagian dari usaha penegakan hukum oleh karena itu kebijakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penegak hukum(Law Enforcement). Sedangkan upaya hukum non penal dalam menanggulangi kejahatan sangat berkaitan erat dengan usaha penal. Upaya non penal ini dengan sendirinya akan sangat menunjang penyelenggaraan peradilan pidana dalam mencapai tujuannya.

Soediman Kartohadiprojo menyatakan Negara kesatuan dipandang bentuk negara yang paling cocok bagi Indonesia sebagaimana dinyatakannya bahwa: “Parapendiri bangsa (the founding fathers) sepakat memilih bentuk Negara kesatuan karena bentuk negara kesatan itu dipandang paling cocok bagi bangsa Indonesia yang memiliki berbagai keanekaragaman, untuk mewujdkan paham Negara intergralistik (persatuan) yaitu Negara hendak mengatasi segala paham individu atau golongan dan Negara mengutamakan kepentingan umum atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika.”

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal, kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfarepolicy) dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindugan masyarakat (social-defence policy).

Kebijakan penegakan hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya rasa keadilan dan ketertiban dalam masyarakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat kekuasaan baik dalam bentuk undang-undang, sampai pada para penegak hukum antara lain polisi, hakim, jaksa, serta pengacara.

(8)

diketemukan, di terminal wilayah kota lain, pulau lain atau ternyata tidak diketemukan. Mishandling berkaitan dengan para personal/ petugas dalam menangani kehilangan bagasi tersebut, ketika barang yang dicari tersebut sudah dicari di gudang penyimpanan barang tidak ada, di lain hari ternyata ada.

Ada kalanya penumpang tidak memperdulikan anjuran dari pihak maskapai untuk tidak memasukkan barang berharga dalam tas yang akan dimasukkan di bagasi pesawat,ada juga penumpang yang memang sadar akan kehilangan tersebut memang dikarenakan adanya mishandling. Dalam proses penumpang akan memasuki pesawat untuk memasukkan barang dalam bagasi pesawat, penumpang akan melalui proses check in Counter, pada proses ini penumpang akan ditanyai, apakah ada barang berharga yang akan dimasukkan barang bagasi tercatat. Penumpang dianggap sudah mengetahui tentang resiko meletakkan barang berharga/ barang yang bernilai jual mahal di bagian bagasi pesawat. Seperti yang sudah tertera di sub bab sebelumnya bahwa maskapai melakukan konsorsium dengan perusahaan asuransi, hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari cara untuk menanggulangi jika terjadi kehilangan barang bagasi hilang di pesawat tersebut.

B. Faktor Penghambat dalam

Upaya Penanggulangan

Kejahatan Pencurian Barang Penumpang Pada Bagasi Pesawat di Bandara Radin Inten II

Pencurian merupakan salah satu tindak pidana yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap

barang dan harta benda seharusnya menjadi perhatian khusus dari para aparat penegak hukum, tidak hanya bagaimana mengatasi dan menanggulangi maraknya kejahatan pencurian. Tetapi hal yang sama pentingnya adalah bagaimana upaya-upaya aparat penegak hukum melindungi kepentingan korban dan mensosialisasikan apa yang harus dilakukan masyarakat agar dapat menghindari terjadinya tindak pidana pencurian, serta bagaimana peranan korban dalam mempermudah terjadinya tindak pidana tersebut. Setiap perbuatan yang telah diatur sebelumnya dan secara tegas mengatur sanksinya hendaknya menjadikan setiap orang untuk berpikir lebih lanjut sebelum melakukan kejahatan khususnya pencurian bagasi.

(9)

sebagainya. Dalam hal ini kejahatan pencurian dan peruskan bagasi penumpang pesawat seharusnya dapat di katagorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena kejahatan ini disusun secara sistematis, terstruktur dan melibatkan banyak orang. Dalam hal ini pelaku pencuri dan perusakan bagasi pesawat hanya dijerat dengan menggunakan Pasal 362 KUHP tentang pencurian dengan ancaman maksimal 5 tahun.

Hal ini sangatlah tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pelaku pencurian yang sangat merugikan pengguna jasa penerbangan baik domestik maupun mancanegara, Hal ini dapat berimbas kedalam turunya pendapatan Negara dari berbagai sektor serta kepercayaan dunia penerbangan internasional terhadap Indonesia dalam segi pelayanan, kenyamanan dan keamanan penerbangan, sehingga mengakibatkan maskapai penerbangan dan pelayanan bandara Indonesia di nilai buruk oleh dunia penerbangan internasional, tidak semua maskapai Indonesia yang diizinkan dapat terbang secara langsung ke kawasan Eropa dan Amerika. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak mengatur secara khusus mengenai sanksi pidana bagi pelaku pencurian dan perusakan bagasi pesawat itu sendiri. Hal ini menimbulkan celah untuk melakukan aksi pencurian dan perusakan bagasi penumpang pesawat yang berakibat pada lemahnya sanksi bagi pelaku sehingga mereka leluasa untuk melakukan kejahatan tersebut secara berulang-ulang dan melakukan regenarasi dari pelaku senior ke junior serta dapat berakibat buruk terhadap citra penerbangan Indonesia di mata dunia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat penulis analisis bahwa tindak pidana pencurian bagasi penumpang pesawat terbang dilakukan secara terorganisir dengan melibatkan beberapa orang pekerja. penyebab terjadinya pencurian bagasi penumpang pesawat adalah karena kecilnya gaji karyawan ground handling dan porter selain itu lemahnya pengawasan dan pelatihan bagi calon ground handling/porter. Para pelaku pencurian biasanya melakukan aksinya ketika di area make up dan lambung pesawat yang mana area ini luput dari pengawasan security maskapai dan CCTV, terkadang security maskapai bekerja sama dalam hal memperlancar aksi para pelaku kejahatan. Selain itu pula perlu ditingkatkan lagi sistem keamanan bandara terpadu baik dari aviation security (AVSEC), security airline dan kepolisian serta penambahan CCTV di area tertentu yang dicurigai rawan aksi pembobolan bagasi agar mempersempit ruang gerak pelaku pencurian bagasi pesawat.

(10)

penanganan kasus pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat membuat para penumpang pun menjadi enggan untuk meneruskan perkara tersebut.

Kekurangan personel membuat tidak efektif pekerjaan di bidangnya masing-masing. Sering kali dari bagian terutama Reserse akan merangkap tugas sebagai bagian intelejen untuk melakukan penyelidikan, begitupun dengan bagian fungsi yang lain. Selain faktor aparat penegak hukum faktor lain yang menghambat upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II adalah budaya dari penumpang pesawat itu sendiri, dimana penumpang menunda waktu untuk melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum, sehingga semakin lama kasus tersebut dilaporkan akan memperlambat proses penyelesaiannya.

Pada penanggulanagan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II dari pihak kepolisian sanga membutuhkan kerjasama dengan masyarakat. Masyarakat dalam hal ini bisa berperan sebagai pelapor yang baik dan bersedia membantu proses penyelidikan dan penyidikan ketika ada kejadian yang bersangkutan dengan dirinya, hal tersebut bisa sebagai saksi atau juga sebagai korban bahkan pelaku. Masyarakat sangat penting memiliki kesadaran dan kewaspadaan tentang bahaya pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II. Menurut penulis masyarakat adalah faktor yang besar pengaruhnya dalam suatu penegakan hukum, jika kesadaran masyarakat akan hukum sudah tinggi

maka akan sangat mudah bagi pihak kepolisian untuk menangani perkara. Masyarakat adalah faktor yang besar pengaruhnya dalam suatu penegakan hukum, jika kesadaran masyarakat akan hukum sudah tinggi maka akan sangat mudah bagi pihak kepolisian untuk menangani perkara.

Berdasarkan uraian di atas, maka kebijakan Aviation Security (AVSEC) dalam penanggulangan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat dilakukan melalui upaya-upaya pre-emtif, preventif, dan represif. Upaya penanggulangan pre-emtif dilakukan melalui social engineering dengan mengawasi, mengarahkan, membentuk dan mendorong masyarakat agar menjadi law abiding citizen yang mampu menangkal kejahatan dengan jalan melakukan penyuluhan hukum. Upaya preventif, yaitu kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kasus-kasus kejahatan dengan mengedepankan fungsi teknis samapta dengan melaksanakan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli (turjawali) di lokasi yang diduga mengandungpolice hazard(PH). Pembinaan masyarakat untuk mendorong agar ikut serta dalam upaya penanggulangan kejahatan (siskamtibmas swakarsa) dan bekerja sama dengan pihak Kejaksaan. Sedangkan, upaya represif berupa kegiatan penindakan yang ditujukan ke arah penanggulangan terhadap semua kasus tindak pidana yang telah terjadi termasuk dengan menerapkan upaya-upaya paksa.

(11)

bagasi pesawat, meliputi faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas pendukung, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Faktor hukum, adalah penerapan Pasal 363 KUHP itu sudah cukup memadai untuk mendorong pelaksanaan tugas aparat kepolisian dengan komitmen menerapkan ancaman pidana yang tinggi. Kemugkinan hakim menjatuhkan pidana terlalu ringan merupakan suatu faktor penghambat dalam penegakan hukum tersebut; Faktor penegak hukum, berfungsinya dalam memainkan peranan penting, akan tetapi bila kualitas petugas kurang baik, maka akan timbul masalah. Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian aparat Aviation Security (AVSEC) dan persoalan ratio perbandingan 1:1.627 antara Aviation Security (AVSEC) dan masyarakat merupakan perbandingan yang kurang proporsional; Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak berkaitan dengan materi pendidikan polisi yang masih berkutat pada hal-hal yang bersifat praktis konvensional. Masalah perangkat keras adalah sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Apabila sarana fisik tidak mencukupi dan kondisinya kurang baik, maka akan menjadi faktor penghambat bagi petugas untuk bekerja secara profesional. Padahal peralatan tersebut sangat besar sekali manfaatnya dalam upaya kecepatan informasi dan mobilitas dalam menjalankan tugas; Faktor masyarakat, berkaitan dengan adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Resistensi penegakan hukum dari sebagian masyarakat dapat

diidentifikasi atas dasar sikap masyarakat yang kurang menyadari tugas polisi, tidak mendukung, dan malahan kebanyakan bersikap apatis serta menganggap tugas penegakan hukum semata-mata urusan polisi serta keengganan terlibat sebagai saksi dan sebagainya; Faktor kebudayaan, mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya terhadap penegakan hukum. Dengan budaya setempat, masyarakat secara umum dianggap akomodatif dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian.

Berdasarkan hasil penelitian maka menurut penelitia aparat Aviation

Security (AVSEC) dalam

menanggulangi pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat melakukan upaya pre-emtif preventif dan represif agar para pelaku kejahatan merasa takut untuk melakukan kejahatan sehingga hasil yang diharapkan benar-benar optimal. Selain itu, Aviation Security (AVSEC) meningkatkan sumber daya manusianya, baik secara kuantitas maupun kualitasnya terhadap mentalitas dan kepribadian yang tinggi serta bertanggung jawab terhadap profesinya.

III. PENUTUP A. Simpulan

(12)

agar tidak menyimpan barang berharga miliknya ke dalam bagasi. Sedangkan dalam bentuk upaya reprensif, pihak Aviation Security (AVSEC)menindak lanjuti setiap laporan yang masuk dan menindak tegas terhadap pelaku-pelaku yang tertangkap sesuai dengan peraturan yang ada.

2. Faktor penghambat dalam upaya penanggulangan kejahatan pencurian barang penumpang pada bagasi pesawat di Bandara Radin Inten II adalah lemahnya sanksi bagi pelaku sehingga mereka leluasa untuk melakukan kejahatan tersebut secara berulang-ulang dan melakukan regenarasi dari pelaku senior ke junior serta dapat berakibat buruk terhadap citra penerbangan Indonesia di mata dunia.

B. Saran

Berkenaan dengan pembahasan skripsi ini, ada beberapa saran yang perlu penulis sampaikan, yaitu:

1. Penumpang dihimbau untuk melapisi tas/koper/barang bawaan dengan pembungkus tambahan serta tidak memasukkan barang berharga kedalam bagasi, menggunakan koper yang kuat dan

baik penguncinya ataupun dengan memasukkan identitas kedalam koper dan dilabel untuk digantung pada pegangan koper.

2. Penumpang yang mendapati bagasinya rusak saat masih di bandara, dihimbau untuk mengecek langsung apakah ada barang-barang yang hilang. Apabila ada barang-barang yang hilang, segera menghubungi petugas bandara ataupun maskapai yang bersangkuan.

DAFTAR PUSTAKA

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996

http://www.kompasiana.com/andiansyo ri/tindak-tegas-pencuri-barang- bagasi-penumpang-di-lion-air_5689c8cb8223bd57048b456f, Di akses Senin 14 Maret 2017,Pukul 19.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban dimaksud dilakukan sebagai implementasi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan,

Berdasarkan pengertian, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah tentang pendidikan, visi dan misi, dan kenyataan dilapangan, serta untuk mengetahui kondisi objektif

Melalui pengalaman siswa dan penjelasan dari guru, siswa dapat mengidentifikasi kehidupan manusia yang sesuai dengan keadaaan cuaca tertentu dengan tepat.. Melalui

12 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2007 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka akan dibahas kebijakan manajemen PT Mugi Triman Intercontinental dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa penggunaan video kebangsaan dapat

Mengetahui bahwa terdapat struktur yang sama yang terdapat pada soal dari masalah sumber dan masalah target serta dapat menghubungkannya dengan masalah target