• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks adalah kanker urutan kedua yang sering menimpa wanita di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker serviks adalah kanker urutan kedua yang sering menimpa wanita di"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker serviks adalah kanker urutan kedua yang sering menimpa wanita di dunia. Setiap tahun 529.828 wanita didiagnosa terkena kanker serviks dan 275.128 wanita meninggal karena penyakit ini, 80% dari wanita yang meninggal tersebut berasal dari negara – negara berpenghasilan menengah – rendah (WHO, 2010). Angka insiden tertinggi ditemukan di negara – negara Amerika bagian tengah, Afrika timur, Asia selatan, Asia tenggara dan Melanesia (WHO, 2006). Di Indonesia, kanker serviks merupakan penyebab kematian utama pada perempuan dalam 30 tahun terakhir yang insiden penyakit ini diperkirakan sekitar 100 per 100.000 penduduk (Aziz, 2001). Berdasarkan data patologi dari 12 pusat patologi di Indonesia pada tahun 1997 menunjukkan bahwa kanker serviks menduduki 26,4% dari 10 jenis kanker terbanyak pada perempuan (Depkes RI, 1997 cit. Depkes RI, 2008). Menurut data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta 39,5% penderita kanker serviks pada tahun 1998 adalah kanker serviks (Depkes RI, 2008).

Human papilloma virus (HPV) adalah agen penyebab kanker serviks, suatu studi di Indonesia menunjukkan bahwa HPV ditemukan pada 96% pasien kanker serviks dan 83% nya adalah HPV 18 dan HPV 16 (Aziz, 2009). HPV dapat ditularkan secara seksual, kontak langsung kulit ke kulit dan melalui kontak dengan benda mati yang terkontaminasi HPV (Androphy, 2007). Sejak diketahui

(2)

2

bahwa HPV memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian kanker serviks, vaksinasi HPV merupakan pilihan yang ideal untuk program pencegahan kanker serviks. Saat ini terdapat dua jenis vaksin HPV yang dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan infeksi HPV yaitu vaksin bivalen (tipe 16 dan 18) dan vaksin quadrivalen (tipe 6, 11, 16, 18). Pada tahun 2006 FDA (Foods and Drugs Administration) telah mengijinkan penggunaan vaksin HPV pada wanita usia 9 – 26 tahun di Amerika Serikat (CDC, 2010). Sejumlah besar negara Eropa, Amerika, Australia, dan Selandia Baru telah merekomendasikan vaksinasi HPV masuk dalam program vaksinasi sekolah untuk remaja perempuan (Markowitz et al., 2007). Namun di Indonesia vaksinasi HPV belum menjadi vaksinasi wajib bagi anak (Anonim, 2013).

Vaksin HPV merupakan profilaksis sehingga paling efektif diberikan pada wanita sebelum terpapar virus HPV yaitu sebelum melakukan hubungan seksual secara aktif. Orang tua memegang peranan penting dalam peneriman vaksinasi HPV. Biaya, masalah logistik dan penerimaan oleh orang tua adalah kunci dalam suksesnya implementasi dari vaksin HPV baru. Penelitian sebelumnya di Amerika Serikat, Inggris dan Belanda menunjukkan bahwa penerimaan vaksin HPV di kalangan orang tua merupakan prioritas utama dalam pengadaan vaksin. (Zimet et al., 2005). Untuk meningkatkan penerimaan vaksin, perlu dipelajari faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan orang tua. Menurut penelitian sebelumnya, pengetahuan, tingkat pendidikan, jumlah pasangan seksual dan efektivitas vaksin terkait dengan penerimaan terhadap vaksin HPV (Zimet et al.,

(3)

3

pengetahuan orang tua terutama ibu terkait dengan vaksinasi HPV sehingga dapat dilakukan edukasi sebelum dilakukan program vaksinasi HPV.

Permasalahan pada penelitian ini difokuskan pada hubungan pengetahuan dan sikap terhadap penerimaan vaksinasi HPV pada ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu dari siswi SMP terkait kanker

serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta? 2. Bagaimanakah sikap ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan

vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta?

3. Bagaimanakah penerimaan ibu dari siswi SMP terkait vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta?

4. Bagaimanakah hubungan antara karakteristik sosiodemografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta?

5. Bagaimanakah hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta?

6. Bagaimanakah hubungan antara sikap dengan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan

(4)

4 Kota Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui sikap ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui penerimaan ibu terhadap vaksinasi HPV untuk dari siswi SMP di wilayah Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

4. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

5. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

6. Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan penerimaan ibu dari siswi SMP terkait kanker serviks dan vaksinasi HPV di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

(5)

5

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi lembaga kesehatan untuk lebih meningkatkan sarana dan prasarana perbekalan informasi yang memadai, dapat dijangkau oleh masyarakat luas dan menyediakan informasi yang dibutuhan masyarakat, 2. Sebagai bahan pertimbangan dan koreksi untuk edukasi mengenai kanker

serviks dan vaksinasi HPV oleh para farmasis dan tenaga kesehatan lain yang lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat.

E. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan

a. Pengertian

Menurut Bloom dan Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban baik lisan atau tulisan yang merupakan suatu reaksi dari suatu stimulasi yang berupa pertanyaan baik lisan atau tulisan (Notoatmodjo, 2003). Hasil dari usaha manusia untuk tahu disebut dengan pengetahuan yang merupakan hasil dari kenal, insaf, mengerti dan pandai (Salam, 2003).

(6)

6

Menurut Notoatmodjo (2003) enam tingkatan pengetahuan yang tecakup dalam domain kognitif yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang dapat diukur menggunakan pertanyaan – pertanyaan.

2) Memahami (comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, serta harus dapat menginterpretasikan objek tersebut secara benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipahami pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Dapat diindikasi dengan kemampuan untuk dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan tentang suatu objek.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

(7)

7

baru atau kemampuan untuk menyusun formula baru dari formula yang sudah ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu berdasarkan criteria yang ditentukan sendiri atau norma yang berlaku di masyarakat.

b. Kategori Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek peneliti atau responden kedalam pengetahuan yang ingin atau diukur. Kualitas pengetahuan pada masing-masing tingkatpengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: (Arikunto, 2006)

1) Baik : Bila subyek/ responden mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh pertanyaan .

2) Cukup : Bila subyek/ responden mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh pertanyaan

3) Kurang : Bila subyek/ responden mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh pertanyaan

Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner yang berisi materi yang ingin diujikan kepada responden (Azwar, 1998). Kuisioner selanjutnya dianalisis untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan responden.

(8)

8 2. Sikap dan perilaku kesehatan

a. Definisi sikap

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang seperti senang, tidak senang, setuju tidak setuju, baik, tidak baik dan sebagainya. Sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak (Widayatun, 1999). Sikap adalah sebagai suatu keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui pengalaman yang memberi pengaruh dinamika atau terarah terhadap respons individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya.

b. Perilaku kesehatan

Glanz et al. (1997) mengklasifikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain :

1) Perilaku kesehatan (health behaviour), yaitu hal-hal yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk tindakan untuk mencegah penyakit dan kebersihan perorangan.

2) Perilaku sakit (illness behaviour) yaitu segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan individu yang merasa dirinya sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau merasa dan mengenal rasa sakit yang ada pada dirinya.

(9)

9 c. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan seseorang dibagi menjadi dua yaitu

favourable jika bersifat mendukung atau memihak pada obyek sifat dan unfavourable jika berisi hal negatif mengenai obyek sikap. Metode yang digunakan untuk mengukur sikap menurut Azwar (2011) antara lain :

1) Observasi langsung

Observasi langsung dilakukan dengan memperhatikan langsung pada pelaku atau subjeknya.

2) Pernyataan langsung (direct question)

Pernyataan langsung memiliki kelemahan yaitu seseorang akan mengungkapkan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya bila situasi dan kondisi memungkinkan.

3) Pengungkapan langsung

Metode penanyaan langsung adalah mengungkapkan langsung (direct assesment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan item ganda.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap

Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap, yaitu:

(10)

10

1) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan keyakinan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Komponen kognitif merupakan perwakilan apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap yang berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai objek tertentu. 2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap dan menyangkut aspek emosi. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen emosional disebut juga perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek sikap yang berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan dihadapi. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya

(11)

11

kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi.

Menurut Purwanto (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yaitu:

1) Faktor intern

yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi melainkan dipilih berdasarkan motif dan kencederungan yang ada di dalam diri kita.

2) Faktor ekstern

merupakan faktor di luar manusia yang mencakup sifat objek yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang mengemukakan sikap, sifat orang/kelompok yang mendukung sikap, media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap, dan situasi pada saat sikap dibentuk.

3. Teori HBM (Health Belief Model)

Teori HBM (Health Belief Model) adalah teori perubahan perilaku kesehatan dan psikologis yang dikembangkan oleh Irwin M. Rosenstock pada tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan pelayanan kesehatan. Model ini dikembangkan lebih lanjut oleh Becker di tahun 1970-an dan 1980-an (Conner, 1996).

(12)

12

Di dalam teori HBM terdapat 5 domain yaitu :

a. Perceived susceptibility

Kepercayaan terhadap sesuatu yang menjadi faktor risiko suatu penyakit bersifat subjektif. Untuk seseorang yang sangat menyangkal terhadap beberapa risiko meskipun orang lain dengan yakin merasa itu berbahaya. Area antara orang yang mengakui bahwa ada kemungkinan statistik bisa terjangkit suatu penyakit tetapi tidak secara penuh percaya mereka akan terkena (Rosenstock, 1966).

b. Perceived seriousness

Persepsi dari konsekuensi terhadap kondisi kesehatan yang negative juga bersifat subjektif. Kepercayaan terhadap suatu penyakit yang menyebabkan nyeri, lemah, stigma sosial dari kematian adalah contoh dari persepsi keparahan (Rosenstock,1966).

c. Perceived benefits of taking action

Perceived benefits of taking action memiliki makna yaitu memutuskan sebuah cara dari tindakan yang terbentuk dengan pilihan akses ke individu dan kepercayaan terhadap efektivitas yang mereka miliki. Tindakan ini bergantung kepada setidaknya satu cara untuk mencegah dari terjadiya suatu penyakit yaitu ketika kepercayaan akan menghasilkan suatu penerimaan dari seseorang atau individu (Rosenstock, 1966).

d. Barriers of taking action

Walaupun suatu kepercayaan sudah kuat pada suatu aksi yang dapat menurun gangguan kesehatan namun kadang keragu – raguan dapat tetap

(13)

13

terjadi. Apabila kesiapan rendah dan aspek negatif dari cara pencegahan terlihat sangat tinggi, hambatan bisa terbangun untuk mencegah aksi (Rosenstock,1966).

e. Cues to action

Stimulus yang dapat merangsang perilaku kesehatan. Bisa berupa faktor internal seperti ketidaknyamanan fisik, atau faktor eksternal seperti pesan yang menyampaikan keseriusan dari suatu penyakit. Faktor eksternal lebih cocok untuk mengkomunikasikan yang dikeluarkan pada suatu media atau interaksi interpersonal (Mattson,1999).

Menurut Notoatmodjo (2010) dimensi perilaku kesehatan dibagi menjadi dua yaitu:

a) Healthy Behavior yaitu perilaku orang sehat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Terdiri dari perilaku preventif yaitu tindakan atau upaya untuk mencegah dari sakit dan masalah kesehatan yang lain dan promotif yaitu tindakan atau kegiatan untuk memelihara dan meningkatkannya kesehatannya.

b) Health Seeking Behavior yaitu perilaku orang sakit untuk memperoleh kesembuhan dan pemulihan kesehatannya. Disebut juga perilaku kuratif dan rehabilitative.

Perilaku kuratifmencakup kegiatan: 1) Mengenali gejala penyakit.

2) Upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan yaitu dengan mengobati sendiri atau mencari pelayanan (tradisional, profesional)

(14)

14

3) Patuh terhadap proses penyembuhan dan pemulihan (complience) atau kepatuhan.

4. Kanker serviks

a. Pengertian Kanker Serviks

Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa yang terjadi pada serviks atau leher rahim yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim. Letak serviks berada diantara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks sebesar 90% dan berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim sebesar 10% (Setyarini, 2009).

Perjalanan penyakit kanker serviks mulai terjangkitnya infeksi oleh HPV sampai terjadinya kanker selain penyebab utama berupa virus HPV, dipengaruhi peran dari kofaktor lain. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi faktor lingkungan, hospes dan virus (Munoz et al., 2006; Castellsague, 2008).

b. Penyebab Kanker Serviks

Human Papilloma Virus penyebab kanker serviks 99,7%. Virus ini berukuran kecil berdiameter kurang lebih 55nm. HPV (Human Papilloma Virus) juga disebut wart virus (virus kutil). Klasifikasi HPV dibagi menjadi banyak tipe berdasarkan penyakit yang ditimbulkan.

(15)

15

1) HPV tipe 1–4 dapat menyebabkan penyakit kutil (cutaneous warts/verruca vulgaris).

2) HPV tipe 6,11,16,18, 31, dan 35 dapat menimbulkan penyakit kutil kelamin (genital warts/condyloma acuminata). Lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh HPV tipe 16, 18, 31, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 70 (Androphy, 2007).

c. Cara Penularan dan Faktor Risiko Kanker Serviks

Menurut WHO (2006), faktor risiko terjadinya infeksi HPV adalah hubungan seksual pada usia dini karena sekitar 25-30% infeksi HPV terjadi pada usia kurang dari 25 tahun, berhubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, dan memiliki pasangan yang suka berberganti-ganti-berganti-ganti pasangan.

Pada perempuan saat remaja dan kehamilan pertama, terjadi metaplasia sel skuamosa serviks yang akan maka akan membentuk sel baru hasil transformasi dengan partikel HPV tergabung dalam DNA sel apabila saat itu terjadi infeksi HPV. Bila hal ini berlanjut maka terbentuklah lesi prekanker dan selanjutnya menjadi kanker. Sebagian besar kasus displasia sel serviks sembuh dengan sendirinya, sementara hanya sekitar 10% yang berubah menjadi displasia sedang dan berat. Setengah dari kasus displasia berat berubah menjadi karsinoma (WHO, 2006). Perubahan suatu lesi displasia menjadi karsinoma biasanya membutuhkan waktu 10 – 20 tahun.

(16)

16 d. Gejala Kanker serviks

Lesi prakanker dan kanker stadium dini kanker serviks biasanya asimtomatik (tanpa gejala) dan hanya dapat terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi, sebanyak 76% kasus tidak menunjukkan gejala sama sekali (Boom, 1991). Gejala akan timbul jika sudah terjadi kanker dan sesuai dengan tingkat penyakitnya, yaitu dapat lokal atau tersebar. Perdarahan pasca sanggama atau dapat juga terjadi perdarahan diluar masa haid dan pasca menopause dapat menjadi gejala awal adanya kanker serviks. Jika tumornya besar, dapat terjadi infeksi sehingga menimbulkan cairan berbau yang mengalir keluar dari vagina. Ketika kanker sudah lanjut, akan timbul nyeri panggul, gejala yang berkaitan dengan kandung kemih dan usus besar (Pretoriun et al., 1991). Gejala lain yang timbul dapat berupa gangguan organ yang terkena misalnya otak (nyeri kepala, gangguan kesadaran), paru (sesak atau batuk darah), tulang (nyeri atau patah), hati (nyeri perut kanan atas, kuning, atau pembengkakan) dan lain-lain (Nuranna, 2005).

e. Stadium kanker serviks

Stadium Kanker Serviks berdasarkan International Federation of Gynecologists and Obstetricians Staging System for Cervical Cancer

(FIGO) tahun 2000 (Andrijono, 2007)

Tabel I. Stadium kanker serviks

Stadium Karakteristik

0 Lesi belum menembus membrana basa

I Lesi tumor masih terbatas di leher rahim

IA1 Lesi telah menembus membrana basalis kurang dari 3 mm dengan

(17)

17

IA2 Lesi telah menembus membrana basalis > 3 mm tetapi < 5 mm dengan

dengan diameter permukaan tumor < 7 mm

IB1 Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer < 4 cm

IB2 Lesi terbatas di leher rahim dengan ukuran lesi primer > 4 cm

II Lesi telah keluar dari leher rahim (meluas ke parametrium dan sepertiga

proksimal vagina)

IIA Lesi telah meluas ke sepertiga proksimal vagina

IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai dinding

panggul

III Lesi telah keluar dari leher rahim (menyebar ke parametrium dan atau

sepertiga vagina distal)

IIIA Lesi menyebar ke sepertiga vagina distal

IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul

IV Lesi menyebar keluar organ genitalia

IVA Lesi meluas ke rongga panggul, dan atau menyebar ke mukosa vesika

urinaria

IVB Lesi meluas ke mukosa rektum an atau meluas ke organ jauh

f. Diagnosis kanker serviks

Diagnosis kanker serviks dapat menggunakan diagnosis definitif yang harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi sebelum pemeriksaan (WHO, 2006). Tindakan penunjang diagnostik dapat berupa kolposkopi (pemeriksaan untuk melihat permukaan serviks dengan menggunakan kolposkop yang dimasukkan ke liang vagina untuk menunjukkan abnormalitas), biopsi terarah, dan kuretase endoservikal (mengumpulkan sel atau jaringan kanal leher rahim menggunakan kuret). g. Pencegahan kanker serviks

Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : 1) Pencegahan primer

Pencegahan primer kanker serviks dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :

(18)

18

Mengurangi risiko kanker serviks secara signifikan dapat dilakukan dengan menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogami (Rasjidi, 2008). b) Menggunakan kontrasepsi barrier

Untuk proteksi terhadap agen virus, dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier seperti kondom, diafragma, dan spermisida. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang dibuat dari kulit kambing (Rasjidi, 2008).

c) Melakukan vaksinasi HPV

Mengurangi infeksi HPV pada pasien dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi HPV karena mempunyai kemampuan proteksi >90% (Rasjidi, 2008).

Vaksinasi HPV merupakan upaya pencegahan primer yang diharapkan akan menurunkan terjadinya infeksi HPV risiko tinggi, menurunkan kejadian karsinogenesis kanker serviks dan pada akhirnya menurunkan kejadian kanker serviks uteri. Vaksin HPV yang saat ini telah dibuat dan dikembangkan yaitu vaksin kapsid L1 (imunogenik mayor) HPV tipe 16 dan 18 karena infeksi HPV tipe 16 dan 18 ditemukan pada 70-80% penderita kanker serviks, sehingga diharapkan dapat memberikan proteksi terhadap kanker serviks. Pemberian vaksin dilaporkan memberi proteksi sebesar 89%, karena

(19)

19

vaksin tersebut dilaporkan mempunyai cross protection dengan tipe lain.

Ada dua jenis vaksin HPV yaitu:

(1) Vaksin bivalen yaitu vaksin yang mengandung vaksin HPV 16 dan 18.

(2) Vaksin quadrivalen yaitu vaksin HPV tipe 16, 18, 6 dan 11. HPV tipe 6 dan 11 (HPV risiko rendah) bukan karsinogen sehingga bukan penyebab kanker serviks.

Upaya vaksinasi menyeluruh bagi wanita dewasa dan remaja yang dilanjutkan dengan pendeteksian secara berkesinambungan, akan membantu menurunkan prevalensi kanker serviks. Pemberian vaksin pada laki-laki dilaporkan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Vaksin yang saat ini akan diaplikasikan adalah vaksin profilaksis bukan vaksin terapeutik sehingga vaksinasi pada perempuan yang telah terinfeksi HPV tipe 16 dan 18 kurang bahkan mungkin tidak memberi manfaat proteksi, tetapi pemberiannya dilaporkan tidak menimbulkan efek yang merugikan (Adrijono,2007). 2) Pencegahan sekunder

Skrining kanker serviks dapat dilakukan dengan metode pap smear dan VIA (Visual Inspection Acetic Acid). Tes pap smear merupakan tes yang dipercaya sebagai pencegahan sekunder kanker serviks dan tidak mahal. Tes pap smear pertama kali dilakukan ketika wanita menjadi

(20)

20

aktif secara seksual atau mencapai usia 18 tahun. Penyakit Neoplastik serviks biasanya berkembang dari displasia menjadi karsinoma insitu kemudian menjadi karsinoma invasif. Perkembangan dari awal sampai akhir ini biasanya membutuhkan waktu 8-30 tahun. Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan skrining pap smear interval 3 tahun. Penurunan insiden dan kematian akibat kanker serviks berkaitan dengan skrining. Semakin besar jumlah hasil negatif yang didapat, maka akan semakin kecil risiko berkembangnya tumor serviks invasif (Rasjidi, 2008).

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang (Sankaranarayan et al., 1999).

5. Kuesioner

Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh periset untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan (Hendri, 2009).

Menurut Arikunto (2006) kuesioner dapat dibedakan menjadi : a. Berdasarkan cara menjawab

Maka dibagi menjadi :

1) Kuesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri.

(21)

21

2) Kuesioner tertutup, yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.

b. Berdasarkan jawaban yang diberikan Dibagi menjadi :

1) Kuesioner langsung, yaitu responden menjawab tentang dirinya

2) Kuesioner tidak langsung, jika responden menjawab tentang orang lain.

c. Berdasarkan bentuk

Maka dapat dibagi menjadi:

1) Kuesioner pilihan ganda, yang dimaksud adalah sama dengan kuesioner tertutup.

2) Kuesioner isian, yang dimaksud adalah kuesioner terbuka.

3) Check list, sebuah daftar, dimana responden tinggal membubuhkan tanda check pada kolom yang sesuai.

4) Rating-scale (skala bertingkat), yaitu sebuah pertanyaan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkat-tingkatan misalnya mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju.

F. Landasan Teori

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan pengetahuan dan sikap mengenai HPV ataupun kanker serviks, salah satunya faktor karakter sosiodemografi. Penelitian dari Brown et al. pada tahun 2009 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendapatan keluarga yang tinggi, kepedulian

(22)

22

terhadap risiko anak perempuan mereka terhadap HPV, kanker serviks dan genital warts mempunyai penerimaan yang baik terhadap vaksin HPV. Penolakan terhadap vaksin ditunjukkan oleh ibu yang memiliki anak perempuan yang sudah dewasa/tua, memiliki riwayat diagnosis HPV di masa lalu, genital warts atau kanker, ibu yang percaya bahwa anak perempuan mereka tidak berisiko terkena kanker serviks karena tidak melakukan hubungan seks secara aktif dan ibu yang percaya bahwa vaksin HPV tidak aman.

Berdasarkan penelitian dari Dalstrom et al. pada tahun 2009 menunjukkan bahwa terdapat penerimaan yang tinggi terhadap vaksinasi HPV di kalangan orang tua di Swedia dan harga dari vaksin HPV bukan merupakan barrier utama terhadap penerimaan. Penelitian ini juga menyatakan bahwa informasi terkait dengan HPV, keamanan vaksin dan efektivitas vaksin merupakan hal yang penting untuk meningkatkan penerimaan terhadap vaksin HPV.

Berdasarkan penelitian dari Li et al. pada tahun 2008 menunjukkan bahwa

awareness terhadap HPV di China masih cukup rendah. Penerimaan terhadap vaksin tinggi jika ada garansi atau jaminan terhadap harga dan keamanan vaksin. Tempat tinggal dan tingkat pendidikan merupakan faktor utama dalam awareness

(23)

23

G. Kerangka Konsep Penelitian

I.

II.

H. Hipotesis

1. Tingkat pengetahuan tinggi pada ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta terhadap vaksinasi HPV.

2. Sikap yang positif pada ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta terhadap vaksinasi HPV.

3. Penerimaan yang baik pada ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta terhadap vaksinasi HPV.

Karakteristik demografi

- Tempat tinggal - pekerjaan

- Kebiasaan merokok - Usia

- Pendapatan - Agama

- Pengalaman vaksinasi

- Pengalaman skrining

- Sumber informasi dari kanker

serviks, vaksinasi HPV, skrining kanker serviks

Tingkat pengetahuan

Sikap

Penerimaan terhadap

kanker serviks dan

vaksinasi HPV

(24)

24

4. Ada hubungan antara karakteristik sosiodemografi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta mengenai vaksinasi HPV .

5. Ada hubungan antara karakteristik sosiodemografi terhadap penerimaan vaksinasi HPV pada ibu dari siswi SMP di Kabupaten Bantul dan Kota Yogyakarta.

6. Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap terhadap penerimaan ibu dari anak perempuan usia 12-15 tahun di Yogyakarta mengenai vaksinasi HPV.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH DOSIS PUPUK NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN SERAT KASAR DAN PROTEIN KASAR RUMPUT GAJAH MINI.. (Pennisetumpupureum cv. Mott) PADA USIA PEMOTONGAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.5. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Tenaga Kesehatan Tradisional

Salah satu hasil rapat tersebut menginformasikan bahwa, soal UAS mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) kelas IV disusun oleh Samto,A.Ma.Pd. Hasil wawancara

Kemungkinan banyak dari unsur-unsur ini hadir di dalam dengan sempurna intergrown mineral di dalam kristal kalkopirit, sebagai contoh lamellae yang mewakili.. arsenopyrite,

RENIER, SEJARAWAN TERKEMUKA DARI UNIVERSITY COLLEGE LONDON, (1997; 104) MENJELASKAN ISTILAH DOKUMEN DALAM TIGA PENGERTIAN, PERTAMA DALAM ARTI LUAS, YAITU YANG MELIPUTI SEMUA

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar siswa menjawab gagasan yang sama pada nomor 1 dan 2 (biasa digunakan contoh pada pembelajaran), hanya sebagian

Individu dengan efikasi diri yang tinggi dalam menentukan pilihan bidang minat karir akan memiliki keyakinan diri bahwa ia dapat membuat penilaian diri dengan tepat yaitu