• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS IKLAN SUSU BUBUK PERTUMBUHAN NESTLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS IKLAN SUSU BUBUK PERTUMBUHAN NESTLE"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS IKLAN SUSU BUBUK PERTUMBUHAN “NESTLE

BATITA” DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP

IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PRODUK

(Kasus Ibu Rumah Tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor)

SKRIPSI TOMMY ARISTYO

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

TOMMY ARISTYO. D34102070. 2009. Efektivitas Iklan Susu Bubuk

Pertumbuhan “Nestle Batita” dalam Mengubah Pengetahuan dan Sikap Ibu Rumah Tangga terhadap Produk (Kasus Ibu Rumah Tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor). Skripsi. Program Studi Sosial

Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama: Ir. Hadiyanto, MS

Pembimbing Anggota: Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, MSi

Bulan Januari 2009 PT Nestle Indonesia menyiarkan iklan televisi susu bubuk pertumbuhan Nestle Batita yang merupakan susu hasil olahan Nestle Dancow untuk anak usia satu hingga tiga tahun untuk diperkenalkan kepada khalayak luas khususnya ibu rumah tangga yang memiliki anak usia satu hingga tiga tahun. Komunikasi iklan dapat dikatakan efektif apabila iklan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan perilaku nyata khalayak luas tentang produk yang diiklankan. Keefektifan iklan tersebut dapat diketahui dari tanggapan yang diberikan khalayak luas sebagai umpan balik.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efektivitas iklan televisi susu Batita dalam meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga tentang produk susu bubuk pertumbuhan tersebut dan mengetahui efektivitas iklan televisi susu Batita dalam mengubah sikap ibu rumah tangga terhadap produk susu bubuk pertumbuhan tersebut.

Disain yang digunakan adalah Randomized Pretest Posttest Design. Data tentang karakteristik ibu rumah tangga dianalisis dengan analisa deskriptif. Pengetahuan awal, sikap awal, peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap dianalisis dengan uji t-student.

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik tingkat pengetahuan dan sikap awal dari ibu rumah tangga tidak berbeda nyata walaupun karakteristik ibu rumah tangga bervariasi. Skor peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap antara kelompok 1 (kelompok perlakuan menonton iklan) dibandingkan dengan kelompok 2 (kelompok kontrol), berbeda nyata (P < 0.05) dan skor peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap tertinggi pada kelompok 1. Dengan demikian, penayangan iklan televisi susu Batita efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap ibu rumah tangga terhadap produk susu Batita ke arah yang lebih positif. Artinya ibu rumah tangga memiliki kepercayaan bahwa susu Batita bermanfaat untuk perkembangan anaknya, tertarik akan kelebihan-kelebihan yang ditawarkan susu Batita, berusaha menyarankan orang lain untuk ikut mengkonsumsi susu Batita dan sebagainya.

Kata kunci : pengetahuan tentang produk, sikap terhadap produk, efektivitas iklan televisi

(3)

ABSTRACT

In January 2009, Nestle Indonesia corporation broadcasts a new Batitas’ grow up milk advertisement on television. Batitas’ grow up milk advertisement on television effectiveness was determined by the housewives’ knowledge and attitude changes on Batita product. The housewives give respons from their exposure on Batitas’ grow up milk advertisement on television known as feed back.

The aim of this study are to identify the Batitas’ television advertisement effectiveness on housewives’ product knowledge changes in Posyandu Rajawali 8, Taman Yasmin, Bogor; and to identify the Batitas’ television advertisement effectiveness on housewives’ product attitude changes.

Randomized Pretest Posttest Design was used in this study. This study was conducted in Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor on March 6th 2009. Primary data were obtain directly from questionnaires and interviews with housewives. Data were analyzed using t-student.

This research resulted several outputs such as Batitas’ grow up milk advertisement on television shows its effectiveness to increase housewives’ Batita product knowledges and Batitas’ grow up milk advertisement on television also shows its effectiveness to change housewives’ Batita product attitudes toward positive way. This result came from analyzed data where group one have a higher knowledge increasement score rather than group two, and there is significant difference between 2 groups (P < 0.05).

Key words: product knowledges, product attitudes, television advertisement effectiveness

(4)

EFEKTIVITAS IKLAN SUSU BUBUK PERTUMBUHAN “NESTLE

BATITA” DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP

IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PRODUK

(Kasus Ibu Rumah Tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor)

TOMMY ARISTYO D34102070

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

EFEKTIVITAS IKLAN SUSU BUBUK PERTUMBUHAN “NESTLE

BATITA” DALAM MENGUBAH PENGETAHUAN DAN SIKAP

IBU RUMAH TANGGA TERHADAP PRODUK

(Kasus Ibu Rumah Tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor)

Oleh:

TOMMY ARISTYO D34102070

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 Juli 2009

Pembimbing Utama

Ir. Hadiyanto, MS

NIP. 19621203 198703 1 001

Pembimbing Anggota

Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, Msi NIP. 19630705 198803 2 001

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr NIP. 19670107 199103 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Maret 1984 di Jakarta. Penulis adalah anak dari pasangan Bapak Budi Santoso dan Ibu Sukersi Budianto. Tahun 1990 memasuki pendidikan dasar di SD Budi Mulia Bogor, dan lulus tahun 1996. Kemudian masuk SMP Budi Mulia Bogor, dan lulus tahun 1999. Selanjutnya masuk SMU Negeri 5 Bogor dan lulus tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi dan Industri Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT, atas segala

Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Posyandu Rajawali 8, RW 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor dengan subyek penelitian ibu rumah tangga anggota posyandu Rajawali 8 yang memiliki anak usia satu hingga tiga tahun. Diharapkan skripsi ini dapat berguna bagi berbagai kalangan yang berkepentingan seperti PT Nestle Indonesia selaku produsen iklan televisi susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” dimana dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi tim manajemen pemasaran khususnya tim promosi perusahaan tersebut untuk terus memperbaiki dan memperbarui teknik pengemasan pesan iklan televisi produk susu Batita. Sedangkan bagi khalayak sasaran iklan televisi susu Batita yaitu ibu rumah tangga yang memiliki anak usia satu hingga tiga tahun, diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan ibu rumah tangga akan produk susu Batita. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan atau menjadi insipirasi bagi berbagai kalangan civitas akademik khususnya mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir.

Bogor, 8 Agustus 2009

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3 Tujuan Penelitian ... 4 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Televisi ... 5 Periklanan ... 7 Efektivitas Iklan ... 8

Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner ... 9

Aspek Kognitif ... 12

Aspek Afektif ... 12

Aspek Konatif ... 12

Sikap terhadap Produk ... 13

Frekuensi Efektif Iklan Televisi ... 15

Penelitian Sebelumnya yang Berhubungan dengan Efektivitas Siaran Iklan ... 16

Susu Formula ... 16

KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

DEFINISI OPERASIONAL ... 21

(9)

METODE PENELITIAN ... 23

Lokasi dan Waktu ... 23

Disain Penelitian ... 23

Tahapan Penelitian ... 24

Metode Pengumpulan Data ... 25

Metode Penentuan Responden ... 25

Analisis Data ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Karakteristik Responden ... 27

Umur ... 27

Tingkat Pendidikan ... 27

Pekerjaan ... 28

Pendapatan ... 29

Jumlah Anggota Keluarga ... 30

Frekuensi Menonton Televisi dalam Sehari ... 31

Lama Menonton Televisi dalam Sehari ... 31

Stasiun Televisi yang Sering Ditonton ... 32

Kategori Program Acara yang Paling Sering Ditonton ... 33

Keterdedahan terhadap Iklan Televisi Susu “Nestle Batita" ... 33

Pengetahuan Awal Responden ... 34

Efektivitas Iklan dalam Meningkatkan Pengetahuan ... 35

Sikap Awal Responden ... 37

Efektivitas Iklan dalam Mengubah Sikap ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

UCAPAN TERIMA KASIH ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Distribusi Responden berdasarkan Umur pada Kelompok 1 dan

Kelompok 2 ... 27 2. Distribusi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan pada

Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 28 3. Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan pada Kelompok 1

dan Kelompok 2 ... 29 4. Distribusi Responden berdasarkan Pendapatan per Bulan pada

Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 30 5. Distribusi Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 30 6. Distribusi Responden berdasarkan Frekuensi Menonton Televisi

dalam Sehari pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 31 7. Distribusi Responden berdasarkan Lama Menonton dalam

Sehari pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 32 8. Distribusi Responden berdasarkan Stasiun Televisi yang Paling

Sering Ditonton pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 32 9. Distribusi Responden berdasarkan Program Acara yang Paling

Sering Ditonton pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 ... 33 10. Distribusi Responden berdasarkan Keterdedahan terhadap Iklan

Televisi Susu “Nestle Batita” pada Kelompok 1 dan

Kelompok 2 ... 34 11. Hasil Uji t-student dari Skor Pengetahuan Awal antara Kedua

Kelompok ... 35 12. Hasil Uji t-student dari Skor Peningkatan Pengetahuan antara

Kedua Kelompok ... 36 13. Hasil Uji t-student dari Skor Sikap Awal antara

Kedua Kelompok ... 38 14. Hasil Uji t-student dari Skor Perubahan Sikap antara

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner ... 10

2. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian ... 20 3. Randomized Pretest Posttest Design ... 24

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Kuesioner Penelitian ... 47

2. Skor Pretest, Posttest dan Peningkatan Pengetahuan Tiap

Individu ... 57 3. Skor Pretest, Posttest dan Perubahan Sikap Tiap Individu ... 58

4. Hasil Uji t-student untuk Pengetahuan Awal dan Peningkatan

Pengetahuan antara Kedua Kelompok ... 59 5. Hasil Uji t-student untuk Peningkatan Pengetahuan pada

Kelompok Kontrol ... 61

6. Hasil Uji t-student untuk Sikap Awal antara Kedua Kelompok .. 62

7. Hasil Uji t-student untuk Perubahan Sikap antara Kedua

Kelompok ... 63

(13)

DEFINISI OPERASIONAL

1. Iklan televisi susu pertumbuhan “Nestle Batita” adalah bentuk komunikasi komersil dan nonpersonal tentang produk susu pertumbuhan Batita yang ditransmisikan ke suatu khalayak (dalam penelitian ini yaitu ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor) melalui media televisi.

2. Pengetahuan produk susu Batita adalah pemahaman ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, mengenai informasi-informasi produk susu Batita.

3. Sikap terhadap produk susu Batita adalah kepercayaan, perasaan dan kecenderungan perilaku ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, terhadap produk susu Batita.

4. Peningkatan pengetahuan produk susu Batita adalah bertambahnya pemahaman ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, mengenai informasi-informasi produk susu Batita.

5. Perubahan sikap terhadap produk susu Batita adalah perkembangan kepercayaan, perasaan dan kecenderungan perilaku ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, terhadap produk susu Batita.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi susu olahan tahun 2008 di Indonesia mencapai 556.000 ton (berasal dari produksi susu nasional yaitu sebanyak 1,79 juta ton susu segar) dalam bentuk susu bubuk, susu kental manis dan susu cair. Saat ini mulai tumbuh dan berkembang industri-industri pengolahan susu berskala besar, menengah dan kecil yang umumnya menghasilkan susu cair yang berbasis pada penggunaan produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN). Namun untuk dapat berproduksi secara optimal, industri pengolahan susu tersebut saat ini masih harus mengimpor sekitar 70 persen bahan baku yang dibutuhkannya dari luar negeri seperti dari Amerika Serikat, New Zealand dan Australia (Purna et al., 2009).

PT Nestle Indonesia (NI) yang merupakan industri pengolahan susu berskala besar memperoleh pasokan utama susu sapi segar dari hasil kemitraannya dengan 28 ribu peternak susu sapi di 40 koperasi di Jawa Timur. Produksi susu sapi di wilayah Jawa Timur saat ini mencapai 600 ton susu segar per hari. Dari jumlah itu 410 ton susu segar dipasarkan ke PT NI dan saat ini tiap harinya perusahaan tersebut meminta tambahan 140 ton susu segar. Jumlah susu segar tersebut dihasilkan oleh sekitar 130 ribu ekor sapi (Nugroho et al., 2008).

Seiring dengan berkembangnya teknologi pangan, hasil produk olahan susu sapi semakin banyak dan berkembang. Di pasaran luas dapat dengan mudah ditemui berbagai jenis olahan susu sapi yang umum seperti susu segar, susu bubuk, susu skim, susu asam, susu kental manis, susu kental tidak manis, keju, es krim, kefir dan sebagainya. Namun terdapat pula produk olahan susu lain yang unik seperti permen susu, kerupuk susu, dodol susu, tahu susu dan noga susu yang diproduksi oleh Koperasi susu di Pangalengan (Masdin, 2009).

Dalam kaitannya dengan manajemen pemasaran khususnya promosi, PT NI selaku perusahaan besar yang mengolah susu segar menjadi berbagai macam produk olahan baru, salah satunya yaitu susu bubuk formula untuk anak usia satu hingga tiga tahun “Nestle Batita” membutuhkan suatu media massa yang dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan produk susu tersebut kepada masyarakat luas.

(15)

Peran media massa sangat penting dalam upaya memperkenalkan produk kebutuhan kepada masyarakat dalam memasarkannya. Perkembangan media massa, baik media massa cetak maupun media massa elektronik semakin beragam, didukung oleh kemampuan teknologi yang semakin canggih. Media massa bagi masyarakat tidak hanya berperan sebagai penyebar informasi dan peristiwa yang terjadi, tetapi media massa juga berperan dalam pemasaran suatu produk melalui iklan.

Periklanan melalui media massa memegang peranan yang penting sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen. Produsen berupaya menjual produk yang diproduksi secara massal. Produsen tidak lagi berdiam diri menunggu datangnya pembeli melainkan berusaha memperkenalkan secara aktif produknya ke pasar. Di sisi lain, konsumen berusaha memperoleh informasi akan produk kebutuhannya yang beredar di pasaran. Kegiatan periklanan dapat memberikan informasi suatu produk kebutuhan kepada segmen konsumen tertentu secara persuasif. Dengan demikian kegiatan periklanan melalui media massa membangun komunikasi untuk memenuhi kebutuhan dua pihak yang bersangkutan yaitu produsen dan konsumen.

Efek komunikasi merupakan perubahan yang terjadi dalam diri audiens karena menerima pesan komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif apabila menghasilkan perubahan, seperti: perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku nyata atau ketiganya. Perubahan tersebut dapat diketahui dari tanggapan yang diberikan audiens sebagai umpan balik (Wiryanto, 2000).

Perubahan pengetahuan merupakan bentuk transformasi informasi eksternal menjadi satu pola pemikiran untuk membentuk sikap. Respons pada tahap kognitif terdiri dari tingkat pengenalan (awareness) dan pengetahuan (knowledge). Menurut Yuwani (1992), audiens mulai mengetahui informasi mengenai apa, dimana dan bagaimana produk, jasa, gagasan atau ide yang ditampilkan melalui iklan pada tahap kognitif.

Bungin (2001) menyatakan bahwa proses komunikasi iklan diawali dengan adanya muatan ide dari komunikator yaitu produsen, untuk memberi citra sebuah produk, jasa, gagasan, atau ide yang diiklankan. Muatan ide tersebut dikomunikasikan kepada audiens yang menerimanya. Dalam proses tersebut,

(16)

3 komunikator menciptakan ide yang akan dikomunikasikan kepada audiens. Kemudian, audiens mengalami perubahan pengetahuan dan sikap terhadap ide tersebut. Jadi, efektivitas komunikasi iklan dapat dilihat dari perubahan pengetahuan dan sikap konsumen terhadap produk yang diiklankan.

Bulan Januari 2009, PT NI selaku produsen susu bubuk “Nestle Batita” menyiarkan iklan televisi susu bubuk terbaru dengan durasi tiga puluh detik dan sering ditayangkan pada jam-jam acara infotainment, talkshow dan sinetron di televisi. Menampilkan tokoh seorang anak balita yang mengenakan sepatu ukuran dewasa, dimana ibunya merasa bangga akan kemampuan baru yang dimiliki anaknya tersebut. Iklan tersebut diiringi oleh musik/jingle dan diakhiri dengan ditampilkannya produk susu bubuk Batita dengan slogan “pilihan nutrisi tepat di awal pertumbuhan”.

Produk susu Batita merupakan produk baru dari susu Dancow untuk anak usia satu hingga tiga tahun dan perlu untuk diperkenalkan kepada target khalayak khususnya ibu rumah tangga yang memiliki anak usia satu hingga tiga tahun. Upaya memperkenalkan produk susu tersebut salah satunya dilakukan dengan membuat iklan televisi baru yang perlu diukur efektivitasnya dalam mengubah pengetahuan dan sikap khalayak target terhadap produk.

Sejalan dengan uraian di atas, upaya mengefektifkan iklan susu bubuk Batita di televisi memerlukan pengkajian terhadap sejauhmana iklan produk tersebut dapat mengubah pengetahuan dan sikap konsumen terhadap produk.

Perumusan Masalah

Pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap informasi-informasi produk susu Batita dapat diubah ke arah yang lebih positif (pengetahuan akan produk susu Batita meningkat, memiliki kepercayaan bahwa susu Batita bermanfaat untuk perkembangan anaknya, tertarik akan kelebihan-kelebihan yang ditawarkan susu Batita, berusaha menyarankan orang lain untuk ikut mengkonsumsi susu Batita dan sebagainya), dengan mengusahakan agar ibu rumah tangga menyaksikan iklan televisi susu Batita karena iklan televisi tersebut dikatakan efektif apabila dapat meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap ibu rumah tangga terhadap produk ke arah yang lebih positif.

(17)

Ibu rumah tangga sebagai pengambil keputusan dalam konsumsi susu bubuk untuk balita, akan memberikan perhatian yang lebih pada iklan televisi susu Batita dan akan memberikan penilaian tersendiri terhadap pesan iklan televisi tersebut. Penilaian terhadap pesan iklan dilihat dari perubahan pengetahuan dan sikap terhadap produk.

Berdasarkan uraian di atas, maka ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah efektivitas iklan televisi susu “Nestle Batita” dalam meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga tentang produk susu bubuk pertumbuhan tersebut?

2. Bagaimanakah efektivitas iklan televisi susu “Nestle Batita” dalam mengubah sikap ibu rumah tangga terhadap produk susu bubuk pertumbuhan tersebut?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui efektivitas iklan televisi susu “Nestle Batita” dalam meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga tentang produk susu bubuk pertumbuhan tersebut.

2. Mengetahui efektivitas iklan televisi susu “Nestle Batita” dalam mengubah sikap ibu rumah tangga terhadap produk susu bubuk pertumbuhan tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini ditujukan pada pihak-pihak yang berkepentingan dalam produksi iklan televisi (PT NI), masyarakat konsumen khususnya ibu rumah tangga serta pihak lainnya dalam memahami lebih banyak mengenai efektivitas iklan susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” dalam mengubah pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga terhadap produk.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Televisi

Alatas (1997) menyatakan bahwa televisi merupakan media massa paling populer di antara berbagai teknologi komunikasi yang ada. Penemuan televisi merupakan pengembangan dari radio. Bila radio siaran yang dipancarkan melalui gelombang elektromagnetis hanya suara saja, maka televisi siaran yang dipancarkan selain suara juga gambar secara sinkron, karena baik suara maupun gambar diubah menjadi gelombang elektromagnetik, dipancarkan dan selanjutnya diterima oleh sebuah alat penerima yang mampu mengubah gelombang elektromagnetik menjadi suara dan gambar kembali.

Menurut Kasali (2007), setidaknya terdapat empat cara transmisi siaran televisi dari stasiun pemancar ke pesawat penerima, yaitu sistem microwave, sistem satelit, sistem kabel, serta gabungan ketiga sistem tersebut. Sistem

microwave mempunyai tiga komponen utama, yakni:

1. Stasiun pemancar pusat (TVRI Stasiun Pusat Jakarta atau TVRI Stasiun-stasiun daerah).

2. Stasiun-stasiun relai.

Stasiun-stasiun relai yang ditempatkan di antara stasiun pemancar dan pesawat penerima dibutuhkan untuk memperluas daya pancar gelombang SHF (Super High Frequency) yang jangkauannya terbatas. Sebelum dipancarkan ke pesawat penerima, gelombang SHF tadi dirubah menjadi gelombang VHF (Very High Frequency) atau UHF (Ultra High

Frequency).

3. Pesawat penerima televisi (di rumah para pemirsa).

Sistem satelit antara lain digunakan untuk mengatasi daya pancar gelombang SHF yang terbatas dan mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk membangun stasiun-stasiun relai. Sementara itu, Sistem kabel digunakan untuk menyalurkan siaran televisi dari stasiun pusat atau stasiun relai ke pelanggan lewat kabel serat optik. Sistem gabungan merupakan sistem penyiaran televisi yang menggabungkan berbagai bentuk transmisi seperti yang dilakukan oleh TVRI. Studio TVRI menggabungkan sistem relai dan sistem satelit.

(19)

Menurut Durianto et al. (2003), kekuatan televisi bila digunakan sebagai

media periklanan adalah: 1. Efisiensi Biaya.

Televisi mampu menjangkau masyarakat yang sangat luas. Kelebihan ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap orang. Banyak pengiklan memandang televisi sebagai media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan-pesan komersialnya.

2. Pengaruh yang kuat

Kebanyakan pemirsa melewatkan waktunya di depan televisi yang merupakan sarana hiburan, sumber berita, sarana pendidikan dan lain-lain. Sebagaimana kebanyakan pembeli, pemirsa televisi lebih cenderung memilih produk yang diiklankan di televisi daripada produk yang tidak mereka kenal.

3. Dampak yang kuat

Iklan di televisi sampai ke pemirsa dalam bentuk audiovisual. Kreatifitas pengiklan lebih dapat dieksploitasi dan dioptimalkan dengan mengkombinasikan gerak, keindahan, kecantikan, suara, warna, musik, drama, humor maupun ketegangan.

Adapun kelemahan dari media televisi bila digunakan sebagai media dalam periklanan menurut Durianto et al. (2003) adalah:

1. Kesulitan teknis

Jadwal tayang iklan di televisi tidak mudah diubah sehingga seringkali tidak fleksibel. Seringkali pihak pengiklan akan menghadapi kesulitan teknis untuk mengubah jadwal maupun jam tayang, padahal pengiklan memiliki kebutuhan yang mendesak dalam menghadapi event tertentu. 2. Biaya tinggi

Biaya iklan untuk menjangkau setiap orang relatif lebih tinggi. 3. Masyarakat yang tidak selektif

Pemirsa televisi banyak dan luas sehingga iklan yang ditampilkan di televisi menjangkau pasar yang tidak tepat dan tidak selektif.

(20)

7

Periklanan

Sutisna (1999) menjelaskan definisi standar dari periklanan biasanya mengandung enam elemen. Pertama, periklanan adalah bentuk komunikasi yang dibayar, walaupun beberapa bentuk periklanan seperti iklan layanan masyarakat biasanya menggunakan ruang khusus yang gratis atau walaupun harus membayar tapi dengan jumlah yang sedikit. Kedua, selain pesan yang harus disampaikan harus dibayar, dalam iklan juga terjadi proses identifikasi sponsor. Iklan bukan hanya menampilkan pesan mengenai kehebatan produk yang ditawarkan, tetapi juga sekaligus menyampaikan pesan agar konsumen sadar mengenai perusahaan yang memproduksi produk yang ditawarkan itu, sehingga kita sering mendengar atau melihat iklan yang selain menawarkan produknya tapi juga menyampaikan nama produsennya. Maksud utama pemasang iklan adalah untuk membujuk atau mempengaruhi konsumen untuk melakukan sesuatu. Upaya membujuk dan mempengaruhi konsumen merupakan elemen ketiga dalam definisi periklanan. Keempat, periklanan memerlukan elemen media massa sebagai media penyampai pesan. Kelima, periklanan memiliki sifat impersonal. Elemen keenam adalah audiens.

Arens (2008) menyatakan bahwa iklan adalah susunan komunikasi nonpersonal yang biasanya dibiayai oleh sponsor dan bersifat persuasif tentang suatu produk melalui berbagai macam media. Iklan yang tidak dibiayai oleh sponsor seperti iklan layanan masyarakat.

Klepper (1997) juga sependapat dengan sebuah pendapat lain dari The

American Marketing Association (AMA) bahwa iklan merupakan penampilan

aktivitas bisnis yang secara langsung dalam mengikuti arus barang, layanan dari produsen kepada konsumen atau para pemakainya. Peranan iklan dalam konteks pemasaran adalah iklan merupakan salah satu teknik komunikasi sebagai unsur pemasaran. Iklan mengandung pesan tentang suatu produk melalui media nonpersonal yang dibiayai oleh pihak sponsor.

(21)

Unsur-unsur dari iklan menurut Liliweri (1997), dirincinya sebagai berikut:

1. To inform

Menerangkan sesuatu hal yang diketahui oleh para pemasang iklan (misalnya suatu produk tertentu) kepada mereka (khalayak) yang dipandang membutuhkannya.

2. Nonpersonal

Sifat unsur ini adalah bukan antar pribadi yang menggunakan media sebagai penyalur pesan bukan penjualan dengan transaksi antar personal bertatap muka. Hal inilah yang membedakan dengan sales promotion.

3. Media Massa

Karena bersifat nonpersonal maka sudah tentu menggunakan media lain yaitu media massa yaitu media cetak dan media elektronik sesuai dengan penggunaannya memanfaatkan waktu dan ruang.

4. Persuasif

Iklan bersifat komunikasi persuasif yang isinya menganjurkan, merangsang, membujuk para pembeli, pemakai untuk membeli atau terus memakai produk yang ditawarkan.

5. Sponsor

Pihak yang menanggung pembayaran terhadap ruang dan waktu melalui media massa untuk keperluan produk-produknya tersebut.

6. Tujuan

Tujuan iklan bisa bersifat individual melalui surat-menyurat pos, kelompok-kelompok atau masal mencapai khalayak luas melalui media massa.

Efektivitas iklan

Pengukuran efektivitas periklanan merupakan aspek penting dari manajemen periklanan untuk menentukan apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai atau belum.

Menurut Kasali (2007) menyatakan bahwa Defining Advertising Goals for

Measured Advertising Results (DAGMAR) merupakan salah satu model yang

(22)

9 komunikasi dan menjabarkan beberapa tujuan iklan berdasarkan konteks model

Hierarchy of Effect.

Shimp (2000) mengatakan bahwa suatu iklan disebut efektif jika memenuhi pertimbangan berikut:

1. Iklan harus memperpanjang suara strategi periklanan

Iklan bisa jadi efektif hanya bila cocok dengan elemen lain dari strategi komunikasi pemasaran yang diarahkan dengan baik dan terintregasi.

2. Periklanan yang efektif harus menyertakan sudut pandang konsumen

Para konsumen membeli manfaat-manfaat produk, bukan atribut atau lambangnya. Oleh karena itu, iklan harus dinyatakan dengan cara yang berhubungan dengan kebutuhan konsumen.

3. Periklanan yang efektif harus persuasif

Persuasi terjadi ketika produk yang diiklankan dapat memberikan keuntungan bagi konsumen.

4. Iklan harus menemukan cara yang unik untuk menerobos kerumunan iklan 5. Iklan yang baik tidak pernah menjanjikan lebih dari apa yang bisa diberikan

Intinya adalah menerangkan dengan apa adanya.

6. Iklan yang baik mencegah ide kreatif dari strategi yang berlebihan

Tujuan iklan adalah mempersuasi dan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian. Penggunaan humor yang tidak efektif mengakibatkan orang-orang hanya ingat pada humornya saja, tetapi melupakan pesannya.

Sejalan dengan hal tersebut, Aaker et al. (1996) menyatakan dua syarat keberhasilan suatu iklan, yaitu: (1) Audiens harus terkena terpaan iklan dan memperhatikan iklan tersebut serta (2) Audiens harus mengartikan pesan iklan sama seperti apa yang dimaksud oleh komunikator.

Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner

Berdasarkan model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner, iklan

tidak langsung mempengaruhi perilaku nyata audiens (conative response), tetapi harus melalui beberapa tahap sebelum melangkah ke tahap berikutnya (Aaker et

al., 1996). Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner dapat dilihat pada

(23)

Gambar 1. Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner.

Sumber: Aaker et al., 1996

Aaker et al. (1996) menyatakan bahwa tahap pertama dalam model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner adalah tahap pengenalan

(awareness), yaitu tahap audiens menyadari adanya suatu produk, jasa, gagasan atau ide yang diiklankan. Tahap ini kemudian diikuti oleh tahap pengetahuan (knowledge), yaitu tahap audiens memperoleh informasi tentang bentuk dan atribut produk, jasa, gagasan atau ide yang diiklankan.

Pengetahuan yang diperoleh audiens dapat menimbulkan suatu perasaan atau sikap yang positif terhadap produk, jasa, gagasan atau ide yang diiklankan tersebut. Tahap ini merupakan tahap kesukaan (liking). Kemudian, apabila audiens memiliki kesukaan yang lebih terhadap suatu produk, jasa, gagasan atau ide tertentu dibandingkan dengan produk, jasa, gagasan atau ide lain, maka audiens telah berada pada tahap kecenderungan (preference) (Aaker et al., 1996).

Audiens akan berada pada tahap keyakinan (conviction) apabila telah mengakui kelebihan produk, jasa, gagasan atau ide yang diiklankan. Apabila audiens mengubah perasaan dan keyakinannya tersebut menjadi perilaku membeli produk, jasa, gagasan atau ide yang diiklankan, maka audiens telah berada pada tahap pembelian (purchase) (Aaker et al.,1996).

Purchase Conviction Preference Liking Knowledge Awareness Conative Afective Cognitive

(24)

11 Menurut Aaker et al. (1996), Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Tahap kognitif adalah tahap perubahan informasi eksternal menjadi satu pola pemikiran untuk membentuk sikap. Oliver (1999) menyebutkan bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku. Citra menunjukan keseluruhan informasi tentang dunia yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan individu. Jika sebuah iklan televisi dapat memberi efek pada perubahan pengetahuan, pemahaman dan persepsi khalayaknya tentang produk yang diiklankan, maka televisi telah menimbulkan efek kognitif pada khalayak tersebut (Oliver, 1999).

2. Tahap afektif adalah tahap dimana audiens berminat dan menginginkan produk, jasa, gagasan atau ide yang ditampilkan melalui iklan. Pengaruh tahap ini berhubungan dengan perasaan audiens, mencakup tingkat kesukaan (liking) dan kecenderungan (preference). Menurut Yuwani (1992), respons yang diberikan audiens pada tahap afektif merupakan hasil penilaiannya terhadap apa yang diiklankan.

3. Tahap konatif adalah tahap dimana audiens sudah mengambil keputusan untuk bersikap dan bertingkah laku tertentu terhadap iklan. Respons yang diberikan berhubungan dengan tingkah laku audiens, mencakup tingkat keyakinan (conviction) dan pembelian (purchase). Menurut Yuwani (1992), audiens telah termotivasi oleh iklan pada tahap konatif. Sehingga, audiens yakin terhadap produk, jasa, gagasan atau ide yang ditampilkan melalui iklan dan memutuskan untuk membelinya (Yuwani, 1992).

Menurut Wells et al. (1995), respons audiens terhadap pesan iklan dipengaruhi oleh:

1. Faktor sosial, meliputi: kultur, kelas sosial (ditentukan oleh penghasilan, kekayaan, pendidikan, pekerjaan, prestise keluarga, nilai rumah dan lingkungan), kelompok referensi (reference group) dan keluarga.

2. Faktor pribadi, meliputi: usia, jenis kelamin, status keluarga, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, ras dan etnik.

(25)

3. Faktor psikologi, meliputi: persepsi, pembelajaran, motivasi (minat pribadi yang mendorong audiens bertindak sesuai dengan yang diinginkannya), sikap (suatu kondisi yang tidak terlepas dari penilaian, kepercayaan ataupun perasaan audiens terhadap suatu obyek) dan kepribadian.

Aspek Kognitif

Sumartono (2002) menyatakan bahwa fungsi pendidikan sangat penting dalam sebuah iklan karena umumnya audiens akan belajar sesuatu dari iklan yang dibaca, ditonton atau didengarnya. Dengan demikian, iklan dapat meningkatkan pengetahuan audiens mengenai suatu produk, jasa, ide atau gagasan.

Pengaruh iklan terhadap aspek pengetahuan terjadi apabila terdapat perubahan pada apa yang diketahui dan dipahami oleh audiens. Hal ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan atau informasi (Rakhmat, 2001).

Menurut Guiltinan (1998), pengetahuan terjadi pada tahap kognitif dimana sebelumnya audiens harus melalui tahap sadar (awareness) terlebih dahulu. Tahap sadar disebabkan oleh adanya perhatian individu terhadap suatu obyek, sedangkan pengetahuan disebabkan oleh adanya pengingatan atau recall terhadap suatu obyek.

Yuwani (1992) menyatakan bahwa untuk mengungkap kembali maksud dari pesan iklan dibutuhkan perhatian yang cukup terhadap iklan karena dengan memperhatikan pesan secara berulang-ulang akan membantu ibu rumah tangga mengingat dan menambah pengetahuannya mengenai pesan iklan, walaupun ibu rumah tangga tidak ingin melihat iklan tersebut.

Aspek Afektif

Aaker et al. (1996) menyatakan bahwa komponen afektif memiliki fungsi evaluatif yang penting dalam membentuk sikap. Bila dari segi afektif audiens berespons positif terhadap suatu stimulus, maka ia akan bersikap positif terhadap stimulus, sedangkan apabila afektifnya negatif maka hal sebaliknya akan terjadi.

Aspek Konatif

Mar’at (1996) menyatakan bahwa iklan televisi dapat mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, perasaan dan tindakan audiens. Keberhasilan suatu iklan diperoleh ketika audiens yang melihat tayangan iklan melakukan tindakan

(26)

13 nyata sesuai dengan tujuan iklan. Lebih lanjut, Mulkan (2000) mengungkapkan bahwa iklan mampu mengubah pandangan mengenai suatu peristiwa dan mengubah perilaku nyata audiens. Bentuk perilaku nyata responden setelah menyaksikan iklan dalam penelitiannya yaitu tindakan sosial untuk menerima sesamanya tanpa memandang ras dan etnik.

Sikap terhadap Produk

Sikap adalah sejenis motif sosiogenis yang diperoleh melalui proses belajar (Rakhmat, 2001). Sikap juga merupakan kesiapan syaraf (neural settings) sebelum memberikan respon (Rakhmat, 2001). Dari berbagai definisi disimpulkan beberapa hal, pertama, sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap dapat berupa benda, orang, tempat, gagasan, kelompok atau situasi. Jadi, pada kenyataannya tidak ada istilah sikap yang berdiri sendiri. Sikap haruslah diikuti oleh kata “terhadap” atau “pada” objek sikap. Kedua, sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, diinginkan dan mengesampingkan apa yang tidak diinginkan (Rakhmat, 2001). Ketiga, sikap relatif menetap. Keempat, sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga memberikan definisi sederhana “attitudes are likes and dislikes”. Kelima, sikap timbul dari pengalaman dan tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperkuat atau diubah.

Sarwono (1999) menyatakan bahwa sikap adalah sebuah favourable atau

unfavourable evaluasi reaksi terhadap sesuatu atau seseorang dan ditunjukkan

dalam kepercayaan, perasaan atau kecenderungan perilaku. Sikap adalah sebuah penempatan respon yang favourably atau unfavourably kepada objek, orang, institusi atau kejadian. Ciri khas dari sikap adalah mempunyai objek tertentu (orang, perilaku konsep, situasi, benda dan sebagainya) dan mengandung

(27)

penilaian (setuju-tidak setuju atau suka-tidak suka). Sikap adalah sesuatu yang dipelajari dan dapat dibentuk, dikembangkan, dipengaruhi dan diubah.

Sikap mengandung tiga bagian (domain). Ketiga domain sikap itu adalah kognitif, afektif dan konatif (Sarwono, 1999). Kognitif adalah pengetahuan. Kognisi dapat mempengaruhi afektif sebagai rangsang dari dalam (internal stimulus), sama halnya dengan pengaruh rangsang dari luar (eksternal stimulus). Afektif adalah perasaan (sedih, gembira, cemas, kagum dan sebagainya), dan konatif adalah kecenderungan perilaku yang akan mengarahkan perilaku seseorang, bukan merupakan perilaku nyata tetapi baru akan melakukan sesuatu.

Terdapat faktor-faktor genetik yang berpengaruh pada terbentuknya sikap. Walaupun demikian, sebagian besar dari para pakar psikologi sosial berpendapat bahwa sikap terbentuk dari pengalaman melalui proses belajar. Pandangan ini mempunyai dampak terapan, yaitu bahwa berdasarkan pandangan ini dapat disusun berbagai upaya (penerangan, pendidikan, pelatihan, komunikasi dan sebagainya) untuk mengubah sikap seseorang. Dari pandangan seperti inilah dibuatnya segala jenis program iklan pendidikan, pemasaran, kampanye politik dan sebagainya yang maksudnya sama semua, yaitu mengubah sikap seseorang atau masyarakat dari sikap tertentu ke sikap lainnya terhadap suatu objek. Pada gilirannya, perubahan sikap ini akan mengubah pula perilakunya, sehingga terjadilah perilaku-perilaku yang lebih sesuai dengan yang diharapkan (dari tidak membeli jadi membeli, dari tidak memilih jadi memilih dan sebagainya).

Berdasarkan penelitian MacKenzie et al. (1999), sikap terhadap iklan dipengaruhi oleh kognisi (pikiran dan perasaan) yang dimiliki oleh audiens. Sikap terhadap iklan ini akan mempengaruhi sikap terhadap produk. Dengan kata lain, sikap terhadap iklan akan mempengaruhi sikap terhadap produk secara langsung maupun tidak langsung, contohnya: Jika kita menyukai iklan maka kita kurang kritis terhadap apa yang dikatakan iklan mengenai produk yang diiklankan, sehingga sikap terhadap iklan yang positif dapat mengakibatkan pemikiran yang positif pula mengenai produk yang diiklankan.

Sumartono (2002) menyatakan bahwa sikap positif terhadap iklan televisi dapat ditumbuhkan ketika audiens mempunyai pengetahuan, pandangan dan

(28)

15 intensitas perasaan tertentu yang akan mempengaruhi keputusan secara rasional untuk menerima atau menolak iklan.

Sikap audiens terhadap iklan tidak terlepas dari penilaiannya terhadap elemen iklan. Menurut Wells et al. (1995), elemen-elemen iklan televisi meliputi: 1. Video, yaitu elemen yang mencakup semua yang terlihat di layar televisi. 2. Audio, Elemen audio dalam iklan televisi sama seperti iklan radio, terdiri dari

musik, suara dan sound effect. Penggunaan elemen audio dalam iklan televisi disesuaikan dengan visualisasinya.

3. Talent, yaitu orang-orang yang terlibat dalam suatu iklan, seperti: announcer (berada di dalam atau di luar panggung), pembawa acara, spokepersons,

spokethings dan tipe berkarakter (misalnya: orangtua, bayi, polisi dan

lain-lain).

4. Props, yaitu peralatan yang dipakai dalam suatu iklan televisi

5. Setting, yaitu tempat iklan dilaksanakan, misalnya: di studio atau di lokasi tertentu

6. Lighting, yaitu pencahayaan suatu iklan.

7. Graphics, yaitu kata-kata yang divisualisasikan dalam iklan; dibuat secara sederhana atau dapat pula menggunakan teknik komputer.

8. Pacing, yaitu kecepatan gerakan dalam suatu iklan. Hal ini tergantung dari naskah iklan.

Frekuensi Efektif Iklan Televisi

Frekuensi efektif iklan televisi adalah jumlah penayangan iklan pada media televisi yang dapat membangkitkan ketertarikan dan kesadaran pemirsa terhadap produk yang diiklankan. Frekuensi efektif berhubungan dengan jangkauan efektif. Jangkauan efektif iklan televisi adalah presentase jumlah pemirsa yang menyaksikan iklan televisi pada setiap frekuensi efektif penayangan iklan. Tidak semua produk menghasilkan efek iklan yang sama pada penayangan iklan dengan frekuensi yang berbeda-beda (Morisan, 2007).

Frekuensi efektif penayangan iklan televisi adalah tiga sampai sepuluh kali pada suatu program acara televisi. Tetapi penayangan iklan sebanyak sepuluh kali pada program acara televisi dianggap kurang efisien karena membutuhkan

(29)

anggaran yang sangat besar. Frekuensi penayangan iklan televisi sebanyak tiga kali pada suatu program acara televisi dianggap efektif dan efisien (Morisan, 2007).

Penelitian Sebelumnya yang berhubungan dengan Efektivitas Siaran Iklan

Berdasarkan hasil penelitiannya, Kurniawan (1992) menyatakan bahwa responden yang tidak mengkonsumsi produk yang diiklankan menganggap iklan sebagai alat untuk memperkenalkan produk, sedangkan responden yang menggunakan produk yang diiklankan menganggap bahwa produk tersebut lebih baik dibandingkan dengan produk lainnya. Mendukung teori tersebut, Sumartono (2002) menyatakan bahwa audiens akan memperhatikan iklan-iklan untuk produk yang digunakannya daripada iklan-iklan untuk produk yang tidak digunakannya.

Risakotta (1995) mengungkapkan bahwa iklan lebih efektif bagi wanita daripada pria. Berdasarkan hasil penelitiannya, iklan tidak hanya mampu membangkitkan pengetahuan sadar (awareness) bagi remaja putri, tapi juga mampu menimbulkan rasa tertarik untuk mencoba produk yang diiklankan.

Berdasarkan hasil penelitiannya, Darmayanti (2003) menyatakan bahwa penayangan iklan anti rokok dapat berpengaruh dalam meningkatkan respons kognitif, dimana remaja dapat menambah pengetahuan tentang bahaya merokok. Disamping itu, iklan anti rokok juga dapat berpengaruh dalam meningkatkan respons afektif responden terhadap pesan iklan anti rokok. Hal ini menunjukkan bahwa penayangan iklan anti rokok mampu mengubah sikap responden terhadap rokok dan bahayanya.

Susu Formula

Susu murni adalah susu yang masih asli, seperti pada saat diperah dan belum dicampur dengan bahan-bahan tertentu. Di pasaran pada umumnya susu murni diolah menjadi susu bubuk, susu kental manis, susu kental tidak manis, susu segar cair yang merupakan susu hasil pengolahan dengan metode

UHT/Pasteurisasi/Sterilisasi dan susu asam seperti yoghurt (Clickwok, 2000).

(30)

17 dengan sistem silinder dan semprot, namun umumnya sistem semprot yang digunakan. Dengan cara ini panas yang dihasilkan tidak sepanas sistem silinder, sehingga tepung susu yang dihasilkan akan memiliki nilai gizi lebih tinggi dan rasa susu juga lebih baik dengan daya larut yang tinggi (Nurhayati, 2002).

Berdasarkan kandungan lemaknya susu bubuk dibagi menjadi 3 jenis yaitu

Whole Milk/Full Cream dengan kadar lemak sekitar 4%, Low Fat Milk dengan

kadar lemak 1% hingga 2% dan Skim/Non-Fat Milk dengan kadar lemak 0 hingga 0,5%. Whole Milk/Full Cream dan Skim/Non-Fat Milk umumnya mengandung vitamin A, B1, B2, B6, C, D, E dan Niasin tetapi apabila dibandingkan dengan susu Skim/Non-Fat Milk, susu Whole Milk/Full Cream mengandung protein yang lebih sedikit (Handri, 2008).

Susu bubuk dalam proses pembuatannya akan banyak kehilangan sebagian vitamin/mineral, oleh karena itu dalam proses pembuatan susu bubuk seringkali mendapatkan tambahan vitamin maupun mineral. Pada proses pengenceran saat pembuatan susu bubuk dilakukan penambahan vitamin dan mineral (Prasetyo, 2005).

Susu bubuk menempati urutan pertama dalam tingkat produksi dibandingkan dengan jenis susu lainnya, seperti susu kental manis atau susu segar cair. Tingginya tingkat produksi susu bubuk disebabkan luasnya jaringan pasar yang dikuasai oleh susu bubuk. Selain itu, jenis susu ini dapat dikonsumsi oleh semua umur dari bayi, orang dewasa dan manula (Gizinet, 2008).

Susu formula bayi menurut Dunia bunda (2009) adalah susu bubuk atau cair dengan formula tertentu yang diberikan kepada bayi dan anak-anak sebagai pengganti ASI. Susu formula bayi memiliki peranan yang penting sebagai makanan bayi karena seringkali bertindak sebagai satu-satunya sumber gizi bagi bayi. Oleh karena itu, komposisi susu formula yang diperdagangkan harus memenuhi standar yang ketat karena terus dikontrol oleh FDA (Food and Drugs

Association/Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika)

Umumnya formula bayi terbuat dari susu sapi yang diubah komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI (PASI). Tetapi tidak ada satupun jenis PASI yang dapat menyamai kandungan gizi ASI (Judarwanto, 2008).

(31)

Judarwanto (2008) memberikan penggolongan susu bubuk formula bayi, terdiri atas :

1. Susu formula awal/Starter Formula yaitu susu formula yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi sejak lahir hingga usia enam bulan sebelum bayi tersebut mendapatkan makanan tambahan.

2. Susu formula lanjutan/Follow On Formula adalah susu yang diberikan kepada bayi berusia enam hingga 12 bulan setelah bayi mendapatkan makanan tambahan.

3. Susu formula khusus/Spesific Formula, yaitu susu formula yang diberikan pada bayi yang mempunyai kelainan atau penyakit tertentu seperti berat badan lahir ringan.

4. Susu formula eceran/Growing Up Milk, yaitu susu formula yang diberikan kepada bayi pada usia lebih dari satu tahun.

Susu formula bayi yang beredar di pasaran berdasarkan harganya dibagi menjadi 2 kelas yaitu susu formula bayi kelas atas yang terdiri dari kelas

premium/super premium dan susu kelas bawah. Susu formula bayi untuk ukuran

400 gram, pada kelas bawah harganya mulai dari Rp 20.000,00 sedangkan pada kelas atas harganya antara Rp 40.000,00 hingga Rp 70.000,00. Beberapa merek susu formula bayi kelas premium yang beredar di pasaran luas saat ini yaitu Bebelac dari Nutricia, S 26 Reguler milik Wyeth, Enfamil Reguler milik Mead and Johnson, Morinaga BMT milik Shang Hyang Perkasa, Vitalac milik Sari Husada dan Pediasure milik Abbott. Pada kelas super premium, Nutricia mempunyai produk unggulan Nutricia Royal, Wyeth memiliki S 26 Gold, Mead and Johnson memiliki Enfamil Plus, Shang Hyang Perkasa memiliki Morinaga

Platinum, Abbot memiliki Pediasure Gains and Advance EyQ dan Nestle

memiliki Nan. Sedangkan beberapa merek susu di kelas bawah seperti Biokids milik Indomilk, Dancow Batita dan Lactogen milik Nestle, SGM 123, Lactamil, Vitalac 123 dan Vitalac Lactosa Free milik Sari Husada (Sugiyanti, 2009).

(32)

KERANGKA PEMIKIRAN

Seiring perkembangan industri dan teknologi, maka produk-produk yang beredar di pasaran semakin banyak dan variatif. Situasi dan kondisi ini menumbuhkan suatu bentuk persaingan diantara produsen dalam memasarkan produknya. Iklan dapat menjadi sarana yang efektif dalam meningkatkan popularitas merek atau mengubah sikap konsumen terhadap produk ke arah yang lebih positif dan pada akhirnya dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan angka penjualan produk sehingga mengungguli merek pesaing.

Konsumen cenderung dipengaruhi oleh hal-hal yang ada pada dirinya dalam mengenali suatu masalah atau kebutuhan terhadap produk, seperti: persepsi, merek, sikap, kondisi demografis, gaya hidup, dan kepribadian. Rangsangan dari dalam timbul karena konsumen membutuhkan, sedangkan rangsangan dari luar dipengaruhi oleh suatu keadaan, karena pengaruh teman, keluarga, atau iklan. Pengaruh yang biasa diterima konsumen pangan biasanya berupa rasa tertarik, baik dari efek komunikasi iklan atau pengalaman masa lalunya saat mengkonsumsi.

Efek komunikasi iklan merupakan perubahan yang terjadi dalam diri audiens karena menerima pesan komunikasi iklan. Komunikasi iklan dikatakan efektif apabila menghasilkan perubahan, seperti: peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, dan perubahan perilaku nyata atau ketiganya. Perubahan tersebut dapat diketahui dari tanggapan yang diberikan audiens sebagai umpan balik.

Efektivitas iklan dikaji berdasarkan Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner. Menurut Aaker et al. (1996), Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: kognitif, afektif dan konatif. Pada penelitian yang akan dilakukan, Efektivitas iklan yang akan diukur adalah peningkatan pengetahuan/kognitif dan perubahan sikap/afektif terhadap produk, tanpa mengukur aspek konatif/tindakan, karena terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi pembelian suatu produk seperti kualitas, harga dan distribusi produk.

Iklan susu pertumbuhan Nestle Batita di televisi merupakan suatu bentuk stimulus pemasaran primer bagi para ibu rumah tangga yang memiliki anak

(33)

berusia satu hingga tiga tahun. Dari stimulus pemasaran yang diterima yaitu berupa iklan susu bubuk “Nestle Batita” di televisi, maka ibu rumah tangga akan memperoleh pengetahuan dan membentuk sikap terhadap produk tersebut di tiap benaknya masing-masing. Berikut alur kerangka pemikiran penelitian

Keterangan : Mempengaruhi

Gambar 2. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian.

Iklan Televisi Susu

Pertumbuhan “Nestle Batita”

1. Pengetahuan produk susu “Nestle Batita”

2. Sikap terhadap produk susu “Nestle Batita”

(34)

DEFINISI OPERASIONAL

1. Iklan televisi susu pertumbuhan “Nestle Batita” adalah bentuk komunikasi komersil dan nonpersonal tentang produk susu pertumbuhan Batita yang ditransmisikan ke suatu khalayak (dalam penelitian ini yaitu ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor) melalui media televisi.

2. Pengetahuan produk susu Batita adalah pemahaman ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, mengenai informasi-informasi produk susu Batita.

3. Sikap terhadap produk susu Batita adalah kepercayaan, perasaan dan kecenderungan perilaku ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, terhadap produk susu Batita.

4. Peningkatan pengetahuan produk susu Batita adalah bertambahnya pemahaman ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, mengenai informasi-informasi produk susu Batita.

5. Perubahan sikap terhadap produk susu Batita adalah perkembangan kepercayaan, perasaan dan kecenderungan perilaku ibu rumah tangga di Posyandu Rajawali 8, terhadap produk susu Batita.

(35)

HIPOTESIS

H1. Peningkatan pengetahuan tentang informasi produk susu Batita pada ibu rumah tangga yang menonton iklan susu Batita lebih tinggi dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak menonton iklan susu Batita.

H2. Perubahan sikap terhadap produk susu Batita pada ibu rumah tangga yang menonton iklan susu Batita lebih positif dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang tidak menonton iklan susu Batita.

(36)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan di Posyandu Rajawali 8, Perumahan Taman Yasmin, RW 8, Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Posyandu Rajawali 8 merupakan lokasi pertemuan rutin ibu rumah tangga dengan karakteristik ibu rumah tangga yang mempunyai anak usia satu hingga tiga tahun dan tergolong mampu untuk membeli produk susu “Nestle Batita”. Persiapan penelitian dilakukan selama 2 hari, yaitu dari tanggal 4 Maret 2009 sampai tanggal 5 Maret 2009 dan pelaksanaan penelitian pada tanggal 6 Maret 2009. Pada tahap persiapan penelitian dilakukan pengelompokan responden dan persiapan alat-alat penunjang penelitian.

Disain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental. Metode eksperimental adalah metode yang ditujukan untuk meneliti hubungan sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Manipulasi berarti mengubah secara sistematis sifat-sifat (nilai-nilai) variabel bebas (Rakhmat, 2001).

Dalam penelitian ini, efektivitas iklan dalam meningkatkan pengetahuan dan mengubah sikap diteliti dengan menggunakan disain Randomized Pretest

Posttest. Dalam disain ini, responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu

kelompok perlakuan (kelompok 1) menonton iklan sebanyak tiga kali penayangan dan satu kelompok kontrol tanpa diberi perlakuan (kelompok 2). Perubahan pengetahuan dan sikap diperoleh dari selisih antara posttest (observasi 2 dan 4) dan pretest (observasi 1 dan 3).

(37)

Eksperimen (Kelompok 1)

1 X 2

Kontrol (Kelompok 2) 3 4

Keterangan:

= Subyek penelitian dipilih secara random 4 = Observasi kelompok 2 1 = Observasi kelompok 1 X = Perlakuan menonton iklan

2 = Observasi kelompok 1

3 = Observasi kelompok 2

Gambar 3. Randomized Pretest Posttest Design

Sumber: Arikunto, 2006

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Mengadakan pretest untuk responden kelompok 1 dan 2 (pengisian kuesioner perubahan pengetahuan dan sikap). Kelompok 1 melaksanakan pretest di ruangan serbaguna dan kelompok 2 melaksanakan pretest di ruangan penimbangan balita. Tahap ini dilaksanakan selama 30 menit dengan dipandu oleh peneliti untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretasikan pertanyaan yang diberikan.

2. Penayangan rekaman iklan televisi susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” untuk kelompok 1 di ruangan serbaguna selama 130 detik. Penayangan iklan ini dilakukan sebanyak tiga kali dengan jeda antar tayangan iklan selama 20 detik (satu iklan berdurasi 30 detik).

3. Mengadakan posttest untuk responden kelompok 1 dan 2. Kelompok 1 melaksanakan posttest di ruangan serbaguna dan kelompok 2 melaksanakan

posttest di ruangan penimbangan balita. Pertanyaan-pertanyaan pada posttest

sama dengan pertanyaan-pertanyaan pada pretest, tetapi susunan pertanyaannya berbeda. Pada tahap ini juga dilakukan pengisian kuesioner karakteristik individu ibu rumah tangga

R

(38)

25

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berasal dari data primer. Data primer meliputi data mengenai pengetahuan tentang produk dan sikap terhadap produk diperoleh dari hasil pengisian kuesioner pretest dan posttest.

Data mengenai karakteristik ibu rumah tangga dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Wawancara dilakukan untuk mengecek ulang jawaban pada kuesioner karakteristik yang tidak diisi lengkap. Karateristik ibu rumah tangga meliputi umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, frekuensi menonton televisi dalam sehari, lama menonton televisi dalam sehari, stasiun televisi yang paling sering ditonton, kategori program acara yang paling sering ditonton dan keterdedahan terhadap iklan televisi susu ”Nestle Batita”.

Metode Penentuan Responden

Penentuan responden dalam setiap kelompok pada penelitian ini dilakukan secara acak/random, dimana setiap responden ibu rumah tangga diberi nomor urut dan dipilih secara acak untuk dimasukkan ke dalam dua kelompok. Masing-masing kelompok berjumlah 20 orang.

Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif, yakni menggunakan rataan skor. Tabel frekuensi digunakan untuk mendapatkan deskripsi mengenai karateristik individu.

Tes pengetahuan dan sikap awal (pretest) dilakukan sebelum semua responden pada kelompok 1 diberi perlakuan menonton iklan dan dilakukan juga pada kelompok 2 sebagai kelompok kontrol walaupun kelompok tersebut tidak memperoleh perlakuan. Tes pengetahuan dan sikap awal yaitu untuk mengetahui homogenitas pengetahuan dan sikap awal itu sendiri dengan membandingkan data

pretest kelompok 1 dengan kelompok 2 menggunakan uji student. Teknik t-student adalah teknik statistik yang dipergunakan untuk menguji signifikansi

perbedaan dua buah mean yang berasal dari dua buah distribusi (Winarsunu, 2002).

(39)

Efektivitas iklan diketahui dengan membandingkan data mengenai peningkatan pengetahuan dan perubahan sikap antara kelompok perlakuan menonton iklan dengan kelompok kontrol dengan uji t-student.

1. σ12 (untuk ragam homogen)

)

/

1

(

)

/

1

(

)

(

2 1 0 2 1

n

n

s

d

x

x

t

p

+

=

Keterangan:

X1 = Mean pada distribusi sampel 1

X2 = Mean pada distribusi sampel 2

Sp = Standar kesalahan perbedaan mean

n1 = Jumlah individu pada sampel 1

n2 = Jumlah individu pada sampel 2

do = Derajat bebas

2. σ1 ≠σ2(untuk ragam tidak homogen)

)

/

(

)

/

(

)

(

2 2 2 1 2 1 0 2 1

n

s

n

s

d

x

x

t

+

=

Keterangan:

X1 = Mean pada distribusi sampel 1

X2 = Mean pada distribusi sampel 2 S12 = Nilai varian pada distribusi sampel 1 S2

2

= Nilai varian pada distribusi sampel 2

n1 = Jumlah individu pada sampel 1

n2 = Jumlah individu pada sampel 2

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Iklan televisi susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” efektif dalam meningkatkan pengetahuan responden ibu rumah tangga tentang produk susu bubuk pertumbuhan tersebut.

2. Iklan televisi susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” efektif dalam mengubah sikap responden ibu rumah tangga terhadap produk susu bubuk pertumbuhan tersebut ke arah yang lebih positif.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan agar PT Nestle Indonesia selaku sponsor iklan televisi susu bubuk pertumbuhan “Nestle Batita” terus memperbarui dan memperbaiki teknik pengemasan pesan iklan televisi produk tersebut di masa yang akan datang. Usaha memperbarui dan memperbaiki teknik pengemasan iklan dapat dilakukan dengan membuat iklan versi baru dengan tokoh, musik/jingle, narasi, setting, grafik komputer, Pacing (kecepatan gerak iklan) yang baru dan mendorong khalayak luas untuk menyaksikannya. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan produk susu Batita kepada khalayak target yaitu ibu rumah tangga agar produk tersebut terus membekas di tiap benak ibu rumah tangga. Disamping itu, upaya memperbarui dan memperbaiki teknik pengemasan pesan iklan susu Batita juga untuk membentuk sikap positif terhadap produk susu tersebut dari waktu ke waktu.

(41)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmanirrahim, Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT, atas segala

Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga bersyukur dengan banyaknya pihak yang telah berperan dan memberikan dorongan yang tulus dalam penulisan skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Papa dan Mama, Kakek dan Nenek, uwak Tuty, uwak Sri, uwak Rini, tante Kusma, tante Wiwiek, om Tono, om Hari, om Yudi, om Dani dan tante Uke serta semua keluarga atas segala do’a, perhatian, kasih sayang, pengertian, kesabaran dan dorongan semangat serta motivasi.

2. Bapak Ir. Hadiyanto, MS selaku pembimbing utama dan Ibu Ir. Lucia Cyrilla E.N.S.D, Msi selaku pembimbing anggota yang telah berkenan meluangkan waktu dan bersabar untuk memberi bimbingan, petunjuk, saran, koreksi dan bantuan yang berharga selama penulisan skripsi ini.

3. Posyandu Rajawali 8, RW 8, Perumahan Taman Yasmin, Bogor (Ibu Nurul, Ibu Ditha dan Ibu Ratna) yang telah meluangkan waktu memberikan banyak bantuan selama turun lapang penelitian.

4. Bapak Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA selaku penilai seminar dan penguji sidang serta Bapak Ir. Afton Atabany, Msi selaku penguji sidang yang telah memberi masukan dan kritik kepada penulis.

5. Citra, Jurian, Saeful, Ita, Lucky, Krisma, Rina, Yoga, Aziz, Iwan, Adit, Ibu Cicih, Bapak Kamto dan Bapak Dodi yang selama ini memberi dukungan dan bantuan selama penelitian.

Penulis terbuka untuk kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang berkepentingan.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Aaker, D. A., R. Batra dan J. G Myers. 1996. Advertising Management. 5th Edition. Prentice Hall. New Jersey.

Alatas, F. 1997. Bersama Televisi Merenda Wajah Bangsa. Yayasan Pengkajian Komunikasi Masa Depan. Jakarta.

Arens, W. F. 2008. Contemporary Advertising. 11th Edition. McGraw Hill. Boston.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Bugin, B. 2001. Imaji Media Massa Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik. Jendela Press. Yogyakarta. Clickwok. 2000. Produk olahan susu di pasaran. http://www.clickwok.com [ 21

Juli 2009 ].

Darmayanti, E. 2003. Respons pelajar sekolah menengah umum terhadap iklan anti rokok versi “jambret” (Studi terhadap pelajar Sekolah Menengah Umum Negeri 5, kota Bogor, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dunia bunda. 2009. Dasar-dasar susu formula bayi. http://www.duniabunda.com [ 24 Juli 2009 ].

Durianto, D., A. Sugiarto dan H. Supratiko. 2003. Invasi Pasar dengan Iklan yang Efektif. Gramedia. Jakarta.

Gizinet. 2008. Kesadaran akan manfaat susu masih kurang.

http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid996794383,8113,

[ 12 Juni 2008 ].

Guiltinan, J. P. 1998. Marketing Management: Strategies and Programs. 6th Edition. McGraw Hill. Boston.

Handri, B. 2008. Belajar latte art: susu. http://www.kopitips.com [ 21 Juli 2009 ]. Judarwanto, W. 2008. Berbagai jenis susu formula. http://www.alergianak.com [

27 Juli 2009 ].

Kasali, R. 2007. Manajemen Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

Klepper, O. 1997. Advertising Procedure. Prentice Hall. Eaglewood Cliffs. New Jersey.

(43)

Kurniawan, L. 1992. Pengetahuan mahasiswa mengenai iklan kosmetik (Studi terhadap iklan Avon di majalah Femina dan Kartini pada mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara Angkatan 1988). Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.

Liliweri, A. 1997. Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

MacKenzie, S. B., O. Richard dan S. Richard. 1999. A Reexamination of The Determiants of Consumer Satisfaction. J. Marketing. 60 (3): 15-32.

Mar’at. 1996. Sikap Manusia serta Pengukurannya. Ghalia. Jakarta.

Masdin. 2009. Pangalengan: aneka olahan dari susu sapi perah.

http://www.mustang89.com [ 21 Juli 2009 ].

Morisan. 2007. Periklanan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Ramdina Prakarsa. Jakarta.

Mulkan, D. 2000. Pengaruh tayangan iklan layanan masyarakat Acong-Joko-Sitorus terhadap upaya pembauran antara pribumi dan non pribumi di kalangan mahasiswa. Skripsi. Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Bandung.

Nugroho, B. A., H. B. Utami dan S. B. Siswijono. 2008. Dua Dekade Keberadaan Nestle di Jawa Timur : Kajian Dampak Sosial Ekonomi dari Penerapan

Milk District Model. Universitas Brawijaya. Malang.

Nurhayati, N. 2002. Susu bubuk, susu cair atau kental manis?.

http://www.korantempoonline.com. [ 28 April 2002 ].

Oliver, R. L. 1999. Whence Consumer Loyalty. J. Marketing. 63: 33-44.

Prasetyo, B. 2005. Pilih susu cair atau bubuk ya.http://www.banjarmasinpost.com.

[ 15 Mei 2005 ].

Purna, I., B. Hamidi dan Elis. 2009. Permasalahan dan kebijakan pemerintahan di sektor perindustrian. http://www.setneg.go.id [ 21 Juli 2009 ].

Rakhmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Edisi 18. PT Remadja Rosadakarya. Bandung.

Risakotta, G. D. 1995. Efektifitas iklan televisi permen Rootbeer dari Golden Valley pada khalayak sasarannya. Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.

Sarwono, S. W. 1999. Psikologi Sosial Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Balai Pustaka. Jakarta.

Shimp. T. A. 2000. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jilid 1. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.

(44)

45 Sugiyanti. 2009. Strategi jitu produsen susu formula.

http://praptapa.unsoed.net/?p=357 [ 24 Juli 2009 ].

Sumartono. 2002. Terperangkap dalam Iklan (Meneropong Imbas Pesan Iklan Televisi). Alfabeta. Bandung.

Sutisna. 1999. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. PT Remadja Rosadakarya. Bandung.

Weels, W. Burnett dan S. Moriarty. 1995. Advertising: Principle and Practice. 3th Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New York.

Winarsunu, T. 2002. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. PT Grasindo. Jakarta.

Yuwani, T. 1992. Tingkat pengetahuan khalayak terhadap iklan Kayane di RCTI (Studi pada khalayak usia 13-20 Tahun). Skripsi. Universitas Indonesia. Depok.

(45)
(46)

47

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Peneliti berharap anda bersedia mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban anda sepenuhnya dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi ini saja.

Terima kasih atas kesediaannya mengisi kuesioner ini.

BAGIAN I: KETERDEDAHAN TERHADAP IKLAN SUSU “NESTLE BATITA”

Petunjuk pengisian:

Pilihlah salah satu jawaban dengan memberi tanda silang (X)

Pernahkah ibu menonton tayangan iklan produk susu “Nestle Batita” (susu bubuk pertumbuhan untuk anak usia satu hingga tiga tahun) di televisi dalam seminggu terakhir? a. Pernah

b. Tidak pernah

BAGIAN II: PENGETAHUAN AWAL TENTANG PRODUK SUSU “NESTLE BATITA” (pre test)

Petunjuk pengisian:

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar dengan memberikan tanda silang (X)

Elemen audio pesan iklan susu Batita 1. Susu Batita adalah susu untuk:

a. Pertumbuhan anak pada usia satu hingga tiga tahun. b. Penyembuhan anak dari berbagai penyakit.

2. Salah satu manfaat yang ditawarkan Susu Batita, yaitu: a. Meningkatkan konsentrasi anak dalam berpikir.

b. Mendukung perkembangan dan melindungi tubuh anak setiap hari. 3. Apabila anak mengkonsumsi susu Batita, maka:

a. Anak akan menjadi aktif dan tanggap b. Anak akan menjadi sembuh dari penyakit

4. Pada narasi iklannya diterangkan bahwa susu Batita merupakan produk olahan dari: a. “Nestle Ideal” b. “Nestle Dancow”

(47)

5. Pada narasi iklannya diinformasikan bahwa susu Batita mengandung: a. Nutrisi terpadu

b. Nutrisi pelengkap pertumbuhan

6. Susu Batita tersedia dalam rasa yang unik, yaitu: a. Rasa madu alami b. Rasa Blueberry

Elemen video pesan iklan susu Batita

1. Bentuk kemasan produk susu Batita yang diiklankan di televisi:

a. Kotak b. Kaleng

2. Warna dominan pada kemasan produk susu Batita yang di iklankan di televisi:

a. Hijau b. Kuning

3. Tampilan kemasan depan produk susu Batita berupa: a. Foto anak kecil menghiasi kemasan depan susu Batita. b. Gambar anak kecil menghiasi kemasan depan susu Batita.

4. Informasi yang tercantum pada kemasan depan produk susu Batita, adalah: a. Keunggulan produk susu Batita.

b. Keterangan nutrisi terpadu susu Batita.

5. Pada kemasannya diterangkan bahwa susu Batita digunakan untuk pertumbuhan anak pada usia :

a. Dibawah 1 tahun b. 1-3 tahun 6. Pada kemasan susu Batita tercetak:

a. Label tulisan “produk olahan” b. Label tulisan “baru” 7. Pada kemasannya diterangkan bahwa susu Batita merupakan produk:

a. Olahan susu “Nestle Dancow” b. Olahan susu “Nestle Ideal”

8. Salah satu kandungan nutrisi terpadu produk susu Batita yang ditunjukkan pada iklannya, adalah:

a. Mengandung DHA, LA, ALA, Lisin dan prebiotik b. Mengandung Lactobacillus Protectus

9. Kandungan vitamin dan mineral pada produk susu Batita yang ditunjukkan pada iklannya, adalah:

a. Mengandung 22 macam vitamin dan mineral b. Mengandung 26 macam vitamin dan mineral

10. Manfaat yang ditawarkan susu Batita yang terlihat pada gambar-gambar pada iklan tersebut, adalah:

Gambar

Gambar 1. Model Hierarchy of Effect dari Lavidge dan Steiner.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan menyediakan produk untuk dinikmati oleh berbagai kalangan yang ingin menikmati makanan berbahan dasar pasta, karena Spaghetti Sosis (SpaSis) dapat dinikmati baik anak

Lihat Slamet Effendi Yusuf, dkk, Dinamika Kaum Santri, hlm.. Hampir semua anggota Taswirul Afkar sependapat dengan pendirian KH Wahab Chasbullah tersebut. 54 Dengan berpegang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi dan protein sebagian besar wanita usia subur di Desa Selo adalah defisit berat, sedangkan tingkat konsumsi yodium semua

Seperti terdapat pada Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh data yang berkaitan dengan Pelaksanaan Penghitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan Dinas Tata Ruang dan Cipta

1) Pemberian skor pada jawaban uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua jawaban peserta didik agar konsistensi penskor terjaga dan skor

(1979) didefinisikan sebagai suatu keadaan atau kondisi prestasi yang dicapai secara bersama- sama antara pemerintah dan masyarakat dalam wujud peningkatan kondisi dan

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti di sekolah tersebut, peneliti menemukan terjadinya tindak tutur ilokusi antara guru dengan siswa dan siswa dengan guru