• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Kemala Bhayangkari 14

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Metode Bercerita Pada Anak Usia 5-6 Tahun Di Tk Kemala Bhayangkari 14"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE BERCERITA PADA ANAK USIA 5-6

TAHUN DI TK KEMALA BHAYANGKARI 14

Richa Oktari, Fadillah, Halida Program Studi PG-PAUD FKIP Untan

Email : richaoktari@yahoo.co.id

Abstract: This study aims to describe the application of storytelling methods in 5-6 years children in Kemala Bhayangkari 14 kindergarten Sungai Raya, Kubu Raya district, West Kalimantan. The research qualitative method. The subjects were teachers B2 group (age 5-6 years), 18 children children aged 5-6 years, and 3 parents of them. The results of data analysis indicated that: (1) The preparation done by teachers was RKH, pick a story, select props and adjust the position of the children’s seat; (2) Media used were books and dolls; (3) In the story telling, teachers exposed their ability; (4) children showed happy response; (5) ability that could be developed were cognitive, motoric, socio-emotional, imagination, achievement and concentration; (6) Constraints faced by teachers was they forgot name of story characters, the difficulty of getting the books, as well as the presence of guests in the classroom at the time of storytelling events took place.

Keywords: Application, Storytelling Method, Qualitative Research

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya Kab.Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Subyek penelitian ini adalah guru kelompok B2 (Usia 5-6 Tahun), anak usia 5-6 tahun sebanyak 18 anak, serta 3 orang tua anak usia 5-6 tahun. Hasil analisis data menunjukkan bahwa: (1) Tahap persiapan yang dilakukan guru yakni menyiapkan RKH, memilih cerita, memilih alat peraga dan mengatur posisi duduk anak; (2) Media yang digunakan berupa buku cerita dan boneka; (3) Dalam penerapan metode bercerita guru mengeluarkan keterampilannya bercerita dengan sangat baik; (4) Respon anak terlihat sangat senang; (5) Kemampuan yang dapat dikembangkan yakni bahasa, moral, kognitif, motorik, sosio-emosional, imajinasi, prestasi dan konsentrasi; (6) Kendala yang dihadapi guru adalah lupa nama tokoh cerita, sulitnya mendapatkan buku, serta kehadiran tamu di dalam kelas pada saat kegiatan bercerita berlangsung.

(2)

aman Kanak-kanak merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini yang keberadaannya sangat penting untuk menyiapkan sumber daya manusia berkualitas di masa mendatang. Pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 28 Ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi diri anak sesuai dengan tahap perkembangan. Salah satu metode yang diterapkan di Taman Kanak-kanak adalah metode bercerita.

Moeslichatoen (2004) mengatakan bahwa metode bercerita merupakan pemberian pengalaman belajar bagi anak Taman Kanak-kanak dengan membawakan cerita kepada anak secara lisan. Cerita yang dibawakan haruslah menarik, dan dapat mengundang perhatian anak. Isi ceritanya tidak lepas dari tujuan pendidikan bagi anak Taman Kanak-kanak. Maka dapat disimpulkan dari pengertian diatas bahwa metode bercerita yang menarik dapat membuat anak memperhatikan cerita serta anak dapat memahami apa yang hendak disampaikan melalui cerita tersebut. Sehingga anak-anak tidak menjadi jenuh, bahkan dapat menjadikan pembelajaran yang sangat menyenangkan bagi anak.

Menurut Curenton dalam Michael L. Henniger (2009) bahwa bercerita sangat penting dalam pengembangan kemampuan terutama kemampuan berbahasa untuk anak usia dini. Metode bercerita atau story telling mampu memberikan pemahaman kepada anak-anak dengan mudah. Cerita merupakan cara ampuh untuk mendidik anak agar anak dapat menerima pesan moral yang disampaikan melalui cerita. Seperti yang diungkapkan oleh Asfandiar dalam Muhammad Abdul Latif (2012) bahwa anak dapat dipengaruhi dengan sangat mudah melalui cerita atau dongeng. Oleh sebab itu, pesan moral seperti sikap yang baik atau buruk, balasan yang didapat ketika berbuat jahat, dapat disisipkan melalui cerita. Hal tersebut sependapat dengan Moeslichatoen (2004) yang mengungkapkan beberapa manfaat penting bagi pencapaian tujuan pendidikan di Taman Kanak-kanak, yaitu: 1) Menanamkan sikap kejujuran, kesetiaan, empati, keramahan, ketulusan, dan hal-hal positif lainnya, 2) Memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral dan keagamaan, 3) Memberikan pengalaman belajar untuk berlatih mendengarkan apa yang disampaikan, 4) Memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor anak, 5) Memungkinkan pengembangan dimensi imajinasi serta perasaan anak TK. Maka dari itu, melalui metode bercerita banyak manfaat yang dapat ditimbulkan bagi perkembangan anak usia dini, sehingga dapat tercapai secara optimal.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009, tingkat pencapaian perkembangan kelompok usia 5-6 tahun, yaitu anak dapat memahami cerita yang telah dibacakan, anak mampu menceritakan kembali cerita yang pernah didengarnya, anak dapat menjawab pertanyaan secara kompleks mengenai isi cerita, anak dapat mengutarakan pendapatnya mengenai isi cerita. Hal tersebut sependapat dengan Skinner (Teori Behaviorisme) dalam buku Mustakim (2005) yang mengungkapkan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh anak TK dalam kegiatan bercerita, yaitu: (1) Anak dapat menceritakan kembali isi cerita; (2) Anak dapat menyebutkan tokoh dan watak pelaku cerita; (3) Anak

T

(3)

dapat menyusun alur cerita dari awal cerita hingga akhir cerita; (4) Anak dapat memahami isi cerita; (5) Anak mampu menilai isi cerita.

Namun berdasarkan hasil pengamatan sementara pada tanggal 3 September 2012 di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya, terdapat kesenjangan antara teori dengan kenyataan di lapangan mengenai penerapan metode bercerita terhadap anak usia 5-6 tahun. Hal tersebut ditunjukkan dengan beberapa indikasi yaitu anak tidak memperhatikan guru karena anak lebih asyik bermain dan mengobrol dengan temannya atau berpindah-pindah tempat duduk, sebagian besar anak tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru, dan anak tidak dapat menceritakan kembali isi cerita. Hal tersebut disebabkan karena guru kurang kreatif dalam penggunaan media dalam pelaksanaan bercerita, yakni guru hanya menggunakan media buku cerita bergambar sehingga anak kurang tertarik dan cenderung bosan serta kurangnya penguasaan guru dalam bercerita, sehingga cerita menjadi tidak menarik bagi anak

Dalam memberikan sajian cerita kepada anak Taman Kanak-kanak, guru dapat menggunakan media-media yang menarik bagi anak, Menurut Dhieni (2005), bentuk-bentuk metode bercerita terbagi menjadi 2 jenis yakni tanpa alat peraga dan alat peraga. Misalnya boneka jari, boneka tangan, memanfaatkan papan flanel, wayang, dan buku cerita termasuk dalam bercerita menggunakan alat peraga. Kelebihan dalam penggunaan alat peraga adalah anak akan lebih tertarik mendengarkan cerita. Media yang bervariasi menjadikan cerita lebih menarik sehingga dapat mengembangkan imajinasi anak, dapat menghidupkan suasana dan anak lebih mengerti tentang gambaran atau isi ceritanya.

Penerapan metode bercerita untuk anak usia dini juga harus memperhatikan tingkatan usia anak. Untuk anak usia 5-6 tahun, waktu untuk bercerita anak sekitar 10-15 menit, pemilihan tema dan judul cerita juga harus tepat untuk penanaman moral yang akan disampaikan kepada anak, serta suasana dalam bercerita juga harus diperhatikan agar hal yang ingin disampaikan dapat dipahami anak dengan baik.

Selain media dalam bercerita serta pemilhan cerita yang harus diperhatikan, keterampilan guru dalam bercerita juga harus diperhatikan, sebab melalui keterampilan guru dalam bercerita anak-anak akan tertarik jika guru bercerita dengan pengolahan suara serta bahasa tubuh yang menarik. Seperti diungkapkan oleh Musfiroh (2005), keterampilan yang harus dimiliki guru dalam bercerita adalah (1) Keterampilan mengolah suara atau vokal yang disesuaikan dengan ekspresi atau karakter tokoh dalam cerita; (2) Keterampilan mengekspresikan karakter tokoh cerita yang disesuaikan dengan kondisi alur cerita; (3) Keterampilan menarik perhatian anak pada saat bercerita; (4) Keterampilan membaca kondisi anak pada saat kegiatan bercerita dilaksanakan seperti dapat melihat kondisi anak ketika bosan mendengarkan cerita; (5) Keterampilan dalam berinteraksi mengenai cerita melalui tanya jawab; (6) Keterampilan memilih cerita yang akan didengarkan ke anak; (7) Luwes dalam olah tubuh, menjaga daya tahan tubuh, dan memperbaiki daya konsentrasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai penerapan metode bercerita (story telling) pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya dimulai dari tahap perencanaan, tahap

(4)

penerapan hingga respon anak usia 5-6 tahun setelah penerapan metode bercerita, media yang digunakan dalam bercerita, kemampuan anak yang dapat dikembangkan melalui metode bercerita (story telling) serta kendala yang dihadapi dalam penerapan metode bercerita.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yakni peneliti memberikan gambaran secara alamiah mengenai penerapan metode bercerita (story telling) pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 23 orang, yang terdiri dari 1 guru kelompok B2 (5-6 tahun), 19 anak kelompok B2 (5-6 tahun) dan 3 orang tua anak kelompok B2 (5-6 tahun). Lokasi penelitian ini adalah TK Kemala Bhayangkari 14 yang beralamat di Jalan Adi Sucipto, Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengamatan/observasi terhadap guru kelompok B2 maupun anak kelompok B2 (usia 5-6 tahun), wawancara terhadap guru kelompok B2 serta orang tua dan anak kelompok B2 (5-6 tahun), catatan lapangan serta studi dokumentasi.

Tahap-tahap dalam penelitian ini terdiri dari: 1) tahap orientasi, 2) tahap eksplorasi, dan 3) tahap member check.

Tahap orientasi

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap orientasi, antara lain: (1) Melakukan studi pendahuluan dan penjajakan lapangan ke lingkungan TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya untuk mengidentifikasi masalah atau fokus penelitian; (2) Mempersiapkan berbagai referensi, seperti: buku, internet, dan referensi lainnya yang berkaitan dengan penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun; (3) Menyusun pedoman wawancara, observasi, catatan lapangan dan dokumentasi dalam penelitian penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya; (4) Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya.

Tahap eksplorasi

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan informasi sesuai fokus dan tujuan penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan, sebagai berikut: (1) Menerima penjelasan dari pihak TK dan Guru yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan respon anak setelah penerapan metode bercerita, media yang digunakan dalam bercerita, kendala dalam penerapan metode bercerita (story telling) serta kemampuan apa saja yang dapat dikembangkan pada anak usia 5-6 tahun; (2) Melakukan wawancara secara lisan kepada subyek penelitian yaitu kepala TK dan guru kelompok anak usia 5-6 tahun untuk memperoleh informasi tentang perencanaan, pelaksanaan dan respon anak setelah penerapan metode bercerita, media yang digunakan dalam bercerita, kendala dalam penerapan metode bercerita serta kemampuan apa yang dapat dikembangkan pada anak usia 5-6 tahun; (3) Melakukan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya; (4) Memilih,

(5)

menyusun, dan mengklasifikasi data sesuai dengan aspek-aspek penelitian, yaitu dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, respon anak setelah penerapan metode bercerita, media yang digunakan, kemampuan yang dapat dikembangkan, hingga kendala yang dihadapi oleh guru kelompok anak usia 5-6 tahun.

Tahap member check

Tahap ini digunakan untuk mengecek kebenaran dan informasi hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang telah terkumpul agar peneliti memiliki tingkat kepercayaan yang cukup baik. Pengecekan informasi dan data dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 1) Menyusun hasil wawancara berdasarkan item-item pertanyaan, menyusun hasil observasi serta catatan lapangan yang kemudian mengkonfirmasi hasil wawancara, observasi, dan catatan lapangan kepada informan (narasumber) agar tidak ada kesalahan interpretasi dalam mendeskripsikan data, 2) Meminta koreksi hasil yang telah dicatat dari observasi kepada informan (narasumber).

Setelah data terkumpul, peneliti melakukan analisis data hasil lapangan melalui tahap-tahap, sebagai berikut: (1) Data reduksi (data reduction), yaitu penelaahan kembali seluruh catatan hasil observasi, wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Dengan demikian pada tahap ini akan diperoleh hal-hal pokok berkaitan dengan fokus penelitian yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, respon anak, media yang digunakan dalam penerapan metode bercerita, kemampuan yang dapat dikembangkan, serta kendala yang dihadapi guru pada kelompok anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya; (2) Penyajian data (data display), merupakan kegiatan penyusunan hal pokok dan pola yang sudah dirangkum secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran mengenai penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya secara jelas agar mudah diambil kesimpulan. Penyajian data dalam penelitian ini dalam bentuk kata-kata atau teks yang bersifat naratif; (3) Pengambilan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing verification), merupakan upaya untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan dan memantapkan kesimpulan dengan member check yang dilakukan selama dan sesudah data dikumpulkan. Dengan demikian proses verifikasi merupakan perumusan makna dari hasil penelitian penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun yang diungkapkan dengan kalimat singkat, padat dan mudah dipahami, serta dilakukan dengan cara peninjauan kembali mengenai kebenaran dari penyimpulan tersebut, khususnya berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan fokus penelitian.

Menurut Sugiyono (2012), uji keabsahan data dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Uji kredibilitas, yakni melakukan perpanjangan waktu pengamatan serta melakukan triangulasi data, 2) Uji dependabilitas, yakni melakuakn auditor kepada pembimbing mengenai keseluruhan proses penelitian, 3) Uji konfirmabilitas, yakni menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses penelitian.

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan sebanyak 4 kali bercerita yaitu tanggal 9, 11, 14 dan 16 Januari 2013 maka diperoleh hasil sebagai berikut yakni selama observasi berlangsung peneliti mengamati 6 indikator yang tercakup dalam indikator keterampilan guru dalam bercerita kepada anak di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya. Data yang terkumpul akan disajikan dalam bentuk tabel. Berikut ini hasil observasi selama guru melaksanakan kegiatan bercerita pada kelompok B2 di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya yang disajikan pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1 Hasil Observasi Terhadap Guru Dalam Penerapan Metode Bercerita

No. Indikator Keterampilan yang muncul Ket.

I II III IV

1 Guru dapat mengolah suara

sesuai karakter tokoh cerita. Ya Ya Ya Ya

Sangat Baik 2 Guru dapat mengekspresikan

tokoh cerita sesuai alur cerita. Ya Ya Ya Ya

Sangat Baik 3 Guru dapat menarik perhatian

anak. Ya Ya Ya Ya

Sangat Baik 4 Guru berinteraksi dengan anak

melalui tanya jawab. Ya Ya Ya Ya

Sangat Baik 5 Guru dapat membaca kondisi

anak pada saat bercerita Tidak Ya Ya Ya

Baik 6 Guru memberikan evaluasi

setelah bercerita. Ya Ya Ya Ya

Sangat Baik

Dapat dilihat pada tabel di atas bahwa keterampilan guru dalam mengolah suara sudah sangat baik, terlihat pada saat guru bercerita selalu memberiikan intonasi suara yang berbeda pada setiap karakter tokoh dalam cerita. Dalam pengolahan suara setiap tokoh yang diperankan guru tersebut berguna untuk menarik perhatian anak dan memudahkan anak dalam membedakan tokoh dalam cerita melalui suara yang diperankan oleh guru atau pencerita.

Cara guru mengekpresikan tokoh cerita yang menyesuaikan alur cerita juga sangat baik. Ekpresi yang diperankan guru dalam bercerita membuat alur cerita semakin hidup, misalnya saja tokoh cerita sedang bersedih, guru mengekspresikan tokoh cerita tersebut juga terlihat sedih. Guru sangat menghayati cerita yang dibawakannya sehingga anak ikut terlibat secara emosional.

Dalam setiap cerita yang dibawakan guru sangat menarik perhatian anak, apalagi media yang digunakan guru berupa boneka. Anak-anak sangat tertarik dengan media boneka dalam bercerita, terlihat anak begitu senang dan tertawa melihat tingkah laku boneka yang diperagakan oleh guru.

Cara guru berinteraksi dengan anak melalui tanya jawab setiap akhir cerita juga sangat baik. Guru menanyakan pada anak tentang tokoh yang ada dalam

(7)

cerita, karakter tokoh, alur cerita dan diakhiri dengan menyampaikan pesan kepada anak-anak dari cerita yang telah diperdengarkan.

Membaca kondisi anak pada saat bercerita kurang diperhatikan guru. Hal tersebut terlihat pada saat guru bercerita, ada beberapa anak yang terlihat sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Guru tersebut tidak menegurnya dalam bercerita, melainkan tetap melanjutkan cerita hingga selesai. Tetapi, pertemuan selanjutnya guru tersebut menunjukan sikap untuk menegur anak apabila anak sibuk dengan aktivitasnya sendiri dan guru meringkas ceritanya lebih singkat ketika melihat kondisi anak yang sudah tidak fokus mendengarkan cerita.

Selama kegiatan bercerita berlangsung, peneliti mengamati bahwa anak-anak sangat senang mendengarkan cerita jika guru menggunakan alat peraga boneka dibandingkan dengan buku cerita. Pada kegiatan hari pertama dengan judul cerita “Bombi yang nakal” guru menggunakan media buku cerita, hanya sebagian anak saja yang memperhatikan guru sedangkan anak yang lainnya ada yang berbicara, berjalan-jalan atau bermain sendiri. Hal ini disebabkan karena buku yang dipakai guru kurang menarik perhatian anak, gambar pada buku tersebut tidak begitu besar sehingga anak-anak tidak begitu tertarik. Begitu juga durasi dalam bercerita melebihi batas normal konsentrasi anak usia 5-6 tahun, yaitu sekitar 10 hingga 15 menit. Pada kegiatan bercerita di hari pertama tersebut durasi yang dipakai melebihi 15 menit yaitu sekitar 25 menit, oleh sebab itu juga anak terlihat bosan sehingga sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Akan tetapi, anak-anak yang duduk di barisan depan terlihat begitu antusias mendengarkan cerita yang dibawakan guru. Kemampuan anak dalam menyebutkan tokoh dalam cerita yaitu berkembang sangat baik. Mereka juga berkembang sangat baik dalam menyebutkan karakter tokoh dalam cerita. Mengulang isi cerita anak mulai berkembang, yaitu anak dapat menceritakan kembali hanya saja belum dapat menceritakan isi secara keseluruhan. Pada akhir kegiatan, guru memberikan nasehat kepada anak-anak dan anak-anak sudah mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh serta dampak yang ditimbulkan jika berbuat jahat kepada orang lain.

Pada kegiatan hari kedua, guru bercerita dengan judul “Kecerdikan Si Kancil” dengan menggunakan media buku cerita yang berwarna-warni dan gambar yang cukup besar. Anak terlihat lebih tertarik mendengarkan cerita dan memperhatikan buku cerita yang dibawa oleh guru. Waktu yang digunakan pun juga singkat hanya 15 menit, sehingga anak lebih fokus. Anak-anak juga berkembang sangat baik dalam menyebutkan tokoh cerita, watak tokoh, serta dapat mengulang cerita kembali. Selain itu ternyata pada saat bercerita anak-anak menunjukkan kemampuan dalam menghitung jumlah tokoh yang ada dalam cerita, hal tersebut diperlihatkan oleh Cinta Rahmaniah. Pada saat tanya jawab perhatian anak teralih oleh aktivitas guru pembantu yang sedang menulis, tetapi sebagian anak tetap memperhatikan guru yang sedang melakukan tanya jawab kepada anak.

Kegiatan hari ketiga, guru menggunakan media yang berbeda yaitu boneka kelinci dan kura-kura dengan judul cerita “Kelinci yang Sombong”. Anak-anak pun sangat senang dan antusias mendengarkan cerita Bu Ita, sesekali anak-anak tertawa melihat tingkah laku boneka yang diperagakan oleh Bu Ita. Pada saat

(8)

tanya jawab mengenai cerita, anak-anak berkembang sangat baik dalam menjawab tokoh cerita yaitu hanya dua tokoh memudahkan anak dalam mengingat, kemudian watak cerita serta isi cerita anak-anak dapat menceritakan kembali dan anak-anak menangkap pesan yang akan disampaikan oleh guru.

Kegiatan hari keempat, guru menggunakan media boneka yaitu buaya dan monyet dengan judul cerita “Buaya yang Rakus”. Pada saat tanya jawab mengenai isi cerita, anak sudah berkembang sangat baik. Anak juga berkembang sangat baik dalam menyebutkan tokoh dalam cerita serta karakter tokoh yang ada dalam cerita. Anak-anak memahami apa yang disampaikan oleh guru melalui cerita tersebut, anak-anak mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk dalam cerita tersebut. Sehingga dalam penelitian ini terlihat anak sudah berkembang sangat baik dalam memahami cerita, namu hal-hal yang harus diperhatikan yaitu waktu, alat peraga dalam bercerita, serta cerita yang dipilih untuk diceritakan kepada anak-anak mempegaruhi perkembangan dan ketertarikan anak untuk memahami isi cerita.

Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2013 kepada Ibu Suma Pasyunita selaku guru kelompok B2 maka diperoleh bahwa metode bercerita merupakan metode yang pernah diterapkan di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya khususnya kelompok B2, karena kegiatan tersebut sangat disenangin oleh anak-anak. Kegiatan bercerita tersebut dilaksanakan pada saat kegiatan awal, akan tetapi pelaksanakan bercerita tersebut juga dapat dilaksanakan pada kegiatan akhir yaitu setelah jam istirahat selesai sehingga pelaksanakan kegiatan bercerita fleksibel tergantung situasi di kelas. Kegiatan bercerita ini dilaksanakan 2 sampai 3 kali pertemuan dalam seminggu. Media yang digunakan guru dalam bercerita adalah buku dan boneka saja. Media lain seperti wayang tidak dapat digunakan oleh guru karena keterbatasannya dalam memainkan wayang tersebut.

Perencanaan yang dilakukan guru sebelum bercerita dilaksanakan adalah memilih cerita yang sesuai dengan tema dan RKH yang sudah dibuat, kemudian menentukan media yang akan digunakan dalam bercerita. Jika media untuk bercerita sudah siap digunakan, maka guru mengatur posisi duduk anak untuk menghadap ke guru agar anak-anak memperhatikan guru pada saat bercerita. Anak yang biasanya suka mengganggu temannya diminta untuk duduk dekat dengan guru sehingga memudahkan guru tersebut untuk memberi isyarat dengan cara menyentuh badan anak agar memperhatikan kembali cerita yang diperdengarkan.

Sumber-sumber cerita yang didapatkan oleh guru berasal dari buku cerita atau guru improvisasi sendiri menyesuaikan cerita dengan tujuan yang akan dicapai guru. Respon anak ketika guru bercerita adalah anak-anak sangat menikmati cerita yang diperdengarkan, namun ada juga anak yang tidak terlalu antusias dalam mendengarkan cerita sehingga anak tersebut memiliki aktivitas sendiri. Kendala yang dihadapi oleh guru pada saat bercerita adalah keterbatasan guru dalam mengingat tokoh dalam cerita, mencari buku cerita yang sesuai dengan tema dan gangguan faktor luar seperti tamu yang masuk pada saat kegiatan bercerita, sehingga menganggu konsentrasi guru dan anak. Akan tetapi, kendala-kendala tersebut masih bisa diatasi oleh guru yakni dengan cara

(9)

improvisasi tokoh cerita, misalnya saja menyebutkan jenis hewan tersebut atau menunjukkan langsung boneka yang akan disebutkan namanya. Permasalahan berikutnya mengenai buku, guru tersebut mengatasinya dengan cara menyesuaikan kembali isi cerita dengan tema, kemudian jika tamu masuk kedalam kelas, guru tersebut tetap melanjutkan cerita kepada anak-anak, setelah bercerita selesai guru menemui tamu tersebut. Adapun harapan yang ingin dicapai oleh guru setelah metode bercerita dilaksanakan adalah agar anak-anak dapat menangkap makna yang disisipkan dalam cerita, anak dapat meniru perbuatan yang baik dalam cerita sehingga menjadi teladan bagi kehidupan sehari-hari anak dan tidak mencontoh perbuatan buruk yang ada dalam cerita serta anak mengetahui dampak yang ditimbulkan jika melakukan perbuatan buruk.

Cara yang digunakan guru dalam mengevaluasi kegiatan bercerita yaitu melakukan tanya jawab kepada anak-anak mengenai jalannya cerita, tokoh cerita serta sifat-sifat tokoh dalam cerita. Guru juga mengaitkan cerita dengan kehidupan sehari-hari anak yang diharapkan dapat belajar melalui pengalaman yang ada dalam cerita, kemudian guru juga memberikan pesan-pesan kepada anak mengenai sesuatu yang baik dan buruk. Jika guru sudah mengamati anak pada saat bercerita, guru menilai hasilnya setelah bercerita dengan cara memberi penilaian sebanyak 5 anak setiap hari agar lebih fokus. Guru mengisi lembar penilaian harian yang mencangkup BSB, BSH, MB dan BB.

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengumpulan data baik observasi, wawancara, dokumentasi maupun catatan lapangan maka peneliti akan memaparkan secara keseluruhan mengenai penerapan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya yakni tahap persiapan yang dilakukan guru sebelum bercerita adalah guru tersebut membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu yaitu membuat Rencana Kegiatan Harian (RKH). Kemudian guru memilih tema cerita yang akan disesuaikan dengan RKH yang telah dibuat serta alat peraga yang akan digunakan dalam bercerita seperti media buku atau boneka. Jika cerita telah dipilih beserta alat peraga yang akan digunakan, sebelum memulai cerita guru mengatur posisi duduk anak. Posisi duduk yang dipilih guru adalah anak-anak menghadap guru yang telah duduk diatas kursi kecil. Anak yang dianggap guru senang bermain sendiri diminta untuk duduk didekatnya. Posisi duduk anak juga harus dekat dengan posisi duduk guru, hal tersebut dilakukan agar anak dapat mendengarkan dan memahami cerita.

Bentuk-bentuk metode bercerita terbagi menjadi dua yaitu bercerita tanpa alat peraga dan bercerita dengan alat peraga. Di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya, guru bercerita menggunakan alat peraga yaitu buku cerita dan boneka. Seperti yang diungkapkan Dhieni (2005), buku cerita dan boneka tergolong dalam alat peraga tidak langsung. Kelebihan dalam menggunakan media ini adalah membantu anak dalam berimajinasi sebab anak akan melihat barang tersebut mirip seperti aslinya.

Setelah perencanaan dan pemilihan media dilakukan, guru melaksanakan kegiatan cerita yang dimulai dengan memberi salam, mengungkapkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada saat guru bercerita. Kemudian guru

(10)

mengungkapkan judul cerita yang akan diperdengarkan kepada anak-anak. Guru pun bercerita dan bereksplorasi dalam bercerita dengan mengeluarkan keterampilannya dalam bercerita. Keterampilan yang dimaksud adalah: 1) Mengolah suara sesuai dengan karakter tokoh cerita, 2) Ekspresi tokoh sesuai dengan cerita, 3) Menarik perhatian anak, 4) Interaksi dengan anak melalui tanya jawab, 5) Dapat membaca kondisi anak pada saat bercerita.

Setelah bercerita telah dilaksanakan, guru melakukan tanya jawab kepada anak mengenai alur cerita serta tokoh cerita serta sifat-sifat tokoh yang telah diperdengarkannya. Guru menghubungkan cerita dengan kegiatan sehari-hari anak agar anak dapat belajar mengenai hal yang baik dan buruk. Kemudian guru juga memberikan pesan-pesan moral mengenai hal-hal yang baik agar menjadi contoh teladan untuk anak. Setelah kegiatan bercerita selesai, guru mencatat hasil pengamatan yang dilakukan mengenai indikator penilaian anak. Hasil penilaian anak guru mencatatnya ke dalam lembar penilaian harian anak.

Respon anak pada saat guru bercerita sangat beragam. Anak –anak sangat senang dan bahkan tertawa jika melihat adegan-adegan boneka atau ekspresi yang guru bawakan. Namun, ada beberapa anak yang tidak memperhatikan guru bercerita sehingga anak tersebut sibuk dengan aktivitasnya sendiri, seperti berbicara, mengganggu temanya, atau memperhatikan hal lain yang membuatnya tertarik. Dalam kesehariannya ternyata anak tersebut memang sulit untuk diatur, dia sangat senang dengan dunianya sendiri. Anak-anak yang memperhatikan guru bercerita ternyata dapat memahami isi cerita, tokoh cerita serta karakter tokoh yang ada dalam cerita sehingga pada saat tanya jawab oleh guru, anak-anak sudah bisa menjawab dan mengetahui mana yang harus dicontoh dan mana yang tidak. Hal tersebut memang sudah sesuai dengan fungsi cerita yang diungkapkan oleh Zainal & Bambang Bimo (2010) bahwa cerita sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan moral, sebagai hiburan bagi anak, serta bekal agar anak dapat mengidentifikasi diri maupun perbuatan (akhlaq).

Kemampuan yang dapat dikembangkan melalui cerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya adalah kemampuan bahasa, moral, kognitif, motorik, sosio-emosional, mengasah imajinasi, menumbuhkan semangat berprestasi dan melatih konsentrasi

Pada saat bercerita, guru mengalami kendala-kendala sehingga menyulitkan dan bahkan menganggu jalannya kegiatan bercerita yang dilaksanakan. Kendala-kendala tersebut seperti guru lupa menyebutkan nama tokoh dalam cerita, susahnya dalam mencari buku cerita yang sesuai dengan tema serta kehadiran pihak luar yang masuk kedalam kelas sehingga konsentrasi anak beralih ke orang tersebut atau bahkan adanya aktivitas lain di dalam kelas pada saat bercerita.

Oleh sebab itu dalam penerapan metode bercerita harus diperhatikan kembali agar kemampuan serta makna yang akan disampaikan kepada anak lebih optimal dan membuat anak sangat tertarik dengan kegiatan bercerita. Melalui cerita, guru maupun orang tua dapat mengkomunikasikan serta mengembangkan kemampuan yang seharusnya diajarkan kepada anak usia dini. Pemilihan cerita, waktu dalam bercerita serta media yang digunakan dalam bercerita juga perlu

(11)

diperhatikan, karena hal tersebut mempengaruhi pemahaman anak dan daya konsentrasi anak dalam menangkap isi cerita.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Tahap persiapan metode bercerita yang dilakukan guru sangat baik yaitu guru membuat RKH terlebih dahulu, kemudian memilih cerita yang sesuai dengan tema RKH dan menentukan alat peraga yang akan digunakan pada saat bercerita. Setelah semua sudah disiapkan guru mengatur posisi duduk anak agar anak dapat duduk tertib dan memperhatikan guru pada saat bercerita; (2) Media yang digunakan oleh guru untuk bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya adalah buku cerita dan boneka, (3) Pelaksanaan metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya adalah guru memulai dengan memberi salam dan mengungkapkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan pada saat kegiatan bercerita berlangsung. Kemudian guru bereksplorasi dan mengeluarkan keterampilannya dalam bercerita dengan sangat baik; (4) Respon anak usia 5-6 tahun di TK kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya pada penerapan metode bercerita adalah anak terlihat sangat senang dengan menunjukan sikap tertawanya melihat guru bercerita; (5) Kemampuan yang dapat dikembangkan melalui metode bercerita pada anak usia 5-6 tahun di TK Kemala Bhayangkari Sungai Raya adalah kemampuan bahasa, kemampuan moral, kemampuan kognitif, kemampuan motorik kasar, kemampuan sosio-emosional, mengasah imajinasi, menumbuhkan semangat berprestasi dan melatih konsentrasi; (6) Kendala-kendala yang dihadapi guru pada saat bercerita adalah guru lupa nama-nama tokoh dalam cerita, buku cerita yang sesuai dengan tema sulit dicari, dan Masuknya pihak luar kedalam kelas pada saat bercerita, sehingga menganggu konsentrasi.

Saran

Sesuai dengan kesimpulan diatas, selanjutnya sebagai sumbangan pemikiran kepada TK Kemala Bhayangkari 14 Sungai Raya untuk masukan dari hasil penelitian ini, penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: (1) Diharapkan guru dapat mengolah keterampilannya dalam bercerita lebih baik lagi sehingga anak-anak lebih menyenangi dan menarik perhatian anak-anak. Guru juga harus lebih kreatif dalam menggunakan alat peraga dalam bercerita, misalnya memanfaatkan barang yang ada disekitar, sehingga dalam bercerita tidak monoton menggunakan media-media dalam bercerita. Posisi duduk anak juga harus lebih variatif sehingga anak-anak tidak bosan, misalnya saja posisi duduk setengah melingkar; (2) Diharapkan juga adanya kerja sama antara guru yang bercerita dengan guru pembantu, guru yang lainnya membantu guru dalam mengatur anak pada saat bercerita sehingga anak lebih mudah diatur dan tidak adanya aktivitas lain yang dilakukan guru pembantu pada saat guru bercerita. Hal ini perlu dilakukan agar konsentrasi terpusat pada guru yang sedang bercerita; (3) Perlunya sekolah menambah tenaga pendidik, sebab sangat tidak efektif jika guru

(12)

hanya ada dua dikelas sedangkan jumlah murid 31 anak. Maksimal 1 guru menangani 10 anak, sehingga dalam mengatur dan mengolah kelas lebih efektif dan efisien; (4) Diharapkan guru menambah wawasannya dalam pemilihan buku cerita dan cerita yang akan diperdengarkan kepada anak, aktif dalam mencari literatur-literatur bacaan cerita anak sehingga sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Hal tersebut menunjang pengembangan kemampuan anak agar tumbuh optimal sesuai dengan tahap usianya.

DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pendidikan. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional. Jakarta.

Dhieni Nurbiana, Fridani Lara, Yarmi Gusti, & Kusniaty Nany. 2005. Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Fanani, Zainal & Bambang Bimo Suryono. 2010. Story Based Teaching. Yogyakarta: Sanggar Dongeng Ardika.

Henninger, Michael L. 2009. Teaching Young Children. New Jersey: Person Education.

Latif, Muhammad Abdul. 2012. The Miracle of Story Telling. Jakarta: Zikrul Hakim.

Moeslichatoen, R. 2004. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka Cipta.

Musfiroh, T. 2005. Pembelajaran dengan Metode Bercerita. Jakarta: Rineka Cipta.

Peraturan Menteri Pendidikan Republik Indonesia No 58 Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Pengirim : risna lestary - [risna.lestray@gmail.com] Tanggal : 27/08/2014 tolong share materi komunikasi data sama sistem operasi donk mkasih. Pengirim : herman -

Dengan ungkapan puji syukur alhamdulillah ke hadirat Allah atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Analisis

Semakin tinggi ROA menunjukkan kinerja bank yang semakin baik, karena tingkat pengembalian besar, sedangkan semakin kecil rasio ROA menunjukkan kurangnya efektifitas bank

[r]

Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat korelasi atau hubungan yang kuat dan positif antara ELSA dengan Kinerja User, artinya semakin tinggi tingkat koefisien korelasi

workshop yang sudah diagendakan di berbagai tingkatan dari mulai tingkat kecamatan sampai nasional. Upaya peningkatan kinerja guru melalui kegiatan internal yang

Dari uraian di atas, GTM dapat didefinisikan sebagai metode pengajaran bahasa melalui analisis kaidah-kaidah bahasa secara rinci dan diikuti dengan penerapan pengetahuan

Gudang Produksi Penagihan Data Barang Tagihan Piutang Supplier Pelanggan Faktur Jual Tagihan Piutang Retur Jual Penjualan Pelunasan Piutang Pemesanan Barang Tagihan Utang Faktur