• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN. Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada pula yang menyatakan bahwa kelapa sawit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN. Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada pula yang menyatakan bahwa kelapa sawit"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ada yang menyatakan tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack.) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada pula yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi Yan dkk, 2002).

Tidak dapat dipungkiri, prospek industri kelapa sawit kini semakin cerah baik di pasar dalam negeri maupun di pasar dunia. Sektor ini akan semakin strategis karena berpeluang besar untuk lebih berperan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional dan menyerap tenaga (Kemenperin, 2012).

Di dalam negeri, kebijakan pemerintah mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) sebagai altenatif bahan bakar minyak (BBM) memberi peluang besar bagi industri kelapa sawit untuk lebih berkembang. Sesuai dengan target pemerintah, pada 2010 sekitar 10% dari kebutuhan bahan bakar dalam negeri akan disuplai dengan BBN, dimana 7% diantara berbasis minyak sawit atau dikenal sebagai biodiesel. Untuk itu diperlukan tambahan pasokan atau peningkatan produksi kelapa sawit dalam jumlah besar (Kemenperin, 2012).

Sementara itu di pasar dunia, dalam 10 tahun terakhir, penggunaan atau konsumsi minyak sawit tumbuh sekitar rata-rata 8%-9% per tahun. Ke depan, laju pertumbuhan ini diperkirakan akan terus bertahan, bahkan tidak tertutup kemungkinan meningkat sejalan dengan trend penggunaan bahan bakar alternatif berbasis minyak nabati atau BBN seperti biodiesel (Kemenperin, 2012)

(2)

Peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas atau perluasan lahan yang diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian. Dalam peningkatan produktivitas dan/atau perluasan lahan masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain konversi, degradasi, ketersediaan sumber daya lahan, ancaman variabilitas, dan/atau perubahan iklim (Agus dan Subiksa, 2008).

Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil (Agus dan Subiksa, 2008).

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian (Agus dan Subiksa, 2008).

Salah satu upaya dalam peningkatan produktivitas atau perluasan pembangunan perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan melalui pemanfaatan lahan gambut. Gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik dengan komposisi lebih dari 65% (enam puluh lima prosen) yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari lapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya yang terhambat proses dekomposisinya karena suasana anaerob dan basah (Agus dan Subiksa, 2008).

Setiap lahan gambut mempunyai karakteristik yang berbeda tergantung dari sifat sifat dari badan alami yang terdiri dari atas sifat fisika, kimia, dan biologi serta macam sedimen di bawahnya, yang akan menentukan daya dukung wilayah gambut, menyangkut

(3)

kapasitasnya sebagai media tumbuh, habitat biota, keanekaragaman hayati, dan hidrotopografi (Agus dan Subiksa, 2008).

Areal PT. Sumbar Andalas Kencana (SAK) 1 Inderapura semuanya memiliki jenis lahan gambut. Lahan gambut termasuk salah satu lahan bermasalah baik dari segi fisik, kimia maupun biologinya. Untuk mengatasi permasalahan yang ada pada lahan gambut salah satunya adalah dengan cara pengaturan tata lahan dan air dengan membuat saluran drainasenya. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengambil judul laporan tugas akhir “Tata Kelola Lahan dan Air pada Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit di PT. Sumbar Andalas Kencana (SAK) 1 Inderapura Pesisir Selatan Sumatera Barat”.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan laporan tugas akhir/PKPM ini adalah :

1. Memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pemahaman

kegiatan di perusahaan/industri kelapa sawit secara umum.

2. Untuk mengetahui teknik pembukaan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit di PT.

SAK 1 Inderapura.

3. Untuk mengetahui sistem tata kelola air yang baik di lahan gambut dan pengaruhnya terhadap produksi kelapa sawit di PT. SAK 1 Inderapura

(4)

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah :

1. Memberikan pengalaman dari lapangan yang dapat menghubungkan pengetahuan

akademik dengan keterampilan serta mampu mengidentifikasi pengalaman yang sesuai atau tidak dengan teori dan praktek yang pernah didapatkan.

2. Meningkatkan wawasan penulis dan pembaca laporan tugas akhir mengenai tata

kelola air di lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit.

3. Menemukan solusi dari masalah yang ada pada tata kelola lahan dan air di lahan

gambut untuk budidaya kelapa sawit sehingga dapat dijadikan saran untuk perusahaan.

(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan Gambut

2.1.1. Pengertian Lahan Gambut

Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik > 18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan (C-organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak dijumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus dan Subiksa, 2008)

Lahan gambut adalah lahan yang berasal dari tumpukan sisa-sisa tanaman yang telah mati yang terdapat dalam rawa yang selalu tergenang air, dengan kadar bahan organik tinggi, sehingga tanah ini digolongkan tanah organik (Murti, 2005)

2.1.2. Pembentukan Lahan Gambut

Rawa merupakan tempat yang cocok untuk akumulasi endapan organik, karena lingkungannya menjadi ajang (medium) yang subur untuk menumbuhkan berbagai macam tumbuhan air, yang setelah mengalami sejumlah generasi tumbuh, mati dan tenggelam di dalam air tempat tumbuh. Air menghalangi udara yang diperlukan bagi oksidasi bahan organik. Perombakan bahan ini sebagian besar atas bantuan fungi, bakteri anaerob, algae dan beberapa jenis hewan aquatik mikro. Mikro organisme memecahkan struktur organik, membebaskan gasnya dan menyebabkan terbentuknya humus. Humus berupa senyawa ligno-protein yang membentuk poliuronida. Warna bahan organik menjadi cokelat atau hitam. Jika dekomposisi berlangsung cukup lama akan terbentuk profil tanah yang seluruhnya organik.

Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan

(6)

melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi antara lapisan gambut dengan subtratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Agus dan Subiksa, 2008). 2.1.3. Jenis Tanah Gambut

Menurut Murti (2005), jenis tanah gambut ada tiga, yaitu :

a. Gambut endapan

Gambut endapan terdapat pada profil tanah yang paling bawah yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami proses penghancuran dan penggumpalan atau dengan kata lain telah mengalami proses humifikasi seluruhnya. Endapan gambut berciri kompak, kenyal dan berwarna hijau tua jika masih dalam keadaan aslinya.

b. Gambut berserat

Gambut berserat berasal dari tumbuhan berserat seperti rumput dan lumut terdapat pada profil tanah bagian bawah dan biasanya terletak pada bagian bawah dan biasanya terletak pada bagian atas gambut endapan.

c. Gambut berkayu

Gambut berkayu, bahan pembentuk atau penyusunnya berasal dari kayu-kayuan yang biasanya terletak pada profil bagian atas, berwarna cokelat atau hitam bila basah. 2.1.4. Klasifikasi Tanah Gambut

Menurut Agus dan Subiksa (2008), Gambut diklasifikasikan lagi berdasarkan berbagai sudut pandang yang berbeda dari tingkat kematangan, kedalaman, kesuburan dan posisi pembentukannya.

(7)

a. Berdasarkan tingkat kematangannya, gambut dibedakan menjadi :

a.1. Gambut saprik (matang) adalah gambut yang sudah melapuk lanjut dan bahan asalnya tidak dikenali, berwarna cokelat tua sampai hitam, dan bila diremas kandungan seratnya <15%.

a.2. Gambut hemik (setengah matang) adalah gambut setengah lapuk, sebagian bagian asalnya masih bisa dikenali berwarna cokelat, dan bila diremas bahan seratnya 15-75%.

a.3. Gambut fibrik (mentah) adalah gambut yang belum melapuk, bahan asalnya masih bisa dikenali, berwarna cokelat, dan bila diremas >75% seratnya masih tersisa.

b. Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi : b.1. Gambut dangkal (50-100 cm)

b.2. Gambut sedang (100-200 cm) b.3. Gambut dalam (200-300 cm) b.4. Gambut sangat dalam (>300 cm)

c. Berdasarkan proses dan lokasi pembentukannya, gambut dibagi menjadi :

c.1. Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan mendapat pengayaan mineral dari air laut.

c.2. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan.

c.3. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk diantara kedua wilayah tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.

2.1.5. Sifat Umum Tanah Gambut dan Permasalahannya a. Sifat Fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sedikit mengandung udara, kemampuan mengikat airnya tinggi, dapat mencapai 2-4 kali lipat beratnya sehingga dalam keadaan

(8)

kering beratnya sangat ringan (berat volumenya kecil), berwarna cokelat kelam atau sangat hitam bila dalam keadaan basah (Murti, 2005).

b. Sifat Kimia

Memiliki pH yang sangat rendah, berkisar 4-4,5 (sangat masam), kandungan unsur hara seperti N, P, K, Ca cukup banyak meskipun relatif belum tersedia bagi tanaman, karena gambut belum terurai menjadi humus (Murti, 2005).

c. Sifat Biologi

Sebagian besar terdiri dari mikro organisme anaerob, sehingga proses penguraian gambut menjadi sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali (Murti, 2005).

Menurut Agus dan Subiksa (2008), volume gambut akan menyusut bila lahan gambut didrainase, sehingga terjadi penurunan permukaan tanah (subsiden). Selain karena penyusutan volume, subsiden juga terjadi karena adanya proses dekomposisi dan erosi. Dalam 2 tahun pertama setelah lahan gambut didrainase, laju subsiden bisa mencapai 50 cm. Pada tahun berikutnya laju subsiden sekitar 2 – 6 cm per tahun tergantung kematangan gambut dan kedalaman saluran drainase. Adanya subsiden bisa dilihat dari akar tanaman yang menggantung.

Menurut Agus dan Subiksa (2008), daya menahan atau menyangga beban (bearing capacity) pada lahan gambut sangat rendah. Hal ini menyulitkan beroperasinya peralatan mekanisasi karena tanahnya yang empuk. Gambut juga tidak bisa menahan pokok tanaman tahunan untuk berdiri tegak. Tanaman perkebunan seperti karet, kelapa sawit atau kelapa seringkali doyong atau bahkan rebah. Pertumbuhan seperti ini dianggap menguntungkan karena memudahkan bagi petani untuk memanen sawit.

(9)

2.2. Tata Kelola Air Di Lahan Gambut

Reklamasi gambut untuk pertanian tanaman tahunan memerlukan jaringan drainase yang dapat mengendalikan tata air dalam suatu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan tata air di tingkat lahan. Sistem drainase yang tepat dan benar sangat diperlukan pada lahan gambut, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan gambut (Agus dan Subiksa, 2008).

Kedalaman muka air tanah merupakan faktor utama penentu kecepatan subsidensi. Faktor lain yang ikut mempengaruhi adalah penggunaan alat-alat berat dan pemupukan. Proses subsidensi berlangsung sangat cepat, bisa mencapai 20-50 cm per tahun pada awal dibangunnya saluran drainase, terutama disebabkan besarnya komponen konsolidasi dan pengerutan. Dengan berjalannya waktu maka subsidensi mengalami kestabilan. Subsidensi mencapai kestabilan pada tingkat 1,5-2 cm per tahun sesudah sekitar 28 tahun semenjak lahan didrainase. Kedalaman muka air tanah rata-rata mempunyai hubungan linear dengan tingkat subsidensi. Untuk Sarawak, Malaysia, dengan kedalaman air tanah rata-rata 100 cm, subsidensi bisa mencapai 8 cm per tahun dan untuk kedalaman muka air tanah rata-rata 25 cm, subsidensi sekitar 2 cm per tahun (Wosten, (1997) cit. Agus dan Subiksa, (2008)).

Salah satu komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu air di setiap saluran. Pintu air berfungsi mengatur muka air tanah supaya tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam. Tanaman tahunan memerlukan saluran drainase dengan kedalaman berbeda-beda. Tanaman karet memerlukan saluran drainase mikro sekitar 20 cm, tanaman kelapa sedalam 30-50 cm, sedangkan tanaman kelapa sawit memerlukan saluran drainase sedalam 50-80 cm. Gambut yang relatif tipis (<100 cm) dan subur juga dapat ditanami dengan tanaman kopi dan kakao dengan saluran drainase sedalam 30-50 cm (Agus dan Subiksa, 2008)

(10)

Pembuatan saluran air dan pengelolaan tata air bertujuan untuk mengatur dan mempertahankan tinggi permukaan air tanah di areal pertanaman. Di tempat tertentu seperti pada pertemuan saluran primer dengan sungai, pertemuan saluran primer dengan sekunder perlu dibuat pintu air otomatis dan akan buka apabila permukaan air di areal pertanaman lebih tinggi, dan sebaliknya akan tutup apabila permukaan air di areal pertanaman lebih rendah. Pengaturan air pada saluran drainase disesuaikan dengan kedalaman permukaan air tanah di lapangan yang dipertahankan pada kedalaman 60 cm – 80 cm, untuk menjaga ketersediaan air dan menghindari lahan mudah terbakar (Apriyantono, 2009).

2.3. Pemanfaatan Lahan Gambut

Menurut Apriyantono (2009), pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit oleh pelaku usaha perkebunan meliputi perencanaan, pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan dan konservasi.

2.3.1. Perencanaan

Perencanaan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dan identifikasi (pemetaan lahan), desain kebun, dan penyusunan rencana kerja tahunan. Inventarisasi dan identifikasi oleh lembaga berkompeten melalui kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan yang mencakup pengumpulan data lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya kelapa sawit sesuai kriteria yang ditetapkan dan digambarkan dalam bentuk peta dengan skala 1 : 50.000 atau sekurang-kurangnya 1 : 100.000. Berdasarkan peta tersebut selanjutnya digambarkan desain kebun yang akan dikelola termasuk sarana pendukungnya serta rencana kerja tahunan mulai dari pembukaan lahan, penanaman pemeliharaan dan konservasi (Apriyantono, 2009).

(11)

2.3.2. Teknik Pembukaan Lahan Gambut a. Survey

Survey tanah dimulai dengan orientasi. Orientasi lapangan yaitu melihat medan kerja secara keseluruhan untuk menyusun rencana kerja yang matang, biasanya disertai oleh pejabat setempat yang bersangkutan terutama dalam menentukan batas-batas kebun dan batas areal yang akan disurvey (Murti, 2005).

Menurut Suwanto, Nainggolan dan Damadi (2005), norma teknis dari kegiatan survey areal gambut antara lain :

1. Pada survey awal, dipasang patok survei pada interval 50 m di sepanjang batas areal.

2. Pada survey dasar, dipasang patok survei pada interval 300 x 1000 m di dalam

areal.

3. Pada survei lanjutan, dipasang patok survei pada interval 100 x 100 m. 4. Pada jalur rencana jalan/parit dipasang patok jalan/parit pada interval 50 m. 5. Data yang dicatat pada setiap titik survey (interval 300 x 1000 m atau 100 x 100

m) adalah : kode titik, topografi, jenis tanah, jenis vegetasi, sungai, ketinggian tempat, dan koordinat titik rujukan awal.

6. Sistem kode titik adalah sistem huruf-angka (misal : A24).

7. Dari hasil survey harus dapat dipetakan posisi sungai, rawa, bukit, lereng curam, areal datar, dan daerah larangan.

8. Alokasi waktu : 1 tahun.

9. Jarak yang digunakan adalah jarak horizontal (jarak 2 dimensi). 10. Peta hasil survey dibuat dengan skala 1 : 5.000.

Alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan survey areal gambut antara lain : parang, theodolit, kompas, inkilometer, pita ukur, abney level, waterpas, data logger, planimeter, peta dasar BPN, peta kontur, clipboard, dan kertas, patok kayu

(12)

keras 10x10x200 cm, palu kayu, cat putih, cat merah, dan cat biru. Untuk pembuatan peta adalah meja gambar, pena gambar, kertas grafik, kertas kalkir, kertas isometrik (Suwanto, et al, 2005).

b. Penataan Kebun

Menurut Suwanto, et al (2005), norma teknis penataan kebun antara lain : 1. Alokasi areal adalah :

1.1. Blok tanaman 91,36 %

1.2. Pembibitan 0,80 %

1.3. Pabrik dan kolam limbah 0,25 %

1.4. Kantor 0,02 %

1.5. Perumahan 1,35 %

1.6. Sarana umum 0,32 %

1.7. Jaringan jalan 3,20 %

1.8. Jaringan parit drainase 2,70 %

2. Pembagian blok tanaman, afdeling dan divisi :

2.1. Luas satu blok tanaman 20 ha-30 ha

2.2. Satu afdeling terdiri atas 20 blok 400 ha-600 ha

2.3. Satu divisi terdiri atas 3 afdeling 1.200 ha-1.800 ha

2.4. Satu kebun terdi atas 3 divisi 3.500 ha-5.500 ha

Batas maksimal berlaku bila semua areal datar, dan batas minimal berlaku bila semua areal berbukit, sedangkan bila areal berombak dan bergelombang atau topografinya bervariasi maka berlaku angka diantara kedua batas tersebut. Dasar penentuan luas disini adalah topografi setiap blok, dimana luas afdeling akhirnya mengikuti total luas dari blok-blok yang menyusunnya, begitu juga luas divisi dan luas kebun.

(13)

3. Lokasi pembibitan, pabrik, kantor kebun, perumahan kebun, dan sarana umum harus berada di tengah kebun dan dekat sungai yang berair sepanjang tahun. Sedangkan lokasi perumahan afdeling harus berada di tengan afdeling dan dekat dengan sungai setempat.

4. Arah jalan :

4.1. Jalan produksi : Utara – Selatan pada areal datar dan membujur bukit pada

areal berbukit.

4.2. Jalan koleksi : Timur – Barat pada areal datar dan melintang bukit pada areal berbukit.

5. Jadwal kerja : setelah selesai survei areal, alokasi waktu 2-4 minggu.

6. Norma kerja : pembuatan rancangan tata kebun = 10-15 HK/1000 ha kebun. Alat yang digunakan untuk penataan kebun antara lain : pena gambar berbagai ukuran dan meja gambar/desain. Sementara bahan nya : kertas grafik (kertas milimeter), kertas kalkir, peta dasar BPN, data dan peta hasil survey, peta kontur dari bakosurtanal, hasil foto udara (jika ada) (Suwanto, et al, 2005).

c. Pembersihan Lahan Gambut

Menurut Suwanto, et al (2005), norma teknis kegiatan pembersihan lahan gambut antara lain :

1. Pembuatan parit keliling :

 Berbentuk “V”, disekeliling areal kebun

 Lebar atas 5 m, lebar bawah 2 m, dalam 2,5 m

2. Pembuatan parit pembuangan :

 Berbentuk “V”, dari parit keliling menuju sungai alami

 Lebar atas 6 m, lebar bawah 2,5 m, dalam 3 m

3. Pembuatan parit primer :

(14)

 Lebar atas 4 m, lebar bawah 1.5 m, dalam 2.5 m.

 Parit primer harus diselesaikan sebelum kegiatan lainnya dimulai. 4. Babat dan Imas :

 Semak dibabat tandas.

 Pohon ø < 10 cm dipotong ± 5 cm dari tanah.

5. Penumbangan : Tinggi tunggul maksimal 2 kali diameter pohon. 6. Pemangkasan : Seluruh cabang dan ranting besar dipotong.

7. Perumpukan : Jarak rumpukan 4 atau 6 jarak antar barisan tanaman, lebar rumpukan maksimal 3 m, arah rumpukan Utara-Selatan.

8. Pemadatan : Daerah diluar jalur rumpukan memadat minimal sedalam 50 cm. Dan lebar jalur yang dipadatkan minimal 10 m.

9. Jadwal kerja : Setelah selesai survei areal dan penataan kebun, pada musim kemarau selama 4-5 bulan.

Menurut Apriyantono (2009), pembangunan saluran keliling (periphere drain) sebagai saluran batas areal; dan saluran batas berfungsi mengatur permukaan air tanah dan juga merupakan saluran utama. Saluran tersebut mempunyai lebar atas ± 4 m, lebar bawah ± 3 m dengan kedalaman 2 m – 3 m.

Menurut Apriyantono (2009), pembersihan lahan gambut yang masih memiliki semak belukar dan/atau pohon kecil-kecil (under brushing) dengan diameter kurang dari 2.5 cm dilakukan secara manual atau cara mekanis. Apabila pembukaan dilakukan secara mekanis, pemotongan kayu dilakukan menggunakan chainsaw, sebagai berikut :

a. Arah penumbangan pohon mengikuti arah yang sudah ditentukan serta tidak melintang sungai dan jalan.

b. Tinggi tunggul pohon yang ditumbang disesuaikan dengan diameter batang sebagai berikut : diameter 10 – 20 cm, setinggi 40 cm, diameter 21 – 30 cm,

(15)

setinggi 60 cm, diameter 31 – 75 cm, setinggi 100 cm, diameter > 75 cm, setinggi 150 cm.

c. Cabang dari ranting yang relatif kecil dipotong dan dicincang (direncek), sedangkan batang dan cabang besar dipotong dalam ukuran 2 – 3 m (diperun). d. Batang, cabang, dan ranting yang telah dipotong dikumpulkan mengikuti jalur

rumpukan, yaitu pada selang 2 jalur tanam dengan arah sejajar dengan jalur tanam tersebut.

Alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan pembersihan areal gambut adalah : untuk buat parit : excavator, pancang 3 m, kompas, pita ukur, untuk babat & imas : parang dan kampak,untuk tumbang : chainsaw,untuk pangkas : chainsaw,untuk rumpuk : excavator (Suwanto, et al, 2005).

d. Pemancangan

Menurut Suwanto, et al (2005), norma teknis kegiatan pemancangan di lahan gambut antara lain :

1. Pola pemancangan : areal datar sampai miring (0 - 200) : segitiga sama sisi (sistem mata lima).

2. Kerapatan : lahan gambut : 148 – 154 pk/ha.

3. Jarak tanam (jarak pokok x jarak baris) : kerapatan 130 pk/ha : 9,42 m x 8,16 m. Kerapatan 136 pk/ha : 9,21 m x 7,98 m. Kerapatan 142 pk/ha : 9,02 m x 7,81 m. Kerapatan 148 pk/ha : 8,83 m x 7,65 m. Kerapatan 154 pk/ha : 8,66 m x 7,50 m. Kerapatan 160 pk/ha : 8,5 m x 7,36 m.

4. Arah barisan tanam : areal datar – miring (0 – 200 ) : Utara – Selatan. 5. Jenis, ukuran dan warna pancang dapat dilihat pada tabel 1 :

Tabel 1. Ukuran dan warna pancang

Jenis pancang Tinggi Warna ujung Jumlah

Pancang induk 4,0 m Kuning 1 bh/ha

Pancang kepala 2,5 m Merah cerah 1 baris/ha

(16)

6. Jadwal kerja : setelah lahan bersih (pasca perumpukan) selama 2 – 3 bulan. Alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan pemancangan areal gambut adalah : Theodolit, kompas, water pass, pita ukur, kawat panjang 100 m yang bertanda jarak antar pokok, kawat panjang 100 m yang bertanda jarak antar baris, pancang ukuran 4 m, 2,5 m, dan 1,5 m, cat tembok warna putih, merah cerah dan kuning (Suwanto, et al, 2005).

e. Pembuatan saluran drainase

Menurut Suwanto, et al (2005), jenis-jenis parit drainase yang dibuat di lahan gambut adalah :

1. Parit pembuangan (outlet drain), dari parit pinggir dan primer ke sungai alami. 2. Parit utama (main drain) atau parit primer, dari parit sekunder ke parit keliling. 3. Parit pengumpul (collection drain ) atau parit sekunder, dari parit tertier ke parit

primer.

4. Parit lapangan (field drain) atau parit tertier, dari parit lapangan ke parit sekunder.

5. Parit pinggir (boundary drain), di pinggir kebun.

Menurut Apriyantono (2009), drainase terdiri dari saluran primer, sekunder, dan tersier dengan ukuran saluran seperti yang terdapat pada table 2 di bawah ini. Tabel 2. Jenis dan ukuran saluran drainase

Jenis saluran Lebar (m) Kedalaman (m)

Atas Bawah

Primer 3,0 - 6,0 1,2 - 1,8 1,8 - 2,5

Sekunder 1,8 - 2,5 0,6 - 0,9 1,2 - 1,8

(17)

Menurut Suwanto, et al (2005), norma teknis pembuatan parit drainase antara lain :

1. Bentuk penampang parit : bentuk “V” atau trapezium terbalik. 2. Ukuran parit.

Ukuran parit dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada pada tabel 3 berikut. Tabel 3. Ukuran parit

Jenis parit Areal Mineral Areal Gambut

L. Atas L. Dasar Dalam L. Atas L. Dasar Dalam

Parit pembuangan 4,0 m 2,0 m 2,0 m 6,0 m 2,5 m 3,0 m

Parit keliling - - - 5,0 m 2,0 m 2,5 m

Parit primer 3,0 m 1,5 m 1,5 m 4,0 m 1,5 m 2,5 m

Parit sekunder 2,0 m 1,5 m 1,0 m 2,5 m 1,0 m 2,0 m

Parit tertier 1,0 m 0,5 m 0,5 m 1,5 m 0,5 m 1,0 m

3. Interval dan arah parit.

Interval dan arah parit dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada pada table 4 berikut.

Tabel 4. Interval dan arah parit :

Janis parit Interval Arah

Parit primer 1.000 m Utara - Selatan

Parit sekunder 300 m Timur - Barat

Parit tertier 2, 4, 8, 16 baris Utara - Selatan

Gambar 1. Perbandingan jenis ukuran parit

4. Selain parit pinggir semua parit harus dibuat lurus.

1 2 3 0 0 1 2 3 3 2 1 parit tertier parit sekunder parit primer parit pembuangan

(18)

5. Permukaan dasar parit harus lurus dan sedikit menurun kea rah hilir, tidak boleh bergelombang mengikuti permukaan tanah atas.

6. Pada persimpangan parit harus dibuat belokan ke arah aliran air.

7. Pintu air yang dipasang pada setiap pertemuan parit, harus bisa

mempertahankan tinggi muka air pada kisaran 60 – 80 cm dari permukaan tanah. 8. Norma tenaga :  Parit pembuangan : 15 – 20 m/JKT  Parit pinggir : 25 – 30 m/JKT  Parit primer : 35 – 40 m/JKT  Parit sekunder : 50 – 60 m/JKT  Parit tertier : 70 – 80 m/JKT

Alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan saluran drainase adalah : excavator ( untuk menggali hampir semua jenis parit dan pancang 2 m, pita ukur, kompas (untuk memancang jalur parit).

f. Pembangunan Jalan

Menurut Suwanto, et al (2005), jenis-jenis jalan berdasarkan fungsinya : 1. Jalan poros : jalan yang menghubungkan kantor kebun, pabrik, dan gerbang

kebun.

2. Jalan utama : jalan yang menghubungkan kantor kebun/pembibitan atau pabrik

dengan setiap afdeling.

3. Jalan produksi : jalan yang berada didalam afdeling yang menghubungkan antar

jalan koleksi menuju jalan utama.

4. Jalan koleksi : jalan pengumpulan buah didalam afdeling yang tegak lurus dengan pasar pikul dan menuju jalan produksi, dimana pada kedua sisinya terdapat TPH.

(19)

Menurut Apriyantono (2009), pembangunan jalan di lahan gambut antara lain :

1. Produksi jalan berasal dari tanah galian, sedangkan perataan dan pemadatan menggunakan alat berat.

2. Pemadatan jalan dapat dilakukan dengan penyusunan batang kayu (gambangan)

berdiameter 7 cm – 10 cm.

3. Gambangan ditimbun dengan tanah mineral setebal 20 cm – 30 cm, kemudian diratakan dan dipadatkan.

4. Alternatif teknologi pembangunan jalan di lahan gambut antara lain dengan teknologi geotekstil.

5. Pembangunan jalan panen sebagai sarana angkutan buah dilakukan bersama dengan pemadatan jalur tanam.

6. Alternatif lain untuk pengangkutan buah dari lapangan ke pabrik dengan membangun jaringan rel kereta mini (muntik).

Menurut Suwanto, et al (2005), norma teknis pembangunan jalan kebun antara lain :

a. Ukuran bagian – bagian jalan :

Ukuran bagian – bagian jalan dibuat sesuai dengan ketentuan yang ada pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Ukuran bagian – bagian jalan

No Bagian jalan poros Jalan utama Jalan Jalan produksi Jalan koleksi

1 Lebar daerah milik

jalan 22 m 16 m 16 m 9 m 2 Lebar badan jalan 10 m 6 m 5 m 4 m 3 Lebar bahu jalan 2 x 2 m 2 x 2 m 2 x 2 m 2 x 1 m 4 Lebar parit jalan 2 x 1 m 2 x 1 m 2 x 1 m 2 x 0,6 m

(20)

5 Lebar pinggir jalan 2 x 3 m 2 x 2 m 2 x 2,5 m 2 x 0,9 m 6 Dalam parit jalan 0,5 m 0,5 m 0,5 m 0,3 m 7 Interval jalan - - 1000 m 200 - 300 m 8 Kerapatan jalan - - 10 / ha 33 - 50 m/ha

b. Bentuk badan jalan : cembung seperti punggung kerbau dengan kemiringan 2,50

(5%)

c. Untuk jalan potongan, kemiringan tebing jalan maksimal 600. d. Kemiringan tanjakan jalan maksimal 70 (12%).

e. Tebal lapisan sirtu untuk pengerasan jalan : jalan poros dan jalan utama : 2 kali aplikasi @ 10 cm (total 20 cm), jalan produksi dan jalan koleksi : 1 kali aplikasi @ 10 cm.

f. Jadwal kerja : setelah selesai pemancangan, pada musim kemarau, alokasi waktu 2 – 3 bulan.

g. Jalur jalan harus mengikuti pancang tanam, yaitu titik-titik tanam yang memang diperuntukkan untuk jalan.

h. Untuk jalan teras (jalan memotong lereng), parit jalan hanya dibuat di sebelah dalam (di bawah lereng).

g. Pemadatan jalur tanaman

Pemadatan jalur tanaman diperlukan agar akar tanaman dapat menjangkar kuat di dalam tanah, sehingga mengurangi kecenderungan tumbuh miring atau rebah. Setiap jalur tanam dilakukan pemadatan dengan cara mekanis (Apriyantono, 2009).

(21)

Menurut Apriyantono (2009), pembuatan lobang tanam kelapa sawit pada lahan gambut dengan metode triple hole (hole-inhole-inhole) untuk gambut dalam dan double hole (hole-inhole) untuk gambut sedang. Pada metode triple hole, lubang pertama berdimensi (140x140x60)cm, lubang kedua berdimensi (100x100x60)cm dan lubang ketiga (60x60x60) cm. Sedangkan metode double hole, lubang pertama berdimensi (100x100x60) cm dan lubang kedua berdimensi (60x60x60) cm.

i. Penanaman

Menurut Apriyantono (2009), penanaman dilakukan dengan memperhatikan daya dukung dari lahan gambut. Apabila pengaturan tata air dilakukan dengan baik, kegiatan penanaman dapat mengikuti ketentuan sebagai berikut :

a. Kerapatan pohon kelapa sawit sebanyak 143 pohon setiap hektar (jarak tanam 9

m segitiga sama sisi) atau pada tingkat kerapatan lain sesuai dengan karakter panjang tajuk varietas kelapa sawit yang digunakan.

b. Jika jalur tanaman dipadatkan, kelapa sawit ditanam dengan ukuran lubang tanam 60x60x60 cm.

c. Jika jalur tanaman, kelapa sawit ditanam dengan sistem lubang dalam lubang (hole in hole planting) dengan ukuran lubang luar 100 cm x 100 cm x 60 cm dan lubang dalam 60 x 60 x 60 cm. Alternatif lain untuk pemadatan dapat dilakukan dengan pembuatan lubang tanam menggunakan puncher.

d. Tunggul kayu yang terletak tepat di lubang tanaman dibongkar, jika tunggul tidak dapat dibongkar, lubang tanam dapat digeser searah dengan baris tanaman.

e. Pupuk dasar yang digunakan di lubang tanaman dapat berupa 20 g CuSO4, 20 g

(22)

III. METODE PELAKSANAAN

3.1. Lokasi dan Waktu PKPM

PKPM dilaksanakan di PT. Sumbar Andalas Kencana(SAK) I Inderapura yang terletak di Muara Sakai Kecamatan Pancung Soal, Kabupaten Pesisir Selatan. PKPM ini dilaksanakan pada tanggal 19 Maret sampai dengan 13 Juni 2015.

3.2. Metode Kegiatan

Dalam pelaksanaan kegiatan PKPM di PT. SAK I Inderapura, metode yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan dan data yang diperlukan adalah dengan cara :

1. Praktek

Mahasiswa ikut mengerjakan semua kegiatan yang telah disepakati dengan pembimbing lapang dan kemudian prestasi kerjanya dinilai oleh pembimbing lapang.

2. Pengamatan

Metode pengamatan dilakukan apabila kondisi tidak memungkinkan untuk mahasiswa mengerjakan suatu pekerjaan dengan alasan tertentu.

3. Diskusi

Diskusi dilakukan khususnya untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan yang sudah tidak ada dilapangan dan tidak bisa untuk dilakukan kembali dan untuk memperoleh penjelasan mengenai kegiatan-kegiatan yang ada di lapangan tetapi tidak sesuai dengan teori yang dipelajari

4. Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data sangat diperlukan bagi mahasiswa sebagai bahan dalam penyusunan laporan seperti keadaan iklim, data pembukaan lahan, dan tata kelola air dan data lainnya yang dianggap perlu.

(23)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil

4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan A. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Sumbar Andalas Kencana I Inderapura Estate Pesisir Selatan berdiri pada tahun 2003 yang terletak di Muara Sakai Kec. Pancung Soal Kab. Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Adapun batas wilayah PT. Sumbar Andalas Kencana I Inderapura Pesisir Selatan Sumatera Barat adalah sebagai berikut :

a) Sebelah Utara berbatasan dengan PT. IR. Sodetan II

b) Sebelah Selatan berbatasan dengan PT. Sumbar Andalas Kencana II

c) Sebelah Timur berbatasan dengan PT. IR. Sodetan I d) Sebelah Barat berbatasan degan lahan masyarakat B. Kondisi Lingkungan Perusahaan

Kebun SAK I Inderapura memiliki topografi datar. Ketinggian tempat 0-2 m dari permukaan laut. Temperatur udara di PT. SAK I adalah 23-320 C, dengan kelembaban udara 80%. Lama penyinaran 7-8 jam per hari, sementara curah hujan yaitu 3.606,95mm/tahun atau rata-rata curah hujan 300,58 mm/bulan. Jenis tanah di PT. SAK I Inderapura yaitu gambut hemik menuju saprik, dengan pH tanah 3,5-4. Usaha konservasi tanah yang dilakukan terutama pada areal gambut dengan membuat saluran drainase dimulai dari dalam blok.

C. Luas Areal Yang Dikelola

PT. SAK I memiliki pola perkebunan inti, yang mempunyai 2 divisi. Divisi I memiliki 3 afdeling (A, B, C) sedangkan pada divisi II terdiri dari 3 Afdeling (D, E, F). PT. SAK I Inderapura memiliki luas total 2.432,047 Ha yang terbagi menjadi 6 afdeling. Afdeling A dengan luas lahan 461,700 Ha. Afdeling B dengan luas lahan 445,718 Ha. Afdeling C dengan luas lahan 586,380 Ha. Afdeling D dengan luas lahan 294,959 Ha. Afdeling E dengan luas

(24)

lahan 297,470 Ha dan Afdeling F dengan luas lahan 345,847 Ha. Berdasarkan tahun tanam kelapa sawit di PT. SAK I Inderapura mempunyai tahun tanam 2004 dengan luas lahan 461,700 Ha dan tahun 2006 dengan luas 1.970,374 Ha.

D. Produk Yang Dihasilkan

Produk yang dihasilkan oleh kebun PT. SAK I Inderapura yaitu Tandan Buah Segar Kelapa Sawit yang akan diolah di pabrik pengolahan PT. Sumatera Jaya Agro Lestari.

4.1.2. Teknik Pembukaan Lahan Gambut

Di PT. Sumbar Andalas Kencana (SAK) I Inderapura, lahan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit adalah lahan gambut. Digunakannya lahan gambut adalah karena tanaman kelapa sawit cocok pada lahan yang banyak mengandung air untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dipilihlah lahan gambut. Lahan gambut di PT. SAK I Inderapura seluas 2.432,047 Ha. Tingkat kematangan gambut nya adalah setengah matang (hemik) karena warnanya cokelat dan saat diremas masih banyak terasa kandungan seratnya. Kedalaman gambutnya rata-rata >3 m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Lahan gambut merupakan lahan yang bermasalah, baik dari segi fisik, kimia maupun biologinya. Karena itu diperlukan teknik pembukaan lahan gambut yang baik dan benar untuk budidaya kelapa sawit.

A. Survei Areal

Di PT. SAK I Inderapura jenis survei yang dilakukan adalah : 1. Survei awal (untuk menentukan batas-batas areal) 2. Survei dasar (untuk memeriksa kondisi di dalam areal) 3. Survei lanjutan (untuk memeriksa kondisi areal lebih rinci)

(25)

Prosedur kerja kegiatan survei areal gambut di PT. SAK I Inderapura antara lain : 1. Ditentukan satu tanda alam sebagai titik rujukan (misalnya persimpangan jalan

atau cabang sungai yang telah ada di peta BPN) dan dicari koordinatnya.

2. Pada sepanjang batas areal, sesuai dengan peta dan patok BPN, dibuat jalur rintisan selebar 1.5 m, lalu diukur setiap jarak 50 m dan dipasangi patok merah. Penandaan batas dilakukan oleh surveyor dan manager proyek bersama dengan tokoh masyarakat lokal yang memahami tata batas lahan.

3. Dimulai titik rujukan awal, dibuat jalur rintisan dengan lebar 1.5 m arah Utara-Selatan (U-S) pada setiap interval 1000 m, kemudian juga dibuat jalur rintisan lebar 1.5 m arah Timur-Barat (T-B) pada setiap interval 300 m. Jalur rintisan ini dibuat dalam garis lurus, sehingga dalam pelaksanaannya harus mendaki bukit, menuruni lereng, dan menyeberangi sungai.

4. Pada setiap perpotongan jalur U-S dan T-B dipasang patok survei (warna putih), yang diberi tanda kode titik, sedangkan di sepanjang jalur rintisan yang akan digunakan sebagai jalur jalan dipasang patok jalan (warna merah) pada setiap interval 50 m. Jalur T-B diberi nama dengan huruf abjad, dan jalur U-S diberi kode dengan angka.

5. Data dari setiap titik survei (patok putih) dicatat dengan lengkap dan akurat pada buku catatan survei. Untuk mengetahui jenis tanah, perlu diikutkan surveyor tanah.

6. Pada kondisi khusus (rawa, bukit atau lereng curam), dibuat jalur rintisan pada setiap interval 100 m, lalu pada perpotongan jalur rintisan ini dipasang patok putih dan dicatat data dari setiap patok tersebut. Pada areal yang perlu drainase, mutlak harus diukur dan dicatat ketinggian tempat setiap titik survei.

7. Pada setiap perpotongan jalur survei dengan garis alam (sungai, tebing, dll) dipasang patok biru serta diukur dan dicatat jaraknya dari titik survei terdekat.

(26)

8. Posisi semua jalur survei digambar di peta dasar, setiap hasil survei. 9. Garis alam (sungai, parit, tebing, dll) digambarkan pada peta dasar.

10. Peta kontur dari Bakosurtanai hanya digunakan sebagai pembanding, bukan sebagai pedoman. Namun dalam penataan kebun, peta kontur sangat berguna untuk mendapatkan gambaran kebun secara kasar.

B. Penataan Kebun

Prosedur kerja penataan kebun di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Dikumpulkan semua data hasil survei dan informasi lainnya yang diperlukan 2. Gambar garis keliling batas areal, termasuk garis batas & inclave didalam areal. 3. Gambar garis jalan-jalan produksi dengan peta no. 3 tebal.

4. Gambar garis jalan-jalan koleksi dengan pena palin tipis.

5. Gambar dan diarsir lokasi-lokasi untuk pembibitan, pabrik, kolam limbah, kantor kebun dan emplasemen kebun, perumahan kebun, sarana umum, dan perumahan afdeling.

6. Pilih masing-masing satu jalur terpendek dari jalur jalan yang sudah dibuat yang menghubungkan antara pembibitan dan pabrik dengan setiap afdeling dan antara afdeling satu dengan afdeling lainnya, kemudian jalur ini ditebalkan dengan pena no. 2 tebal.

7. Pilih satu jalur jalan terpendek dan paling layak yang menghubungkan antara pintu gerbang kebun dengan kantor kebun, pembibitan dan pabrik, kemudian jalur ini ditebalkan dengan pena paling tebal.

8. Apabila diperlukan parit drainase (misalnya untuk areal gambut dan mineral datar), maka dibuat garis putus-putus di samping jalan yang sudah ada sesuai dengan jenis paritnya (misalnya parit koleksi dibuat disamping jalan koleksi dan seterusnya), dengan ketebalan yang sama dengan jalan disampingnya.

(27)

9. Garis jalan otomatis menjadi garis batas blok, sedangkan untuk batas afdeling dibuat dengan gabungan tanda strip dan plus (-+-+-+-+-+-+) disamping jalur jalan yang ada.

Gambar 2. Disain kebun di areal datar C. Pembersihan Areal Gambut

Prosedur kerja kegiatan pembersihan areal gambut di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Dibersihkan seluruh sungai alami yang ada di lokasi

2. Jalur yang akan dibuat parit dipancang dengan interval 50 m pada kedua tepinya sesuai dengan lebar parit.

3. Dibuat parit keliling dengan excavator di sepanjang batas keliling kebun, dengan ukuran lebar atas 5 m, lebar bawah 2 m dan dalam parit 2,5 m.

4. Dibuat parit primer arah Utara-Selatan dengan excavator pada setiap interval 1000 m yang ujung-ujungnya ditembuskan ke parit keliling. Ukuran parit primer yang dibuat adalah lebar atas 4 m, lebar bawah 1,5 m dan dalam parit 2,5 m.

(28)

5. Dibuat parit pembuangan dari parit keliling ke sungai alami dengan excavator pada titik kebun yang paling rendah.

6. Semak belukar dan pohon kecil (Ø < 10 cm) dibabat pendek dengan parang atau kampak.

7. Kayu besar (Ø > 10 cm) ditumbang menggunakan chainsaw secara sistematis dengan arah teratur, dimulai dari satu sisi blok sampai sisi lainnya blok itu. Untuk mengurangi resiko tertimpa pohon, pada hutan dengan kayu masih rapat penumbangan dapat digantung dulu (tidak sampai tumbang) sampai blok itu selesai, setelah itu baru pokok terakhir ditebang sampai tumbang sehingga menghasilkan efek tumbangnya pohon-pohon secara berantai karena ditimpa oleh pohon disebelahnya.

8. Pohon yang telah tumbang dipotong cabangnya. Untuk pohon > 60 cm dapat dipotong sepanjang 5 m dan dikeluarkan dari areal yang dimanfaatkan.

9. Dilakukan pemancangan rumpukan dengan pancang bertanda cat putih, dimana

jarak antara rumpukan 4 atau 6 kali jarak antar baris tanaman dan interval pancang dalam rumpukan 25 m.

10. Pohon dan potongan cabangnya dirumpuk dengan boldozer sesuai dengan jalur yang telah dipancang dengan lebar rumpukan maksimal 3 m, sekaligus tunggul-tunggul pohon yang ada dibongkar dan ikut dirumpuk.

11. Jalur selebar minimal 10 m diantara jalur rumpukan, dipadatkan dengan excavator sampai sedalam 50 cm atau lebih dengan 3-4 kali gilasan bolak-balik.

(29)

D. Pemancangan

Prosedur kerja kegiatan pemancangan lahan gambut di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Pada setiap hamparan atau bidang datar, dibuat bak pancang seluas 1 Ha, yaitu diantara 4 pancang induk. Bak pancang ini berfungsi sebagai pedoman untuk membuat pancang di areal sekelilingnya melalui cara pembidikan. Pertama ditarik kawat 100 m yang bertanda jarak antar baris arah Timur-Barat dari satu pancang induk ke pancang induk lainnya, dimana pada tiap tanda baris ditancapkan pancang baris (tinggi 1,5 m). Lalu dilanjutkan hal yang sama diantara dua pancang induk lainnya pada sisi lain dari bak pancang. Kemudian ditarik kawat 100 m bertanda jarak antar pokok arah Utara-Selatan diantara 2 pancang baris, dimulai dari baris pertama setelah barisan pancang kepala, dimana pada setiap tanda pada kawat ditancapkan pancang isi. Hal sama dilanjutkan sampai baris terakhir dari bak pancang secara berurutan, dimana setiap perpindahan baris, kawat digeser arah Utara-Selatansejauh ½ jarak antar pokok.

2. Areal diluar bak pancang, dilakukan pemancangan dengan metode pembidikan untuk mempertemukan 3 arah barisan yang berlainan, dengan berpatokan kepada pancang kepala dan pancang isi yang sudah ada, baik pada areal datar maupun areal berombak dan bergelombang. Dalam kegiatan ini diperlukan 3 orang tenaga kerja, 1 orang sebagai pembidik ke arah satu titik yang sama, 1 orang penancap pancang dan 1 orang pembawa pancang.

(30)

Gambar 3. Sistem pemancangan di areal datar s/d bergelombang

E. Pembuatan Parit Drainase

Prosedur kerja pembuatan parit drainase di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Jalur yang akan dibuat parit harus dipancang sebelumnya pada kedua sisi setiap jarak 25 m.

2. Dimulai dari arah hulu atau bagian yang lebih tinggi, parit digali dengan excavator atau backhoe sesuai dengan ukuran masing-masing jenis parit dan bentuk yang telah ditentukan.

3. Tanah galian parit ditumpuk ke satu sisi parit sejauh 2 m dari pinggir parit, dimana tanah itu digunakan untuk membentuk badan jalan.

(31)

Keterangan : Parit tertier Parit sekunder Parit primer Parit keliling Parit pembuangan Parit sentral Jalan koleksi Jalan produksi Hutan Blok tanaman Gambar 4. Disain parit drainase

(32)

F. Pembuatan Jalan

Prosedur kerja pembuatan jalan di lahan gambut di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Jalur jalan dipancang dengan interval 25 m pada kedua batas bahu jalan.

2. Tanah galian parit diratakan dengan bulldozer atau excavator sampai batas pancang bahu jalan.

3. Bila diperlukan, diatas badan jalan dan bahu jalan disusun gambangan kayu dengan rapat dan rata.

4. Dilakukan penimbunan dengan tanah mineral kering setebal 50-75 cm diatas badan dan bahu jalan dengan 4-6 kali aplikasi (4-6 lapis)

5. Tanah timbunan diratakan dengan grader sambil membentuk kecembungan yang

diinginkan.

6. Badan jalan dan bahu jalan dipadatkan dengan compactor setiap lapisan timbunan.

Prosedur kerja pengerasan jalan di lahan gambut PT. SAK I Inderapura antara lain : 1. Badan jalan dan bahu jalan dibentuk dan diratakan kembali dengan grader.

2. Dilakukan pemadatan badan jalan dan bahu jalan dengan compactor.

3. Sirtu yang cocok dan lebih mudah tersedia dituang di badan jalan pada setiap interval tertentu tergantung pada ketebalan yang diinginkan dan lebar jalan. 4. Dilakukan penyebaran dan perataan sirtu dengan grader.

5. Lapisan sirtu dan badan jalan dipadatkan dengan compactor sampai setengah bagian lapisan sirtu terbenam kedalam badan jalan.

6. Jika ternyata sirtu yang disebarkan tidak bisa padat dan bergeser ke bahu jalan akibat lalu lintas kendaraan, maka sebelum dipadatkan harus dilakukan penggaruan dengan grader untuk mencampur dan mengikat sirtu dengan tanah.

(33)

G. Pembuatan lubang tanam

Untuk pembuatan lubang tanam pada PT. SAK 1 Inderapura yaitu dengan menggunakan metode hole in hole. Lubang pertama berukuran 100x100x60 cm dan lubang kedua berukuran 60x60x60 cm. Alat yang digunakan yaitu bakhet holing yang disambungkan pada lengan excavator.

Contoh pembuatan lubang tanam hole in hole akan disajikan pada gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Contoh lubang dalam lubang 4.1.3. Tata Kelola Air di Lahan Gambut

Di PT. SAK 1 Inderapura dibuat beberapa jenis parit drainase yaitu : a. Parit cacing ( field drain )

Parit cacing awalnya berbentuk “V” atau trapesium terbalik, tapi lama-kelamaan berubah menjadi petak persegi dikarenakan kegiatan cuci parit. Arah alirannya timur-barat ke parit sentral di tengah blok.

b. Parit Sentral ( Sentral Drain)

Parit sentral dibentuk melintang ditengah blok dengan arah utara-selatan sebagai penampung air dari parit cacing lalu dialirkan ke parit primer.

(34)

c. Parit Sekunder

Parit sekunder terdapat antara tepi blok dan jalan produksi dengan arah utara-selatan sebagai penampung air dari parit cacing.

d. Parit Primer

Parit primer adalah parit penampung air dari parit sekunder lalu dialirkan ke parit keliling.

e. Parit Keliling

Parit keliling merupakan parit disekeliling areal gambut yang menampung air dari parit primer kemudian dialirkan ke parit pembuangan atau laut.

4.2. Pembahasan

Menurut Agus dan Subiksa (2008), lahan gambut dengan ketebalan antara 1,4 – 2 m tergolong sesuai untuk beberapa tanaman tahunan seperti karet dan kelapa sawit. Gambut dengan ketebalan 2 – 3 m tidak sesuai untuk tanaman tahunan kecuali jika ada sisipan/pengkayaan lapisan tanah atau lumpur mineral. Gambut dengan ketebalan >3m diperuntukkan sebagai kawasan konservasi sesuai dengan Keputusan Presiden No. 32/1990. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan lahan gambut dalam yang rapuh (fragile) apabila dikonversi menjadi lahan pertanian.

Di PT. Sumbar Andalas Kencana (SAK) I Inderapura memiliki lahan gambut dengan kedalaman gambut rata – rata 3 m. Lahan gambut ini sebenarnya tidak cocok untuk ditanami tanaman tahunan. Tetapi PT. SAK 1 Inderapura melakukan pengelolaan khusus untuk pengaturan saluran drainase dan pemeliharaan muka air tanah sehingga menjadikan lahan yang sesuai untuk penanaman tanaman kelapa sawit.

Metode yang digunakan pada saat pembuatan lubang tanam di PT. SAK I Inderapura tidak sesuai dengan teori karena lahan nya tergolong gambut dalam. Menurut Apriyantono

(35)

(2009), pembuatan lubang tanam kelapa sawit pada lahan gambut dengan metode triple hole (hole-in-hole-in-hole) untuk gambut dalam dan dan double hole (hole-in-hole) untuk gambut sedang. Pada metode triple hole, lubang pertama berdimensi (140x140x60) cm, lubang kedua berdimensi (100x100x60) cm dan lubang ketiga (60x60x60) cm. Sedangkan metode double hole, lubang pertama berdimensi (100x100x60) cm dan lubang kedua berdimensi (60x60x60) cm.

Menurut Agus dan Subiksa (2008), gambut untuk pertanian tanaman tahunan memerlukan jaringan drainase makro yang dapat mengendalikan tata air dalam satu wilayah dan drainase mikro untuk mengendalikan tata air di tingkat lahan. Sistem drainase yang tepat dan benar sangat diperlukan pada lahan gambut, baik untuk tanaman pangan maupun perkebunan. Sistem drainase yang tidak tepat akan mempercepat kerusakan lahan gambut. Masalah-masalah tata kelola air di PT. SAK I Inderapura antara lain :

1. Ukuran parit yang terdapat di perkebunan umumnya sudah tidak sesuai dengan

standar yang ditetapkan. Pada tabel 6 disajikan sampel pengukuran jenis parit pada afdeling D pada beberapa blok.

Tabel 6. Sampel pengukuran jenis parit pada afdeling D pada beberapa blok (2015)

Jenis parit Blok Lebar atas Lebar dasar Dalam

Parit primer D2 4,0 m 2,0 m 1,5 m D5 4,0 m 2,0 m 1,5 m D8 4,0 m 2,0 m 1,5 m Parit sekunder D2 3,6 m 1,5 m 1,15 m D5 3,9 m 1,7 m 0,9 m D8 3,9 m 1,7 m 0,8 m Parit tertier D2 1,1 m 0,7 m 0,9 m D5 1,1 m 0,7 m 0,9 m D8 1,2 m 0,9 m 1,0 m Parit sentral D2 1,5 m 1,3 m 0,85 m D5 1,5 m 1,3 m 0,85 m D8 1,6 m 1,3 m 1,3 m

(36)

Tabel 7. Norma ukuran parit

Jenis parit Lebar atas Lebar dasar Dalam

Parit primer 4,0 m 1,5 m 2,5 m

Parit sekunder 2,5 m 1,0 m 2,0 m

Parit tertier 1,5 m 0,5 m 1,0 m

Parit sentral 1,5 m 1,0 m 1,5 m

2. Tinggi permukaan air di parit primer dan parit sekunder >70 cm dibawah permukaan tanah pada musim kemarau.

Menurut Santobri (2008), secara khusus hal – hal yang harus diperhatikan untuk menahan laju degradasi lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit adalah membuat suatu sistem tata air (water management system) yang betul-betul terencana dengan baik sehingga dapat memperhatikan tinggi muka air yang sesuai. Secara umum tinggi muka air tanah gambut pada lahan kelapa sawit adalah 60 cm di bawah permukaan tanah. Dengan kedalaman muka air tanah 60 cm, diharapkan kelembapan tanah di bagian atasnya akan tetap terjaga dari kekeringan dan perakaran tanaman tidak tergenang.

3. Tidak adanya pintu-pintu pengaturan air di setiap pertemuan parit tertier dengan parit sekunder, parit sekunder dengan parit primer dan parit primer dengan parit keliling atau parit pembuangan.

Menurut Agus dan Subiksa (2008), salah satu komponen penting dalam pengaturan tata air lahan gambut adalah bangunan pengendali berupa pintu air di setiap saluran. Pintu air berfungsi untuk mengatur muka air tanah supaya tidak terlalu dangkal dan tidak terlalu dalam.

Menurut Apriyantono (2009), pembuatan saluran air dan pengelolaan tata air bertujuan untuk mengatur dan mempertahankan tinggi permukaan air tanah di areal pertanaman. Di tempat tertentu seperti pada pertemuan saluran primer dengan saluran sekunder perlu dibuat pintu air otomatis yang akan buka bila permukaan air di areal pertanaman lebih tinggi dan sebaliknya akan tutup apabila permukaan air di

(37)

areal pertanaman lebih rendah. Pengaturan air pada saluran drainase disesuaikan dengan kedalaman permukaan air tanah dilapangan yang dipertahankan pada kedalaman 60-80 cm, untuk menjaga ketersediaan air dan menghindari lahan mudah terbakar.

Perlunya menjaga tinggi air 70 cm di bawah permukaan tanah di PT. SAK I Inderapura antara lain :

a. Menghindari terjadinya kebakaran di lahan gambut pada musim kemarau.

b. Menjaga kelembaban tanah sehingga akar tanaman sawit mudah menyerap air dan unsur hara.

c. Menghindari serangan eksplosif hama rayap. Karena hama rayap bersarang dalam tanah dengan kedalaman ±50 cm dari permukaan tanah.

d. Mengurangi terjadinya subsidensi lahan sehingga pokok sawit tidak tumbang. e. Terhindarnya tanaman kelapa sawit dari kekeringan, kekurangan unsure hara

dan air, serangan hama rayap dan pokok tumbang sehingga meningkatkan produksi tanaman kelapa sawit.

Di PT. SAK I Inderapura terdiri dari dua Divisi yaitu Divisi I yang terdiri dari Afdeling A, B dan C. Dan Divisi II terdiri dari Afdeling D, E dan F. Setiap areal Afdeling memiliki tahun tanam, SPH (Sawit Per Hektar) dan produksinya masing-masing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Produksi kelapa sawit di PT. SAK I Inderapura (Ha/th)

AFD YOP SPH Ha Produksi (ton/ha/th)

2012 2013 2014 A 2004 148 461,700 12,814 13,548 13,192 B 2006 148 445,718 10,101 11,923 12,654 C 2006 148 586,380 9,688 10,299 11,692 D 2006 160 294,959 12,563 13,981 13,275 E 2006 160 297,470 13,854 13,277 13,549 F 2006 160 345,847 14,123 14,285 14,165

(38)

Rata-rata produksi kelapa sawit di PT. SAK I Inderapura naik setiap tahun meskipun belum mencapai target yang ditentukan. Karena menurut Santobri (2008), produktifitas tanaman kelapa sawit tidak kalah baik dengan yang di lahan mineral. Penelitiannya di Riau pada tanaman umur 7 tahun dengan mempertahankan kedalaman tinggi muka air 50-75 cm dari muka tanah menghasilkan tandan buah segar (TBS) 28,4 ton/ha/tahun dibandingkan 22 ton/ha/tahun pada lahan yang kedalaman muka airnya pada level 100 cm dari permukaan tanah. Apabila hutan rawa gambut diperlakukan secara baik dan benar sesuai dengan kemampuan/daya dukung lahan gambutnya, maka hasil yang diperoleh mampu memberikan sesuatu yang menjanjikan.

(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari laporan tugas akhir mengenai “Tata Kelola Lahan dan Air di Lahan Gambut pada Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di PT. Sumbar Andalas Kencana (SAK) I Inderapura Pesisir Selatan Sumatera Barat” yaitu :

a. Mahasiswa telah mengetahui dan memahami serta memiliki keterampilan pada budidaya tanaman kelapa sawit.

b. Teknik pembukaan lahan gambut pada PT. SAK I Inderapura umum nya sudah sesuai dengan ketentuan perusahaan dan literatur yang ada.

c. Sistem tata kelola air pada PT. SAK I Inderapura belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan. Pengaruhnya terhadap produksi adalah belum tercapainya target produksi yang ditentukan oleh perusahaan.

5.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan bagi perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Perlu diperhatikannya kesesuaian lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kelapa sawit. Membuka lahan gambut dengan kedalaman >3 m (gambut dalam) tidak sesuai bagi tanaman tahunan sehingga perlu pengelolaan dan penanganan khusus agar lahan dapat ditanami tanaman kelapa sawit.

2. Perlunya perhatian terhadap tata kelola air di lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit oleh perusahaan yaitu mengangkat seorang Asisten tata kelola air di PT. SAK I Inderapura sehingga dapat mengatur sistem tata kelola air di seluruh areal perkebunan sesuai norma yang telah ditetapkan perusahaan.

(40)

3. Perlunya penerapan teknologi untuk tata kelola air di lahan gambut seperti membuat tanda ukuran tinggi permukaan air pada tiap jenis parit yang ada di areal kebun dan membuat pintu air otomatis pada setiap pertemuan parit tertier dengan parit sekunder, parit sekunder dengan parit primer dan parit primer dengan parit pembuangan.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. dan I.G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia.

Ditjenbun. 2012. Keputusan Menteri Pertanian No. 4/Permentan/PL.110/2/2009. www.deptan.go.id/ditjenbun. 16 Juni 2015.

Fauzi, Y. Yustiana EW. Iman S. dan Rudi Hartono. 2008. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kemenperin. 2012. Prospek dan Permasalahan Industri Sawit.

http://www.kemenperin.go.id/artikel/494/Prospek-Dan-Permasalahan-Industri-Sawit. 18 Juni 2015.

Litbang. 2013. Prospek Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia.

http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id. 18 Juni 2015.

Murti, K. 2005. Survey dan Penelitian Umum Lahan. Politeknik Pertanian. Payakumbuh.

Santobri. 2008. Dampak Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit Terhadap Degradasi Lingkungan dan Upaya Penanggulangannya.

http://id.santobri.com. 12 Juni 2013.

Suwanto. Binsar,N. dan Darmadi. 2005. Buku Pedoman Standar Kerja Kebun Kelapa Sawit. Incasi Raya Group. Padang.

Gambar

Tabel 2. Jenis dan ukuran saluran drainase
Tabel 4. Interval dan arah parit :
Tabel 5. Ukuran bagian – bagian jalan  No  Bagian jalan  Jalan
Gambar 2. Disain kebun di areal datar
+5

Referensi

Dokumen terkait

Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut. •

anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur

Merakit (pemasangan setiap komponen, handle, poros pemutar, dudukan handle alas atas bawah, dan saringan).. Mengelas (wadah dengan alas atas, saringan, handle, dan

Dengan produk-produk seperti pinjaman pribadi tanpa jaminan atau kredit pemilikan rumah, kreditur akan mengenakan suku bunga yang tinggi terhadap konsumen yang berisiko

Ratio Setiap pemegang 69 saham lama berhak atas 41 HMETD, dimana setiap 1 HMETD memberikan hak untuk membeli 1 saham baru, dan setiap 41 saham hasil Pelaksanaan HMETD melekat

In vitro study was using Hep-G2 cells and samples were divided into four groups; 2 control group treatment, 1 experiment group exposed to 727µM chlorogenic acid, 1 experiment

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih, tercurahkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah, dan taufik serta inayah-Nya sehingga penulis

(elaborasi); 8)Guru menjelaskan aturan permainan bahwa setiap kelompok akan dibagikan satu buah media scramble dan akan diberikan waktu 10 menit untuk mengerjakan