• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

26 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sidomukti yang terdapat di Kota Salatiga. Kecamatan Sidomukti terdiri dari 4 Kelurahan yaitu: Kecandran, Dukuh, Mangunsari dan Kalicacing. Jumlah RW di Kecamatan Sidomukti adalah 37 dan jumlah RT di Kecamatan Sidomukti adalah 119. Secara geografi luas wilayah di Kecamatan Sidomukti adalah 1.145,85 diatas permukaan laut. Peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Sidomukti, Salatiga dengan mengambil Desa Pengilon dan Karanganyar.

4.1.2 Proses Penelitian

Penelitian ini diawali dengan membuat surat pengantar untuk meminta ijin studi pendahuluan dan penelitian di Kecamatan Sidomukti, pembuatan surat pengantar melalui bagian tata usaha Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga pada tanggal 3 Juni 2015 dalam bentuk surat ijin studi pendahuluan dan penelitian yang ditandangani oleh Wakil Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

(2)

Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, dan kemudian surat tersebut dibawa ke Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kota Salatiga untuk diproses.

Pada tanggal 5 Juni 2015 surat balasan dari Kesatuan Bangsa dan Politik diambil oleh peneliti, kemudian peneliti menyerahkan surat balasan dari Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Salatiga yang di tembuskan di Walikota Salatiga, Kepala Bappeda Kota Salatiga, Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Camat Sidomukti, Lurah, dan Kepala Puskesmas Kalicacing.

Peneliti kemudian melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Kalicacing pada bulan Juni-Oktober 2015, setelah itu pada tanggal 16 Desember 2015 peneliti kemudian menghubungi partisipan dan melakukan penelitian. Penelitian ini berlangsung pada bulan Desember 2015 hingga Januari 2016.

Proses wawancara dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang sudah dipersiapkan oleh peneliti. Namun pertanyaan yang disampaikan kepada partisipan tidak berurutan sesuai dengan panduan wawancara yang peneliti buat. Saat wawancara, peneliti mengembangkan sehingga proses wawancara lebih santai dan bisa mendapatkan sesuai dengan apa yang diharapkan dengan gambaran pertanyaan

(3)

28 yang dituliskan peneliti. Selama wawancara berlangsung, peneliti merekam semua proses pembicaraan dengan menggunakan voice recorder pada handphone dan sebuah buku tulis untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan mendukung hasil wawancara.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Deskriptif Partisipan

a. Gambaran Umum Riset Partisipan 1

Nama : Ny. R

Jenis kelamin : Perempuan

Umur :71 Tahun

Agama : Kristen

Status pernikahan : Menikah Pekerjaan : Pensiun PNS

Ny.R adalah ibu dari 6 saudara, anak pertama Ny.R adalah anak yang mengalami gangguan jiwa. Ny. R sekarang tinggal berdua dengan anak pertamanya, sedangkan suaminya sudah meninggal sejak tahun 2004. Setiap hari Ny.R berjualan di rumahnya dan mengurus anak pertamanya, yang kondisinya belum stabil.

(4)

b. Gambaran Umum Riset Partisipan 2

Nama : Ny. I

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 74 Tahun

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Pedagang keliling

Ny. I berusia 74 tahun dengan jenis kelamin wanita, Ny.I mempunyai anak yang berjumlah 11 orang dan anak terakhir bernama sdr.Y yang saat ini terkena gangguan jiwa, Ny.I dan sdr.Y tinggal bersama dalam satu rumah, Suami Ny.I sudah meninggal sedangkan anak-anaknya sudah menikah dan berkeluarga sendiri-sendiri tetapi setiap hari anak-anak Ny.I setiap hari pulang untuk menjenguk sdr. Y untuk mengurusi dan memandikan sdr.Y.

a. Gambaran Umum Riset Partisipan 3

Nama : Nn. W

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 36 Tahun

(5)

30 Status pernikahan : Belum menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Nn. W adalah adik dari sdr. P. sdr. P adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa. sdr. P sangat dekat dengan adiknya Nn.W saat ini Nn. W bekerja di Semarang. Mereka tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.

4.2.2 Observasi

Dari observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa, yang dilakukan oleh partisipan 1, partisipan 2 dan partisipan 3 adalah: Ny. R merawat anaknya dan membimbing anaknya agar bisa lebih mandiri dan tidak minder dengan lingkungan, mengajak komunikasi dengan anaknya dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Sedangkan penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pada Ny. I dalam kesehariannya ia merawat anaknya seperti biasa saja, dia memberikan makan dan memandikan anaknya. Tetapi terlihat saat peneliti melakukan observasi terlihat bahwa anaknya tidak stabil, peneliti mengatakan tidak stabil karena pada saat wawancara anaknya marah-marah tidak jelas dan berbicara sendiri dengan gaya ingin memukul orang, Ny.I juga mengatakan

(6)

bahwa anakanya tidak pernah berobat, jika anak mengamuk maka keluarga hanya membiarkannya saja dan memaklumi anaknya sakit hal tersebut Ny.I beranggapan bahwa anaknya merupakan kerasukan setan. Observasi berikutnya dilakukan pada Nn.W peneliti datang kerumah Nn.W bersama ibu RT maka peneliti diijinkan masuk dan keluarga bersedia untuk diwawancarai. Peneliti mengamati bahwa keluarga ini sangat memperhatikan kondisi sdr.P mereka selalu memberikan dukungan kepada sdr.P agar cepat sembuh dan selalu memberikan support agar selalu meminum obat dengan teratur.

4.2.3 Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa

Hasil penelitian terkait dengan pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa partisipan 1, partisipan 2, dan partisipan ke 3 adalah :

Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, pada Ny.R dalam pengetahuannya tidak mengerti tentang gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya

“(RP1) Tidak tahu itu mbak (65-70)

Dalam pengetahuan tentang gangguan jiwa Ny.R kurang mengetahui tentang jenis, tingkatan, tanda dan gejala dari

(7)

32 gangguan jiwa tetapi peneliti menemukan bahwa Ny. R menyebutkan bahwa adanya penyebab gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya

“(RP1) Ya pengertiannya saya karena kecewa itu tadi (70-75).

“(RP1) Ya saya tidak tahu mbk (75-80)

“(RP1) Ya tidak ada apa-apa kok mbak, ya cuma dari sekolahan Cuma ngguyu- ngguyu sendiri gitu (80-85). Hasil pengetahuan tentang gangguan jiwa dari Ny.I dalam memberikan penanganan terhadap anaknya, Ny I juga kurang pengetahuan tentang gangguan jiwa secara umum. Karena Ny.I beranggapan bahwa anaknya tidak gila hanya mengalami gangguan roh jahat.

“(RP2) Nek gangguan jiwa niku rak edan mbak, la nek mas Y menika kan mboten edan. Nek niki ngoten saking gangguan roh sing mboten ketok (30-35)”.

(kalau gangguan jiwa itukan gila mbak, kalau Ms.Y kan itu tidak gila, kalau ini kan dari gangguan dari roh yang tidak terlihat).

Ny.I juga tidak menyebutkan jenis-jenis gangguan jiwa secara umum, dia hanya mengira bahwa anaknya terkena arwah yang tidak terlihat. Ny.I lebih menyebutkan apa penyebab dari gangguan jiwa.

“(RP 2) Mboten niku mbak. Sak ngertiku yo mung kenging gangguan arwah (35-40)”.

(8)

(tidak tau itu mbak, ya setahu saya ya Cuma terkena gangguan jiwa).

Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, partisipan 3 dia mengerti apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa

“(RP 3) Setahu aku yo terguncang jiwanya. Nggak kuat mental gitu tok. hmmm (30-35)”.

Sedangkan pada partisipan 3, saat peneliti bertanya tentang pengetahuan keluarga terhadap jenis, tanda gangguan jiwa juga tidak dapat mengetahui apa itu gangguan jiwa, tetapi pada saat peneliti bertanya tentang tingkatan gangguan jiwa, partisipan 3 menyebutkan bahwa adanya gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan. Pada saat wawancara berlangsung, peneliti menemukan adanya penyebab yang di derita oleh sdr.P

“(RP 3) Ya mungkin itu ada yang parah dan yang nggak parah dek (35-40)”.

“(RP 3) Ya kadang ki mbak menyendiri, suka senyum senyum sendiri itu sih yang aku tahu (40-45)”.

4.2.4 Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit

Hasil penelitian yang dilakukan pada partisipan 1, partisipan 2, dan partisipan 3 dalam penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah

(9)

34 sakit. Pada partisipan 1 yang dilakukan oleh Nn.K awalnya dia dibawa ke psikiater selain itu juga dia dibawa berobat dan ke Solo untuk menjalani perawatan karena Nn.K kondisi membaik maka yang dilakukan keluarga Nn.K adalah membawa kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas Kalicacing Salatiga.

“(RP1) Ya dibawa ke psikiater, dan diwawancarai selama ada setengah jam begitu dan saya bawa ke rumah sakit saja to mbak (80-90)”.

“(RP1 ) Ya obat seperti kemarin, 10 hari kalau disini kalau di rumah sakit solo itu sebulan sekali obat jalan. Iya rutin, ya kadang-kadang dijajalkan itu. Dulu kan satu butir merahnya itu untuk obat tidur itu, pada waktu sakitnya masih keras ya. Tapi sekarang seperempat saja sok diminum sok ndak. Tidurnya sudah bagus dan apa-apanya sudah bagus (130-145)

Dalam penanganan keluarga terhadap gangguan jiwa Ny.R sebagai partisipan 1 tidak melakukan tindakan yang membuat Nn.K terkekang seperti dikurung ataupun dipasung.

“(RP1) oh yo tidak, ya tidur dengan saya, waktu dirumah sakit juga dengan saya, tapi yo tidak penah keluar maksudnya yo kalau ada orang meninggal yo saya ajak biar kumpul kan (150-155)”.

Dari partisipan 2 bahwa hasil yang didapat dalam penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit. Penanganan yang dilakukan pasca

(10)

perawatan rumah sakit terhadap sdr.Y yaitu bahwa sdr.Y pernah dibawa kerumah sakit jiwa, tidak hanya itu sdr.Y juga di rehabilitasi oleh keluarganya.

“(RP 2) niku men nggih ngantek, terus teng griya sakit niku teng Wedi ping kalih, teng Magelang ping kalih teng Jakarta, lajeng kula pondoke teng ngriku candi setunggal tahun nggih mboten wonten perubahan (80-90)”.

(ya terus sampe dibawa ke rumah sakit di Wedi dua kali di Magelang dua kali, di Jakarta, terus dia juga penrnah mondok di situ Candi satu tahun tapi ya tidak ada perubahan).

Peran keluarga sangat penting untuk kesembuhan pasien gangguan jiwa, tetapi penanganan yang dilakukan oleh Ny.I. Ny I pernah membawa sdr.Y berobat dan dibawa kerumah sakit namun setelah pulang partisipan 2 mengatakan tidak ada perubahan, dan pihak keluarga juga pernah memberikan obat setiap saat yang sudah diresepkan oleh dokter setelah obat habis, keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas sudah disediakan obat, maka pihak keluarga memutuskan untuk tidak memberikannya lagi sampai saat ini kepada sdr.Y. Ny.I juga beranggapan bahwa sdr.Y tidak terkena gangguan jiwa. Masalah ini merupakan suatu anggapan keliru terhadap penderita gangguan jiwa, dimana penderita dianggap sebagai orang yang terkena guna-guna.

(11)

36 Sehingga keluarga mencari pengobatan yang dilakukan adalah pergi ke dukun Simanjuntak (2012).

“(RP) Niku ngeten lo mbak, ceritane nggih malam sasi suro dijak koncone teng tengaran, nggon pengunungan mboh apa ya?, terus lebeti arwah sing mboten ketok. La piambake kan mboten kuat lo mbak langsung ngledak kados kelapa tiba gubrak-gubrak ngoten, sedinten ping gangsal men enten, lajeng sing ndekei niku pun dipendet kalih, mase sing kerja dados supir ingkang hotel wahid, lajeng sampun di bucal ning kok nyatane mboten saget medal ngantos kula niku nggolek tiyang puuuuundi mawon ngantean supaya saget ngetoke niku ngantos sak yahketen (55-73)”.

(itu gini lo mbak, ceritanya ya malam bulan suro ( tanggal jawa ) diajak temenya ke tengarandi pegunungan atau apa gitu ya ? terus dimasuki arwah yang tidak terlihat la dia sendiri tidak kuat gitu lo mbak, langsung jatuh seperti kelapa jatuh gubrak-gubrak seperti itu, sehari lima kali, kakaknya yang kerja jadi supir di Hotel Wahid, langsung sudah pergi tapi kok ternyata tidak bisa keluar terus saya itu cari orang mannnnnaaa saja supaya bisa keluarin itu sampe sekarang).

Dalam keterbatasan pengetahuannya setelah sdr.Y keluar dari rumah sakit dia berhenti untuk memberi obat alasanya karena Ny.I dan keluarga tidak tahu bahwa di Puskesmas terdapat obat untuk orang-orang gangguan jiwa.

“(RP) Di rumah yo biasa, ndak pernah dikasih obat, la angel og mbak tapi saya le ngurusi repot. Ya pulang dari rumah sakit itu ya dibawain resep.tapi cari disini gak ada , apotek gak ada terus sampe sekarang”. (95-100)”.

(12)

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh riset partisipan 3 dalam Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, mereka pernah membawa sdr.P ke rumah sakit jiwa Magelang untuk diobati di sana, selain itu juga mereka memberikan obat kepada sdr.P dengan rutin. Partisipan 3 sangat peduli dengan sdr.P untuk itu partisipan 3 selalu membawa kontrol rutin berobat di Puskesmas.

“(RP 3) Itu kata dokter emm saya itu sama keluarga salah memasukan mas P seharusnya direhab, tapi berhubung dulu itu ngamuk to dek terus tak bawa ke rumah sakit jiwa magelang karena keluaga takut, disuntik lalu seterusny saya nggak tau (75-83)” “(RP 3) 2 bulan lebih, yo 3 bulan ee dek (85-86)”. “(RP3) Obati dirumah cara-carane obate nggak pernah putus dan makannya juga teratur, sekarang alhamdulilah agak pulih.kan sedikit-sedikit (89-100).

4.3 Member Check

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan member check kepada partisipan. Peneliti mengecek data dengan mendatangi lagi partisipan pada tanggal 7-12 Januari 2016.

(13)

38 1. Partisipan 1

Setelah dilakukan pengecekan kembali kepada parisipan 1, partisipan 1 menyatakan setuju bahwa data yang telah diberikan adalah benar.

2. Partisipan 2

Dalam melakukan uji keabsahan data yang dilakukan pada partisipan 2, partisipan 2 menyatakan setuju dengan data pada saat peneliti melakukan wawancara.

3. Partisipan 3

Setelah dilakukan pengecekan data kembali kepada partisipan 3, partisipan telah setuju dan data yang diberikan pada saat penelitian benar.

4.4 Pembahasan

a. Pengetahuan Keluarga Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Pasca Perawatan Rumah Sakit

Beberapa penyebab pengetahuan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa diantaranya merupakan medis dan nonmedis. Penyebab medis dalam pengetahuan terhadap gangguan jiwa merupakan penyebab adanya kegagalan pengobatan dan seringnya kekambuhan karena pasien tidak

(14)

disiplin dalam mengkonsumsi obat dengan teratur. Hal tersebut terjadi pada partisipan 2.

Penyebab yang terjadi secara non medis sebagian keluarga dalam pengetahuannya beranggapan bahwa gangguan jiwa adalah sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kerasukan roh, anggapan keliru ini maka keluarga tidak membawa pasien berobat dan keluarga menganggap pasien akan sembuh dengan sendirinya, hasil dari penelitian ini terjadi pada partisipan 2

Selain penyebab, pengetahuan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit meliputi jenis, tingkatan, tanda, dan gejala gangguan jiwa tetapi dalam pembahasan ini peneliti lebih menonjolkan kepada penyebab dan penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit.

Pada partisapan 1 pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, partisipan 1 tidak mengetahui tentang gangguan jiwa yang diderita oleh anaknya, begitu juga dengan jenis dan tingkatan gangguan jiwa partisipan belum memahami apa itu jenis dan tingkatan gangguan jiwa tetapi, pada saat peneliti mewawancarai tentang tanda dari gangguan jiwa, partisipan 1 bisa menjawab dan paham mengenai tanda dari gangguan jiwa.

(15)

40 peneliti menyimpulkan partisipan lebih menjawab tentang penyebab gangguan jiwa.

Hasil dari partisipan 2 bahwa pengetahuan tentang gangguan jiwa partisipan 2 kurang memahami gangguan jiwa secara umum. Partisipan 2 mengatakan bahwa anaknya tidak terkena gangguan jiwa hanya kerasukan roh, partisipan 2 juga tidak mengetahui tentang jenis, tanda dan tingkatan anaknya mengalami gangguan jiwa.

Pada partisipan ke 3 hasil yang didapat dari pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa, mengerti apa yang dimaksud dengan gangguan jiwa, tetapi riset partisipan 3 tidak tahu tentang jenis gangguan jiwa secara umum, partisipan 3 saat peneliti mewawancarai pada tingkatan dan tanda dari gangguan jiwa, partisipan dapat menjawab.

Pengetahuan keluarga berpengaruh dalam kesembuhan anak dan saudaranya, maka dari itu dari parisipan 1, 2, dan 3 berusaha supaya anggota keluarganya berharap untuk sembuh. mereka mau berusaha.

(16)

b. Penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit

Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi sosial, psikologis, genetik, atau biologis. Mereka yang menderita gangguan jiwa mengalami distress, yaitu suatu perasaan, tidak nyaman, tidak tentram rasa nyeri dan disabilitas atau ketidakmampuan dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari (Thong, 2011).

Penanganan keluarga terhadap penderita gangguan jiwa sangat penting dilakukan untuk mendukung dalam proses kesembuhan. Dalam penanganan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, keluarga dapat melakukan kontrol rutin dalam memberikan obat dan melatih agar pasien bisa mandiri, penanganan juga dapat dilakukan dengan terapi seperti terapi psikososial yang bertujuan agar pasien dapat kembali beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga pasien tidak membebani keluarga dan masyarakat sekitar (Hawari, 2007).

Dari hasil wawancara dari tiga orang riset partisipan satu dari tiga orang sebagian belum melakukan penanganan keluarga secara maksimal, terlihat dari wawancara dan hasil observasi

(17)

42 yang dilakukan, dari hasil wawancara menunjukan bahwa partisipan pertama sudah menunjukan kasih sayang dan perhatian terhadap pasien. Partisipan pertama ini selalu membawa anaknya kontrol rutin setiap bulan ke Puskesmas Kalicacing Salatiga, penanganan yang dilakukan dalam keluarga selalu mendukung anaknya dalam berinteraksi dengan orang sekitar contohnya pada waktu partisipan pertama sedang mencuci didapur maka pasien disuruh jaga warung dan melayani pembeli, tidak hanya itu saja pada saat ada acara tertentu partisipan petama mengajak anaknya untuk turut serta dalam masyarakat. Hal ini keluarga ingin sekali bahwa anaknya ingin sembuh dan mandiri dan ingin kembali ke keadaan yang sehat, bisa melakukan pekerjaan yang bisa mereka lakukan dan bisa berguna bagi orang terdekat.

Dari hasil wawancara dan observasi dengan riset partisipan kedua menunjukan bahwa penanganan yang dilakukan keluarga terhadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit kurang maksimal, karena dari tingkat pengetahuan keluarga tidak begitu memahami tentang penanganan keluarga tehadap pasien gangguan jiwa pasca perawatan rumah sakit, perhatian terhadap anggota keluarga yang menderita sakit jiwa ini kurang karena pasien dibiarkan begitu saja dan tidak pernah kontrol rutin, tidak hanya itu pasien

(18)

berhenti dalam pengobatan selama satu tahun, hal ini keluarga beralasan bahwa tidak tahu dalam membeli obat ahirnya keluarga memutuskan untuk tidak mengantarkan untukkontrol rutin, keluarga juga beranggapan bahwa sakit yang diderita berasal dari kerasukan roh jahat. Tetapi dalam hal perhatian keluarga selalu ada untuk pasien, misalnya dalam memandikan dan memberi makan.

Begitu pula dengan riset partisipan ketiga ini, keluarga melakukan penanganan dengan maksimal karena setiap bulan partisipan ketiga membawa pasien kontrol rutin dan tidak pernah lepas dari obat, partispan ketiga ini sangat sayang sehingga ada keinginan agar kakaknya sembuh dan mulai beraktifitas lagi dengan lingkungan sekitar.

Dalam hasil penelitian dari ketiga riset partisipan tersebut, anggota keluarga dari partisipan pertama dan partisipan ketiga selalu melakukan kontrol rutin setiap bulan sedangkan pada anggota keluarga partisipan kedua belum melakukan kontrol rutin karena ketidaktahuan keluarga tentang tempat dalam memperoleh obat di Salatiga.

Pentingnya suatu keluarga bagi kesembuhan pasien karena keluarga merupakan tempat pertama kali pasien berinteraksi untuk mencapai keberhasilan dalam bersosialisasi

(19)

44 dengan lingkungan yang lebih besar. Lingkungan ini berpengaruh terhadap perkembangan manusia, mencangkup antara lain lingkungan sosial, status ekonomi dan kesehatan (Riyadi, 2009).

Tempat tinggal dari ketiga partisipan ini berada dilingkungan tetangga dan masyarakat. Namun menurut tetangga pada riset patisipan pertama tidak pernah tahu tentang penanganan keluarga pada riset patisipan pertama karena menurut tetangga riset partisipan pertama sangat tertutup, hanya saja tetangga mengetahui bahwa riset partisipan pertama sering membawa anaknya kontrol untuk berobat. Tetangga pada riset partisipan dua, mereka tidak begitu mempedulikan riset partisipan kedua dan tidak ingin ikut campur dengan penanganan yang diberikan oleh riset partisipan kedua pada tetangga ini dia tahu bahwa pasien pernah dibawa ke rumahsakit tetapi kontrol rutin tidak tahu, sedangkan pada tentangga riset partisipan ketiga, mereka sangat mendukung dan selalu memberikan dukungan agar selalu kontrol rutin.

Referensi

Dokumen terkait

Selama ujian Anda tidak diperkenankan bertanya atau meminta penjelasan mengenai soal-soal yang diujikan kepada siapa pun, termasuk petugasB. Jagalah lembar jawab

Jadi semakin berkurangnya komposisi tepung terigu dan bertambahnya tepung cangkang rajungan dalam pembuatan mie basah ini, maka semakin berkurang nilai kadar karbohidrat mie

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada

Seperti yang telah dipaparkan dalam konsep kebudayaan menurut koenjoroningkrat, bagaimana pada dasarnya keseluruhan masyarakat Jawa tidaklah lepas dari aspek budaya

1) Peserta didik diminta mengamati tentang contoh gambar berkaitan dengan keunggulan ekonomi seperti gambar PT Freeport, pecan raya, batik, dan sebagainya. 2) Berdasarkan

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematika yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) siswa mampu menyatakan ide

Sistem Informasi Laboratorium Klinik Keperawatan merupakan bagian dari sistem yang ada di institusi pendidikan keperawatan, dimana dalam pembuatan aplikasi sistem

Masing-masing Urusan Pemerintahan pada prinsipnya diwadahi dalam 1 (satu) satuan kerja Perangkat Daerah dalam rangka penanganan urusan secara optimal yang didukung