• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

METODA UJI APUNG SEBAGAI TEKNIK

PEMERIKSAAN TELUR CACING NEMATODA

DALAM TINJA HEWAN RUMINANSIA KECIL

ZAENAL KOSASIH

Balai Penelitian Veteriner Jl. R.E. Martadinata 30 Bogor 16114 RINGKASAN

Parasit cacing merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang hampir semua hewan salah satunya adalah domba. Kerugian yang ditimbulkan cukup besar bagi para peternak terutama peternak tradisional. Kerugian tersebut dapat berupa pertumbuhan berat badan hewan yang terhambat, kondisi hewan lemah, kurus dan bahkan dapat menyebabkan kematian terutama pada hewan muda. Untuk mengetahui bahwa hewan yang bersangkutan terinfeksi penyakit cacing, selain dilihat gejala klinisnya dapat pula dilakukan pemeriksaan tinjanya di laboratotrium dengan menggunakan metoda uji apung. Dengan metoda tersebut dapat diketahui jumlah telur cacing yang ada dalam setiap gram tinja hewan, sehingga dapat mempermudah upaya penanggulangannya . 52 sampel tinja domba garut telah diperiksa dan hasilnya menunjukkan adanya telur per gram (tpg) tinja yang berbeda dan bervariasi antara domba yang satu dengan yang lainnya yaitu 0 (nol) s/d 10.480. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah dan jenis cacing yang menginfeksi domba tersebut tidak sama, keadaan cacingnya masih muda sehingga cacing tidak bertelur atau kemungkinan domba tersebut tidak terinfeksi cacing.

Kata kunci : Domba, tinja, telur cacing nematoda, uji apung. PENDAHULUAN

Ruminansia merupakan salah satu kelompok hewan pemamah biak yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok ruminansia besar dan ruminansia kecil . Salah satu jenis hewan yang termasuk dalam kelompok ruminansia kecil adalah domba.

Domba merupakan salah satu jenis hewan ternak yang banyak dipelihara oleh petani di pedesaan, yang cara pemeliharaannya masih tradisional dan sifatnya hanya sebagai usaha sampingan atau tabungan untuk menutupi kebutuhan bila suatu waktu ada kerperluan yang mendadak seperti untuk memperbaiki rumah, membeli sebidang tanah, menyekolahkan anak, atau pada musim paceklik.

Karena para petani tersebut belum banyak mengetahui tata cara pemeliharaan ternak yang baik dan benar, maka ternak tersebut mudah sekah terserang penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing.

(2)

Penyakit cacing dapat menginfeksi hampir merata pada semua ternak domba / kambing yang dipelihara dengan cara tradisional dan terjadinya infeksi lebih banyak pada musim hujan, dimana dapat terlihat dari kenaikkan jumlah telur cacing yang ada dalam tinja (BERIAJAYA dan SUHARDONO, 1997). Telur cacing dalam tinja akan menetas menjadi larva 1, larva 2, dan larva 3 yang disebut juga larva infektif dan siap untuk kembali menginfeksi hewan, yang memakan waktu satu minggu (SOULSBY, 1982). Penyakit cacing khususnya cacing nematoda saluran pencernaan dapat menghambat produktivitas karena penyakit ini menyebabkan penurunan bobot badan sebesar ± 38 % dan angka kematian sampai ± 17 %, terutama pada ternak muda (BERIAJAYA dan SUHARDONO, 1997) dan kematian umumnya terjadi karena hewan banyak kehilangan darah (ADIWINATA dan SUKARSIH, 1992) . Jenis cacing nematoda saluran pencernaan yang paling banyak menimbulkan gangguan produksi adalah cacing Haemonchus contortus. Trichostrongylus spp. dan Oesophagostomum columbianum (BERIAJAYA dan COPEMAN, 1997). Cacing ini mempunyai siklus hidup yang langsung tanpa inang perantara dan melangsungkan keturunannya dengan cara bertelur. Telur tersebut akan keluar dari tubuh hewan bersama tinja, sehingga dengan pemeriksaan tinja akan mudah diketahui apakah hewan tersebut terinfeksi cacing atau tidak.

Telur cacing nematoda saluran pencernaan dalam tinja dapat diperiksa dengan cara pengendapan maupun pengapungan. Pemeriksaan telur cacing dengan cara pengapungan merupakan metoda yang paling praktis dan mudah dikerjakan, yaitu dengan cara melarutkan tinja dalam larutan garam jenuh yang mempunyai Berat Jenis (BJ) 1,2. Metoda pengapungan dapat dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif.

Metoda kualitatif ialah suatu cara pemeriksaan yang hanya untuk melihat ada tidaknya dan banyak tidaknya telur cacing. Sedangkan metoda kuantitatif ialah cara pemeriksaan dengan menggunakan alat hitung Universal dari Whitlock, yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah telur cacing dalam satu gram tinja (WHITLOCK, 1948 ; KOSASIH, 1999 ).

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui jumlah telur cacing yang ada dalam tiap gram tinja dengan menggunakan metoda apung, sehingga dapat diketahui berat ringannya infeksi cacing dalam tubuh domba dan dapat mempermudah upaya penanggulangannya.

Bahan dan Alat

MATERI DAN METODA

Bahan yang dipergunakan adalah air kran, garam dapur, dan 52 sampel tinja domba Garut.

Alat-alat yang digunakan terdiri dari timbangan, botol kaca 60 ml, pipet, ember, erlemeyer, densy meter, gelas ukur, spidol/label, mesin pengocok (mixer), vaccum pump, baki, mesin hitung (counter), lemari es, timer, alat hitung kaca universal (Whitlock glass), dan mikroskop .

(3)

Prosedur

1. Larutan garam jenuh

Sediakan erlemeyer volume 2 liter, kemudian isi dengan air sebanyak 1 liter, selanjutnya masukkan garam dapur sebanyak 400 gram dan aduk sampai larut dan mencapai titik jenuh yang diinginkan yaitu BJ 1,2 ; dengan cara di ukur menggunakan alat pengukur kejenuhan yang di sebut densy meter. a. Sampel tinja

Timbang sampel tinja sebanyak 3 gram dalam botol kaca 60 ml dan tambahkan air keran sebanyak 17 ml sehingga volumenya menjadi 20 ml. Kemudian simpan dalam lemari es pada suhu 4° C selama minimal 4 jam atau sampai tinja menjadi lunak. Selanjutnya tinja dihancurkan menggunakan mesin pengocok (mixer) sampai menyerupai larutan yang halus. Supaya larutan tinja tersebut sedikit lebih jernih, dapat ditambahkan air keran sampai penuh dan diaduk, kemudian diamkan selama 15 - 20 menit, lalu supernatannya dibuang dengan hati-hati dengan menggunakan vaccum pump sampai pada batas volume awal, yaitu 20 ml.

b. Uji apung

Tambahkan larutan garam jenuh ke dalam larutan tinja sebanyak 40 ml sehingga volume seluruhnya menjadi 60 ml. Larutan tinja tersebut diambil/disedot sambil diaduk sampai merata/homogen menggunakan pipet khusus yang pada bagian ujungnya telah di pasang saringan dengan ukuran 250 ~L sesuai dengan ukuran telur cacing terbesar dengan garis diameter melintang 130 - 200 p (THIENPONT et al., 1979), sehingga sampah/kotoran dari larutan

tinja tidak terbawa dan tidak mengganggu pandangan pada waktu dilakukan pemeriksaan dan penghitungan telur cacing. Larutan tinja yang diambil menggunakan pipet tersebut dengan cepat dimasukkan ke dalam kamar alat hitung kaca Universal dari Whitlock yang mempunyai 4 kamar hitung, masing-masing kamar mempunyai volume 0,5 ml; kemudian diamkan selama 2-3 menit agar semua telur cacing mengapung dipermukaan larutan.

Periksa jenis telur cacingnya dan hitung jumlah telur cacing dari setiap kelompok dan jenisnya yang berlainan seperti kelompok Strongyles (terdiri dari Haemonchus sp., Cooperia sp., Oesophagostomum sp., Trichostrongylus sp., Bunostomum sp.), kelompok Strongyloides dan kelompok yang lainnya seperti

Trichuris sp., Capillaria sp., Ascaris sp. dan Moniezia sp. (Gambar 1). c. Identifikasi dan penghitungan telur cacing

Semua jenis telur cacing di identifikasi berdasarkan pedoman Manual MAFF (ANONYMOUS, 1978), THIENPONT et al. (1979) dan SOULSBY (1982) .

Setelah semua telur cacing yang ada dalam 4 kamar alat hitung kaca Universal diperiksa dan dihitung jumlahnya untuk masing-masing kelompok, kemudian dikalikan 10 (sepuluh), maka hasil yang didapat adalah jumlah telur cacing dalam satu gram tinja (tpg). Berdasarkan penghitungan menurut WHITLOCK

(4)

(1948) jumlah telur cacing yang terdapat pada 4 kamar hitung (n) dikalikan 10 (tpg = n X 10).

Pemeriksaan telur cacing nematoda dalam tinja domba Garut telah dilakukan menggunakan metoda uji apung, dimana uji ini digunakan untuk uji kuantitatif dengan menggunakan alat hitung Universal (WHITLOCK, 1948;

KOSASIH, 1999).

Hasil pemeriksaan dan penghitungan 52 sampel tinja domba Garut dapat di lihat pada Tabel 1 . Dalam tabel tersebut terlihat bahwa infeksi cacing pada setiap ekor domba tidak sama kasusnya yaitu bervariasi antara sampel tinja yang satu dengan yang lainnya dan hasil yang diperoleh adalah telur per gram (tpg) tinja untuk setiap sampelnya adalah antara 0 (nol) s/d 10.480. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah cacing yang menginfeksi masing-masing domba tidak sama banyaknya dan jenis cacing yang menginfeksinyapun berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stromgyle Trichuris Strongyloides Ascaris Moniezia

Gambar 1 . Telur cacing nematoda saluran pencernaan pada hewan ruminansia (Sumber: ANONYMOUS, 1978)

Hasil pemeriksaan dan penghitungan telur cacing per gram (tpg)tinja yang terendah adalah 0 (nol) dan yang tertinggi adalah 10.480. Nilai 0 (nol) bukan berarti domba tersebut tidak terinfeksi parasit cacing, kemungkinan domba tersebut terinfeksi parasit cacing, tetapi jumlah infeksi cacingnya sangat rendah, karena setelah dilakukan pemupukan dari sampel tinja tersebut yaitu sampel tinja domba nomor 200, 199, 95, 197, 49, 192, 55, 198, 57, 193 dan 194 terbukti adanya telur cacing yang menetas menjadi larva 3 (L3) atau kemungkinan domba tersebut terinfeksi cacing tetapi cacingnya masih muda sehingga tidak bertelur atau kemungkinan lain memang domba tersebut tidak terinfeksi cacing sama sekali. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemupukan sampel tinja domba nomor 196, 9036, 75 dan 110 yang hasil pemupukannya tidak ditemukan adanya telur cacing yang menetas menjadi larva 3 (L3) dan data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(5)

(1948) jumlah telur cacing yang terdapat pada 4 kamar hitung (n) dikalikan 10 (tpg = n X 10).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan telur cacing nematoda dalam tinja domba Garut telah dilakukan menggunakan metoda uji apung, dimana uji ini digunakan untuk uji kuantitatif dengan menggunakan alat hitung Universal (WHITLOCK, 1948; KOSASIH, 1999).

Hasil pemeriksaan dan penghitungan 52 sampel tinja domba Garut dapat di lihat pada Tabel 1 . Dalam tabel tersebut terlihat bahwa infeksi cacing pada setiap ekor domba tidak sama kasusnya yaitu bervariasi antara sampel tinja yang satu dengan yang lainnya dan hasil yang diperoleh adalah telur per gram (tpg) tinja untuk setiap sampelnya adalah antara 0 (nol) s/d 10.480. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain jumlah cacing yang menginfeksi masing-masing domba tidak sama banyaknya dan jenis cacing yang menginfeksinyapun berbeda.

Stromgyle Trichuris Strongyloides Ascaris Moniezia

Gambar 1 . Telur cacing nematoda saluran pencernaan pada hewan ruminansia (Sumber:ANONYMOUS, 1978)

Hasil pemeriksaan dan penghitungan telur cacing per gram (tpg)tinja yang terendah adalah 0 (nol) dan yang tertinggi adalah 10.480. Nilai 0 (nol) bukan berarti domba tersebut tidak terinfeksi parasit cacing, kemungkinan domba tersebut terinfeksi parasit cacing, tetapi jumlah infeksi cacingnya sangat rendah, karena setelah dilakukan pemupukan dari sampel tinja tersebut yaitu sampel tinja domba nomor 200, 199, 95, 197, 49, 192, 55, 198, 57, 193 dan 194 terbukti adanya telur cacing yang menetas menjadi larva 3 (L3) atau kemungkinan domba tersebut terinfeksi cacing tetapi cacingnya masih muda sehingga tidak bertelur atau kemungkinan lain memang domba tersebut tidak terinfeksi cacing sama sekali. Hal ini dibuktikan dengan hasil pemupukan sampel tinja domba nomor 196, 9036, 75 dan 110 yang hasil pemupukannya tidak ditemukan adanya telur cacing yang menetas menjadi larva 3 (L3) dan data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(6)

Terdiri dari jenis telur cacing : Trichuris, Capillaria, Ascaris, Moniezia 3 1 110 o u 0 1T-1 192 0 1L _h-93 80 0 r3 14 0 1611 0 14 195 1480 40 0 15 0 24FU 0 16 T99 0 0 0 i7 199 0 I -18 200 0 0 _ T9 3938 320 0 0 20 4079 200 0 0 21 1 2049 0 0 22 9029 90 0 0 23 38T2 840 0 0 24 3930 276U 23 9618 U 0 26 I4 40 27 707 2120 40 0 28 xlo 320 0 0 2000 0 333 2015 0 0 0 2076 720 U 0 35 9091 -T4U 36 9036 -0 37 9068 2 38 3842 960 0 0 39 4880 0 0 411 130 2800 0 0 41 20T7 170 80 0 42 2T41 592m 0 0 43 "52 5880 -0 44 04" 80 u 45 005 1000 46 1200 0 0 47 ZG59- 760 0 48 2100 10480 0 0 49 u1 1980 4U 3949 520 .. . , .._ ., . . ., u

Tabel 1 . Jumlah telur cacing per gram (tpg) dalam setiap sampel tinja No . Kode sampel Strongyles Stronyloides Telur cacing yang

lain ") 40 i 0 0 0 2 55 I 0 0 0 3 57 0 0 0 4 75 0 0 0 0 40 9 0 0 8 100 40 8u 0 9 107 120

(7)

Tabel 2. Hasil pemupukan sampel tinja dengan tpg 0 (nol) yang menetas menjadi larva(L3)

Sedangkan hasil pemeriksaan dan penghitungan telur cacing per gram (tpg) 10.480 bisa dikatakan bahwa infeksi cacing pada hewan domba tersebut cukup berat dan harus segera diobati. Menurut ADIWINATA dan SUKARSIH

(1992) pengobatan yang terlambat akan menyebabkan hewan makin menjadi kurus dan kemudian mati karena hewan banyak kehilangan darah.

32

KESIMPULAN

Dengan melakukan pemeriksaan tinja hewan dan penghitungan jumlah telur cacing yang ada dalam tinja setiap gram (tpg), maka dapat diketahui bahwa hewan tersebut terkena infeksi parasit cacing atau tidak dan dapat diketahui pula berat ringannya infeksi tersebut, sehingga dapat segera dilakukan usaha penanggulangannya .

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR BACAAN

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Drh. Sri Widjajanti MSc., dan Drs. Gatot Adiwinata, staf peneliti Parasitologi Balitvet yang telah membantu dan membimbing saya dalam pembuatan tulisan ini dan juga tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan teknisi di laboratorium Helminthologi Parasitologi Balitvet.

ADIWINATA, G dan SUKARSIH. 1992. Gambaran darah domba yang terinfeksi

cacing nematoda saluran pencemaan secara alami di Kab. Bogor (Kec . Cijeruk, Jasinga dan Rumpin). Penyakit Hewan 24 (43) : 13-16.

Kode sampel Haemonchus

sp. Cooperia sp. omum SPOesophagost s spTrichostrongylu Bunostomumsp.

196 0 0 0 0 0 200 10 0 0 60 0 199 41 29 1 10 0 9036 0 0 0 0 0 95 0 0 0 12 0 75 0 0 0 0 0 110 0 0 0 0 0 197 1 1 3 13 0 49 53 2 2 8 1 192 18 4 0 3 1 55 9 1 2 0 0 198 0 2 0 15 0 57 2 15 14 69 0 193 2 0 0 5 0 194 0 0 0 8 0

(8)

ANONYMOUS. 1978. Manual of Veterinary investigation laboratory techniques, Part 7 Parasitology . Ref. book 368 : 1 - 2 . Ministry of agriculture, fisheries andfood.Middlesex UK.

BERIAJAYA dan SUHARDONO. 1997. Penanggulangan nematodiasis pada ruminansia kecil secara terpadu antara manajemen, nutrisi dan obat cacing. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1997.Jilid 1 : 110-120.

BERIAJAYA and D.B . COPENIAN. 1997. An estimate of seasonality and intensity of infection with gastrointestinal nematodes in sheep and goats in West Java. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 2 (4) : 270 - 276. KOSASIH, Z. 1999. Perbandingan penghitungan jumlah telur cacing per gram

(tpg) feses antara alat hitung Universal dengan Mc Master. Prosiding Temu Ilmiah Litkayasa Balai Penelitian Veteriner 1999 : 133 - 138. SOULSBY, E.J.L . 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated

Animals. Baillere, Tindall and Cassell Ltd. London.

THIENPONT, D. ROCHETTE, F . VANPARIJS, O.F.J. 1979. Diagnosing helminthiasis through coprological examination: 47-67.

WHITLOCK, N.V. 1948. Some modifications of the Mc Master helminth egg counting technique and apparatus. J. Council Sci. Industr. Res. 21 : 172-180.

Gambar

Gambar 1 . Telur cacing nematoda saluran pencernaan pada hewan ruminansia (Sumber: ANONYMOUS, 1978)
Tabel 1 . Jumlah telur cacing per gram (tpg) dalam setiap sampel tinja
Tabel 2. Hasil pemupukan sampel tinja dengan tpg 0 (nol) yang menetas menjadi larva(L3)

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah fragmen DNA hasil amplifikasi berkisar antara 6-10 pita tergantung pada primer dan karakter genetik ikan hias clown yang dianalisis.. Ukuran fragmen yang di- peroleh

Natural logarithm of the area under the curve (AUC 0–6 h ) of rifampicin versus body weight (kg) for patients with tuberculosis (TB; dashed line) and for patients with TB and with

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian yaitu profitabilitas, likuiditas dan leverage sebagai variabel independen dan financial distress sebagai variabel

Sedangkan pencapaian laba bersih hingga 1H17 telah men- cerminkan 57,8% dari target laba bersih tahun ini yang diperkirakan mencapaiRp5,92 triliun atau tumbuh 18% dari

Tanggal periode pernyataan kehendak pemegang saham publik LPPF 21 – 27 September 2011 yang beniat untuk menjual sahamnya. Tanggal perdagangan terakhir saham LPPF sebelum Penggabungan

Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa kegiatan pemantauan keimigrasian dan operasi lapangan yang berkaitan dengan penindakan keimigrasian yang terencana dengan baik dan sesuai

REALISASI INVESTASI PMDN PROYEK/KEGIATAN USAHA TIDAK WAJIB LKPM (NON LKPM/ NON SPIPISE) BERDASARKAN IZIN USAHA BARU YANG DITERBITKAN KABUPATEN/ KOTA DI JAWA BARAT.. TRIWULAN IV

Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pengguna Sistem Informasi Akuntansi akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan Sistem Informasi