• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH. Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu banco yang berarti meja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH. Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu banco yang berarti meja."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG BANK SYARIAH

A. Pengertian Bank Syariah

Kata bank berasal dari bahasa Italia yaitu ”banco” yang berarti meja. Istilah ini didapat dikarenakan orang yang mengerjakan pekerjaan perbankan ini pada dasarnya menjadikan meja sebagai tempat untuk melayani orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Kemudian berdasarkan pengembangannya, bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan.21

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa : ”Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.

Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut Hukum Islam untuk menghindarkan praktik bunga (riba/rente) sebab bunga dilarang dalam praktik Hukum Islam. Bank Islam sebagai lembaga keuangan dengan usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lainnya, di mana pelaksanaannya akan disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam.

22

21 Nisful Khoiri, Hukum Perbankan Syariah (Seri Diktat), 2004. hal.14. 22

(2)

Lebih lanjut lagi, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.23 Bank Umum Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.24 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.25

Bank Syariah juga dikenal dengan Bank Islam. Bank Syariah terdiri dari dua kata, yakni : Bank dan Syariah. Kata bank bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari pihak yang ingin menyimpan uangnya dan pihak pemilik perusahaan yang meminjamkan tempat untuk menyimpan uang. Kata syariah dalam menurut Bank Indonesia adalah aturan perjanjian berdasarkan kegiatan pihak penabung dan pihak penyewa tempat menabung untuk menyimpan dana dan / atau membiayai suatu kegiatan usaha yang sesuai dengan prinsip Hukum Islam.26

Penggabungan kedua kata itu menjadikan kata Bank Syariah menjadi suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk melaksanakan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan prinsip Hukum Islam yang mengharamkan bunga bank. Selain itu, Bank Syariah dalam kegiatan internasionalnya juga dikenal dengan istilah ”Islamic Banking” yang biasanya disingkat dengan IB,

23 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. 24 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. 25 Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008. 26

(3)

yaitu suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional yang tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi (maisir) dan ketidakpastian (gharar). Beberapa praktisi ekonomi Islam memberikan definisi mengenai Bank Syariah sebagai berikut :

1. Abdul Wahab Khallaf menyatakan Bank Syariah adalah bank dalam beroperasinya dilakukan dengan cara bermuamalat secara Islami, mengacu kepada aturan yang ditegaskan oleh Al’Quran dan Hadist.

2. M. Amin Aziz menyatakan bahwa Bank Syariah merupakan lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasinya dilaksanakan secara Syariah Islam, yang tata cara berusaha maupun perjanjiannya berusaha berdasarkan kepada Al’Quran dan Sunnah Rasul yang lebih menekankan kepada operasinya melalui sistem bagi hasil dan imbalan lainnya sesuai dengan syariah Islam dan menghindarkan riba yang dilarang oleh Syariah Islam.27

3. Rachmadi Usman menyatakan bahwa Bank Syariah merupakan badan usaha yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan setelah terkumpul dana tersebut akan disalurkan kembali kepada masyarakat. Dalam kegiatan ini harus berdasarkan kepada mekanisme yang diatur menurut syariah berdasarkan kepada Al’Quran dan Hadist.28

Kesimpulannya bank syariah merupakan lembaga keuangan yang sistem operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat dan menyelaurkannya kembali

27 H. Rukmana, Teori Bank Syariah, Erlangga, Jakarta, 2007. hal. 3.

28 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,

(4)

dengan menggunakan sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah Islam yang telah diatur dalam Al’Quran dan Hadist. Lembaga dan instrumen keuangan Islam tidak cukup sekedar mengandalkan fanatisme emosional umat Muslim belaka, tetapi harus ditunjukkan dengan kinerja kerja yang profesional dan memberikan manfaat bagi seluruhnya.

B. Latar Belakang Berdirinya Bank Syariah

Bank umum yang tidak sesuai dengan prinsip Islam, membuat umat Muslim berpikir cara untuk menabung dengan sistem yang baru, maka dengan pola pikir itulah munculnya Bank Syariah. Perkembangan Bank Syariah tidak terlepas dari perkembangan bank syariah di luar negeri. Beberapa bank syariah yang sudah sangat terkenal dengan prinsip syariahnya antara lain :

1. Bank Al-Taqwa (1989) 2. Jordan Islamic Bank (1978)

3. The Islamic Investment Company of the Gulf (1978) 4. Massraf Faysal Al-Islami Bahrain (1982)

5. Dubai Islamic Bank (1975) 6. Kuwait Finance House (1977)

7. The International Islamic Bank of Dacca Bangladesh (1982) 8. Nasser Social Bank (1971)

Melihat maraknya perkembangan kehidupan bank-bank yang berdasarkan syariah di luar negeri, maka tidak mengherankan akhirnya Bank Indonesia

(5)

memberikan izin bagi pendirian Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992 dengan mengadopsi sistem bank syariah dari bank syariah luar negeri.

Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah pertama di Indonesia dan didirikan pada tanggal 1 November 1991 serta baru mulai beroperasi sejak bulan Mei 1992. Pendirian Bank Muamalat Indonesia dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) serta dibantu oleh pemerintah Indonesia dan beberapa pengusaha Muslim.

Pada saat itu peraturan perundanng-undangan yang mengatur mengenai bank syariah di Indonesia adalah Undang-Undang Perbankan yang lama yakni Undang-Undang No. 14 Tahun 1967. Majelis Ulama Indonesia yang menjadi master-mind di balik tonggak sejarah itu dengan mengelar workshop tentang bunga bank, sehingga menjadi momentum awal dari ide pendirian bank syariah di Indonesia pada awal tahun 90-an. Workshop yang dimaksud mempunyai keputusan di antaranya merekomendasikan pendirian bank syariah untuk melayani sebagian warga masyarakat yang meyakini bahwa bunga bank identik dengan riba dan dianggap haram.

Perkembangan industri keuangan syariah secara informal dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Secara yuridis empiris telah diakui keberadaannya oleh warga masyarakat Islam di Indonesia.

Sebelum berdirinya Bank Muamalat, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang juga menerapkan konsep syariah bagi hasil

(6)

(mudharabah) dalam kegiatan operasionalnya. Pada masa itu banyak juga pihak pengusaha yang terlibat di dalam pengembangannya karena kebutuhan masyarakat Muslim atas kehadiran institusi keuangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Untuk mengayomi kebutuhan warga masyarakat Islam tersebut, maka pihak pemerintah mengusahakan berdirinya suatu sistem perbankan syariah dalam suatu peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara implisit membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil yang secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang Bank.

Prinsip bagi hasil (mudharabah) dalam peraturan perundang-undangan tersebut menjadi dasar hukum secara yuridis normatif dalam pengoperasian perbankan syariah di Indonesia yang menandai dimulainya sistem perbankan ganda di Indonesia. Selanjutnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undnag No. 7 Tahun 1992, lebih memberikan landasan kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Kemudian dikeluarkan lagi Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberikan kewenangan kepada bank-bank di Indonesia untuk dapat menjalankan tugas berdasarkan kepada prinsip syariah. Sebut saja beberapa bank umum yang akhirnya membuka lembaga bank syariah, seperti : Bank Sumut Syariah, Bank Mandiri Syariah. Dengan didirikannya bank-bank syariah ini akan semakin memperkuat pengakuan terhadap industri perbankan syariah dan menimbulkan kegairahan bagi perekonomian nasional yang tahan terhadap segala krisis global.

(7)

C. Tinjauan Yuridis terhadap Perbankan Syariah

Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan di Indonesia sebenarnya telah diakui dan dikenal. Bahkan dapat dikatakan Undang-Undang Perbankan ini merupakan pintu gerbang dimulainya perbankan syariah di Indonesia. Namun, Undang-Undang ini belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan bank syariah karena belum secara tegas mengatur mengenai keberadaan bank berdasarkan prinsip syariah melainkan bagi hasil.

Undang No. 7 Tahun 1992 akhirnya diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang akhirnya memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberikan kesempatan yang lebih luas untuk pengembangan karingan perbankan syariah antara lain melalui izin pembukaan kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional. Selain itu Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia juga menugaskan Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat peraturan dan fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah.

Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah menjadi dasar hukum yang cukup bagi terselenggarannya perbankan syariah di Indonesia. Namun demikian, masih ada beberapa hal yang perlu disempurnakan antara lain perlunya penyusunan dan penyempurnaan ketentuan serta

(8)

undang-undang yang telah ada sesungguhnya dasar hukum bagi penerapan dual banking system.

Pemerintah dalam mengembangkan perbankan syariah memberikan kewenangan kepada bank syariah untuk memberikan pembiayaan kepada pengusaha kecil dan menengah. Dalam hal ini, Pasal 1338 KUH Perdata yang menganut asas kebebasan berkontrak menjadi dasar hukum bagi terjadinya kontrak peminjaman pengembangan usaha.29 Kebebasan untuk memilih termasuk kebebasan berkontrak bagi setiap individu selain sifatnya kodrati sekaligus juga merupakan hak asasi. Dalam hubungannya dengan negara, kebebasan untuk memilih juga mendapat jaminan dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194530

D. Syarat-Syarat Pendirian Bank Syariah

, yaitu : ”Negara menjamin kebebasan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Dengan demikian, jaminan UUD 1945 harus dipandang sebagai adanya kebebasan bagi kaum Muslimin untuk melakukan aktivitas keperdataan sesuai dengan konsep syariah Islam bagi keyakinan yang dianutnya.

Setiap bank yang akan melakukan kegiatan usaha bank syariah atau unit usaha syariah wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Syariah

29 Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 30

(9)

atau Unit Usaha Syariah (USS) dari Bank Indonesia. Untuk memperoleh izin usaha bank syariah harus memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang : 1. Susunan organisasi dan kepengurusan.

2. Permodalan. 3. Kepemilikan.

4. Keahlian di bidang Perbankan Syariah. 5. Kelayakan usaha.

Bank syariah yang telah memperoleh izin usaha wajib mencantumkan dengan jelas kata syariah pada penulisan nama banknya.31

1. Warganegara Indonesia dan / atau badan hukum Indonesia.

Bank Umum Syariah hanya dapat didirikan dan / atau dimiliki oleh :

2. Warganegara Indonesia dan / atau badan hukum Indonesia dengan warganegara asing dan / atau badan hukum asing secara kemitraan.

3. Pemerintah daerah.

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat didirikan dan / atau dimiliki oleh :

1. Warganegara Indonesia dan / atau badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warganegara Indonesia.

2. Pemerintah daerah.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, modal untuk pendirian bank syariah sekurang-kurangnya sebesar

31

(10)

Rp 1.000.000.000.000,00 (satu trilyun rupiah).32 Sedangkan modal disetor untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) menurut Peraturan Bank Indonesia No. 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah33

1. Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) untuk BPRS uang didirikan di wilayah daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten / Kota Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi.

ditetapkan sekurang-kurangnya :

2. Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wialayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas.

3. Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah pada huruf a dan b di atas.

Menurut Pasal 6 PBI No. 11/3/PBI/2009, bank hanya dapat didirikan oleh warganegara Indonesia dan / atau badan hukum Indonesia, atau warganegara Indonesia dan / atau badan hukum Indonesia dengan warganegara asing dan / atau badan hukum asing secara kemitraan atau pemerintah daerah. Kepemilikan yang berasal dari warganegara asing dan / atau badan hukum asing tersebut setinggi-tingginya sebesar 99 % (sembilan puluh sembilan persen) dari modal yang disetor bank. BPRS hanya dapat didirikan dan / atau dimiliki oleh warganegara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya WNI, pemerintah daerah atau dua pihak atau lebih dari pihak-pihak di atas.

32 Peraturan Bank Indonesia No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah. 33

(11)

Kepemilikan bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang bersangkutan. Ketentuan modal sendiri bersih wajib dipenuhi pada saat badan hukum yang bersangkutan melakukan penyetoran modal untuk pendirian bank atau pada saat badan hukum yang bersangkutan melakukan penambahan modal disetor bank. Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank dilarang :

1. Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apa pun dari bank atau pihak lain, dan atau

2. Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah termasuk dari, dan, untuk tujuan pencucian uang (money laundering).

Selain itu yang dapat menjadi pemilik bank adalah pihak-pihak yang :

1. Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang saham dan / atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

2. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik yaitu : memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat.

Menurut Pasal 2 PBI No. 11/3/PBI/2009, bentuk badan hukum suatu bank adalah perseroan terbatas. Pasal 4 menjelaskan bahwa bank hanya dapat didirikan dengan izin Bank Indonesia dalam dua tahap, yaitu :

1. Persetujuan prinsip yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank.

(12)

2. Izin usaha yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha bank setelah persiapan pendirian bank selesai dilakukan.

Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip tersebut pada Bank Umum Syariah34

1. Akta pendirian atau rancangan akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT), termasuk anggaran dasar atau rancangan anggaran dasar.

harus disertai dengan dokumen sebagai berikut :

2. Daftar pemegang saham.

3. Daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS. 4. Rencana susunan dan struktur organisasi serta nama-nama calon pejabat

sampai dengan tingkat Pejabat Eksekutif.

5. Studi kelayakan mengenai peluang besar dan potensi ekonomi. 6. Rencana bisnis (business plan).

7. Rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka panjang dalam rangka mencapai tujuan bank.

8. Pedoman manajemen resiko termasuk pedoman risk control system, rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi informasi yang digunakan dan pedoman mengenai pelaksanaan atta kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

9. Sistem dan prosedur kerja yanglengkap dan komperehensif yang digunakan dalam kegiatan operasional bank.

34

Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/9/DPbS Perihal Bank Umum Syariah Tanggal 7 April 2009.

(13)

10. Bukti setoran modal paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari modal yang disetor.

11. Surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank :

a. Tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan / atau pihak lain.

b. Tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering). Menurut Pasal 8 PBI No. 11/3/PBI/200935

1. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.

, persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan prinsip diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberi persetujuan atau penolakan, Bank Indonesia melakukan :

2. Analisis yang mencakup antara lain tingkat persaingan yang sehat antar bank dan Unit Usaha Syariah (UUS), tingkat kejenuhan jumlah bank dan unit usaha syariah serta pemerataan pembangunan ekonomi nasional

3. Uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon pemegang saham pengendali, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota direksi serta wawancara terhadap calon anggota Dewan Pengawas Syariah.

Selain itu pihak-pihak yang mengajukan permohonan pendirian bank wajib melakukan presentasi kepada Bank Indonesia mengenai keseluruhan rencana pendirian bank.

35

(14)

Persetujuan prinsip ini berlaku untuk jangka waktu satu tahun terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip diterbitkan. Pihak yang telah mendapatkan persetujuan prinsip dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan sebelum mendapatkan izin usaha. Apabila setelah jangka waktu yang ditentukan pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip belum mengajukan permohonan izin usaha kepada Gubernur Bank Indonesia, maka persetujuan prinsip yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku.36

1. Akta pendirian badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memuat anggaran dasar yang disahkan oleh instansi yang berwenang.

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/9/DPbS perihal Bank Umum Syariah, permohonan untuk mendapatkan izin usaha diajukan oleh pihak yang telah mendapat persetujuan prinsip kepada Gubernur Bank Indonesia dan wajib disertai dengan :

2. Daftar pemegang saham dalam hal terjadi perubahan pemegang saham.

3. Daftar calon anggota Dewan komisaris, anggota direksi dan anggota DPS dalam hal terjadi perubahan calon anggota Dewan Komisaris, Direksi dan / atau DPS.

4. Fotocopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warganegara asing yang menjadi calon anggota direksi.

36

(15)

5. Fotocopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi berwenang bagi warganegara asing yang menjadi calon anggota dewan komisaris dan bermaksud menetap di Indonesia.

6. Fotocopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warganegara asing yang menjadi calon anggota direksi dan / atau calon anggota Dewan Komisaris.

7. Rencana susunan dan struktur organisasi, studi kelayakan, rencana bisnis, rencana korporasi, pedoman-pedoman serta sistem dan prosedur kerja dalam hal terjadi perubahan.

8. Bukti pemenuhan modal disetor minimum.

9. Surat pernyataan dari pemegang saham bahwa pemenuhan modal disetor tidak berasal dari sumber dana yang dilarang.

10. Bukti kesiapan operasional.

Persetujuan atau penolakan atas permohonan izin usaha diberikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan, Bank Indonesia melakukan :

1. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen

2. Uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) dan wawancara terhadap pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris, calon anggota

(16)

direksi dan calon anggota Dewan Pengawas Syariah dalam hal terdapat penggantian atas calon yang diajukan sebelumnya.37

Bank yang telah mencapat izin usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib melakukan kegiatan usaha perbankan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal izin usaha diterbitkan. Pelaksanaan kegiatan usaha wajib dilaporkan oleh Presiden Direktur atau Direktur Utama Bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal kegiatan pelaksanaan kegiatan usaha.38

Apabila setelah jangka waktu yang telah ditentukan bank belum melakukan kegiatan usaha, maka Gubernur Bank Indonesia dapat membatalkan izin usaha yang telah diterbitkan. Bank yang telah mendapat izin usaha dari Gubernur Bank Indonesia wajib mencantumkan secara jelas kata “Syariah” sesudah kata “Bank” atau setelah nama bank pada penulisan namanya.39

Bagi bank konvensional yang ingin mengubah kegiatan usahanya menjadi bank berdasarkan prinsip syariah harus memenuhi ketentuan yang terdapat pada Peraturan Bank Indonesia No. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional menjadi Syariah. Perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah harus dengan izin dari Bank Indonesia dalam bentuk izin perubahan kegiatan usaha.

40

37

Pasal 11 PBI No. 11/3/PBI/2009, Ibid.

38

Pasal 12 PBI No. 11/3/PBI/2009, Ibid.

39 Pasal 13 PBI No. 11/3/PBI/2009, Ibid.

40 Pasal 4 Ayat (1) PBI No. 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank

Konvensional menjadi Bank Syariah.

(17)

dilakukan Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah dan Bank Prekreditan Rakyat menjadi Bank Perkreditan Rakyat Syariah.41

1. Menyesuaikan anggaran dasar.

Bank konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah harus :

2. Memenuhi persyaratan permodalan.

3. Menyesuaikan persyaratan direksi dan dewan komisaris. 4. Membentuk DPS.

5. Menyajikan laporan keuangan awal sebagai sebuah bank syariah.

Bank Umum Konvensional yang akan melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Umum Syariah harus :

1. Memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) paling kurang sebesar 8 % (delapan persen) yang didasarkan pada hasil penilaian Bank Indonesia.

2. Memiliki modal inti paling kurang sebesar Rp 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).

Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh bank konvensional disertai dengan :

1. Visi dan misi perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah. 2. Rancangan perubahan anggaran dasar.

3. Nama dan data identitas dari calon pemegang saham pengendali, calon anggota dewan komisaris, calon anggota direksi dan calon anggota DPS.

41

(18)

4. Rencana bisnis bank syariah.

5. Studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi 6. Rencana penyelesaian hak dan kewajiban nasabah.

Bank konvensional tersebut juga harus memberikan penjelasan mengenai keseluruhan rencana perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah melalui presentasi di Bank Indonesia antara lain :

1. Misi dan visi perubahan kegiatan usaha.

2. Hasil studi kelayakan mengenai peluang pasar penghimpunan dan penyaluran. 3. Rencana bisnis jangka pendek dan menengah bagi Bank Umum Syariah dna

rencana kerja tahunan bagi Bank Perkreditan Rakyat Syariah. 4. Sistem teknologi informasi.

5. Jumlah dan lokasi kantor bank syariah. 6. Struktur organisasi dan personalia.

Bank konvensional yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah wajib mencantumkan kata “syariah” pada penulisan nama dan logo iB pada formulir, warkat, produk, kantor dan jaringan kantor bank syariah. Bank yang telah mendapat izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal izin perubahan kegiatan usaha diberikan.

Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari setelah tanggal izin perubahan kegiatan usaha diberikan, bank belum melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka izin perubahan kegiatan usaha yang telah

(19)

diberikan akan ditinjau kembali. Dalam hal ini jangka waktu 60 (enam puluh) hari yang telah diberikan sebelumnya akan diperpanjang apabila keterlambatan tersebut disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat dihindari (force majeur) atau pertimbangan lain yang dapat diterima. Perpanjangan jangka waktu tersebut paling lama 60 (enam puluh) hari. Apabila bank syariah hasil perubahan kegiatan usaha tidak dapat memberikan alasan yang relevan, maka Bank Indonesia memberikan izin perubahan kegiatan usaha yang telah dikeluarkan.42

E. Jenis-Jenis Usaha pada Perbankan Syariah

Bank yang semula memiliki izin usaha sebagai bank yang melakuka n kegiatan usaha secara konvensional dan telah memperoleh izin perubahan kegiatan usaha menjadi bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dilarang untuk mengubah kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah menjadi kegiatan usaha secara konvensional.

Bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah, secara rinci kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Umum Syariah, antara lain :

1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

(20)

2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad Mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad Mudharabah, Akad Musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Salam, Akad

Istishna atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad Qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan Akad Ijarah dan / atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad Hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

8. Melakukan usaha kartu debit dan / atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

9. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain: Akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah, Murabahah, Kafalah atau Hawalah.

10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan / atau Bank Indonesia.

(21)

11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.

12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan prinsip syariah.

13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.

14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah.

15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan Akad Wakalah.

16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah.

17. Melakukan kegiatan usaha yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.43

Selain itu, Bank Umum Syariah dapat pula melakukan beberapa jenis kegiatan usaha

44

1. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah. sebagai berikut :

2. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

43 Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008, Ibid. 44

(22)

3. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.

4. Bertindak sebagai pendiri atau pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah.

5. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

6. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik.

7. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal.

8. Menerbitkan, menawarkan dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal.

9. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.

F. Perbedaan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional

Perbedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan bank syariah yaitu:

(23)

1. Bank konvensional memberikan bunga sedangkan bank syariah tidak memberikan bunga (riba).

2. Bank konvensional memberikan balasan bunga sebagai prestasi atas tabungan nasabah sedangkan bank syariah mengganggap tabungan nasabah sebagai titipan dan akan mendapatkan hasil pembagian usaha.

3. Bank konvensional menyalurkan dananya pada setiap bidang yang dianggap menghasilkan sedangkan bank syariah menyalurkan dananya pada usaha yang halal dan menguntungkan.

4. Bank konvensional memperhatikan aspek pendapatan sedangkan bank syariah lebih kepada aspek sosial.

5. Bank konvensional dalam menjalankan tugasnya tidak memiliki dewan pengawas dan bank konvensional memiliki dewan pengawas.

6. Dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah, bank konvensional sering mengalami kredit macet karena hukum yang digunakan adalah hukum positif. Bank syariah jarang mengalami kredit macet dari nasabah dikarenakan adanya konsekuensi duniawi dan ukhrawi yang harus dipertanggungjawabkan hingga yaumil qiyamah.

7. Penyelesaian sengketa bank konvensional lebih banyak diselesaikan di meja pengadilan sedangkan bank syariah lebih benyak menyelesaikan sengketa sesuai dengan tata cara dan hukum materi syariah yang didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), yakni Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI).

(24)

8. Bank konvensional dalam memberikan pembiayaan modal usaha tidak mempedulikan usaha dari pihak nasabah, yang dipentingkan hanyalah kesanggupan nasabah menyediakan surat-surat sesuai prosedur dan mengusahakan agunan. Bank syariah dalam memberikan pembiayaan modal usaha sangat memperhatikan usaha dari pihak nasabah sehingga jika usaha nasabah tidak sesuai dengan kaidah-kaidah syariah, maka pengajuan pembiayaan dari nasabah akan ditolak.

G. Perkembangan Bank Syariah di Berbagai Negara

Bank syariah modern mulai berkembang sejak didirikannya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963. Kesuksesan bank syariah di era modern ini membuat umat Muslim di seluruh dunia menyadari bahwa ternyata prinsip-prinsip Islam dapat diaplikasikan dalam bidang perbankan, sehingga hal ini membuat semakin banyak didirikannya bank-bank syariah di seluruh dunia.

Desember 1970, Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan Bank Syariah pada pertemuan Menteri Luar Negeri negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Pakistan. Pada proposal ini dijelaskan mengenai sistem keuangan berdasarkan kepada bunga yang diganti dengan sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal ini dikaji oleh delapan belas negara Islam dan akhirnya terbentuklah Islamic Development Bank (IDB) di bulan Oktober 1975 di Jeddah, Arab Saudi dengan beranggotakan 22 (dua puluh dua) negara Islam. Sekarang ini IDB telah mempunyai 43 negara

(25)

anggota. Menurut IDB lembaga keuangan syariah dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :

1. Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank).

2. Lembaga investasi dalam bentuk international holding companies.

Kini perkembangan bank syariah telah berkembang sampai ke negara-negara barat dikarenakan sistem bank syariah yang sangat unik dan teruji ketahanannya dalam era krisis global. The Islamic Bank International of Denmark tercatat sebagai bank syariah pertama yang dibuka di eropa. Dan sekarang ini, bank-bank besar seperti : ANZ Bank, Citibank maupun Jurdine Bank telah membuka unit usaha syariah yang dikenal dengan Islamic Window.45

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa adalah model pembelajaran Cooperative Integrated Reading And

Berdasarkan data statistikutang luar negeri indonesia berikut di sajikan tentang pembayaran utang Pemerintah, bank sentral serta utang swasta sampai juni 2017,

Ilustrasi atau gambar dalam media interaktif mudah dipahami dan memperjelas materi konsep dasar grading dan grade pola badan depan dengan media interaktif Saya merasa

Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih seorang hamba Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan sebagai tanda terima kasih seorang

DENPASAR TIMUR,

Fitur – fitur yang ada pada komik meliputi gambar yang menarik untuk menolong pelajar remaja untuk mengembangkan ide dan imajinasi dalam bahasa Inggris, material bacaan dalam

[r]

a) Perlakuan berbagai taraf konsentrasi Insektisida Bahan Aktif Permetrin 300 g/l pada tanaman kubis memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap populasi hama