• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Penatalaksanaan Pemasangan Kateter Urin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Penatalaksanaan Pemasangan Kateter Urin"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSAAN PEMASANGAN KATETER URIN PENATALAKSAAN PEMASANGAN KATETER URIN

I.

I. PENDAHULUANPENDAHULUAN

Pemasangan kateter urin merupakan tindakan memasukkan selang plastik atau karet ke Pemasangan kateter urin merupakan tindakan memasukkan selang plastik atau karet ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang  berkelanjutan

 berkelanjutan pada pada pasien pasien yang yang tidak tidak mampu mampu mengontrol mengontrol perkemihan perkemihan atau atau pasien pasien yangyang mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji pengeluaran urin per jam pada mengalami obstruksi. Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji pengeluaran urin per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak stabil.

klien yang status hemodinamiknya tidak stabil. Kateterisasi uretr

Kateterisasi uretra dapat dilakukan untuk tujuan a dapat dilakukan untuk tujuan diagnostik atau terapeutik. diagnostik atau terapeutik. Terapi kateterTerapi kateter dapat digunakan untuk dekompresi kandung kemih pada pasien dengan retensi urin akut atau dapat digunakan untuk dekompresi kandung kemih pada pasien dengan retensi urin akut atau kronis sebagai akibat dari kondisi seperti obstruksi infravesicular saluran kemih atau neurogenik kronis sebagai akibat dari kondisi seperti obstruksi infravesicular saluran kemih atau neurogenik  bladder.

 bladder. Untuk Untuk diagnostik, diagnostik, kateterisasi kateterisasi uretra uretra dapat dapat dilakukan dilakukan untuk untuk mendapatkan mendapatkan sampel sampel urinurin untuk pengujian mikrobiologis, untuk mengukur output urin pada pasien sakit kritis atau selama untuk pengujian mikrobiologis, untuk mengukur output urin pada pasien sakit kritis atau selama  prosedur bedah, atau untuk mengukur volume urin sisa setelah berkemih.

 prosedur bedah, atau untuk mengukur volume urin sisa setelah berkemih.

Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah  pembedahan

 pembedahan pelvis. pelvis. Menurut Menurut Stanton, Stanton, retensio retensio urin urin adalah adalah ketidak-mampuan ketidak-mampuan berkemih berkemih selamaselama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50 % kapasitas kandung kemih. Jadi dengan beberapa indikasi, kateter dapat ini lebih dari 25-50 % kapasitas kandung kemih. Jadi dengan beberapa indikasi, kateter dapat digunakan sebagai tindakan untuk diagnosis dan terapi sesuai dengan kondisi pasien.

digunakan sebagai tindakan untuk diagnosis dan terapi sesuai dengan kondisi pasien.

II.

II. ANATOMIANATOMI

A.

A. Vesica UrinariaVesica Urinaria

Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot  polos,

 polos, berfungsi berfungsi sebagai sebagai tempat tempat penyimpanan penyimpanan urine. urine. Apabila Apabila terisi terisi sampai sampai 200200 –  –   300 cm  300 cm maka timbul keinginan untuk melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat maka timbul keinginan untuk melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat dikendalikan, kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.

dikendalikan, kecuali pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.11

Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di sekitarnya sangat Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di sekitarnya sangat  bervariasi,

 bervariasi, ditentukan ditentukan oleh oleh usia, usia, volume volume dan dan jenis jenis kelamin. kelamin. Dalam Dalam keadaan keadaan kosong kosong bentukbentuk vesica urinaria agak bulat. Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah vesica urinaria agak bulat. Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah daripada pria.

daripada pria. 1 1

Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai umbilicus. Perubahan Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai umbilicus. Perubahan  bentuk

 bentuk mengikuti mengikuti tahapan tahapan pengisian, pengisian, mula-mula mula-mula diameter diameter transversal transversal yang yang bertambah, bertambah, lalulalu dikuti peningkatan diameter longitudinal. Dalam kondisi terisi penuh, maka kedua ukuran dikuti peningkatan diameter longitudinal. Dalam kondisi terisi penuh, maka kedua ukuran tadi adalah sama.

tadi adalah sama. 1 1

Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah dinding, yaitu facies Dalam keadaan kosong vesica urinaria mempunyai empat buah dinding, yaitu facies superior, fascies

superior, fascies infero-lateralis (dua infero-lateralis (dua buah) dan facies posbuah) dan facies posterior. terior. Facies superior Facies superior berbentukberbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior. Facies superior dan facies segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah posterior. Facies superior dan facies infero-lateralis bertemu di bagian ventral membentuk apex vesicae. Antara apex vesicae dan lateralis bertemu di bagian ventral membentuk apex vesicae. Antara apex vesicae dan umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang merupakan sisa dari urachus. umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang merupakan sisa dari urachus.

(2)

Facies infero-lateral satu sama lian bertemu di bagian anterior membentuk sisi anterior yang Facies infero-lateral satu sama lian bertemu di bagian anterior membentuk sisi anterior yang  bulat,

 bulat, dan dan di di bagian bagian inferior inferior membentuk membentuk collum collum vesicae. vesicae. Collum Collum vesicae vesicae dapat dapat bergerakbergerak dengan bebas dan difiksasi oleh diphragma urogenitale.

dengan bebas dan difiksasi oleh diphragma urogenitale.11

Facies posterior membentuk fundus vesicae (= basis vesicae). Sudut inferior dari Facies posterior membentuk fundus vesicae (= basis vesicae). Sudut inferior dari fundus berada pada collum vesicae. Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian fundus berada pada collum vesicae. Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian ventral, dan fundus vesicae di bagian dorsal, disebut corpus vesicae. Facies superior dan ventral, dan fundus vesicae di bagian dorsal, disebut corpus vesicae. Facies superior dan  bagian superior dari basis vesicae ditutupi oleh peritoneum, yang membentuk reflexi (lipatan,  bagian superior dari basis vesicae ditutupi oleh peritoneum, yang membentuk reflexi (lipatan, lengkungan) dari dinding lateral dan dari dinding ventral abdomen, di dekat tepi cranialis lengkungan) dari dinding lateral dan dari dinding ventral abdomen, di dekat tepi cranialis symphysis osseum pubis. Dalam keadaan vesica urinaria terisi penuh maka peritoneum symphysis osseum pubis. Dalam keadaan vesica urinaria terisi penuh maka peritoneum ditekan ke arah cranial sehingga reflexi tadi turut terangkat ke cranialis. Di sisi lateral vesica ditekan ke arah cranial sehingga reflexi tadi turut terangkat ke cranialis. Di sisi lateral vesica urinaria reflexi peritoneum membentuk fossa para vesicalis.

urinaria reflexi peritoneum membentuk fossa para vesicalis. 1 1

Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke arah uterus pada Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke arah uterus pada wanita dan rectum pada pria. Facies superior vesica urinaria mempunyai hubungan dengan wanita dan rectum pada pria. Facies superior vesica urinaria mempunyai hubungan dengan organ-organ di sekitarnya,melalui peritoneum, yaitu dengan intestinum tenue dan colon organ-organ di sekitarnya,melalui peritoneum, yaitu dengan intestinum tenue dan colon sigmoideum. Pada wanita, vesica urinaria dalam keadaan kosong berada di sbelah caudal sigmoideum. Pada wanita, vesica urinaria dalam keadaan kosong berada di sbelah caudal corpus uteri.

corpus uteri. 1 1

Di antara symphysis osseumpubis dan vesica urinaria terdapat spatium retopubis (= Di antara symphysis osseumpubis dan vesica urinaria terdapat spatium retopubis (= spatium praevesicale Retzii ), berbentu huruf U, dan berisi jaringan ikat longgar, jaringan spatium praevesicale Retzii ), berbentu huruf U, dan berisi jaringan ikat longgar, jaringan lemak dan plexus venosus. Spatium ini dibatasi oleh fascia prevesicalis dan fascia lemak dan plexus venosus. Spatium ini dibatasi oleh fascia prevesicalis dan fascia transversalis abdominis.

transversalis abdominis. Facies infero-lateral vesicae dipisahlan dari m.levator ani danFacies infero-lateral vesicae dipisahlan dari m.levator ani dan m.obturator internus oleh fascia pelvis.

m.obturator internus oleh fascia pelvis. 1 1

Di sebelah dorsal dari vesica urinaria feminina terdapat uterus dan vagina. Reflexi Di sebelah dorsal dari vesica urinaria feminina terdapat uterus dan vagina. Reflexi  peritoneum

 peritoneum dari dari permukaan permukaan superior superior vesica vesica urinaria urinaria meluas meluas sampai sampai pada pada facies facies anterioranterior uterus setinggi isthmus, sehingga corpus uteri terletak di sebelah cranial dari vesica yang uterus setinggi isthmus, sehingga corpus uteri terletak di sebelah cranial dari vesica yang kosong. Celah yang terdapat

kosong. Celah yang terdapat di antara corpus utdi antara corpus uteri dan facies eri dan facies superior vesica yang superior vesica yang kosong.kosong. Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica urinaria dinamakan Celah yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica urinaria dinamakan spatium uterovaginalis. Di antara basis vesica urinaria dengan vagina dan corpus uteri terdpat spatium uterovaginalis. Di antara basis vesica urinaria dengan vagina dan corpus uteri terdpat  jaringan ikat longgar.

 jaringan ikat longgar. 1 1

Collum vesica urinaria difiksasi oleh penebalan fascia pelvis, disebut ligamentum Collum vesica urinaria difiksasi oleh penebalan fascia pelvis, disebut ligamentum  pubovesicalis,

 pubovesicalis, pada pada facies facies dorsalis dorsalis symphysis symphysis osseum osseum pubis, pubis, dan dan melanjutkan melanjutkan diri diri menjadimenjadi ligamentum pubocervicale yang memfiksasi cervix uteri serta bagian cranial vagina pada ligamentum pubocervicale yang memfiksasi cervix uteri serta bagian cranial vagina pada symphysis osseum pubis.

symphysis osseum pubis. 1 1

Pada pria peritoneum yang menutupi facies superior vesica urinaria meluas ke Pada pria peritoneum yang menutupi facies superior vesica urinaria meluas ke  posterior

 posterior membungkus membungkus ductus ductus deferens deferens dan dan bagian bagian superior superior vesicula vesicula seminalis, seminalis, lalulalu melengkung pada permukaan anterior rectum, membentuk spatium retrovesicalis, suatu celah melengkung pada permukaan anterior rectum, membentuk spatium retrovesicalis, suatu celah yang berada di antara rectum dan vesica urinaria, berisi interstinum tenue. Ke arah yang berada di antara rectum dan vesica urinaria, berisi interstinum tenue. Ke arah postero-lateral peritoneum membentuk plica sacrogenitalis, yang berjalan ke dorsal mencapai tepi lateral peritoneum membentuk plica sacrogenitalis, yang berjalan ke dorsal mencapai tepi lateral os sacrum. Basis vesica urinaria terletak menghadap ke dorsal dan agak ke caudal. lateral os sacrum. Basis vesica urinaria terletak menghadap ke dorsal dan agak ke caudal. Bagian caudalnya dipisahkan dari rectum oleh vesicula seminalis dan bentuk ductus Bagian caudalnya dipisahkan dari rectum oleh vesicula seminalis dan bentuk ductus deferens.

deferens.11

Collum vesicae mempunyai hubungan dengan facies superior atau basis prostat, difiksasi Collum vesicae mempunyai hubungan dengan facies superior atau basis prostat, difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum mediale dan ligamentum puboprostaticum laterale. oleh ligamentum puboprostaticum mediale dan ligamentum puboprostaticum laterale.

(3)

lIgamentum puboprostaticum mediale melekat pada pertengahan symphysis osseum pubis dan pada pihak lain melekat pada capsula prostatica, membentuk lantai spatium retropubicum. Ligamentum puboprostaticum laterale melekat pada ujung anterior arcus tendineus fascia pelvis dan meluas ke arah medial dan dorsal menuju ke pars superior capsula  prostatica. 1

Pada kedua jenis kelamin masih terdapat ligamentum lateral yang merupakan  penebalan dari fascia pelvis, yang meluas dari sisi laterale vesica urinaria menuju ke arcus

tendineus fasciae pelvis1

Pembuluh-pembuluh darah vena dari plexus venosus vesicalis berjalan ke dorsal dari  basis vesicae menuju ke vena iliaca interna, dibungkus oleh jaringan ikat longgar dan disebut

ligamentum posterior. 1

Dari apex vesicae sampai ke umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medianum, yang merupakan sisa dari urachus. Sisa arteria umbilicalis membentuk ligamentum umbilicale laterale. Ketiga ligamenta tersebut dibungkus oleh peritoneum parietale, membentuk plica umbilicalis media dan plica umbilicalis lateralis, tetapi tidak berfungsi untuk memfiksasi collum vesicae. 1

Struktur vesica urinaria terdiri atas jaringan ikat dan otot-otot polos. Mucosa vesica urinaria berwarna agak kemerah-merahan, dan bervariasi sesuai dengan tingkat volumenya. Dalam keadaan kosong mucosa membentuk lipatan-lipatan yang disebabkan oleh karena  perlekatannya pada lapisan otot menjadi longgar. Mucosa pada fundus vesicae melekat erat  pada lapisan otot dan membentuk sebuah segitiga dengan permukaan yang licin, berwarna lebih gelap, disebut trigonum vesicae Lieutaudi. Sisa-sisa dari segitiga ini berukuran 2,5 – 5 cm dan bertambah panjang mengikuti volume vesica urinaria. 1

Pada sudut craniodorsal dari trigonum vesicae terdapt ostium ureteris, yang adalah muara ureter berbentuk elips, dan pada sudut di sebelah caudal (apex) terdapat ostium urethrae internum,. Yang merupakan pangkal dari urethra. Di sebelah dorsal ostium uretrae internum terdapat penonjolan yang disebut uvula vesicae, yang dibentuk oleh lobus medius  prostat. Di sebelah superior trigonum vesicae, berada diantara kedua muara ureter, terdapat  plica interurterica, berwarna pucat, dibentuk oleh serabut-serabut transversal otot polos dinding vesica urinaria. Serabut-serabut otot ini adalah lanjutan dari stratum longitudinale internum dari ureter. Muara ureter pada vesica urinaria membentuk lipatan pada dinding vesica, berada di sebelah lateralnya, dan disebut plica ureterica.1

(4)

Gambar 1. Anatomi Vesica Urinaria2

B. Urethra

Merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urine keluar dari vesica urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong. Pada pria urethra dilalui juga oleh semen (spermatozoa). Ada beberapa perbedaan antara urethra feminina dan urethra masculina.

1. Urethra Feminina

a. Morfologi dan Lokalisasi

Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut ostium urethrae externum, berada didalam vestibulum vaginae, di ventralis dari ostium vaginae, di antara kedua ujung anterior labia minora. Berjalan melalui diaphragma  pelvis dan diaphragma urogenitale. Pada dinding dorsal terdapat suatu lipatan yang menonjol, membentuk crista urethralis. Urethra difiksasi pada os pubis oleh serabut-serabut ligamentum pubovesicale.1

 b. Vascularisasi dan Aliran Lymphe

Pars cranialis mendapat suplai darah dari arteria vesicalis inferior. Pars medialis mendapat suplai darah dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan

(5)

arteria uterina. Sedangkan pars caudalis mendapat vascularisasi dari cabang-cabang arteria pudenda interna.

Aliran darah venous dibawa menuju ke plexus venosus vesicalis dan vena  pudenda interna. Pembuluh-pembuluh lymphe berjalan mengikuti arteria pudenda

menuju ke lymphonodi iliaci interni.

c. Innervasi

Pars cranialis urethrae dipersarafi oleh cabang-cabang dari plexus nervosus vesicalis dan plexus nervosus uterovaginalis. Pars caudalis dipersarafi oleh nervus  pudendus.

Gambar 2. Urogenitalia wanita2

2. Urethra Masculina

Dimulai pada collum vesicae, mempunyai ukuran panjang 20 cm, berjalan menembusi glandula prostat, diaphragma pelvis, diaphragma urogenitale dan penis ( radix  penis, corpus penis dan glans penis ). Dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

a.  pars prostatica  b.  pars membranacea

c.  pars spongiosa

Urethra pars prostatica berjalan menembusi prostata, mulai dari basis prostatae sampai pada apex prostatae. Panjang kira-kira 3 cm. Mempunyai lumen yang lebih besar daripada di bagian lainnya. Dalam keadaan kosong dinding anterior bertemu dengan dinding posterior. Dinding anterior dan dinding lateral membentuk lipatan longitudinal. Pada dinding anterior dan dinding lateral membentuk lapisan longitudinal. Pada dinding  posterior di linea mediana terdapat crista urethralis, yang ke arah cranialis berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal melanjutkan diri pada pars membranacea. Pada crista urethralis terdapat suatu tonjolan yang dinamakan collicus seminalis

(6)

(=verumontanum ), berada pada perbatasan sepertiga bagian medial dan sepertiga bagian caudal urethra pars prostatica. Pada puncak dari collicus terdapat sebuah lubang, disebut utriculus prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol sedikit kedalam prostata. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung caudalis ductus paramesonephridicus ( pada wanita ductus ini membentuk uterus dan vagina ). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari ductus ejaculatorius (dilalui oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada dinding posteriornya bermuara saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira sebanyak 30 buah).

Urethra pars membranacea berjalan ke arah caudo-ventral, mulai dari apex prostatae menuju ke bulbus penis dengan menembusi diaphragma pelvis dan diaphragma urogenitale. Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdelatasi. Ukuran  panjang 1 – 2 cm, terletak 2,5 cm di sebelah dorsal tepi caudal symphysis osseum pubis. Dikelilingi oleh m.sphincter urethrae membranaceae pada diaphragma urogenitale. Tepat di caudalis diaphragma urogenitale, dinding dorsal urethra berjalan sedikit di caudalis diaphragma. Ketika memasuki bulbus penis urethramembelok ke anterior membentuk sudut lancip. Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis,  berdekatan pada kedua sisi urethra. Saluran keluar dari kelenjar tersebut berjalan

menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal urethra pars spongiosa.

Urethra pars spongiosa berada didalam corpus spongiosum penis, berjalan di dalam  bulbus penis, corpus penis sampai pada glans penis. Panjang kira-kira 15 cm, terdiri dari  bagian yang fiks dan bagian yang mobil. Bagian yang difiksasi dengan baik dimulai dari  permukaan inferior membrana perinealis, berjalan di dalam bulbus penis. Bulbus penis menonjol kira-kira 1,5 cm di sebelah dorsal urethra. Bagian yang mobil terletak di dalam  bagian penis yang mobil. Dalam keadaan kosong, dinding urethra menutup membentuk

celah transversal dan pada glans penis membentuk celah sagital. Lumen urethra pars spongiosa masing-masing di dalam bulbus penis, disebut fossa intrabulbaris, dan pada glans penis, dinamakan fossa navicularis urethrae. Lacunae urethrales (= lacuna Morgagni ) adalah cekungan-cekungan yang terdapat pada dinding urethra di dalam glans penis yang membuka ke arah ostium urethrae externum, dan merupakan muara dari saluran keluar dari glandula urethrales. Ostium urethrae externum terdapat pada ujung glans penis dan merupakan bagian yang paling sempit.

(7)

Gambar 3. Uretra pria

III. FISIOLOGIS FUNGSI BERKEMIH

Secara fisiologis, kandung kemih dapat menimbulkan rangsangan pada saraf apabila volume urin pada kandung kemih berisi + 250 - 450 ml (dewasa) dan 200-250 ml (anak-anak). Secara normal, urin orang dewasa diproduksi oleh ginjal secara terus menerus  pada kecepatan +120 ml/jam (1200 ml/hari) atau 25 % dari curah jantung. Volume urin

normal minimal adalah 0,5-1 ml/kgBB/jam, dimana produksi urin dikatakan abnormal atau  jumlah sedikit diproduksi oleh ginjal (oliguria) adalah sekitar 100 –  500 ml/hari.

Kandung kemih adalah organ penampung urin. Selain itu, berfungsi pula

mengatur pengeluarannya. Proses berkemih dimulai dari tekanan intramural otot detrusor. Tekanan ini dahulu dianggap semata-mata akibat persarafan, akan tetapi pada penelitian terakhir menunjukkan bahwa tekanan intramural otot detrusor lebih ditentukan oleh

keadaan fisik kandung kemih (berisi penuh atau tidak), dimana stimulasi ini diterima oleh stretch receptorpada kandung kemih.

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor

terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung k emih

(8)

dengan segera. Jika kandung kemih terisi cukup dan mengembang, sementara tekanan intravesika tetap, maka sesuai dengan hukum Laplace, tekanan intramural otot detrusor akan meningkat.

Peningkatan sampai titik tertentu akan merangsang stretch receptor, sehingga timbul impuls dari medulla spinalis sakralis 2-3-4 yang akan diteruskan ke pusat refleks  berkemih di korteks serebri lobus frontalis pada area detrusor piramidal. Penelitian terakhir

menyatakan bahwa kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Micturition Centre. Sistem ini ditunjang oleh system refleks sakralis yang disebut Sacralis Micturition Centre. Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontin dan sakralis dalam keadaan baik, maka proses berkemih akan berjalan dengan baik juga.

Fungsi kandung kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf otonom dan somatik. Jalur persarafan yang terdiri dari refleks fungsi detrusor dan refleks sfingter uretra meluas dari lobus frontalis samapi ke medula sp inalis bagian sakral, sehingga penyebab dari gangguan fungsi berkemih neurogenik dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai tingkatan jalur persarafan. Proses berkemih menghasilkan

serangkaian kejadian berupa relaksasi otot lurik uretra (rhabdosfingter), kontraksi otot detrusor kandung kemih dan pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra.

Selain saraf otonom dan somatik, proses berkemih fisiologis juga dipengaruhi oleh rasa tenang dan rasa takut nyeri. Perasaan subyektif ini melibatkan emosi yang diatur oleh sistem limbik pada sistem saraf pusat. Tingkah laku merupakan fungsi sistem saraf  pusat yang melibatkan emosi. Tingkah laku khusus yang berhubungan dengan emosi,

dorongan motorik dan sensoris bawah sadar, serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan rasa tenang diatur oleh sistem saraf pusat yang dilakukan oleh struktur sub kortikal yang terletak di daerah basal otak yang disebut sistem limbik. Struktur sentral serebri basal dikelilingi korteks serebri yang disebut korteks limbik. Korteks limbik berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan penyimpan informasi yang menyimpan informasi mengenai pengalaman seperti rasa tenang, rasa nyeri, nafsu makan, bau, dan sebagainya.

IV. DEFINISI DAN TIPE KATETERISASI

Kateter urin adalah sebuah alat berbentuk tabung yang dipasang pada bagian tubuh manusia untuk mengalirkan, mengumpulkan dan mengeluarkan urin dari kandung kemih. Terdapat beberapa kateter yang digunakan, sebagai berikut.3

1. Kateter Nelathon/ kateter straight/ kateter sementara.

Kateter urin yang berguna untuk mengeluarkan urin sementara atau sesaat. Kateter jenis ini mempunyai bermacam-macam ukuran, semakin besar ukurannya semakin besar diameternya. Pemasangan melalui uretra.3

2. Kateter balon/kateter Folley, Kateter Indwelling/ Kateter Tetap.

Kateter yang digunakan untuk mengeluarkan urin dalam sistem tertutup dan bebas hama, dapat digunakan untuk waktu lebih lama (± 5 hari). Kateter ini terbuat dari karet atau

(9)

 plastik yang mempunyai cabang dua atau tiga dan terdapat satu balon yang dapat mengembang oleh air atau udara untuk mengamankan/ menahan ujung kateter dalam kandung kemih. Kateter dengan dua cabang, satu cabang untuk memasukkan spuit, cabang lainnya digunakan untuk mengalirkan urin dari kandung kemih dan dapat disambung dengan tabung tertutup dari kantung urin, sedangkan kateter dengan tiga cabang, kedua cabang mempunyai fungsi sama dengan kateter diatas, sementara cabang ketiga berfungsi untuk disambungkan ke irigasi, sehingga cairan irigasi yang steril dapat masuk ke kandung kemih, tercampur dengan urin, kemudian akan keluar lagi. Pemasangan kateter  jenis ini bisa melalui uretra atau suprapubik.3

3. Kateter suprapubik dengan bungkus Silver alloy.

Kateter paling baru yang dibungkus dengan perak bagian luar maupun bagian dalamnya. Perak mengandung antimikroba yang efektif, tetapi karena penggunaan perak sebagai terapi antimikroba belum sistematik, maka penggunaan jenis kateter inipun masih terbatas dan belum jelas keakuratannya. Pemasangan kateter, sementara ini baru dapat dilakukan oleh dokter urologi dalam kamar operasi sebagai tindakan bedah minor.3

4. Kateter kondom

Kateter yang paling sering digunakan untuk laki-laki usia tua dengan dementia. Tidak terdapat selang yang dimasukkan ke dalam penis, melainkan digunakan sejenis kondom yang digunakan untuk menutupi penis. Terdapat selang yang menghubungkan kondom tersebut ke urine bag. Kondom tersebut harus diganti setiap hari4

A. Jenis Kateter

1. One-way catheter 3

Kateter hanya memiliki satu saluran untuk drainase, tidak memiliki balon dan tersedia dalam versi coated dan versi uncoated. Kateter ini sering disebut sebagai kateter ”straight”. Jenis kateter tidak dimaksudkan untuk tetap berada di kandung kemih untuk  jangka waktu yang panjang tapi digunakan untuk:

a. kateterisasi intermiten dan koleksi perwakilan urin kandung kemih  b. Menangani striktur uretra

c. Pemasukkan obat (Luer-lock)

d. Investigasi urodynamic dan lainnya e. Kateterisasi suprapubik tanpa balon

(10)

Gambar 4. One-way catheter 3

2. Two-way catheter 3

Pada tahun 1853, Jean Francois Reybard mengembangkan kateter pertama dengan  balon untuk mengamankan tempatnya di dalam kandung kemih. Satu saluran digunakan

untuk urin dan satu untuk balon.

Gambar 5. Two-way catheter dengan balon yang terisi dan tidak

Pada tahun 1932 Dr Frederick Foley didesain ulang kateter ini dan kateter Foley saat ini yang paling sering digunakan untuk penanganan adanya disfungsi urinarisasi.

3. Three-way catheter 3

Kateter ini merupakan jenis kateter dengan saluran ketiga untuk memfasilitasi irigasi berkala untuk vesica urinaria. Kateter ini terutama digunakan setelah operasi urologi atau dalam kasus perdarahan dari kandung kemih atau prostat tumor dan kandung kemih mungkin perlu irigasi terus-menerus atau intermiten irigasi untuk membersihkan  bekuan darah atau debris.

(11)

Gambar 6. Three-way catheter dengan saluran irigasi3

4. Kateter suprapubik 3

Kateter suprapubik adalah sebuah alternatif untuk kateter uretra dan dimasukkan ke dalam kandung kemih secara invasif, sering di bawah anestesi lokal. Di beberapa negara prosedur ini dilakukan oleh dokter dan di negara-negara lain dengan spesialis  perawat klinis. Kateter suprapubik dapat dibagi dalam berbagai jenis:

a. Foley balon kateter; mirip dengan yang digunakan untuk uretra kateterisasi.  b. Kateter tanpa balon; membutuhkan jahitan untuk mengamankan di tempat.

c. Foley balon kateter dengan ujung terbuka.

Gambar 7. Kateter suprapubik dengan balon

(12)

Gambar 9. Kateter folley dengan ujung terbuka.3

B. Ukuran Kateter

Ukuran diameter kateter diukur dalam Charrière (Ch atau CH) juga dikenal sebagai Gauge Perancis (F, Fr atau FG) dan menunjukkan diameter eksternal. 1 mm = 3 Ch dan ukuran berkisar dari Ch 6 sampai 30.3

Di indonesia, pemakaian kateter menggunakan satuan Fr terutama untuk Folley kateter. Fr merupakan satuan untuk menentukan diameter kateter yang akan digunakan. Fr (gauge France) menunjukkan diameter dalam satuan mm, dimana 1 Fr = 1/3 mm atau 3 Fr= 1 mm. Diameter yang digunakan indonesia berkisar 5Fr, 6fr, 8fr 10fr, 12fr, 14fr, 16fr, 18fr, 20fr, 22fr, 24fr, 26fr. Semakin tinggi nomor kateter, maka semakin besar diameter kateter. Oleh karena 1 Fr = 1/3 mm maka jika ukuran kateter adalah 24 Fr maka ukuran diameter sebenarnya adalah 8 mm.

1. Kateterisasi anak 5

 Untuk kateterisasi anak, ukuran yang bisa dipakai adalah 5, 6, 8, 10Fr. atau lebih

kecil tergantung pada ukuran dari uretra dan usia anak.

 Jarang kateter straight, biasanya mereka intermiten dan digunakan untuk

mendapatkan sampel urin steril untuk rule-out infeksi.

2. Kateterisasi pria5

 Pada pria, biasa digunakan kateter dengan ukuran 18Fr.

 Pada laki-laki akan sangat membantu untuk menggunakan Urojet (jarum suntik

dengan lidokain jelly) untuk meminimalkan ketidaknyamanan dengan kateterisasi

 Pria dengan hematuria gross membutuhkan Three-way folley catheter dengan

diameter terbesar yang dapat dengan aman dimasukkan. (22Fr atau 24Fr)

 Kateter harus melekat pada paha atas bagian dalam dengan pelekat untuk

meminimalkan ketidaknyamanan dan mencegah kateter ditarik keluar masuk.

3. Kateterisasi Perempuan:5

 Kateter pada wanita dapat digunakan sesuai dengan umur pasien yaitu 12fr.,

14Fr.or 16Fr

(13)

 Jika pasien dengan hematuria gross gunakan Three-way catheter yang lebih besar

C. Prosedur Pemasangan Kateter

Sebelum memulai pemasangan kateter, diperlukan beberapa alat dan bahan, yaitu: • Foley kateter (ukuran tertentu sesuai dengan yg dibutuhkan)

• Kantong urin • Providon iodine • Gel lubrica • Lidokain 1% • Spuit 10cc • Aquadest (hidrosteril) • Sarung angan steril • Kassa steril

Pilih ukuran kateter terkecil yang mampu menyediakan drainase urin yang memadai, umumnya:3

• Ukuran 12-14 Fr bagi perempuan untuk urine yang clear • Ukuran 14-16 Fr untuk pria untuk urine yang clear

• Ukuran 16-18 Fr untuk pasien dengan debris atau lendir dalam urin mereka

• Ukuran lebih dari 18 Fr untuk pasien dengan hematuria, kecuali ditentukan lain oleh dokter

• Ukuran 22 Fr untuk irigasi terus menerus kandung kemih (CBI), kecuali ditentukan lain oleh dokter

Prosedur Kateterisasi

1. Perempuan5,7

a. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang dengan lutut tertekuk dan dipisahkan dan kaki datar di tempat tidur, sekitar 60 cm. Jika posisi ini tidak nyaman, anjurkan  pasien baik untuk melenturkan hanya satu lutut dan menjaga kaki lainnya datar di

tempat tidur, atau kakinya terpisah sejauh mungkin. Sebuah posisi lateral dapat juga digunakan untuk pasien tua atau cacat.

 b. Dengan jari jempol, tengah dan telunjuk tangan non-dominan, memisahkan labia majora dan labia minora. Tarik sedikit ke atas untuk menemukan meatus urethra. Pertahankan posisi ini untuk menghindari kontaminasi selama prosedur.

c. Dengan tangan dominan Anda, membersihkan meatus urethra, menggunakan larutan pivodine iodine

d. Tempatkan kateter bag yang berisi kateter antara paha pasien. e. Angkat kateter dengan tangan dominan Anda.

(14)

g. masukkan kateter sekitar 5-5,75 cm, sampai kencing mulai mengalir kemudian majukan kateter lebih lanjut 1-2 cm.

h. Masukkan air kedalam kateter menggunakan jarum suntik. Disarankan untuk mengembang balon 5cc dengan 7-10cc aquades, dan untuk mengembang balon 30cc dengan 30-35cc aquades.

i.  balon yang tidak cukup mengembang dapat menyebabkan kesulitan drainase dan kebocoran.

 j. Perlahan tarik kembali kateter sampai balon tertahan di bladder neck

Gambar 10. Pemasangan kateter pada wanita

2. Laki-laki5,8

a. Baringkan pasien dengan posisi supine dan nyaman

 b. Preputium (jika ada) disibakkan sepenuhnya dan sekalian dengan glans dan meatus yang dibuka, dibersihkan dengan seksama dengan larutan antiseptik.

c. Lakukan drapping dngan kain steril disekitar penis

d. Masukan gel, lidokain 1%, dan sedikit providon iodine ke dalam spuit kemudian campurkan

e. Semprotkan kedalam urethra dan ditahan agar tetap berada didalam urethra selama 5 menit dengan menggunakan penjepit penis yang steril atau dengan jari f. Kateter dipegang dengan tangan yang mengenakan sarung tangan atau didorong

masuk dengan teknik tanpa sentuhan, baik dengan menggunakan selubung  polyethylen sebelah dalam yang membungkus kateter maupun dengan  pertolongan sepasang forceps

g. Penis sebaiknya sedikit ditarik dengan tangan yang lain guna meluruskan lipatan-lipatan selaput lendir.

h. Kapanpun hendaknya jangan melakukan pemaksaan i. Dorong masuk kateter hingga ke pangkal

 j. Balon pada kateter dikembangkan dengan cara mengisinya dengan air steril menggunakan spuit dalam jumlah yang tepat melalui cabang kateter yang telah disediakan

(15)

l. Ingatlah untuk mengembalikan preputium ke muka pada akhir tindakan guna mencegah terjadinya paraphimosis

m. Amankan kateter ke paha. Hindari ketegangan pada kateter.

Gambar 11. Pemasangan kateter pada pria

V. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PEMASANGAN KATETER

Pada wanita maupun pria, terdapat beberapa indikasi dan kontraindikasi untuk  pemasangan kateter. Pemasangan kateter juga memiliki dua jalan yaitu melalui urethra dan

suprapubik.3,4

Indikasi umum untuk pemasangan kateter, baik yang intermitten, jangka pendek dan  jangka panjang.

a. Kateterisasi intermiten5

 Untuk pengambilan sampel urin

 Menangani ketidaknyamanan pada distensi vesica urinaria  Dekompresi vesica urinaria

 Mengukur urin residual

 Penanganan pasien dengan spinal cord injury, degenerasi neuromuskular atau incompetent bladder

 b. Kateterisasi tetap jangka pendek 5

 Pengawasan output urin pada pasien post-operasi dan pasien kritis

 Prosedur operasi yang melibatkan operasi abdomen atau pelvis untuk penanganan versica urinaria, uretra dan struktur sekitarnya

 Obstruksi saluran kemih (contoh pembesaran prostat), retensi urin akut

 Pencegahan obstruksi uretra dari gumpalan darah dengan irigasi vesica urinaria kontinu atau intermitten

 Pemberian obat secara berkala pada vesica urinaria

(16)

 Refractory bladder outlet obstruction dan neurogenic bladder dengan retensi urin  Retens urin yang kronik

 Untuk membantu penyembuhkan ulkus perineal dimana urin dapat memperburuk

 penyembuhan

Selain indikasi, pemasangan kateter uretra juga memiliki kontraindikasi, yaitu  prostatitis akut dan kecurigaan adanya trauma urethra.3

Pemasangan kateter melalui suprapubik juga memiliki indikasi dan kontraindikasi tertentu, yaitu sebagai berikut.

a. Indikasi kateterisasi suprapubik

 Retensi urin akut atau kronik dengan pengeluaran urin yang tidak adekuat dengan

kateter urerthra

 Lebih disarankan pada pasien dengan kebutuhan khusus seperti pengguna kursi roda,

dan dengan masalah alat kelamin

 Prostatitis akut

 Obstruksi, striktur atau anatomik urethra yang abnormal  Trauma pelvis

 Adanya komplikasi dari penggunaan kateterisasi urethra yang lama  Operasi abdominal atau urethra yang kompleks

 Pasien dengan inkontinensia fekal yang mengkontaminasi kateter urethra

 b. Kontraindikasi kateterisasi suprapubik

 Adanya karsinoma vesica urinaria atau dicurigai adanya karsinoma

 Kateterisasi suprapubik dikontraindikasikan untuk pasien yang tidak teraba vesica

urinaria nya atau tidak tampak pada pemeriksaan USG

 Adanya operasi pada daerah bawah abdominal sebelumnya  Koagulopati

 Asites

c. Keuntungan kateterisasi suprapubik

 Kurangnya risiko trauma urethra, nekrosis dan catheter-induced urethritis  Menguranig risiko konraminasi kateter yang umumnya ditemukan pada usus  Jauh lebih nyaman, khususnya pasien yang menggunakan kursi roda

 Lebih mudah diakses untuk membersihkan dan mengganti kateter  Membantu dalam hubungan seksual pasien

d. Keterbatasan kateterisasi suprapubik

 Insersi adan tindakan invasif dengan risiko adanya cedera visceral dan perdarahan  Pasien masih ada kemungkinan mengeluarkan urin melalui urethra

(17)

 Pasien dengan katup jantung buatan mungkin membutuhkan terapi antibiotik

 Pasien dengan terapi antikoagulan perlu pemeriksaan darah

VI. PENGGUNAAN KATETER DALAM KEHAMILAN

Kateter dalam kehamilan dapat digunakan untuk manajemen urin dan juga untuk menginduksi persalinan. Dalam manajemen urin, terbagi dalam intrapartum dan  postpartum.9

1. Intrapartum

Penanganan urine yang adekuat dalam persalinan dapat mengurangi distensi kandung kemih yang berlebihan sehingga tidak menghalangi proses persalinan. Berikut

hal-hal yang perlu dilakukan atau pertimbangkan pada pemakaian kateter intrapartum.9

 Pengosongan kandung kemih pada pasien intrapartum perul didokumentasikan

dengan memasukkan kedalam partogram

 Jumlah volume urin yang dikeluarkan perlu dicatat untuk mengetahui ada

tidaknya retensi urin

 Jika pasien tidak dapat mengosongkan kandung kemih sendiri, maka perlu

dilakukan kateterisasi setiap 4 jam

 Pada pasien wanita dengan analgesia epidural maka perlu kateter yang tetap

terpasang hingga 6 jam setelah efek epidural habis.

 Pasien yang akan dioperasi sesar perlu menggunakan kateter selama dilaksanakan

operasi dan setidaknya 12 jam sesudah operasi

2. Induksi Persalinan

Dalam proses persalinan, terdapat metode induksi mekanis yang dapat dilakukan, yaitu dengan penggunaan kateter. Kateter yang digunakan adalah Folley kateter yang akan memberikan tekanan pada os serviks interna sehingga meregangkan segmen bawah rahim dan meningkatkan pelepasan prostaglandin lokal.

Untuk pengunaan kateter sebagai alat induksi kehamilan, maka kateter yang digunakan adalag folley kateter dengan ukuran 18 Fr. Kateter dimasukkan kedalam vagina hingga tempat inflasi balon mencapai intraservikal yaitu ostium interna. Setelah itu isi kateter dengan akuades 30 sampai 66 cc hingga balon membesar. Kateter dibiarkan sehingga kateter keluar sendiri secara spontan atau sampai 24 jam. Penggunaan kateter sebagai alat induksi ini memiliki kontraindikasi absolut yaitu letak  plasenta rendah atau plasenta previa. Kontraindikasi relatif adalah perdarahan

antepartum, pecah ketuban dan adanya infkesi saluran kemih dengan risiko rendah.10

3. Penanganan Retensi Urin Post Partum

Pengawasan terhadap pasien post partum di ruang perawatan nifas tidak boleh dianggap sederhana, keluhan rasa sakit di perut bawah bagian tengah menunjukkan

(18)

adanya endometritis atau mungkin bisa disebabkan kandung kemih yang terisi penuh akibat retensio urin.

Oleh karena itu harus ditanyakan apakah sudah buang air kecil. Dan yang paling  penting adalah, apakah besar uterus atau tinggi fundus uteri sesuai dengan proses

involusio yang normal atau tidak.

Pada penilaian involusio uteri, tingginya fundus terhadap umbilicus menjadi sangat tinggi pada kasus dengan kandung kemih yang penuh, jadi tinggi fundus uteri dinilai setelah pasien baru berkemih yaitu pada buli-buli yang kosong.

Masa nifas dini adalah masa nifas dari hari pertama sampai hari ke 10 –  14 post  partum. Pada masa ini pasien berkemih banyak sekali, mengeluarkan u rin setiap harinya

kurang lebih 3 - 4 liter. Pada nifas hari pertama terjadi apa yang dinamakan ”Harnflut”. Cairan tubuh yang selama masa kehamilan sangat banyak terdapat didalam jaringan, sekarang melalui ginjal kembali dikeluarkan dari dalam tubuh.

Peningkatan pembentukan urine selama masa nifas dini sangat banyak, setiap hari dikeluarkan 2-4 liter. Akan tetapi sebaliknya pengalaman pasien menunjukkan bahwa  pada hari pertama post partum sering sekali mengalami gangguan miksi berupa kesulitan untuk berkemih. Untuk pertama kalinya berkemih spontan post partum harus sudah terlaksana dalam waktu 6 jsm sesudah melahirkan. Apabila buli-buli penuh dan pasien tidak dapat berkemih untuk mengosongkannya maka hal tersebut dinamakan: Retensio urin masa nifas.

Penyebab Retensio Urin Masa Nifas

Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensio urin post  partum, antara lain:

1. Trauma intra partum

Ini adalah penyebab utama terjadinya retensio urin, dimana terdapat perlukaan pada urethra dan vesika urinaria. Hal itu terjadi karena adanya penekanan yang cukup  berat dan berlangsung lama terhadap urethra dan vesika urinaria tersebut oleh kepala  bayi yang memasuki panggul terhadap tulang panggul ibu sehingga terjadi perlukaan  jaringan. Akibatnya terdapat edema pada selaput lender pada leher buli-buli serta terjadinya ekstravasasi darah didalam buli-buli. Ostium urethra internum tersumbat oleh edema mukosa dan kontraksi vesika jelek akibat ekstravasasi darah ke dalam dinding buli-buli sehingga pasien menderita retensio urin.

2. Refleks kejang (krampft) sfingter urethra

Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi ketika berkemih

3. Hypotomia selama hamil dan nifas

Tonus dinding buli-buli sejak masa kehamilan sampai post partum masih sangat menurun.

(19)

Patofisiologi retensi urin post partum

Proses berkemih melibatkan duaproses yang berbeda yaitu : (1) pengisian dan penyimpanan urin, serta

(2) pengosongan urin dari kandung kemih.

Proses ini sering berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot detrusor kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.

Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraksi otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan uretra  proksimal.

Pengeluaran urin secara normal timbul akibat adanya kontraksi yang simultan dari otot detrusor dan relaksasi sfingter uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf  parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin. Penyampaian

impuls dari saraf aferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion medulla spinalis di segmen S2 - S4 dan selanjutnya sampai ke batang otak. Impuls saraf dari  batang otak menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase  pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan,

sehingga timbul kembali kontraksi otot detrusor.

Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan sfingter uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurnamenyebabkan nyeri dan edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan baik

Bahaya Retensio Urin Post Partum

1. Akibat terjadinya rest urin ini akan menyebabkan timbulnya sistitis 2. Bahkan dapat terjadinya rupture buli-buli spontan akibat retensio urin.

Penanganan Retensio Urin Post Partum

1. Secara umum pertama sekali diupayakan dengan segala cara agar pasien tersebut dapat berkemih spontan

2. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke WC untuk berkemih spontan

3. Terapi medika mentosa misalnya dapat diberikan: Doryl (2x 1 ml i.m/hari)

4. Diupayakan agar terjadi involusio uteri yang baik, untuk itu diberikan uterotonika. Kontraksi uterus di ikuti dengan kontraksi vesika urinaria

5. Apabila semua upaya telah dikerjakan akan tetapi tidak juga berhasil untuk mengosongkan buli-buli yang penuh tersebut, barulah terakhir sekali dilakukan kateterisasi, dan jika perlu berulang.

6. Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan  pola normal berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder

(20)

training diharapkan fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam post partum.

Ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang diperlukan kateterisasi, kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk memastikan bahwa residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml residu urin, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih normalnya kurang atau sama dengan 50 ml.

Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan, upaya berkemih terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih kandung kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan kemampuan berkemih.

VII. KOMPLIKASI

 Alergi atau sensitivitas terhadap lateks

Lateks merupakan karet alami yang bersifat alami tapi memiliki beberapa kelemahan. Karena adanya kemungkinan ketidaknyamanan oleh permukaan yang tidak licin, dan kemungkinan adanya reaksi alergi. Seseorang dapat memiliki reaksi yang berbeda terhadap latex bahkan dapat menyebabkan urethritis atau anafilaksis dari reaksi alergi tersebut.3

 Vesicolithiasis

Pasien dengan kateter yang menetap dapat terjadi batu pada vesica urinaria. Pada  pasien dapat terjadi batu yang disebabkan oleh bantuan dari bakter yang paling

sering Proteus (P. Mirabilis). Dimana dihasilkan enzim urease, sehingga terjadi  pemisahan antara ammonia dan karbondioksida. Hasil tersebut meningkatkan

tingkat basa sehingga cocok untuk pembentuka kristal contoh dtruvit (magnesium ammonium phosphate) dan calcium phospate.

 Hematuri

Hematuri dapat terjadi setelah pemasangan kateter dan biasanya bersifat self limiting. Selama dilakukannya kateterisasi uretral, trauma prostatik dapat menjadi  penyebab utama terjadinya hematuri ini. Jika hematuri tidak berhenti, lakukan

irigasi dengan 3-way catheter.

 Cedera uretra

Cedera uretra yang terjadi selama dilakukannya kateterisasi uretra dapat terjadi  baik pada daerah prostat atau bladder neck. Dapat terjadi strikur uretra bila  pemasangan dilakukan dengan tidak benar. Trauma tersebut

(21)

Infeksi saluran kemih adalah penyebab infeksi nasokomial paling umum terjadi, terutama jika terpasang kateter pada urethra, dan mencapai 40% terjadi dirumah sakit dengan durasi pemakaian kateter yang berisiko. Infeksi saluran kemih yang  berhubungan dengan kateter didefinikan sebagai bakteriuria atau funguria dengan  jumlah sel lebih dari 103 CGU/mL. Hal ini terjadi karena adanya koloni yang terbentuk dari bakteri dari hari ke hari selama terpasangnya kateter. Insidens  bakteriuria diperkirakan sekiatr 3% sampai 10% lebih tigggi setiap hari setelah  pemasangan kateter.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

1. Standring, Susan. Bladder, Prostate and Urethra. In : Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice, Thirty-Ninth Edition. Elsevie. 2008.

2.  Netter, Frank. Netter: Atlas of Human Anatomy, 4th edition. Saunders. 2008

3. Geng V, dkk. Catheterisation, Indwelling catheters in adults, Urethral and Suprapubic. European Association of Urology Nurses. 2012

4. Zieve A, dkk. Urinary catheters. Available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003981.htm. Diakses 28 September 2014

5. Rebeo L. Urinary Catheterization. Available from

http://meds.queensu.ca/central/assets/modules/ts-urinary-catheterization/index.html. Diakses 28 September 2014

6. Thomsen TW, Setnik GS. Male Urethral Catheterization. N Engl J Med 2006;354:e22.

7. Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Women. Available from http://emedicine.medscape.com/article/80735-overview. Diakses 28 September 2014

8. Shlamovitz GZ. Urethral Catheterization in Men. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/80716-overview#a01.  Diakses 28 September 2014

9. Anonymous. Clinical Guideline For Intrapartum And Post Partum Bladder Care.  NHS. Royal Cornwall Hospitals.

10. Leduc D, dkk. Induction of Labour. J Obstet Gynaecol Can 2013;35(9)

11. Junizaf, dkk. Buku Ajar : Uroginekologi. Departemen Obsetri dan Ginekologi FKUI/RSCM. Jakarta : 2002.

12. Lauralee Sherwood. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : 2001.

Gambar

Gambar 1. Anatomi Vesica Urinaria 2
Gambar 2. Urogenitalia wanita 2
Gambar 3. Uretra pria
Gambar 5. Two-way catheter dengan balon yang terisi dan tidak
+5

Referensi

Dokumen terkait

penelitian ini, ekspansi lingkungan hidup pada Kawasan Bukit Siam mulai adanya. perubahan keadaan lingkungan yang dipengaruhi oleh pertumbuhan

EGGI GINANJAR NIM.. Andika Jaya Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon)”. Andika Jaya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan batu alam. Aktivitas

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu Bahan yang memberikan penjelasan dari hukum primer akan tetapi berbeda dengan bahan hukum primer ,bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku

Penelitian ini menggunakan data atau fakta yang tersedia kemudian dilakukan suatu perhitungan dengan menggunakan analisis rasio keuangan dan MVA untuk menggambarkan

1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat

Masih adanya kondisi ketimpangan kesejahteraan masyarakat perbatasan Sebatik dibandingkan dengan negara tetangga dan adanya perubahan kebijakan dalam kegiatan perdagangan ke

Seperti pengertian kinerja dalam buku Budaya Organisasi dan Peningkatan Kinerja Perusahaan yang dikemukakan oleh Suntoro “Kinerja adalah hasil kerja yang dapat

Komunikasi merupakan salah satu obyek terpenting dalam kegiatan hubungan antar individu, tanpa adanya komunikasi maka aktivitas keseharian suatu individu, organisasi atau instansi