• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. menjinakkan emosi dan mengarahkannya kepada hal-hal yang lebih positif. menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. menjinakkan emosi dan mengarahkannya kepada hal-hal yang lebih positif. menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk menjinakkan emosi dan mengarahkannya kepada hal-hal yang lebih positif. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan didorong oleh emosi, dalam arti bagaimana yang bersangkutan dapat menjadi begitu rasional di suatu saat dan menjadi begitu tidak rasional pada saat yang lain. Dengan demikian, emosi mempunyai nalar dan logikanya sendiri. Tidak setiap orang dapat memberikan respon yang sama terhadap kecenderungan emosinya. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia- manusia utama dilihat dari berbagai segi.1

Dalam Islam, kecerdasan emosional merupakan bagian dari khazanah lama yang terpendam. Hadirnya buku karangan Muhammad Utsman Najati yang mengupas tentang emosi dan spiritualitas membuktikan bahwa masalah EQ dan SQ menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Sulit dipungkiri bahwa walaupun keduanya menjadi bagian wacana Islam, tetapi masih jarang yang mengemasnya secara ilmiah, sebagaimana di kembangkan oleh Barat. Buku Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi karangan M. Utsman

1

M. Darwis Hude, Emosi, Penjelajahan Religio-Psik ologis tentang Emosi Manusia di dalam Alquran (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. viii-ix.

(2)

Najati berusaha mengupas secara lebih sistematis dengan merujuk pada sunah Nabi.2

Menurut Utsman Najati, kecerdasan emosional merupakan kemampuan individu dalam mengelola emosi dengan menyeimbangkan aspek jasmani dan rohani. Banyak para ahli psikologi berpandangan bahwa kecerdasan emosional hanya berkaitan dengan kemampuan beradaptasi manusia. Tidak satupun memberikan perhatian pada aspek ruh manusia. Sikap sebagian besar psikolog yang mengabaikan aspek ruh manusia dalam kajian mereka tentang kepribadian dan kesehatan jiwa, disebabkan oleh pengertian pikiran, yang hanya amenjadikan rasionalitas dan pengalaman empiris sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Dengan kata lain kebutuhan mental tak lebih dari sebatas kebutuhan biologis manusia. Padahal manusia, seperti diakui mereka adalah makhluk jasmani dan ruhani sekaligus. Kedua kebutuhan ini harus dipenuhi secara seimbang.3

Kecerdasan emosional juga merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dengan pendidikan Islam. Dalam proses pendidikan, pelaku pendidikan tidak lepas dari interaksi sosial, baik antara pendidik dengan pendidik lain, pendidik dengan peserta didiknya, dan peserta didik dengan peserta didik lainnya. Dalam melakukan proses interaksi dengan lingkungannya dapat dipastikan pernah mengalami saat-saat di mana ia merasa sangat marah, jengkel, muak terhadap perlakuan orang yang dinilainya tidak

2

M. Utsman Najati, Belajar EQ dan SQ dari Sunnah Nabi, terjemahan Irfan Salim, Cetakan ke-III (Jakarta: Hikmah, 2002), hlm.vii-viii.

3

(3)

adil, tidak pantas, atau tidak pada tempatnya. Pada saat yang lain, ia merasa bahagia, tenteram, atau puas berkat adanya faktor-faktor tertentu yang membuatnya demikian. Tidak jarang peristiwa-peristiwa yang dialami manusia menjadikannya menangis tersedu-sedu, muka pucat pasi atau merah padam, nada bicaranya terputus-putus, bergetar seluruh tubuhnya, melompat kegirangan, berteriak, membanting pintu,atau ekspresi lain yang dapat dikenali. Bahkan, sering dilaporkan ada orang yang mudah pingsan ketika merespon sesuatu, misalnya mendengar warta kematian salah seorang anggota keluarga yang amat dicintai, atau pertemuan dua anggota keluarga yang telah lama sekali berpisah tanpa kabar. Hal ini tidak lain dipicu oleh kadar emosi yang teramat mendalam dan meluap-luap.4

Berbicara mengenai pelaku pendidikan (pendidik dan peserta didik), kita sering mendengar dan melihat sendiri banyak diantara orang yang telah mengalami banyak proses belajar dan bertambah ilmunya, masih saja “senang dipuji” orang lain. Senang dipuji yang dimaksud di sini adalah orang yang ketika dipuji merasa bangga dan merasa dirinya sudah serba ketercukupan, merasa dirinya sudah segalanya dan tidak memerlukan terhadap yang lainnya. Kemudian ketika dihadapkan dengan orang lain yang tidak sependapat dengan dirinya, sering menampakkan amarahnya, merasa bahwa dirinya lebih baik dari pada orang lain. Hal semacam itu merupakan bukti dari rendahnya kecerdasan emosional yang dimiliki orang tersebut. Hal ini tentunya jika dibiarkan berlarut-larut dan jika semakin meluap-luap tentunya akan menjadi

4

(4)

pemicu dari tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan perilaku orang yang berpendidikan, apalagi pendidikan yang ditempuhnya adalah pendidikan Islam yang seharusnya senantiasa menunjukkan perilaku terpuji yang disebut dengan akhlak. Contohnya saja orang yang senang dipuji orang lain akan merasa hebat dan akhirnya merasa sombong, hal tersebut sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Kemudian ketika orang itu jadi pemarah dan ketika amarahnya meluap-luap, orang tersebut akan menampakkan perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya seperti mencaci maki orang lain dan sebagainya. Hal tersebut juga tentunya sangat bertentangan dengan tujuan pendidikan Islam.

Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas mengenai pemikiran M. Utsman Najati tentang Kecerdasan Emosional dan bagaimana relevansi teori tersebut dengan berbagai aspek dalam Pendidikan Islam. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis sebuah skripsi dengan judul: “Konsep Kecerdasan Emosional Menurut M. Utsman Najati dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep kecerdasan emosional menurut M. Utsman Najati? 2. Bagaimana kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam?

3. Bagaimana relevansi antara konsep kecerdasan emosional menurut M. Utsman Najati dengan pendidikan Islam?

(5)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk memahami konsep kecerdasan emosional menurut M. Utsman Najati dan konsep kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam.

2. Untuk mengetahui relevansi antara konsep kecerdasan emosional menurut M. Utsman Najati dengan pendidikan Islam.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil dari penelitian ini sekiranya dapat memberikan sumbangan untuk menambah wawasan keilmuan dan dapat memberikan manfaat pada kajian serta pengembangan ilmu pendidikan yaitu sebagai acuan penelitian yang lebih luas.

2. Kegunaan Praktis a. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan bagi penulis tentang bagaimana pengendalian emosi dalam diri sehingga terhindar dari pengaruh buruk dari masalah-masalah yang ada dalam dunia pendidikan yang memancing emosi menjadi liar.

b. Bagi Pendidik

Memberi gambaran kepada pendidik akan pentingnya kecerdasan emosi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik,

(6)

tidak terpancing pada emosi yang meluap-luap sehingga terhindar dari gagalnya suatu proses pendidikan.

c. Bagi Peserta Didik

Peserta didik dapat mengambil pelajaran dalam pengendalian emosi untuk bisa tetap tenang ketika dihadapkan dengan tugas-tugas yang diberikan oleh para gurunya yang sering kali membuatnya menjadi tertekan. Dengan pengendalian emosi berupa takut, cemas, dan yang lainnya diharapkan dapat mengurangi tekanan-tekanan tersebut.

d. Bagi Pembaca pada Umumnya

Menambah wawasan mengenai konsep kecerdasan emosi menurut M. Utsman Najati sehingga menjadi landasan dalam mengendalian emosi diri khususnya sebagai insan yang berpendidikan Islam karena kecerdasan emosional menurut Utsman erat kaitannya dengan dimensi spiritual.

E. Tinjauan Pustaka

1. Analisis Teoritis

Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi, dan pengaruh yang manusiawi.5

5

Robert K. Cooper dan Anyman Sawaf, Executive EQ Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi, terjemahan Alex Tri Kantjono Wdodo, Cetakan ke-2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. xv.

(7)

Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul “Emotional Intellegence” menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.6

Kemudian dalam buku yang berjudul “Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi”, karya Robert K. Cooper dan A. Sawaf, dijelaskan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan mengindera, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan ketajaman emosi sebagai sumber energi informasi dan pengaruh apabila dipercaya dan dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain di sekitar kita.7

Menurut Ary Ginanjar dalam bukunya “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam” menggagas konsep pemikiran baru yaitu ESQ model yang merupakan perangkat kerja dan hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai rukun imandan rukun Islam, yang pada akhirnya akan menghasilkan manusia unggul aktor emosi dan spiritual,

6

Daniel Goleman, Emotional Intelligence, Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ, terjemahan T. Hermya, Cetakan ke-9 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 512.

7

(8)

yang mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhaniyah dan jasadiyah dalam kehidupan.8

Secara terminologi, pengertian pendidikan Islam cukup beraneka ragam dan bermacam-macam yang telah dinyatakan oleh para pakar pendidikan Islam. Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan konsep yaitu: “sekiranya kita ditanya, apakah pendidikan itu?, maka dapat dikemukakan sebuah jawaban sederhana: pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia”.9

Sedangkan dalam pandangan Muhammad Athiyah al-Abrasyi, pendidikan Islam adalah sebuah proses untuk mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencitai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik lisan maupun tulisan. Sedangkan menurut Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.10

2. Penelitian yang relevan

Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang peneliti lakukan ialah skripsi yang ditulis oleh Mardliyah, Mahasiswa Stain Pekalongan jurusan Tarbiyah tahun 2012 yang berjudul “Relevansi

8

Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Suk ses Membangun Kecerdasan Emosi Dan Spiritual ESQ Berdasark an 6 Ruk un Iman Dan 5 Ruk un Islam, (Jakarta: Arya Wijaya Persada, 2002), hlm. 7.

9

Ibid., hlm. 21. 10

(9)

Kecerdasan Emosional Anak Melalui Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Konsep Al-Ghozali” mengungkapkan bahwa pengembangan kecerdasan emosional anak dilakukan dengan mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anak dalam mengelola situasi hati atau perasaan dengan baik sebagai bagian dari aspek psikologi atau kejiwaan dalam dirinya. Al-Ghazali menempatkan akan keutamaan ilmu yang diberikan Allah Swt. Bagi orang-orang yang memilikinya untuk dikembangkan dlaam proses belajar mengajar sebagai bentuk pendidikan dalam mencapai tujuan mulia berupa pembentukan kepribadian manusia secara utuh yang memiliki kompetensi kecerdasan, baik kecerdasan ilmu pengetahuan (kognitif), kecerdasan sikap atau emosional (afektif) dan kecerdasan keterampilan hidup (psikomotorik).

Kemudian, skripsi karya Ibnu Fatkhi, Mahasiswa STAIN Pekalongan jurusan Tarbiyah tahun 2010 yang berjudul,Urgensi Metode Suri Tauladan dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak”, penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional anak dianggap sebagai hubungan sebab akibat yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Metode suri tauladan mengoptimalkan peranan guru atau pendidik sebagai figur yang harus diteladani sehingga segala yang disampaikan dapat dijadikan motivasi berprilaku dan bersikap bagi anak-anak didiknya. Sehingga anak didik dapat memanajemen emosi dalam dirinya untuk dapat diarahkan pada pengendalian emosi untuk dapat beradaptasi dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki.

(10)

Selain itu, penelitian yang relevan adalah skripsi karya Siti Maskanah, Mahasiswa STAIN Pekalongan jurusan Tarbiyah tahun 2015 yang berjudul “Upaya Guru Dalam Pembentukan Kecerdasan Emosional Siswa di SMA N I kajen”, penelitian ini berusaha mengungkap bagaimana upaya guru pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen dan apa saja faktor-faktor penghambat upaya guru dalam pembentukan kecerdasan emosional siswa di SMA N 1 Kajen.

Dalam penelitian diatas terlihat persamaan dan perbedaan dengan tema yang diangkat penulis. Persamaannya terletak pada pada pembahasan konsep kecerdasan emosional dalam dunia pendidikan. Akan tetapi pada penelitian relevan yang pertama, Kecerdasan Emosional dibahas secara umum kemudian dicari relevansinya dengan pemikiran tokoh bernama Al-Ghazali, sedangkan penelitian relevan yang kedua, peneliti berusaha mencari hubungan kecerdasan emosional dengan metode suri tauladan, penelitian yang ketiga, peneliti berusaha mencari bagaimana hasil dari implementasi konsep kecerdasan emosional di salah satu sekolah di Kajen, namun dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitiannya pada konsep kecerdasan emosional menurut pemikiran tokoh psikologi bernama Muhammad Utsman Najati, kemudian mencari relevansi antara konsep kecerdasan tersebut dengan berbagai aspek yang ada dalam Pendidikan Islam.

(11)

3. Kerangka Berpikir

Kecerdasan emosional tidak lepas dari bagaimana kemampuan seseorang dalam mengendalikan diri. Dapat memilih mana dorongan jiwa dalam dirinya yang mengajak pada keinginan-keinginan berbuat baik yang diterima oleh lingkungannya dan keinginan-keinginan yang bertentangan dengan nurani dan lingkungannya.

Usman Najati dalam bukunya yang berjudul ”Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi”, berusaha menjembatani antara rasio, emosi dan spiritualitas melalui penjelasan sunah Nabi. Salah satu hadits yang dikupas di awal buku tersebut ialah hadits yang menjelaskan bahwa ketika ada segerombolan orang ingin berbuat buruk kepada kita, mereka tidak bisa memberi mudharat apapun kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis Allah. Hadits ini menunjukkan bahwa sebuah interaksi sosial (horizontal) harus dibangun dengan tetap meletakkan dimensi ketuhanan (vertikal).11

Di sisi lain, pendidikan Islam memiliki tujuan menggiring peserta didik agar dapat senantiasa berperilaku baik atau ber-akhlakul karimah. Sedangkan akhlak sendiri merupakan tingkah laku yang dianggap baik dan sudah mengakar, dan tingkah laku tersebut tidak lepas dari adanya kecerdasan emosi yang baik.

Pendidikan sebagai ilmu, mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Karena di dalamnya banyak segi-segi atau pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Adapun segi-segi dan

11

(12)

pihak-pihak yang terlibat dalam pendidikan Islam sekaligus menjadi ruang lingkup pendidikan Islam adalah: Perbuatan mendidik itu sendiri, dasar dan tujuan pendidikan Islam, peserta didik, pendidik, materi dan kurikulum pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, evaluasi pendidikan Islam, alat-alat pendidikan Islam, lingkungan pendidikan Islam.12

Dari uraian di atas kita dapat ketahui bahwa konsep kecerdasan emosional khususnya dalam pemikiran Muhammad Utsman Najati memiliki relevansi dengan pendidikan Islam.

12

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidik an Islam I (Bandung: Pustaka Setia, 1998), hlm. 13-16.

Pendidikan Islam

Konsep Kecerdasan emosional Muhammad Utsman Najati

Relevansi konsep kecerdasan emosional M. Utsman Najati dengan pendidikan M. Utsman Najati

Aspek Kecerdasan emosional dalam pendidikan Islam Kecerdasan Emosional

(13)

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh.13

2. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian dari penulisan skripsi ini adalah penelitian pustaka atau library research, dimana sumber datanya adalah buku-buku pustaka dan literatur-literatur lain yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang diteliti serta dapat dijadikan sumber data dalam penulisan untuk ditelaah pada analisis yang lebih mendalam. 14

3. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan metode untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, yaitu berupa sumber-sumber data dari beberapa literatur yang erat kaitannya dengan tema yang dibahas.15

13

Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif, Cetakan ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 13.

14

Moh. Natsir, Metodologi Penelitian, Cet. III (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 213 15

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendek atan Prak tek, (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1998), hlm. 236

(14)

4. Sumber Data a. Sumber Primer

Sumber data primer pemikiran M. Utsman Najati adalah buku karya M. Utsman Najati yang berjudul Al-Hadīs an-Nabawiy wa ‘Ilm an-Nafs, (Beirut: Dar Asy-Syruruq, 2005)

Sedangkan dalam bidang pendidikan Islam, peneliti mengambil sumber dari buku karya Muhammad Muntahibun Nafis yang berjudul “Ilmu Pendidikan Islam”, Cetakan I (Yogyakarta: Teras, 2011)

b. Sumber Sekunder yaitu berbagai literatur penunjang yang relevan dengan objek penelitian, di antaranya buku karya M. Utsman Najati yang membahas tentang Kecerdasan emosional dengan berbagai versi terjemahan, yaitu:

1) Buku karya M. Utsman Najati terjemahan Irfan Salim yang berjudul “Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi”, Cet. III (Jakarta: Hikmah, 2002),

2) Buku karya M. Utsman Najati yang berjudul “Psikologi dalam Perspektif Hadits”, terjemahan Zaenuddin Abu Bakar (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru)

3) Buku karya M. Utsman Najati yang berjudul “Psikologi dalam Al-Quran”, terjemahan M. Zaka Alfarisi (Bandung: Pustaka Setia, 2005)

(15)

4) Buku karya M. Utsman Najati yang berjudul “Al-Quran dan Ilmu Jiwa”, terjemahan Ahmad Rofi’Usmani, cetakan ke-2 (Bandung: Pustaka, 1997),

5) buku karangan Robert K. Cooper dan Anyman Sawaf yang berjudul “Executive EQ Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi” terjemahan Alex Tri Kantjono Wdodo, Cetakan ke-2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999) dan karya literatur lainnya.

5. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) yaitu suatu teknik untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis.16 Metode ini menitik beratkan pada bagaiamana memperoleh

keterangan dari sekian banyak sumber. Keterangan-keterangan ini kemudian akan dianalisis ke dalam suatu konstruksi yang rapi dan teratur.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten tentang pembahasan judul di atas, maka perlu disusun sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bagian Awal, Meliputi: Halaman Sampul Luar, Halaman Judul, Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi, Halaman Nota Pembimbing, Halaman

16

(16)

Pengesahan, Halaman Persembahan, Halaman Moto, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, dan Daftar Tabel.

2. Bagian Inti, Meliputi:

BAB I Pendahuluan, yang berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Pembahasan.

Bab II Kajian menenai Kecerdasan Emosional dan Pendidikan Islam, berisi tentang Kecerdasan Emosional (Definisi Kecerdasan Emosional dan Komponen Kecerdasan Emosional), dan Pendidikan Islam (Pengertian Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Islam, Pendidik dalam Pendidikan Islam, Peserta Didik dalam Pendidikan Islam).

Bab III Kajian mengenai konsep Kecerdasan Emosional menurut M. Utsman Najati, berisi tentang riwayat hidup M. Utsman Najati (Riwayat Hidup M. Utsman Najati dan Karya-Karyanya), dan pemikiran M. Utsman Najati tentang Kecerdasan Emosional (berisi tentang marah dan kekacauan pikiran, mengendalikan motif seksual, mengendalikan keserakahan, mengendalikan rasa takut, cemburu, benci dan iri, mengendalikan nafsu bermusuhan, sombong dan berbangga diri, malu bukan rendah diri).

Bab IV Analisis relevansi antara konsep Kecerdasan Emosional menurut M. Utsman Najati dengan Pendidikan Islam, berisi tentang Relevansi Pengendalian Emosi Marah dengan Pendidikan Islam, Relevansi Pengendalian Keserakahan dengan Pendidikan Islam, Relevansi

(17)

Pengendalian Emosi Takut dengan Pendidikan Islam, Relevansi Pengendalian Cemburu, Benci dan Iri dengan Pendidikan Islam, Relevansi Pengendalian Sifat Sombong dan Berbangga Diri dengan Pendidikan Islam, Relevansi Pengendalian Malu dalam Pendidikan Islam.

BAB V Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

ƒ Diagenesis ketiga terjadi dalam lingkungan fresh water phreatic, yang ditandai oleh pelarutan butiran, matriks dan semen yang membentuk porositas vuggy dan moldic; pelarutan

sistem/teknologi informasi. Adanya teknologi akan memunculkan dan menambah inovasi dalam organisasi. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan keunggulan kompetitif, tetapi

Proses diawali dengan seleksi administratif, penentuan bobot kriteria menggunakan metode FAHP, evaluasi proposal dan penentuan nilai sintesa proposal menggunakan

Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran yang diawali dengan senam otak dengan kemampuan awal terhadap prestasi belajar matematika pada pokok bahasan

Berdasarkan data di atas, sebagai seorang dokter di Puskesmas tersebut, langkah-langkah apa saja yang akan saudara lakukan untuk memecahkan maslah kesehatan didaerah saudara

Terinspirasi dari sushi rolls, produk utama yang dibangun mengambil konsep tersebut dengan bahan yang berbeda dan serba lokal yang dinamakan nasi gulung.. Selain

Mata Pelajaran IPA MI Nadlotul Ulama’ Salam Wonodadi Blitar Tahun Ajaran.. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Hal ini dibuktikan bahwa pada

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan kejuruan yang mempunyai tujuan untuk mempersiapkan siswa menjadi tenaga kerja yang berkompetensi dan mandiri