• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jenis dan Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jenis dan Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong

Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau

Lina Puspita Sari, Adriman, M. Fauzi

Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelauatan Universitas Riau

Email: puspitalina43@gmail.com

Abstrak

Penelitian tentang jenis dan kerapatan lamun di perairan Teluk Madong dilakukan pada Bulan Juli 2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kerapatan lamun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survei. Pengambilan sampel lamun menggunakan metode line transek kuadrat pada 3 stasiun, dimana setiap stasiun direntangkan 2 line transek dan diletakkan 8 petak kuadrat (1m x 1m). Dari hasil penelitian ditemukan 4 jenis yaitu Enhalus acoroides, Thalessia hemparicii, Cymodocea serrurata, dan Halophila ovalis. Kerapatan lamun berkisar 27,5 - 49,5 ind/m2. Dari hasil analisis regresi sederhana ternyata didapatkan kekuatan hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan gastropoda dikategorikan sedang .

Kata Kunci: Seagrass,Thalessia hemparici, biodiversity, Abstract

Seagrass ecosystem in the Madong Bay is inhabited by numerous aquatic organisms, including gastropods. A research aim to determine biodiversity of seagrass has been conducted on July – August 2019. Data was collected from 3 stations, there were 2 line transects in each station. In each line there was 4 quadrats (1m x 1m). Seagrass present inside the quadrat were collected manually. Results shown that there was 4 species of seagrass, namely Enhalus acoroides, Thalessia hemparicii, Cymodocea serrurata dan Halophila ovalis. The density of seagrass was 22.13 – 49.5 in low category.

Keywords: Seagrass,Thalessia hemparici, biodiversity,

1. PENDAHULUAN

Padang lamun adalah salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang cukup potensial untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan usaha perikanan masyarakat pesisir. Memiliki peran ekologis yang sangat penting dalam menyongkong kehidupan organisme yang hidup dan berasosiasi pada habitat lamun. Ekosistem lamun bersifat dinamis, dimana kondisinya tidak selalu sama setiap saat. Perubahan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun, menjadi naik atau turun, faktor lingkungan yang menyebabkan perubahan kondisi lingkungan lamun seperti kerusakan yang disebabkan oleh aktifitas manusia seperti kegiatan budidaya, pengerukan dan penimbunan yang terus menerus,

(2)

pencemaran air termasuk pembuangan limbah dan pemasukan pencemaran (Sjafrie et al., 2018).

Teluk Madong merupakan perairan yang memiliki sebaran vegetasi lamun cukup luas dan terdapat beberapa jenis gastropoda yang berasosiasi. Adanya aktifitas penambangan bauksit menyisakan lumpur dari hasil pencucian bauksit yang masuk dan mengendap ke perairan, sehingga menyebabkan perubahan kualitas perairan Teluk Madong. Hal ini tentu berpengaruh terhadap lamun di perairan tersebut. Selain itu terdapat beberapa aktifitas masyarakat, seperti kegiatan budidaya ikan menghasilkan sisa-sisa pakan berupa bahan organik yang mengganggu habitat gastropoda dan proses fotosintesis lamun. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian tentang Biodiversity dan Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong. Sehingga dapat diperoleh informasi terkini mengenai lamun di perairan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan kerapatan lamun di perairan Teluk Madong Kampung Bugis Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2019 di Perairan Teluk Madong Kampung Bugis Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan metode purposive sampling untuk mendapatkan gambaran struktur komunitas gastropoda di lokasi penelitian dilakukan pengambilan sampel pada tiga stasiun, dengan karakteristik satasiun yaitu: Stasiun I: kawasan yang ditumbuhi lamun terdapat kegiatan budidaya ikan dan dekat dengan pemukiman merupakan tempat pemberhentian perahu nelayan. Berada pada titik koordinat 0°58'42.32"LU-104°28'22.66"BT. Stasiun II: kawasan yang ditumbuhi lamun merupakan wilayah yang jarang terjadi aktivitas masyarakat. Berada pada titik koordinat 0°58'53.85"LU104°27'36.18"BT. Stasiun III: wilayah yang ditumbuhi lamun jarang terjadi aktifitas manusia dan dekat dengan lokasi bekas penambangan bauksit. Berada pada titik koordinat 0°58'49.36"LU dan 104°26'56.37"BT.

Pengambilan sampel lamun menggunakan metode transek kuadrat menurut Fachrul (2006). Pengambilan sampel dilakukan pada saat air laut surut. Pada setiap stasiun terdapat 2 transek garis jarak antar transek garis 50 m dan tiap transek garis diletakkan 4 plot ukuran 1 m x 1 m, jarak antar plot yaitu 5 m (Gambar 1). Pengamatan lamun dilakukan pada semua plot dengan menghitung jumlah tegakan lamun kemudian diambil beberapa untuk dijadikan sampel dan diidentifikasi.

(3)

Gambar 1. Skema Peletakan Plot

Kerapatan Lamun

Kerapatan lamun dihitung berdasarkan rumus (Brower et al., 1998 dalam Odum, 1971) sedangkan kriteria kerapatan lamun dapat dilihat pada Tabel 1:

𝐾𝑖 = $𝑁𝑖 𝐴 Tabel 1. Kriteria Kerapatan Lamun

Kerapatan Kondisi >175 Sangat rapat 125-175 Rapat 75-125 Agak rapat 25-75 Jarang <25 Sangat jarang

Sumber: Gosari dan Haris (2012)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian

Kampung Madong merupakan wilayah yang terletak di Kelurahan Kampung Bugis, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Provinsi Kepulauan Riau. Jarak tempuh dari Pusat Pemerintahan Kota Tanjungpinang yaitu sekitar ± 18 Km. Secara geografis terletak pada posisi 0°58'33.39"LU dan 104°28'19.10"BT. Teluk Madong memiliki batas wilayah antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa Tembeling Kabupaten Bintan, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sungai Ladi Kabupaten Bintan sebelah Barat berbatasan dengan Senggarang; Timur: Kampung Baru Bugis.

Kampung Madong merupakan daerah pesisir yang kaya akan potensi ekositem dan perikanan, dimana terdiri dari 60% wilayah laut dan 40% wilayah daratan. Sepanjang pesisir Teluk Madong ditumbuhi vegetasi mangrove yang tergolong rapat sedangkan di perairannya ditumbuhi oleh empat jenis lamun. Pada ekosistem lamun ditemui beberapa jenis biota seperti ikan, udang, kepiting, bintang laut, ulat lamun, kerang dan siput. Sehingga sebagian besar masyarakat di

(4)

daerah ini menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan terutama perikanan tangkap.

Jenis dan Kerapatan Lamun

Berdasarkan hasil penelitian kerapatan lamun di perairan Teluk Madong ditemukan 4 jenis laamun yaitu Enhalus acoroides, Thalessia hemparici, Halopila Ovalis dan Cymodecea serrulata. Jenis lamun yang ditemukan pada tiap stasiun berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Jenis Lamun di Perairan Teluk Madong Kampung Bugi Tahun 2019. Jenis Stasiun I II III Enhalus acoroides + + - Thalesia Hemparici + + + Cymodocea serrurata - + + Halophila ovalis - + -

Keterangan : + (ditemukan), (tidak ditemukan)

Dari Tabel 2 diketahui bahwa Halophila ovalis merupakan jenis yang sedikit ditemukaan dan ditemukan pada stasiun II, karena pada stasiun II memiliki tipe substrat dengan presentase pasir lebih tinggi sehingga kedalaman air lebih dangkal. Menurut Bengen (2001) mengatakan, bahwa Halophila ovalis yang berdaun kecil-kecil memiliki penyebaran yang hampir sama dengan Enhalus acoroides, namun keberadaannya hanya terbatas pada bagian pinggir pantai yang paling dangkal, sehingga bila ada proses kekeruhan, sebagian penetrasi cahaya masih dapat mencapai dasar perairan sehingga tetap memberikan kesempatan bagi lamun jenis ini untuk tumbuh dan berfotosintesis. Jenis lamun yang di temukan pada penelitian ini sama dengan jenis lamun yang ditemukan pada penelitian Anwar (2015) .

Lamun jenis Thalesia hemparici ditemukan dalam jumlah yang banyak dan terdapat pada setiap stasiun. Menurut Hutomo et al., dalam Takaendengan dan Azkab, (2010) mengatakan, bahwa Thalesia hemparici adalah jenis lamun yang paling dominan dan memiliki sebaran yang luas. Jenis ini ditemukan hampir disemua perairan indonesia, seringkali mendominasi vegetasi campuran dengan sebaran vertikal mencapai 25 m serta dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat mulai dari pasir lumpur, pasir berukuran sedang dan kasar sampai pecahan-pecahan karang. Kemudian jenis Halophila ovalis merupakan jenis yang sedikit ditemukaan dan hanya terdapat pada stasiun II, karena stasiun II memiliki tipe substrat dengan presentase pasir lebih tinggi sehingga kedalaman air lebih dangkal. Menurut Bengen (2001) mengatakan, bahwa Halophila ovalis yang berdaun kecil-kecil memiliki penyebaran yang hampir sama dengan Enhalus acoroides, namun keberadaannya hanya terbatas pada bagian pinggir pantai yang paling dangkal, sehingga bila ada proses kekeruhan, sebagian penetrasi cahaya masih dapat mencapai dasar perairan sehingga tetap memberikan kesempatan bagi lamun jenis ini untuk tumbuh dan berfotosintesis.

Kerapatan lamun di perairan Teluk Madong berkisar 27,5 – 49,5 ind/m2.

(5)

dengan pernyataan Gosari dan Haris (2012) bahwa skala kerapatan lamun 25 – 75 dikategorikan jarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong

Jenis Lamun Kerapatan (ind/m2) Stasiun Jenis I II III Enhalus acoroides 21,87 7,75 0 29,62 Thalesia Hemparici 0,67 27,5 21,37 54,5 Cymodocea serrurata 0 8,25 20,62 28,87 Halophila ovalis 0 6 0 6 Kerapatan 22,13 49,5 42

Kerapatan lamun tertinggi terdapat pada stasiun II (49,5 ind/m2) dan

terendah pada stasiun I (22,13 ind/m2) kemudian jenis lamun dengan kerapatan

tertinggi yaitu Thalesia hemparicii (54,5 ind/m2) dan kerapatan terendah yaitu

jenis Halophila ovalis (6 ind/m2). Tingginya kerapatan lamun di stasiun II, karena

ditemukan lebih banyak jenis dan kurangnya gangguaan dari aktifitas manusia. Jenis Thalesia hemprichii memiliki kerapatan paling tinggi. Menurut Hutomo et al., dalam Takaendengan dan Azkab (2010) mengatakan, bahwa Thalesia hemprichii adalah jenis lamun yang paling dominan dan memiliki sebaran yang luas. Jenis ini ditemukan hampir diseluruh perairan Indonesia, seringkali mendominasi vegetasi campuran dengan sebaran vertikal dapat mencapai 25 m serta dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat mulai dari pasir lumpur, pasir berukuran sedang dan kasar sampai pecahan- pecahan karang.

Kemudian jenis Halophila ovalis merupakan jenis yang sedikit ditemukaan dan ditemukan pada stasiun II, karena pada stasiun II memiliki tipe substrat dengan presentase pasir lebih tinggi sehingga kedalaman air lebih dangkal. Menurut Bengen (2001) mengatakan, bahwa Halophila ovalis yang berdaun kecil-kecil memiliki penyebaran yang hampir sama dengan Enhalus acoroides, namun keberadaannya hanya terbatas pada bagian pinggir pantai yang paling dangkal, sehingga bila ada proses kekeruhan, sebagian penetrasi cahaya masih dapat mencapai dasar perairan sehingga tetap memberikan kesempatan bagi lamun jenis ini untuk tumbuh dan berfotosintesis. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Anwar (2015) di Perairan Teluk Madong menemukan 4 jenis lamun, kerapatan tertinggi terdapat pada jenis Thalesia hemparici.

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Pengaruh lingkungan yang diukur di lokasi penelitian seperti parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 4. Suhu perairan berkisar 29 - 30 0C.

Sebagaimana yang dikatakan Dahuri dalam Armita 2013, bahwa gastropoda diketahui dapat hidup dan berkembang biak pada suhu 26 – 30 0C. Kecepatan arus

yaitu 0,15 m/s, salinitas berkisar 31 – 35 /00. Nilai derajat keasaman yaitu 7.

Menurut Syafriadiman et al., (2005), derajat keasaman (pH) mempunyai peranan penting baik dalam kehidupan organisme maupun dalam pengaturan ketersedian unsur hara dalam perairan itu sendiri. Gastropoda pada umumnya membutuhkan pH air antara 6,5 - 8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi gastropoda. Oksigen terlarut berkisar 6,4 – 7,5 mg/l. Secara umum tipe substrat di perairan

(6)

Teluk Madong merupakan lumpur berpasir. Menurut Nybakken (1992), umumnya lamun tumbuh pada semua tipe substrat, mulai dari lumpur lunak sampai batu granit, tetapi paling banyak menepati substrat berjenis lunak yang kaya bahan organik, sehingga mendukung kehidupan gastropoda sebagai filter feede,. Dewi et al. (2014), mengatakan bahwa bahan organik merupakan sumber makanan bagi biota laut yang hidup pada substrat dasar sehingga ketergantungannya terhadap bahan organik sangat besar. Tinggi rendahnya kandungan bahan organik dalam sedimen berpengaruh besar terhadap populasi organisme dasar. Sedimen yang kaya bahan organik sering didukung oleh melimpahnya dan keanekaragaman organisme.

Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Peraian

Parameter Satuan Stasiun

I II III Suhu 0C 29 30 30 Kecepaatan Arus M/S 0,15 0,15 0,15 Salinitas %O 31 33 35 Derajat Keasaman 7 7 7 Oksigen Terlarut Mg/L 6,4 7,9 6,6 Tipe Substrat

Secara umum tipe substrat pada ekosistem lamun di perairan Teluk Madong merupakan lumpur berpasir. Untuk lebih jelasnya dapat diliha pada Gambar 3.

Gambar 3. Tipe Substrat di Perairan Teluk Madong

Persentase fraksi sedimen sebagian besar terdiri dari lumpur berpasir. Adanya sedimen lumpur diakibatkan oleh adanya pembuangan limbah dari pencucian bauksit yang mengendapa di perairan, hal ini memungkinkan perairan Teluk Madong memiliki tipe substrat Lumpur. Menurut Nybakken (1992), umumnya lamun tumbuh pada semua tipe substrat, mulai dari lumpur lunak sampai batu granit, tetapi paling banyak menempati substrat berjenis lunak yang kaya material organik, sehingga mendukung kehidupan gastropoda.

27% 47% 27% 66% 44% 67% 7% 9% 8% 0% 20% 40% 60% 80% I II III

(7)

Bahan Organik

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan presentase bahan organik di perairan Teluk madong dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Total Bahan Organik di Perairan Teluk Madong Kampung bugis Tahun 2019

Stasiun TOM (%)

I 3.06

II 4.77

III 3.44

Tingginya bahan organik di stasiun II berasal dari serasah lamun yang jatuh ke dasar perairan dalam kurun waktu yang cukup lama, kemudian didekomposisikan lebih lanjut oleh mikroorganisme dan menghasilkan nutrien untuk perkembangbiakan lamun. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pada stasiun II ditemukan lebih banyak jenis lamun dibandinngkan stasiun lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Istiqlal (2012) yang menyatakan, bahwa kompleksitas ekosistem padang lamun serta melimpahnya makanan berupa endapan materi organik dari lamun yang telah membusuk yang berasal dari patahan-patahan daun tumbuhan lamun.

4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ditemukan 4 jenis lamun yakni Enhalus acoroides, Thalessia hemparicii, Cymodocea serrurata dan Halophila ovalis. Kerapatan lamun di perairan Teluk madong tergolong jarang dengan nilai kerapatan berkisar 22,13 – 49,5 ind/m2.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan tipe substrat dan bahan organik terhadap kepadatan gastropoda di peraira Teluk Madong.

UCAPAN ERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu Nursini yang terus memberi dukungan moril dan finansial. Kemudian penulis juga mengucapkan terikasih kepada pembimbing yaitu Dr. Ir. Adriman, M.Si dan Dr. M. Fauzi, S.Pi., M.Si yang telah memberi arahan dan bimbingan selama menyelesaikan penelitian. Ucapan terimakasih kepada semua dosen yang mengajar di jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Tak pula lupa saya ucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan dan kepada orang-orang baik yang saya temui selama ini.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong (Strombus sp) di Perairan Desa Madong. Jurnal Mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Armita, D. 2011. Analisis Perbandingan Kualitas Air di Daerah Area Rumput Laut Dengan Daerah yang Tidak Ada Budidaya rumput Laut, di Dusun Malelaya, Desa Punaga, Kecamatan Mangarombang, Kabupaten Takalar. Makasar.

Dewi, T.S., Ruswahyuni dan N. Widyorini. 2014. Kepadatan Hewan Makrobenthos pada Daerah yang Terkena Reklamasi dan Tidak Terkena Reklamasi di Pantai Marina, Semarang. Diponogoro Journal Of Maquares. 3(2): 50 – 57.

Fachrul, F. M. 2007. Metode Sampling Ekobiologi. Bumi Aksara: Jakarta

Gosari, B. A. J dan A. Haris. 2012. Studi Kearapatan dan Penutupan Jenis Lamun di Kepulauan Spermonde. Jurnal Kelautan dan Perikanan. 22(3):156-162. Istiqlal, B.A. 2012. Distribusi Horizontal Moluska di Kawasan Padang Lamun

Pantai Merta Segara Sanur Denpasar. Jurnal Biologi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana. Bali. (1) : 10 - 4.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Daftar Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup: Baku Mutu Air Laut. Keputusann Mentri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004.

Nyabakken. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. (Terjemahan dari: M.Eidmen., Koesbiono., D. G. Bengen., M. Hutomo dan S.Skardjo) Cetakan II. PT.Gramedia Jakarta.

Odum, EP. 1971. Fundamental of Ekology. Washington: Sounder Company. Odum, EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi: volume ke-3, Samingan, penerjemah;

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan dari: Fundamental of Ecology.

Priosambodo, D. 2016. Kelimpahan Gastropoda pada Habitat Lamun Berbeda di Pulau Bone Batang Sulawesi Selatan. Jurnal Spermonde. 2(2):27-32. Sjafrie, N. D. M. 2018. Status Padang Lamun Indonesia. Jakarta : Puslit

Oseanografi. 49 hal.

Gambar

Gambar 1. Skema Peletakan Plot  Kerapatan Lamun
Tabel 3. Kerapatan Lamun di Perairan Teluk Madong  Jenis Lamun  Kerapatan (ind/m 2 ) Stasiun  Jenis  I  II  III  Enhalus acoroides  21,87  7,75  0  29,62  Thalesia Hemparici  0,67  27,5  21,37  54,5  Cymodocea serrurata  0  8,25  20,62  28,87  Halophila ov
Tabel 4. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Peraian

Referensi

Dokumen terkait

penyebaran yang sama dengan Enhalus accoroides, namun tetapi keberadaannya hanya terbatas pada bagian pinggir pantai yang paling dangkal, sehingga bila ada proses

Dari hasil peneltian diketahui bahwa jenis lamun yang hidup di perairan Tanjung Lanjut yaitu Enhalus acoroides dengan rata- rata penutupan lamun 12.04% dan

Bila mengacu pada kondisi tersebut, maka kondisi suhu pada siang dan sore hari melebihi nilai optimalnya, namun diperairan Tanjung Siambang masih dapat dijumpai

Hal ini disebabkan karena diwilayah kajian yaitu Pulau Penyengat, lamun lebih didominasi oleh jenis Thalassia hemprichii dan jenis Enhalus accoroides yang kurang sesuai

Pada stasiun I diketahui memiliki Indeks Keseragaman (E) tertinggi dengan nilai sebesar 0,954789356 yang berarti bahwa penyebaran zooplankton stasiun I merata dan

Melihat dari hasil-hasil penelitian tersebut, volume akumulasi pada lokasi penelitian (Kampung Bugis) dengan rata-rata akumulasi sedimen di minggu ke-1 0,1167 ml/cm

Dari hasil penelitian diketahui bahwa kandungan logam berat pada Lamun Enhalus acoroides di Perairan Tanjung Lanjut tergolong tinggi. Sedangkan untuk air laut,

Biota Laut, termasuk tanaman lamun dapat digunakan sebagai bioindikator dalam penentuan kualitas air di perairan.Lamun Enhalus acoroides merupakan tumbuhan yang banyak ditemukan di