• Tidak ada hasil yang ditemukan

O L E H SKRIPSI SARJANA : CHANDRA MARBUN NIM : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "O L E H SKRIPSI SARJANA : CHANDRA MARBUN NIM : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SARUNEI BOLON

SIMALUNGUN OLEH BAPAK BOSEN SIPAYUNG DI DUSUN

PAGAR DOLOK, DESA SARAN PADANG, KECAMATAN

DOLOK SILOU, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H

NAMA : CHANDRA MARBUN

NIM : 100707045

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SARUNEI BOLON

SIMALUNGUN OLEH BAPAK BOSEN SIPAYUNG DI DUSUN

PAGAR DOLOK, DESA SARAN PADANG, KECAMATAN

DOLOK SILOU, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H

NAMA : CHANDRA MARBUN NIM : 100707045

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Drs. Bebas Sembiring, M.Si NIP 195608281986012001 NIP 195703131992031001 Skripsi ini diajukan kepada panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

CHANDRA MARBUN NIM : 100707045

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Teknik Pembuatan dan Permainan Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun”.

Permasalahan yang paling pokok dalam tulisan ini adalah tentang teknik permainan sarunei bolon Simalungun. Sarunei bolon Simalungun adalah instrumen yang tergolong ke dalam klasifikasi aerophone karena instrumen ini digunakan dengan cara di tiup dan sumber bunyi dihasilkan dari udara yang bergetar.

Pada saat ini, sudah sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang bisa memainkan Instrumen sarunei bolon Simalungun, khususnya pada generasi muda. Sehingga tulisan ini membahas tentang Teknik Permainan sarunei bolon Simalungun agar bisa bermanfaat dan sedikit mengatasi permasalahan di atas serta menjadi salah satu bahan dokumentasi dalam bentuk tulisan ilmiah untuk dimanfaatkan oleh orang lain guna menambah pengetahuan tentang Sarunei bolon Simalungun.

Untuk melengkapi tulisan ini, penulis sudah memiliki informan yang bersedia memberikan informasi tentang Instrumen Sarunei bolon Simalungun ini yaitu Bapak Bosen Sipayung seorang musisi Tradisional Simalungun yang cukup dikenal dikalangan masyarakat Simalungun. Beliau juga dengan senang hati mau mengajarkan dan berbagi ilmu tentang Sarunei bolon Simalungun ini, karena menurut Beliau agar Instrumen Sarunei bolon ini tidak dilupakan dan tidak mengalami kepunahan.

Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan metode yang bersifat kualitatif, dimulai dari membaca buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tulisan ini, serta melakukan penelitian langsung ke lokasi, melakukan wawancara langsung kepada informan, mengumpulkan data serta menganalisa yang berhubungan dengan tulisan ini.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan juga menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Teknik Permainan Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun”. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua penulis yang sangat penulis sayangi yaitu Bapak H. Marbun dan Ibu M. Br Sihombing, dimana beliau yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan dengan kerja keras serta setulus hati membiayai, mendoakan, serta mendukung dan memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada saudara/i penulis yaitu abangku Mas Andri Marbun S.Pd, adik-adikku Hendra Marbun, (Alm) Sahat Sehat Tulus Marbun, dan Angelicha Margaretha br Marbun. Keluarga yang selalu memberi dorongan, semangat, dan doa, serta sebagai inspirasi penulis dalam tulisan ini.

Terima kasih Kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Ibu Dra. Heristina Dewi M.PD selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan administrasi serta registrasi perkuliahan dalam menyelesaikan tugas akhir penulis.

(6)

Terima kasih kepada Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku dosen pembimbing I dan terima kasih kepada Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si selaku dosen pembimbing II selama penulis menyusun skripsi ini, dimana beliau dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran pada saat memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis.

Terima kasih kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada ibu Adli yang telah banyak membantu di kantor jurusan, serta kepada seluruh staf pengajar jurusan Etnomusikologi, kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu M.hum, penulis berterima kasih atas bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan penulis dalam pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan, terkhusus kepada Bapak Bosen Sipayung dan keluarga, kepada Bapak Ja Huat Purba, Kepada Marihot Purba, Sultan Saragih, dan Juniandi Damanik, dimana beliau yang mau menerima dan memberitahu informasi yang ingin penulis teliti selama melakukan Penelitian.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada tim Ekspedesa yaitu Putra Girsang S.sn, Roberto Murphy Manik S.kom, dan kepada Marihot Purba, dimana tim ini yang membantu penulis dalam melakukan pendekatan kepada informan, yang membantu penulis untuk menerjemahkan perkataan yang diucapkan oleh informan pada saat melakukan wawancara.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat dan para senior-senior penulis yang telah membantu dan memberikan banyak motivasi

(7)

serta wawasan selama penulis menyusun skripsi ini, terima kasih kepada kakanda Drs. Monang Butar-butar, Tomy Manurung S.sn, Sennovian Butar-butar S.sn, Benny Sofyan Samosir S.si, Michael Sibarani S.kom, dan kepada Pak tua Haji. Kepada sahabat-sahabat penulis membantu dan mengingatkan serta memberi semangat kepada penulis selama menyusun skripsi, kepada Erni Juita Banjarnahor S.sn, Mario Sinaga, Sanpero Sihite, Johannes Passel Manurung Amd, Ricky Maniur Sitohang, kepada seluruh mahasiswa angkatan 2010 Etnomusikologi, serta kepada seluruh keluarga besar PSM USU.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak terdapat kekuranga-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini, agar tulisan ini lebih mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan yang khususnya di bidang ilmu Etnomusikologi. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna dan menambah pengetahuan serta informasi bagi seluruh pembaca.

Medan, ...2014 Hormat saya,

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Pokok Permasalahan ...6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

1.3.1 Tujuan Penelitian ...7

1.3.2 Manfaat Penelitian ...7

1.4 Konsep dan Teori ...7

1.4.1 Konsep ...7 1.4.2 Teori ...8 1.5 Metode Penelitian ...11 1.5.1 Studi Kepustakaan ...11 1.5.2 Observasi ...12 1.5.3 Wawancara ...12 1.5.4 Kerja Laboratorium ...13

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI BAPAK BOSEN SIPAYUNG ...14

2.1 Gambaran Wilayah Penelitian ...14

2.1.1 Kependudukan ...16

2.1.2 Sistem Bahasa ...17

2.1.3 Sistem Mata Pencaharian ...20

2.1.4 Sistem Kesenian ...21 2.1.4.1 Seni Musik ...21 2.1.4.2 Seni Tari ...24 2.1.4.3 Seni Suara ...25 2.1.5 Sistem Kekerabatan ...27 2.1.6 Sistem Kepercayaan ...30

2.2 Biografi Ringkas Bapak Bosen Sipayung ...33

BAB III ORGANOLOGIS SARUNEI BOLON SIMALUNGUN DAN EKSISTENSI SARUNEI BOLON SIMALUNGUN ...38

3.1 Organologis Sarunei Bolon Simalungun ...38

3.1.1 Klasifikasi Sarunei Bolon Simalungun ...38

3.1.2 Konstruksi Sarunei Bolon Simalungun ... ...39

3.1.3 Bahan dan Peralatan Pada Sarunei Bolon Simalungun ...41

3.1.3.1 Bahan yang Digunakan ...43

3.1.3.2 Peralatan yang Digunakan ...47

3.1.4 Proses Pembuatan Sarunei Bolon Simalungun...52

3.1.4.1 Proses Pembuatan Baluh ...52

3.1.4.2 Proses Pembuatan Sigumbangi ...57

3.1.4.3 Proses Pembuatan Nalih ...58

(9)

3.1.4.5 Proses Pembuatan Tuppak Bibir ...60

3.2 Eksistensi Sarunei Bolon Simalungun ...61

BAB IV TEKNIK PERMAINAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN ...65

4.1 Posisi Pemain Sarunei Bolon Simalungun ...65

4.2 Pernapasan Dalam Meniup Sarunei Bolon Simalungun ...74

4.3 Teknik Permainan pada saat Memainkan Sarunei Bolon Simalungun ...74

4.3.1 Teknik Manguttong ...75

4.3.2 Teknik Mangehek ...76

4.3.3 Teknik Bunga-bunga atau Mangirdit ...77

4.4 Penyajian Sarunei Bolon Simalungun ...78

4.4.1 Gual Rambing—rambing ...80

4.4.1.1 Tangga Nada Sarunei ...84

4.4.1.2 Nada Dasar Sarunei ...84

4.4.1.3 Wilayah Nada Sarunei ...85

BAB V PENUTUP ...86

5.1 Kesimpulan ...86

5.2 Saran ...87

DAFTAR PUSTAKA ...89

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Peta Kecamatan Dolok Silou ...14

Gambar 2 : Bapak Bosen Sipayung ...32

Gambar 3 : Piagam Penghargaan Juara II Lomba Hagualon, Rondang Bittang XVII ...34

Gambar 4 : Piagam Penghargaan Juara I Lomba Hagualon, Rondang Bittang XVIII ...34

Gambar 5 : Piagam Penghargaan Pembina Hagualon, Rondang Bittang XXVII..35

Gambar 6 : Piagam Penghargaan oleh Menteri Pariwisata Seni dan Budaya ...36

Gambar 7 : Bagian-bagian Sarunei Bolon Simalungun ...39

Gambar 8 : Anak Sarunei ...40

Gambar 9 : Nalih ...40

Gambar 10 : Penahan Bibir ...40

Gambar 11 : Badan sarunei atau Baluh ...41

Gambar 12 : Sigumbangi ...41

Gambar 13 : Pohon Silastom ...43

Gambar 14 : Bambu untuk membuat Sigumbangi ...43

Gambar 15 : Daun Kelapa Tua yang Sudah Dijemur ...44

Gambar 16 : Bulu Ayam ...45

Gambar 17 : Benang ...45

Gambar 18 : Proses Pengikatan Bulu Ayam dan Daun Kelapa ...46

Gambar 19 : Timah yang sudah Meleleh ...46

Gambar 20 : Tempurung Kelapa ...47

Gambar 21 : Pukkor Kecil ...48

Gambar 22 : Pukkor Besar ...48

Gambar 23 : Pisau ...49

Gambar 24 : Gergaji ...49

Gambar 25 : Kertas Pasir ...50

Gambar 26 : Proses Melelehkan Timah ...50

Gambar 27 : Proses Pengukuran dan Penandaan ...51

Gambar 28 : Memotong Batang Silastom ...52

Gambar 29 : Melubangi atau Memukkor Silastom ...53

Gambar 30 : Pembentukan Badan sarunei menggunakan parang ...54

Gambar 31 : Pembentukan dan Menghaluskan Badan Sarunei ...54

Gambar 32 : Badan Sarunei ...55

Gambar 33 : pengukuran awal ...56

Gambar 34 : pengukuran lubang pertama ...56

Gambar 35 : pengukuran lubang nada ...56

Gambar 36 : proses melubangi nada ...57

Gambar 37 : proses pemotongan bambu yang di jadikan sigumbangi ...58

Gambar 38 : sigumbangi...58

Gambar 39 : bentuk tangkai buluh ayam ...59

Gambar 40 : bentuk pelepah kelapa ...60

Gambar 41 :proses pengikatan tangkai buluh ayam dan pelapah kelapa...60

Gambar 42 : Posisi Tubuh saat memainkan Sarunei Bolon Simalungun ...65

Gambar 43 : Cara Memegang Sarunei Bolon Simalungun serta Peletakan Jari Tangan di setiap Lubang Nada (tangan kanan berada di atas)...66

(11)

Gambar 44 : Cara Memegang Sarunei Bolon Simalungun serta Peletakan Jari

Tangan di setiap Lubang Nada (tangan kiri berada di atas) ...67

Gambar 45 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada C ...68

Gambar 46 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada G ...69

Gambar 47 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada A ...69

Gambar 48 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada B ...70

Gambar 49 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada C#’ ...71

Gambar 50 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada D’ ...71

Gambar 51 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada F#’ ...72

Gambar 52 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada G’ ...73

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Luas Wilayah Desa ...15 Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ...16 Tabel 3 : Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang dianut ...31

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Simalungun memiliki alat musik tiup, ada yang dimainkan di dalam ensambel dan ada juga yang dimainkan secara solo atau tunggal. Alat musik tiup yang dimainkan di dalam ensambel ialah sarunei bolon, sarunei buluh, dan sulim. Alat musik tiup yang dimainkan secara tunggal ialah saligung, tulila, sordam, hodong-hodong.

Tulisan ini akan membahas instrumen sarunei bolon Simalungun pada aspek teknik permainannya. Sarunei bolon Simalungun adalah sejenis instrumen tiup yang pada umumnya dimainkan untuk mengiringi upacara adat Simalungun (baik dalam upacara malas ni uhur maupun upacara pusok ni uhur), dan dimainkan di dalam ensambel, dan dalam ensambel tersebut sarunei bolon Simalungun adalah sebagai alat musik pembawa melodi utama.

Pada umumnya, pemain sarunei bolon diakui sebagai pemimpin dari ensambel musik tersebut, dan pemain sarunei bolon sangat berperan besar dalam menentukan musik yang akan dimainkan. Biasanya juga, pada acara adat Simalungun, bila pelaksana upacara atau orang yang mengadakan acara adat tersebut ingin memberikan penghargaan, maka pemain sarunei bolon yang biasanya mendapat atau mewakili penghargaan tersebut.

Pada kebudayaan Simalungun terdapat dua ensambel musik yaitu ensambel gonrang sidua-dua dan ensambel gonrang sipitu-pitu. Ensambel tersebut pada umumnya dimainkan atau disajikan pada upacara adat Simalungun, baik upacara sukacita atau dalam bahasa Simalungun dikatakan malas ni uhur

(14)

(upacara adat pernikahan, kelahiran, memasuki rumah baru) maupun upacara dukacita atau dalam bahasa Simalungun dikatakan Pusok ni uhur.

Dalam upacara adat Simalungun, gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu dimainkan dalam acara mamongkot rumah (acara memasuki rumah baru), patuaekkon (acara pemberian nama seseorang), marhajabuan (acara pemberkatan pada suatu perkawinan agar perkawinan tersebut diwarnai kebahagiaan), mangiliki (acara menghormati seseorang yang meninggal dunia yang sudah memiliki anak dan cucu), bagah-bagah ni sahalak (acara seseorang yang ingin membuat pesta). Alat musik yang terdapat pada ensambel gonrang sidua – dua ialah sarunei bolon, dua buah gonrang, mongmongan, dan ogung. Alat musik yang terdapat dalam ensambel gonrang sipitu – pitu ialah sarunei bolon, tujuh buah gonrang, mongmongan, dan ogung.

Sarunei bolon Simalungun terbuat dari kayu (wind instrument) yang pada umumnya terbuat dari kayu silastom dan bambu, memiliki 7 (tujuh) buah lubang nada. sarunei bolon Simalungun memiliki bagian-bagian, dimana bagian-bagian itu ialah: penahan bibir yang terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bulat berdiameter kurang lebih 5-5,5 cm, memiliki nalih (penghubung badan sarunei ke anak sarunei) yang terbuat dari kayu maupun timah, memiliki sigumbangi (sebuah bambu yang disambungkan ke badan sarunei), dan memiliki anak sarunei (lidah atau benda yang ditiup pada bagian sarunei) yang terbuat dari daun kelapa dan bagian pangkal pada bulu ayam, sarunei memiliki lidah ganda (double reed) yang bergetar. Biasanya sarunei bolon Simalungun ini dimainkan dengan bunyi yang menjadi ciri khas kesenian Simalungun yang disebut dengan inggou (bunyi yang menjadi ciri khas musik Simalungun).

(15)

Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel instrumen ini tergolong kepada jenis klasifikasi aerophone (sumber bunyi berasal dari udara). Masyarakat Simalungun menyebut pemain sarunei adalah parsarunei dan yang membuat sarunei adalah pambahen sarunei.

Dalam wawancara yang dilakukan penulis kepada informan, dikatakan bahwa dalam permainan sarunei bolon Simalungun terdapat teknik-teknik permainan sarunei bolon Simalungun. Bapak Bosen Sipayung selaku informan mengatakan teknik-teknik yang ada pada permainan sarunei bolon Simalungun ialah teknik manguttong adalah teknik meniup secara terus-menerus tanpa berhenti mulai dari awal lagu sampai akhir lagu sambil menghirup dan menarik nafas secara bersamaan atau yang dikenal dalam istilah Etnomusikologi ialah circular breathing, kemudian teknik mangehek merupakan teknik menghasilkan bunyi layaknya seperti orang yang menangis tersendak-sendak dan teknik ini hanya bisa dilakukan pada gual (musik) yang lambat, dan selanjutnya teknik bunga-bunga atau mangirdit adalah teknik menambah dan memperindah nada atau melodi yang dimainkan parsarunei pada sebuah lagu atau yang dikenal dengan improvisasi.

Proses belajar sarunei bolon pada masyarakat Simalungun dilakukan secara lisan yaitu dengan cara melihat, mendengar, menghafal, dan meniru. Semakin sering menghafal melodinya dan mendengar lagunya, maka secara otomatis bisa memainkan alat musik sarunei bolon Simalungun ini. Hal ini diperoleh dari apa yang diungkapkan oleh Bapak Bosen Sipayung pada saat penulis melakukan wawancara langsung, beliau berpendapat seperti itu dari apa yang dialaminya sehingga Bapak Bosen Sipayung bisa memainkan sarunei bolon

(16)

Simalungun hingga sampai saat ini dan sudah dikenal oleh masyarakat di Kecamatan Dolok Silau.

Bapak Bosen Sipayung adalah informan kunci yang ditetapkan penulis untuk melengkapi tulisan ini. Dimana beliau adalah seorang pemain lama sarunei bolon Simalungun serta orang yang bisa membuat alat musik sarunei bolon Simalungun dan sudah dikenal dikalangan masyarakat Kecamatan Dolok Silau.

Pada saat ini beliau mulai meneruskan dan menurunkan tradisi memainkan sarunei bolon Simalungun kepada salah seorang cucunya yang kini sedang duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sudah bisa memainkan beberapa lagu-lagu yang dimainkan pada adat Simalungun dan Bapak Bosen Sipayung sering membawakan dan menampilkan cucunya mengikuti perlombaan atau festival, baik antar Kecamatan maupun Kabupaten.

Di jaman yang modern ini, sudah banyak alat-alat musik modern atau alat musik Barat yang masuk ke kalangan masyarakat Simalungun dan juga sekaligus sudah dikenal dan mulai lebih digemari untuk dimainkan oleh masyarakat Simalungun, seperti keyboard, saxophone, drum, dan lainnya.

Pada saat ini, sering juga dijumpai pada acara kematian dan pernikahan khusunya, musik modern tersebut dipadukan dengan alat musik tradisional Simalungun untuk mengiringi acara kematian dan pernikahan masyarakat Simalungun. Alat musik modern ini, seperti keyboard bisa menggantikan alat musik tradisional Simalungun seperti ogung, gonrang, maupun sulim. Dengan demikian, peranan alat musik modern bisa membuat masyarakat Simalungun akan mulai terlupa dengan alat musik tradisional yang digantikan oleh alat musik modern tersebut, hal itu dikarenakan dengan mulai jarangnya dijumpai

(17)

masyarakat Simalungun alat musik tradisional yang digantikan tersebut pada acara-acara adat Simalungun yang sering menggunakan alat musik modern. Namun, hal ini sering dilakukan karena dianggap praktis atau lebih mudah oleh masyarakat Simalungun, dan juga dari segi ekonomi lebih murah dan terjangkau daripada menggunakan alat musik tradisional Simalungun komplit dalam mengiringi acara adat. Semua itu kembali kepada masyarakat Simalungun itu sendiri, agar tidak melupakan alat musik tradisional Simalungun, serta mau melestarikan alat musik tradisional Simalungun.

Pada saat ini sudah mulai sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang bisa memainkan serta membuat alat musik sarunei bolon Simalungun. Menurut penulis, hal itu terjadi dikarenakan kurangnya minat atau kemauan masyarakat Simalungun untuk memainkan alat musik sarunei bolon Simalungun ini, dan juga sudah jarang ditemukan orang yang bisa membuat alat musik sarunei bolon Simalungun ini, jadi keberadaan sarunei bolon Simalungun ini dikalangan masyarakat Simalungun pun sedikit, yang penulis ketahui orang yang bisa membuat alat musik sarunei bolon Simalungun ini ialah Bapak Bosen Sipayung, Bapak Jahuat Purba, dan Bapak Martuah Saragih.

Pada pembahasan sebelumnya, dikatakan bahwa proses belajar sarunei bolon Simalungun dilakukan dengan cara lisan yaitu dengan melihat dan mendengarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah pemain sarunei bolon dikalangan masyarakat Simalungun akan sulit untuk berkembang, jika dikalangan masyarakat simalungun sudah jarang ditemukan orang yang memainkan sarunei bolon Simalungun.

(18)

Dengan demikian penulis tertarik dan ingin membahas tentang bagaimana cara memainkan sarunei bolon Simalungun ini agar tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, sehingga dengan adanya tulisan ini, pembaca bisa sedikit mengerti dan mengenal alat musik sarunei bolon Simalungun agar alat musik ini tidak mengalami kepunahan. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk membahas bagaimana cara memainkan sarunei bolon Simalungun.

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “Teknik Pembuatan dan Permainan Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung Di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun”.

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana teknik pembuatan dan permainan sarunei bolon Simalungun

oleh Bapak Bosen Sipayung?

2. Bagaimana eksistensi sarunei bolon Simalungun ini di tengah-tengah masyarakat Simalungun?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik permainan sarunei bolonSimalungun oleh Bapak Bosen Sipayung.

(19)

2. Untuk mengetahui eksistensi alat musik sarunei bolonSimalungun ditengah-tengah masyarakat Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ini adalah :

1. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, baik yang Beradadalam disiplin Etnomusikologi maupun di luar Etnomusikologi sebagai bahan motivasi untuk melestarikan musik tradisional Simalungun, khususnya bagi penulis sendiri dalam menambah wawasan tentang budaya masyarakat Simalungun khususnya Sarunei bolon Simalungun.

2. Sebagai dokumentasi tambahan mengenai kebudayaan musik Simalungun yang bisa dipakai sebagai masukan bagi Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini, maka perlu dijelaskan hal pokok yang menjadi topik utama dalam pembahasan ini yakni “Teknik Permainan”. Teknik adalah cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan Permainan adalah suatu

(20)

pertunjukkan dan tontonan (Kamus Bahasa Indonesia 2008). Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Teknik Permainan adalah gambaran mengenai pola atau cara yang dipakai dalam suatu pertunjukkan. Jadi,yang dimaksud Teknik Permainan dalam tulisan ini adalah bagaimana cara memainkan sarunei bolonSimalungun, termasuk di dalamnya bagaimana cara meniup atau membunyikan sarunei bolon, bagaimana cara memegang sarunei bolon, bagaimana cara memproduksi nada, dan bagaimana cara memainkan teknik tertentu dalam membawakan lagu.

Sarunei bolonSimalungun merupakan alat musik tiup yang termasuk kedalam klasifikasi instrumen aerofon. Masyarakat Simalungun mengelompokkan alat musik ini kedalam kelompok alat musik ansambel, dimana dipakai untuk mengiringi upacara adat Simalungun.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sebagai landasan berpikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.

Sarunei bolon Simalungun adalah instrumen aerofon, dimana sumber penggetar utama bunyi instrumen tersebut adalah udara. Oleh karena itu, dalam pengklasifikasian tersebut penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu; sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi alat musik. Sistem klasifikasi ini

(21)

terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang terdiri dari: idiofon (bunyinya bersumber dari getaran badannya sendiri), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber bunyi instrumen), kordofon (senar sebagai sumber bunyi instrumen).

Dalam tulisan ini, untuk membahas teknik permainan alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima, 1978 : 174 terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan ATPA, bahwa studi musik dapat dibagi ke dalam 2 (dua) sudut pandang yang mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi struktural berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi, serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian, Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara (loudness) bunyi nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa teknik permainan Sarunei Simalungun termasuk ke dalam studi fungsional.

Mantle hood juga dalam sebuah pemahamannya mempermudah penulis dalam meneliti untuk melengkapi tulisan ini, yaitu; “the concept of bimusicality as a way of scholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even compotition idiom of another culture as a way of learning the essentials of it’s musical style and behavior”.Pemahaman ini menekankan pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh

(22)

penulis. Bimusicality berarti agar penulis mempelajari dan memainkan alat musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Untuk itu, penulis mempelajari cara memainkan Sarunei Simalungun kepada Bapak Bosen Sipayung (kebudayaan yang diteliti) dengan cara oral tradition.

Secara umum, proses belajar musik tradisional dilakukan secara tradisi lisan (oral tradition). George List dalam “Discussion of K.P. Wachman’s paper, “Journal of the Folkore Institue mengatakan: Apa yang dimaksud dengan ‘musik tradisional’ ? musik tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri: musik tersebut diwariskan dan disajikan dengan hapalan bukan dengan menggunakan tulisan, dan musik tersebut selalu ‘hidup’ , dimana suatu pertunjukan selalu berbeda dengan pertunjukan sebelumnya. Ini adalah metode yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas permasalahan.

Sarunei bolon Simalungun merupakan alat musik yang berperan sebagai pembawa melodi. Nada-nada yang digunakan adalah nada yang ada pada sistem tangga nada Barat. Jadi dalam tulisan ini, penulis menggunakan teori Transkripsi Deskriptif. Nettl, 1964 : transkripsi deskriptif adalah transkripsi yang dilakukan dengan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail-detail yang terdapat pada musik yang diteliti. Dalam hal ini, penulis akan menggunakan transkripsi yang bernotasi deskriptif.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan

(23)

guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pusataka 2005).

Metode yang digunakan penulis dalam tulisan iniadalah metode penelitian kualitatif, dimana penulis mengumpulkan dan memperoleh data, yaitu menggunakan daftar pertanyaan serta melakukan wawancara kepada informan. Untuk mendukung metode penelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari 2 (dua) disiplin, yaitu disiplin lapangan dan disiplin laboratorium, dan hasil dari kedua metode penelitian ini kemudian digabungkan menjadi 1 (satu) hasil akhir (Merriam, 1964 : 37).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung keseluruhan data yang disertakan penulis, maka penulis juga melakukan studi keperpustakaan sebelum melakukan penelitian langsung ke lokasi penelitian. Penulis membaca buku-buku, tulisan ilmiah atau skripsi-skripsi terdahulu, serta catatan yang berhubungan dengan penelitian ini. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan banyaknya tulisan ilmiah yang dimasukkan ke dalam website, Penulis juga mencari informasi dari internet untuk menambah informasi dan data yang diperlukan dalam tulisan ini.

(24)

1.5.2 Observasi

Untuk memperoleh data dan informasi yang lebih akurat dalam melengkapi tulisan ini, penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian yaitu di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun.

1.5.3 Wawancara

Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat ( 1985 : 139 ) yaitu :

“ada tiga wawancara, yaitu wawancara berfokus ( focused interview ), wawancara bebas ( free interview ), dan wawancara sambil lalu ( casual interview )”.

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis melakukan wawancara langsung kepada informan kunci yaitu Bapak Bosen Sipayung. Untuk melakukan wawancara tersebut, penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang berhubungan dengan tulisan ini, penulis juga mengembangkan pertanyaan kepada pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada hal-hal lain sepeerti menanyakan kegiatan sehari-hari informan untuk menciptakan suasana yang tidak kaku, penulis juga merekam dan mencatat setiap pembicaraan yang terjadi dalam wawancara tersebut untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis, akan diolah dalam kerja laboratorium. Dimana Penulis menyeleksi data dan menganalisa data yang

(25)

kemudian menyaringnya agar lebih akurat. Selain itu Penulis juga melakukan transkripsi musik dengan cara merekam bunyi Sarunei bolon Simalungun tersebut untuk memperoleh nada-nada apa yang terdapat pada Sarunei bolon Simalungun tersebut, penulis juga mentranskripsi sebuah contoh lagu yang biasa dimainkan pada instrumen sarunei bolon Simalungun tersebut.

Setelah melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi tulisan ilmiah berbentuk skripsi. Maka diharapkan tulisan ini memiliki manfaat untuk menambah wawasan pengetahuan di bidang Etnomusikologi khususnya serta di bidang lain umumnya.

(26)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK BOSEN SIPAYUNG

2.1 Gambaran Wilayah Penelitian

Gambar 1 : Peta Kecamatan Dolok Silou

Lokasi penelitian yang dituju penulis berada di rumah Bapak Bosen Sipayung yang terletak di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun tahun 2011, bahwa Kecamatan Dolok Silou memiliki luas 294,00 Km2, dengan letak geografis sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deliserdang, sebelah Selatan berbatasan dengan

(27)

Kecamatan Silimakuta, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, dan sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Silou Kahean.

Desa yang terluas di Kecamatan Dolok Silou adalah Desa Dolok Mariah dengan luas 66,00 Km2 atau sekitar 22,45 % dari total luas Kecamatan Dolok Silou. Jarak Nagori atau Desa terjauh dari Ibukota Kecamatan Dolok Silou adalah Desa Marubun Lokkung dengan jarak 27 Km, sedangkan Desa terdekat adalah Desa Saran Padang dengan jarak 2 Km.Jarak Kecamatan Dolok Silou ke Pematang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun ± 54 Km, ke Kota Pematangsiantar ± 69 Km.

Tabel 1. Luas Wilayah Desa (Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2011)

No Desa Luas Area (Km2)

1. Dolok Mariah 66,00 2. Paribuan 38,00 3. Marubung Lokkung 28,50 4. Togur 28,50 5. Mariah Dolok 27,50 6. Huta Saing 27,50 7. Saran Padang 27,00 8. Bawang 21,00 9. Cingkes 19,00 10. Perasmian 11,00

(28)

Letak Kecamatan Dolok Silou di atas permukaan laut adalah 151-1400 meter. Menurut kemiringan/kelerengan tanah, luas wilayah Kecamatan Dolok Silou yang terdapat pada lahan yang landai mencapai 12.210 Ha. Berdasarkan jenis penggunaan lahan di Kecamatan Dolok Silou lebih banyak lahan pertanian non sawah dibanding lahan peranian sawah. Lahan pertanian non sawah mencapai 23.450 Ha sedangkan lahan pertanian sawah sekitar 5.262 Ha. Lahan pertanian non sawah terluas berada di Desa Dolok Mariah seluas 23.450 Ha dan lahan pertanian sawah terluas berada di Desa Paribuan seluas 815 Ha.

2.1.1Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Dolok Silou tahun 2010 sebanyak 13.716 jiwa terdiri dari laki-laki 6.933 jiwa dan perempuan 6.783 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3.712 sehingga rata-rata jumlah anggota rumah tangga adalah 3-4 jiwa per rumah tangga.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Cingkes 1.194 1.103 2.297 2. Saran Padang 1.094 1.106 2.200 3. Paribuan 990 963 1.953 4. Huta Saing 945 891 1.836 5. Bawang 899 911 1.810 6. Perasmian 526 575 1.101 7. Marubun Lokkung 546 504 1.050 8. Mariah Dolok 338 334 672

(29)

9. Dolok Mariah 204 196 400 10. Togur 197 200 397

Kecamatan Dolok Silou 6.933 6.783 13.716 Jiwa (Sumber: BPS Kecamatan Dolok Silou 2011)

Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Desa Cingkes yaitu 121 jiwa/Km2 atau sebanyak2.297 jiwa, diikuti penduduk yang ada di Desa Saran Padang yaitu 81 jiwa/Km2 atau sebanyak 2.200 jiwa, sedangkan kepadatan penduduk yang paling sedikit terdapat di Desa Togur yaitu 14 jiwa/Km2 atau 397 jiwa.

Rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Dolok Silou menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Simalungun, menyatakan bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan, dimana dapat disimpulkan setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki-laki.

2.1.2 Sistem Bahasa

Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di dalamnya. Hal ini dapat dilihat bagaimana sistem komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dalam melakukan aktivitasnya. Pada lokasi penelitian penulis bahasa yang digunakan adalah bahasa Simalungun untuk komunikasi sehari-harinya. Hal tersebut juga yang menyebabkan ada asumsi untuk setiap orang yang tinggal di daerah tersebut sudah dianggap sebagai suku Simalungun.

(30)

Menurut seorang peneliti bahasa yaitu Dr. P. Voorhoeve, mengatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa yang ada di Nusantara. Kedekatan tersebut ditunjukkan dengan huruf penutup suku kata mati yaitu uy dalam kata apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata abab, huruf d dalam kata bagod, huruh ah alam kata babah dan sabah, juga kata ei dalam kata simbei, dan kata ou dalam kata sopou dan lopou.

Dalam buku Tole Den Timorlan den Das Evangelium (2003: 16-19) dijelaskan bahwa bahasa Simalungun dikenal ragam jenis pemakaian bahasa menurut penggunaannya yaitu :

1. Bahasa Tingkatan

Bahasa tingkatan adalah bahasa yang digunakan untuk berbicara kepada orang-orang. Bahasa Tingkatan terbagi 2 yaitu:

- Bahasa yang dipakai untuk berbicara kepada raja seperti ”paramba” artinya adalah hamba, “modom” artinya mangkat, dan lain-lain.

- Bahasa Simalungun yang dipakai menurut tingkat usia di dalam pergaulan misalnya: ho dan hanima dipakai oleh orang yang lebih tua untuk menyebut orang yang lebih muda. Ho untuk penyebutan tunggal dan hanima untuk penyebutan jamak. Demikian juga halnya dengan ham dan nasiam yang dipakai untuk menyebut orang yang lebih tua atau kepada orang yang derajatnya lebih tinggi. Ham untuk penyebutan tunggal dan nasiam untuk penyebutan jamak.

(31)

2. Bahasa Simbol

Bahasa simbol merupakan bahasa yang digambarkan dengan benda-benda untuk menyatakan maksud-maksud tertentu. Misalnya dalam suatu permainanonja-onja (permainan tradisional masyarakat Simalungun yang dimainkan oleh anak remaja), ada seorang pemuda yang memakai benang merah, hal tersebut dapat diartikan bahwa pemuda tersebut akan tetap berjuang sampai mati untuk mendapatkan cinta dari gadis pujaannya.

3. Bahasa Simalungun Ratap Tangis

Bahasa ini disebut juga dengan guruni hata karena dipakai untukmengucapkan sesuatu dan dianggap lebih halus. Misalnya adalah inang na umbalos artinya adalah bibi, sihumoyon artinya perut, simanuhot artinya mata, jambulan artinya rambut.

4. Bahasa Simalungun Kasar

Bahasa ini disebut juga sait ni hata yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina seseorang karena tersinggung akan sesuatu. Misalnya kata panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput, mulut (babah) bahasa kasarnya tursik atau lossot.

5. Bahasa yang digunakan oleh datu

Bahasa ini merupakan bahasa mantera yang merupakan campuran bahasa-bahasa untuk maksud-maksud tertentu. Bahasa yang digunakan oleh datu ini bukan secara umum diketahui oleh masyarakat Simalungun karena hanya sebagian orang yang terpilih untuk menjadi seorang datu.

Selama proses penelitian di rumah Bapak Bosen Sipayung, penulis kurang fasih menggunakan bahasa Simalungun dan terkadang penulis menggunakan

(32)

bahasa Indonesia, namun Bapak Bosen Sipayung kurang fasih juga menggunakan bahasa Indonesia, untuk mengatasinya penulis membawa seorang yang bisa menggunakan bahasa Simalungun yaitu Marihot Purba yang merupakan mahasiswa Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dan merupakan adik junior penulis diperkuliahan yang sama. Marihot Purba berfungsi sebagai penghubung antara penulis dengan Bapak Bosen Sipayung dalam berkomunikasi agar maksud dan tujuan dapat dipahami dan dimengerti.

2.1.3 Sistem Mata Pencaharian

Penduduk yang tinggal di Kecamatan Dolok Silou pada umumnya bekerja di sektor pertanian dan perkebunan. Untuk komoditi tanaman pangan, penduduk Kecamatan Dolok Silou banyak yang bertani tanaman padi ladang, cabe merah, nenas, jagung, dan kopi. Ada juga penduduk Kecamatan Dolok Silou yang beternak, seperti ternak ayam, babi, dan kerbau. Jika ditinjau secara keseluruhan, sebagian besar penduduk Kecamatan Dolok Silou bermata pencaharian sebagai petani, pekebun, dan peternak.

2.1.4 Sistem Kesenian

Kesenian merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian adalah bagian dari kebudayaan, dan hal ini juga dapat digunakan sebagai identitas diri suatu masyarakat. Kesenian pada masyarakat Simalungun sangat beragam. Taralamsyah Saragih dalam

(33)

seminar kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian Simalungun dibagi atas seni musik (gual), seni tari (tor-tor), dan seni suara (doding).

2.1.4.1 Seni Musik

Seni musik pada umumnya digunakan untuk acara-acara hiburan, upacara adat, dan bahkan untuk bentuk persyaratan dalam upacara ritual tertentu.Untuk melengkapi upacara-upacara tersebut harus menggunakan alat-alat musik tradisional Simalungun yang sudah memiliki konsep penggunaan tertentu yang sesuai dengan fungsinya.

Alat-alat musik pada masyarakat Simalungun dapat dimainkan secara ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang bentuk penyajiannya dimainkan secara ensambel yaitu gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu. Alat musik yang tergolong dalam ensambel gonrang sidua-dua ialah sarunei bolon, sarunei buluh, ogung, mongmong, dan dua buah gonrang. Sedangkan alat musik yang tergolong dalam gonrang sipitu-pitu ialah sarunei bolon, ogung, mongmong, dan tujuh buah gonrang.

Ensambel ini dimainkan dalam upacara adat Simalungun, baik upacara sukacita (malas ni uhur) maupun acara duka cita (pusok ni uhur). Kedua ensambel ini sangat penting peranannya pada upacara religi, upacara adat, maupun acara hiburan. Adapun upacara yang digunakan untuk upacara religi antara lain:

1. manombah, yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk mendekatkan diri terhadap sembahannya.

(34)

2. marangir, yaitu suatu upacara untuk membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.

3. ondos hosah, yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari marabahaya.

Dalam upacara adat, kedua ensambel tersebut digunakan dalam acara: 1. mamongkot rumah bayu, yaitu acara memasuki rumah baru agar orang yang

menempati rumah tersebut mendapat rejeki dan terhindar dari segala bentuk masalah.

2. marhajabuan, yaitu acara pemberkatan pernikahan. Acara ini merupakan suatu bentuk persyaratan sakral yang harus dipenuhi untuk melangsungkan pernikahan.

3. mangiliki, yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang meninggal dunia yang usianya sudah tua dan sudah memiliki cucu.

4. bagah-bagah ni sahalak, yaitu acara yang dilaksanakan oleh seseorang karena adanya keinginannya untuk membuat pesta.

5. patuaekkon, yaitu acara untuk memberi nama seseorang dengan cara memandikannya dengan air.

Dalam acara hiburan, ensambel tersebut digunakan pada acara:

1. marilah, yaitu acara muda-mudi yang bernyanyi bersama di suatu desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat hubungan antara muda-mudi.

2. mangalo-alo tamu, yaitu acara yang digunakan untuk menyambut tamu dari luar daerah. Acara ini dilaksanakan sekedar hiburan ramah tamah kepada tamu yang datang tersebut sehingga menunjukkan suatu bentuk silahturahmi.

(35)

3. rondang bittang, yaitu acara tahunan yang diadakan oleh masyarakat Simalungun karena mendapatkan hasil panen yang baik, dan pada acara ini menjadi kesempatan para muda-mudi untuk mendapatkan jodoh. Tapi sekarang pesta ini digunakan dalam bentuk pesta tahunan dengan rangka silahturahmi antar desa di Kabupaten Simalungun, sekaligus suatu bentuk pelestarian kebudayaan Simalungun karena dalam acara ini diadakan juga pentas kesenian tradisional Simalungun.

Alat musik yang dimainkan secara tunggal antara lain sordam, sulim, tulila, saligung, arbab, hodong-hodong, dan husapi. Alat musik tunggal ini pada umumnya digunakan sebagai alat hiburan seperti pada saat sedang menggembala, sedang menjaga padi di ladang, dan sebagai hiburan pemuda-pemuda.

2.1.4.2 Seni Tari

Seni tari (tor-tor) dalam masyarakat Simalungun merupakan suatu bentuk identitas khas yang menunjukkan ciri kesenian Simalungun. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan-pergerakan yang dilakukan saat melakukan tor-tor yang berbeda dengan tari yang dilakukan oleh kebudayaan lain. Tor-tor pada umumnya digunakan dalam upacara-upacara adat maupun ritual dengan diiringi oleh musik. Adapun tor-tor Simalungun antara lain:

1. tor-tor huda-huda atau toping-toping, yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur keluarga yang ditinggal mati oleh seseorang, dimana orang yang meninggal tersebut sudah sayur matua atau orang yang sudah lanjut usia. Tarian ini dulunya digunakan untuk menghibur keluarga raja karena anaknya meninggal agar tidak larut dalam kesedihan. Pada saat ini juga tarian ini sudah

(36)

digunakan dalam konteks pertunjukkan. Tarian ini menggunakan media topeng dengan sepasang pemain toping-toping dan satu orang pemain huda-huda. 2. Tor-tor turahan, yaitu tarian yang dilakukan untuk menarik batang pohon

ataupun kayu yang ada di hutan yang digunakan untuk membangun istana kerajaan. Dimana salah seorang penari tersebut akan mengambil dedaunan beserta rantingnya dan kemudian mengibaskannya ke batang kayu dan ke badan orang-orang yang menariknya untuk memberi semangat. Kegiatan ini dilakukan sambil menari agar para pekerja tersebut tidak mudah lelah dan akan lebih semangat lagi.

3. Tor-tor sombah, yaitu tarian yang digunakan untuk menyambut tamu (tondong) yang datang dalam sebuah acara maupun upacara. Tarian ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terhadap keluarga maupun tamu yang datang.

2.1.4.3 Seni Suara

Seni suara atau nyanyian, dimana masyarakat Simalungun menyebutnya dengan doding. Ada beberapa nyanyian dalam masyarakat Simalungun yang memiliki fungsi masing-masing. Selain itu masyarakat Simalungun memiliki teknik bernyanyi yang disebut dengan inggou. Adapun nyanyian tersebut antara lain:

1. Taur-taur, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh sepasang muda-mudi secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lainnya. Dalam melakukan taur-taur, sepasang muda-mudi tersebut akan melakukan dialog musikal yang membicarakan tentang perasaan mereka secara bergantian.

(37)

2. Ilah, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda-pemudi untuk menunjukkan suatu bentuk keakraban dalam komunitas tersebut. Nyanyian ini dilakukan dengan bertepuk tangan bersama dalam posisi membentuk lingkaran. 3. Doding-doding, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang untuk menyampaikan sesuatu, baik itu dalam bentuk pujian, sindiran, dan bahkan dalam bentuk cerita. Nyanyian ini dilakukan untuk mengungkapkan perasaan sedih, sepi, dan juga untuk menyampaikan pesan. 4. Urdo-urdo, yaitu nyanyian yang digunakan untuk menidurkan seorang anak,

hal ini biasanya dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya maupun seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo ini merupakan suatu bentuk kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun untuk menidurkan anaknya, karenahal itu diyakini akan membuat si anak dapat tidur lebih nyenyak dan bahkan membantu si anak untuk lebih merespon kepada orang tuanya.

5. Tihtah, yaitu nyanyian yang digunakan untuk mengajak seorang anak untuk bermain. Tihtah hampir sama dengan urdo, bedanya hanya saja urdo-urdo untuk menidurkan anak sementara tihtah untuk mengajak anak bermain. 6. Tangis-tangis, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang istri karena

suaminya telah meninggal. Nyanyian ini digunakan untuk meratapi kesedihannya atas meninggalnya suaminya. Tangis-tangis ini juga digunakan oleh seorang gadis yang akan menikah untuk mengungkapkan kesedihannya yang ditujukan kepada keluarga yang akan ditinggalkannya.

7. Manalunda atau Mangmang, yaitu mantra yang dinyanyikan oleh seorang datu dalam melakukan ritual tertentu seperti dalam menyembuhkan suatu

(38)

penyakit.Manalunda atau mangmang ini dulunya digunakan untuk menobatkan seorang raja agar diberi berkat dalam menjalani tahtanya sebagai seorang raja. 8. Mandilo tonduy, yaitu nyanyian yang dilakukan ibu tua untuk memanggil roh. 9. Inggou turi-turian, yaitu nyanyian yang dilagukan oleh seorang datu untuk

hiburan dan diakhiri dengan suatu upacara.

Di luar dari ketiga bentuk kesenian yang diungkapkan oleh Taralamsyah Saragih, masih ada bentuk kesenian lain yang sampai saat ini masih dapat dilihat. Berdasarkan penelitian dan pengalaman penulis yang pernah menyaksikan pesta rondang bittang di Saribu Dolok, masih ada terlihat kesenian Simalungun yang dipertunjukkan dan harus dilestarikan, diantaranya ialah:

1. Dihar, yaitu seni bela diri yang dipelajari untuk melingdungi dirinya dari ancaman orang lain.

2. Gorga, yaitu seni ukir yang terdapat pada dinding-dinding rumah dengan motif-motif khas kesenian Simalungun, dan untuk menambahi estetikanya rumah tersebut juga dihiasi dengan seni patung yang terbuaat dari batu maupun kayu. 3. Hiou, yaitu seni tenun yang dibentuk dari benang-benang untuk membuat

sebuah selendang dengan motif-motif khas kesenian Simalungun.

2.1.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum dipakai untuk menarik garis keturunan yaitu:

1. menarik garis hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki-laki (patrilineal) dan mungkin pula dari pihak perempuan (matrilineal).

(39)

2. menarik garis keturunan dari kedua orang tua yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

Dari kedua cara di atas, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah, dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat patrilineal, yang artinya bahwa setiap anak yang lahir baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari ayahnya (1985: 108).

Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu terhadap marga lain. Sistem kekerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai “partuturan”. Dimana partuturan ini menentukan dekat jauhnya hubungan kekeluargaan, dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tutur manorus, dimana kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya “botou” artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda, dan “mangkela”(baca: makkela) artinya suami dari saudara perempuan ayah. 2. Tutur holmouan, dimana melalui kekerabatan ini bisa terlihat bagaimana

berjalannya adat Simalungun. Misalnya “Bapatongah”artinya saudara laki-laki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling muda dan bukan paling tua), “tondong bolon” artinya orang tua atau saudara laki-laki dari istri/suami, dan “panogolan” artinya kemenakan atau anak laki-laki/perempuan dari saudara perempuan.

(40)

3. Tutur natipak, dimana kekerabatan ini digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya “kaha”yang digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua, dan “ambia” panggilan seorang laki-laki terhadap laki-laki lain yang seumuran atau bawahan.

Pada kebudayaan Simalungun terdapat 4 marga asli suku Simalungun yang akrab disebut dengan akronim “SISADAPUR”, yaitu: Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari permusyawaratan besar (harungguan bolon) antara empat raja besar yang berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsuhan na legan, rup mangimbang munsuh), dan keempat raja tersebut adalah:

1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti simada manik (pemilik manik), yang dalam bahasa Simalungun kata manik berarti bersemangat, berkharisma, terhormat, dan paling cerdas. Raja ini berasal dari kaum bangsawan India selatan dari kerajaan Nagore.

2. Raja Banua Sobou Bermarga Saragih

Kata saragih dalam bahasa Simalungun berarti “simada ragih” (pemilik aturan, pengatur, penyusun, pemegang undang-undang). Terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.

(41)

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Kata Purba menurut bahasa sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha ( Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya. Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba, kemudian Purba keturunan Simamora ini menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Kata Sinaga berarti Simada Naga, dimana kata Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab gempa dan tanah longsor. Keturunannya adalah marga Sinaga di kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. (Tideman, 1922).

2.1.6 Sistem Kepercayaan

Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620) kerajaan Nagur sebagai Simalungun tua, telah banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam buku “Sejarah Batak” oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada abad ke V sudah ada kerajaan Nagur sebagai satu “Simalungun Batak Friest Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China).

Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah animisme yang disebut dalam bahasa Simalungun ialah supajuh begu-begu/sipele begu. Mereka percaya akan

(42)

adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal adanya tiga dewa, yaitu:

1. naibata na i babou/i nagori atas (dewa di benua atas) 2. naibata na i tingah/i nagori tongah (dewa di benua tengah) 3. naibata na i toruh/i nagori toruh (dewa di benua bawah)

Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa di kerajaan Nagur atau Simalungun terdapat 156 panghulubalang yaitu patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan.

Masuknya agama Islam ke Simalungun adalah pada abab ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh. Awalnya perkembangan agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar (Sihotang 1993:23). Kemudian sekitar tahun 1903, Gereja Batak Toba (HKBP) yang berada dalam fase perkembangan yang kemudian berkembang hingga menjangkau masyarakat di luar lingkungan mereka sendiri. Pada suatu konferensi yang dilakukan pada tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk memulai karya misi pada masyarakat Simalungun. Kelompok Kristen Simalungun yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekedar bagian dari Gereja Batak Toba (dinamakan HKBP-S). Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru yang dinamakan sebagai Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Salah satu bagian integral dari proses Kristenisasi adalah berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah, dimana anak-anak dan

(43)

orang-orang dewasa dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam bahasa Indonesia.

Pada saat ini penduduk yang berada di Kecamatan Dolok Silou terdiri atas berbagai Agama, dan menurut data yang diperoleh Agama yang ada di Kecamatan Dolok Silou antara lain ; Kristen Protestan, Katolik, dan Islam.

Tabel 3. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang dianut

No Agama Jumlah Penduduk

1. Kristen Protestan 10.729 2. Katolik 2.310

3. Islam 676

Kecamatan Dolok Silou 13.716 jiwa (Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2011)

Penduduk di Kecamatan Dolok Silou 78 % memeluk agama Kristen Protestan atau sekitar 10.729 jiwa, penduduk yang memeluk agama Katolik sekitar 2.310 jiwa, dan penduduk yang memeluk agama Islam sekitar 676 jiwa. Sarana ibadah umat beragama di Kecamatan Dolok Siolu pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: gereja Kristen Protestan sebanyak 20 unit, gereja Katolik 7 unit, mesjid 3 unit dan 1 musholla (data dari Kecamatan Dolok Silou pada tahun 2010).

2.2 Biografi Ringkas Bapak Bosen Sipayung

Dalam studi Etnomusikologi, untuk mengkaji teknik permainan alat-alat musik tertentu, maka hal itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi. Sesuai dengan hal tersebut, maka dalam mengkaji permainan alat musik sarunei

(44)

bolon Simalungun ini penulis memperhatikan juga menuliskan data atau biografi Bapak Bosen Sipayung.

Gambar 2 : Bapak Bosen Sipayung

Bapak Bosen Sipayung adalah seniman Simalungun, dimana beliau adalah seorang pemain sarunei bolon Simalungun yang diakui oleh masyarakat Kecamatan Dolok Silou dan juga sering dipakai sebagai parsarunei (pemain sarunei) pada acara adat yang dilaksanakan di Kecamatan Dolok Silou.

Bapak Bosen Sipayung lahir di Dusun Pagar Dolok pada tanggal 20 november 1943, pada tahun 1958 beliau tamat SD (sekolah dasar) namun tidak meneruskan pendidikan dikarenakan pengaruh ekonomi, jadi beliau menghabiskan masa remajanya dengan membantu orang tua di ladang, selain itu beliau juga sering memancing ikan di sungai dengan teman-temannya.

Bapak Bosen Sipayung merupakan anak dari Tori Sipayung dan Singip boru Purba, dimana ayah beliau (Tori Sipayung) adalah seorang panggual (pemusik tradisional Simalungun), jadi selain bertani, orang tua Bapak Bosen

(45)

Sipayung juga sering mengiringi acara-acara adat Simalungun di daerah Kecamatan Dolok Silou. Diselah-selah kegiatan Bapak Bosen Sipayung pada saat remaja, beliau juga sering melihat, mendengar, dan memainkan alat musik tradisional Simalungun dan juga sekalian belajar dengan sang ayah, pada saat itulah Bapak Bosen Sipayung mulai belajar dan tertarik dengan alat musik sarunei bolon Simalungun ini.

Pada umur 35 tahun, Bapak Bosen Sipayung sudah bisa memainkan sarunei bolon Simalungun, namun beliau belum berani untuk mengiringi acara adat, jadi di umur ke-35 tahun tersebut beliau hanya menjadi pemain gonrang saja pada saat mengiringi acara adat Simalungun. Seiring waktu berjalan, umur 40 tahun barulah Bapak Bosen Sipayung menjadi pemain sarunei (parsarunei) yang mengiringi acara adat Simalungun, serta pada saat itulah beliau diakui sebagai musisi atau panggual oleh masyarakat sekitar.

Bapak Bosen Sipayung pertama kali menjadi pemain sarunei bolon Simalungun pada acara Rondang Bittang yang dilaksanakan di Saribu Dolok, serta sering mendapat piagam penghargaan yang berupa sertifikat pada perayaan pesta Rondang Bittang, seperti piagam penghargaan sebagai peserta juara II lomba hagualon (lomba bermain alat musik Simalungun dalam bentuk ensambel) yang diberikan Bupati Simalungun pada pesta Rondang Bittang XVII 6-9 Juli 2000, dan pada pesta Rondang Bittang XVIII 7-9 November 2001 sebagai peserta juara I lomba hagualon, serta mendapat piagam penghargaan sebagai pembina hagualon pada pesta Rondang Bittang ke XXVII 6-8 juli 2012.

(46)

Gambar 3 : Piagam Penghargaan Juara II Lomba Hagualon, Rondang Bittang XVII

Gambar 4 : Piagam Penghargaan Juara I Lomba Hagualon, Rondang Bittang XVIII

(47)

Gambar 5 : Piagam Penghargaan Pembina Hagualon, Rondang Bittang XXVII

Pada tahun 1999 februari di Jakarta beliau pernah tampil pada acara “Semalam di Simalungun/ Marsombu Sihol”, dimana Beliau mendapat piagam penghargaan dari Menteri Pariwisata Seni dan Budaya sebagai peserta lomba seni musik tradisional sarunei tahun1999.

(48)

Gambar 6 : Piagam Penghargaan oleh Menteri Pariwisata Seni dan Budaya, Jakarta

Bapak Bosen Sipayung adalah anak ke-5 dari 5 bersaudara (2 perempuan dan 3 laki-laki), menikah dengan M. boru Purba dan memiliki 4 orang anak (2 laki-laki dan 2 perempuan). Bapak Bosen Sipayung menurunkan bakat bermain sarunei kepada anak ke-4 nya Simon Sipayung yang bertempat tinggal di Galang, namun Simon Sipayung tidak mau menunjukkan bakatnya atau menjadikan bermain sarunei bolon sebagai profesi, Simon Sipayung lebih memilih bekerja dipekantoran sebagai kegiatan sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(49)

Selain kepada anak ke-2 nya, beliau juga mengajarkan cara bermain sarunei bolon Simalungun kepada Juli Sipayung yang saat ini sedang duduk di pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), walau bukan cucu kandungnya namun beliau sudah menganggap Juli Sipayung tersebut cucunya sendiri, dilihat dari sistem kekerabatan yang sudah dibahas diatas, mereka merupakan satu marga yaitu marga Sipayung, dan ada seorang lagi yang menjadi murid Bapak Bosen Sipayung yaitu Juniandi Damanik yang pada saat ini ia sudah bisa mengiringi acara adat Simalungun dan menjadikan itu sebagai profesinya.

(50)

BAB III

TEKNIK PEMBUATAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN DAN EKSISTENSI SARUNEI BOLON SIMALUNGUN

3.1 Teknik Pembuatan Sarunei Bolon Simalungun

Dalam tulisan ini, pembahasan yang dimaksud hanya teknik pembuatan singkatnya saja, dimana hanya meliputi klasifikasi instrumen, konstruksi atau bagian-bagian yang ada pada instrumen, serta bahan-bahan yang terdapat pada instrumen. Berikut akan dijelaskan organologi singkat sarunei bolon Simalungun.

3.1.1 Klasifikasi Sarunei Bolon Simalungun

Dalam mengklasifikasikan sarunei bolon Simalungun, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Hornbostel (1914) yaitu:

“sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggemar utama bunyi)”

Berdasarkan ketentuan diatas, maka sarunei bolon Simalungun diklasifikasikan sebagai alat musik aerofon. Hal ini disebabkan karena suara yang dihasilkan oleh sarunei bolon Simalungun berasal dari udara yang dihembuskan atau ditiup di anak sarunei pada instrumen tersebut.Sarunei bolon Simalungun merupakan aerofon yang murni menggunakan tiupan udara dari mulut sebagai penghasil bunyi dan menggunakan kedua jari tangan sebagai penghasil nada-nada yang berbeda-beda sesuai teknik penjariannya.

(51)

Dalam pembahasan sebelumnya, sarunei bolon Simalungun terbuat dari kayu (wind instrument) yang bagian dalamnya dilubangi dan berbentuk seperti kerucut atau yang disebut dalam istilah Etnomusikologi adalah with conical bore, dimana bagian ujung ke bagian pangkalsarunei semakin mengecil. Sarunei bolon Simalungun ini memakai lidah ganda (double reed) yang digetarkan udara untuk menghasilkan bunyi

.

3.1.2 Konstruksi Sarunei Bolon Simalungun

Gambar 7 : Bagian-bagian sarunei bolon Simalungun

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sarunei bolon Simalungun memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing antara lain:

(52)

- Anak sarunei, yaitu lidah sarunei yang terbuat dari daun kelapa, dimana anak sarunei ini yang digetarkan oleh udara yang ditiup melalui mulut sehingga menghasilkan bunyi.

Gambar 8 : Anak Sarunei

- Nalih, yaitu bagian penghubung antara baluh ke anak sarunei, yang terbuat dari timah.

Gambar 9 : Nalih

- Penahan bibir, yang berfungsi untuk menahan bibir yang terbuat dari tempurung kelapa yang berbentuk bulat dan berdiameter ± 5-5,5 cm.

(53)

- Baluh, yaitu badan sarunei yang terbuat dari kayu silastom, dimana pada badan sarunei tersebut terdapat tujuh buah lubang nada.

Gambar 11 : Baluh

- Sigumbangi, yaitu badan sambungan yang terbuat dari bambu yang panjangnya kira-kira setengah dari panjang badan sarunei, dimana sigumbangi ini disambungkan ke baluh.

Gambar 12 : Sigumbangi

3.1.3 Bahan dan Peralatan yang digunakan

Pembuatan sarunei bolon Simalungun masih sangat sederhana, menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada informan, bahwa semua

(54)

pengerjaan instrumen tersebut dari tahap penyediaan bahan sampai proses pembuatannya dikerjakan dengan tangan tanpa dibantu mesin.

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk membuat instrumen sarunei bolon Simalungun relatif sederhana dan mudah untuk diperoleh, namun ada satu bahan pokok pada sarunei bolon Simalungun yang sulit untuk didapatkan yaitu kayu silastom, dimana kayu ini tidak tumbuh disembarang tempat, namun dapat kita jumpai di daerah Simalungun.Menurut hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada Bapak Ja Huat Purba, konon katanya silastom ini bisa tumbuh kalau ditanam oleh parsarunei (pemain sarunei) dan keturunan parsarunei. Menurut pengamatan penulis, memang betul bahwa silastom tersebut ada di halaman atau sekitar rumah parsarunei yang penulis jumpai, seperti Bapak Ja Huat Purba, Bapak Bosen Sipayung.

Berikut ini akan diterangkan bahan-bahan maupun alat-alat yang diperluakan untuk membuat sarunei bolon Simalungun.

Gambar

Gambar 1 : Peta Kecamatan Dolok Silou
Gambar 2 : Bapak Bosen Sipayung
Gambar 3 : Piagam Penghargaan Juara II Lomba Hagualon,  Rondang Bittang XVII
Gambar 6 : Piagam Penghargaan oleh  Menteri Pariwisata Seni dan Budaya, Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pasien (user) sebagai pengguna umum login menggunakan ID-PMR, pasien hanya dapat melihat data diri dan data rekam medis pribadi maupun anggota keluarga yang tinggal di

[r]

tentang Manajemen Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di Madrasah. Tarbiyatul Mubtadien

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa pembelajaran melalui media langsung dapat mengenalkan pola hidup sehat

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan serta memahami penelitian yang dilakukan dengan judul : “Perilaku Wanita Usia Subur dalam Mendeteksi Dini

Perkembangan teknologi telah berkembang dengan pesat, teknologi yang dapat diartikan sebagai suatu alat yang berfungsi untuk membantu manusia dalam melakukan

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara lebih berorientasi pada pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, melakukan penelitian-penelitian

Kelompok I terdiri atas 4 petak (A, B, C, dan D) yang terdapat pada daerah relatif tinggi dengan kelerengan tajam, kelompok II terdiri atas 2 petak (G dan I) pada daerah relatif