• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri Gram negatif yang tersebar luas di alam, terutama terdapat di tanah, air, dan lingkungan yang lembab. Bakteri tersebut dapat diisolasi dari berbagai sumber termasuk tumbuhan, hewan dan manusia baik di lingkungan rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Di rumah sakit, P. aeruginosa dapat diisolasi dari, antara lain: alat-alat bantu pernafasan, ventilator, perangkat hemodialisis, desinfektan, sabun, wastafel, dan berbagai lingkungan yang lembab. Sedangkan di lingkungan komunitas, P. aeruginosa dapat ditemukan terutama di kolam renang, sumber air panas, alat pendingin udara, tanah, dan perairan (Lister et al. 2009; Mesquita et al. 2013).

Meskipun P. aeruginosa ditemukan secara luas di alam dan potensial menjadi penyebab infeksi di masyarakat (community-acquired infections), namun infeksi yang serius lebih banyak terjadi di rumah sakit (Hospital Associated Infections/HAI). Beberapa penelitian menunjukkan P. aeruginosa merupakan tiga besar penyebab infeksi nosokomial. Bakteri ini menjadi penyebab terbanyak untuk bakteri Gram negatif. P. aeruginosa menjadi penyebab 18% - 61% morbiditas dan mortalitas infeksi nosokomial (Aloush et al. 2006; European Centre for Disease Prevention and Control 2013; Nathwani et al. 2014; Morata et al. 2012).

(2)

Di Indonesia, beberapa rumah sakit menunjukkan P. aeruginosa menempati tiga besar penyebab berbagai macam infeksi pada pasien dewasa maupun anak-anak yang dirawat di Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit/ICU) maupun di ruang rawat nonintensif (Mardiastuti dkk. 2007; Moehario et al. 2012; Setyati & Murni 2012).

P. aeruginosa merupakan patogen oportunis yang dapat menyebabkan infeksi lokal maupun sistemik dengan manifestasi klinik yang bervariasi. Manifestasi yang sering dilaporkan terkait infeksi nosomokial antara lain: infeksi saluran nafas, fibrosis kistik paru, infeksi saluran kemih, bakteremia, dermatitis, infeksi jaringan lunak, infeksi tulang dan sendi, infeksi saluran pencernaan, dan berbagai infeksi sistemik lainnya (Nathwani et al. 2014). Pasien-pasien dengan sistem imun terganggu (immunocompromised) seperti pada neutropenia, luka bakar berat, dekubitus, kanker atau AIDS merupakan kelompok resiko tinggi terhadap infeksi oportunis oleh bakteri ini (Hauser & Ozer 2011; Bowers et al. 2013; Gellatly & Hancock 2013; Lucena et al. 2014).

P. aeruginosa adalah salah satu superbug yang sulit dikontrol. Bakteri ini resisten terhadap berbagai kelas antibiotik yang banyak digunakan. Bakteri ini memiliki gen-gen pada kromosomnya yang mengkode resistensi intrinsik terhadap banyak antibiotik, termasuk aminoglikosida, flourokuinolon, β-laktam, bahkan karbapenem yang menjadi pilihan untuk terapi infeksi P. aeruginosa (Breidenstein et al. 2011; Barrios et al. 2014). Selain itu, sifatnya yang mampu bertahan terhadap tekanan di lingkungan termasuk penggunaan antibiotik, menjadikan P. aeruginosa dapat bertahan dan berkembang menjadi resisten

(3)

terhadap berbagai antibiotik yang digunakan. Bakteri ini juga dapat mengalami transfer gen-gen penyandi resisten secara horisontal dari bakteri lain sehingga terjadi resistensi dapatan (acquired resistance). Kesemua jenis resistensi tersebut terjadi karena perubahan permeabilitas membran luar, aktivitas pompa effluks yang meningkat, produksi enzim β-laktamase, hilangnya porin, dan perubahan pada penicillin binding protein (Mesaros, Nordmann, Roussel-Delvaleez, et al. 2007; Gellatly & Hancock 2013; Breidenstein et al. 2011; Fuste et al. 2013).

Walaupun prevalensi infeksi P. aeruginosa dalam dua dekade terakhir relatif stabil, namun terjadi peningkatan prevalensi infeksi strain resisten P. aeruginosa yang signifikan. Infeksi P. aeruginosa yang resisten menyebabkan peningkatan mortalitas, morbiditas, pemakaian sumber daya, dan biaya perawatan. Lebih lanjut, resistensi yang terjadi selama terapi anti-pseudomonas pada strain-strain yang pada awalnya peka dan munculnya isolat-isolat yang multidrug-resistant (MDR) menjadikan penanganan infeksi lebih sulit karena keterbatasan pilihan terapi empiris yang sesuai. Dengan demikian akan memberikan dampak pada hasil klinis yang buruk dan berdampak ekonomis dengan peningkatan biaya perawatan (Hirsch & Tam 2011; Bowers et al. 2013; Lucena et al. 2014; Nathwani et al. 2014; Moehario et al. 2012).

Sampai saat ini pilihan antibiotik untuk infeksi P. aeruginosa meliputi aminoglikosida, tikarsilin/klavulanat, ureidopenisilin, seftazidime, sefepim, aztreonam, karbapenem (kecuali ertapenem), siprofloksasin dan levofloksasin (Meletis & Bagkeri 2013; Kanj & Kanafani 2011; Solh & Alhajhusain 2009; Mesaros, Nordmann, Roussel-Delvaleez, et al. 2007; Lee & Doi 2014). Namun,

(4)

dalam perkembangannya ada antibiotik yang lebih rentan menjadi resisten selama terapi sehingga berpotensi menyebabkan kegagalan pengobatan.

Golongan karbapenem merupakan antibiotik β-laktam dengan spektrum lebih luas. Karbapenem (imipenem, meropenem, doripenem) sering digunakan untuk terapi bakteri-bakteri multi resisten, termasuk P. aeruginosa, terutama pada kasus-kasus infeksi berat. Imipenem lebih mudah resisten dibanding seftazidim atau siprofloksasin (Giamarellou & Kanellakopoulou 2008). Meropenem masih dianggap lebih poten dan lebih sulit menjadi resisten dibandingkan dengan imipenem.

Karbapenem menjadi antibiotik yang diharapkan dapat mengatasi kasus-kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri multi resisten. Namun demikian, telah dilaporkan kasus infeksi P. aruginosa yang resisten terhadap golongan karbapenem (Ryoo et al. 2009; Chander et al. 2015). Kemunculan P. aeruginosa yang resisten terhadap meropenem atau golongan karbapenem yang lain semakin mempersulit terapi empiris akibat terbatasnya pilihan antibiotik.

Salah satu cara untuk mengatasi resistensi adalah dengan mengombinasikan antibiotik. Kombinasi antibiotik secara klinik diharapkan dapat memperbaiki kondisi klinik pasien yang terinfeksi dengan strain yang masih peka terhadap satu atau lebih antibiotik yang dikombinasikan. Hal ini diharapkan terjadi apabila antibiotik mempunyai efek sinergi. Kombinasi antibiotik juga dapat mengurangi toksisitas dan dapat mencegah munculnya resistensi. Pada kasus infeksi dengan strain yang resisten terhadap hampir semua grup antibiotik yang tersedia, seperti oleh P. aeruginosa, kombinasi antibiotik menjadi pilihan yang

(5)

efektif (Worthington & Melander 2013). Kombinasi antibiotik juga menjadi suatu metode untuk memperbaiki kepekaan P. aeruginoasa yang telah resisten terhadap berbagai antibiotik (Lima et al. 2013; Zavascki et al. 2013; Rahal 2006; Mouton 1999).

Penelitian selama lebih dari tiga dekade menunjukkan bahwa terapi kombinasi, umumnya kombinasi antibiotik β-laktam dan aminoglikosida, untuk mengobati infeksi Pseudomonas diyakini lebih efektif daripada monoterapi. Kombinasi ini efektif mengurangi angka kematian (27 dan 47%, masing-masing; p <0,02) dan mengurangi resiko kematian yang signifikan (OR: 0,50; 95% CI: 0,30-0,79) pada kasus bakteremia (Kmeid et al. 2013). Kombinasi meropenem dan aminoglikosida (amikasin) juga dapat dijadikan terapi pilihan pertama infeksi P. aeruginosa terutama pada kondisi tingkat resistensi yang tidak diketahui (Pai 2010).

Beberapa penelitian menunjukkan kombinasi antibiotik β-laktam dan aminoglikosida memperlihatkan efek yang sinergi terhadap P. aeruginoasa. Efek sinergi ini didasarkan pada mekanisme kerja β-laktam yang bekerja dengan merusak struktur polimer pepetidoglikan pada dinding sel bakteri dan meningkatkan masuknya aminoglikosida ke dalam sel. Di sisi lain, aminoglikosida bekerja dengan cara berikatan dengan ribosom subunit 30S bakteri yang menghambat translokasi peptidyl-tRNA dari A-site ke P-site dan juga menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA. Hal ini menyebabkan bakteri tidak dapat melakukan sintesis protein yang penting untuk pertumbuhan bakteri tersebut. Kerusakan struktur dinding sel bakteri dan kegagalan sintesis protein

(6)

menyebabkan sel bakteri kehilangan viabilitasnya dan bahkan lisis. Dengan demikian bakteri akan lebih mudah mati (Jain et al. 2011; Nakamura et al. 2000).

Selain mengombinasikan antibiotik, para peneliti juga kembali melihat potensi antibiotik lama seperti fosfomisin maupun kolistin untuk terapi infeksi bakteri-bakteri Gram negatif yang multiresisten. Fosfomisin adalah derivat asam fosfonat, merupakan antibiotik bakterisidal spektrum luas yang bekerja dengan cara menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel pada fase awal. Antibiotik ini telah digunakan secara luas sebagai monoterapi maupun kombinasi untuk mengatasi infeksi bakteri yang multi resisten seperti untuk Enterobacteriaceae multi resisten, Acinetobacter baumanni, P. aeruginosa, Enterococcus faecalis, dan lain-lain (Shrestha & Tomford 2001; Falagas et al. 2009; Zdzieblo et al. 2014). Karageorgopoulos et al. 2012, menyatakan bahwa kombinasi fosfomisin dan antibiotik lain merupakan pilihan terapi yang bijak untuk mencegah munculnya resistensi selama terapi pada bakteri-bakteri Gram negatif termasuk P. aeruginosa. Penelitian Kunakonvichaya et al. 2015, menunjukkan bahwa pemberian monoterapi fosfomisin, imipenem, meropenem dan doripenem memiliki aktivitas bakterisidal lebih lemah dibandingkan bila diberikan dalam bentuk kombinasi.

Fosfomisin dianggap lebih murah bila dibandingkan golongan karbapenem (Duez et al. 2011). Antibiotik ini juga dianggap relatif aman dan kemampuan untuk resistensi silang dengan antibiotik lain lebih rendah (Zdzieblo et al. 2014; Falagas et al. 2008). Selain itu, fosfomisin juga mempunyai kemampuan penertasi jaringan yang baik pada kasus abses sehingga menjadi pilihan untuk infeksi

(7)

jaringan lunak (Chander et al. 2015). Fosfomisin juga mempunyai aktivitas antibakteri intraseluler dan bekerja pada lebih baik pada suasana anaerob ketika dikombinasikan dengan tobramisin (Mccaughey, Diamond, et al. 2013).

Efek kombinasi antibiotik tidak dapat diperkirakan sehingga harus dilakukan pengujian. Beberapa metode laboratorium yang umum digunakan untuk menentukan sinergi antibiotik yaitu dilusi checkerboard, tes kombinasi beberapa antibiotik bakterisidal (Multiple combination bactericidal testing), time-kill curve, dan E (epsilometer) tests (E-Test). Pada penelitian ini menggunakan metode dilusi checkerboard. Metode checkerboard (broth microdilution checkerboar) sering digunakan untuk pengujian efek sinergi kombinasi antibiotik karena relatif lebih mudah dilakukan dan konsentrasi yang diperoleh dari pengujian mendekati konsentrasi terapi secara klinis (Saiman 2007). Metode ini menggunakan Fractional Inhibitory Concentration Index (∑FIC) yang ditentukan dengan menggunakan agar cair (broth). Metode checkerboard menggunakan teknik yang sama dengan prosedur penentuan kadar hambat minimum (Minimum Inhibitory Concentration). Metode lainnya dengan menggunakan time kill curve untuk membandingkan perbedaan jumlah koloni dari organisme setelah suatu periode waktu tertentu (Nakamura et al., 2014).

Morbiditas, mortalitas, serta biaya dan lama perawatan akibat infeksi P. aeruginosa ditambah sifat bakteri yang mudah menjadi resisten selama terapi menjadi masalah dalam penanganan infeksi. Ketersediaan antibiotik yang tepat juga menjadi masalah ketika bakteri menjadi resisten. Penggunaan antibiotik monoterapi “one-drug to one-target” juga tidak memungkinkan karena selain

(8)

keterbatasan antibiotik yang tersedia juga akan menambah kejadian resisten. Klinisi membutuhkan informasi secepatnya tentang pilihan antibiotik yang tepat untuk mengatasi infeksi. Hal-hal tersebut menjadi pertimbangan perlunya suatu penelitian untuk mengetahui adanya efek kombinasi amikasin, meropenem, dan fosfomisin terhadap P. aeruginosa dengan metode broth microdilution checkerboard.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana efek kombinasi amikasin dengan meropenem terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard ?

2. Bagaimana efek kombinasi amikasin dengan fosfomisin terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efek kombinasi amikasin dengan meropenem terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard.

(9)

2. Mengetahui efek kombinasi amikasin dengan fosfomisin terhadap isolat klinik P. aeruginosa di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM secara in vitro dengan menggunakan metode broth microdilution checkerboard.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang efektifitas kombinasi aminoglikosida dengan karbapenem maupun aminoglikosida dengan fosfomisin terhadap isolat P. aeruginosa dan isolat bakteri Gram negatif lainnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti yang tertera dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel. 1. Keaslian Penelitian Nama Peneliti

dan Tahun Penelitian

Judul Penelitian Hasil Penelitian

Leite, 2015 Effect of Antibiotics Combination and Comparison of Methods for Detection of Synergism in Multiresistant Gram-Negative Bacteria

Studi in vitro dan in vivo efikasi aminoglikosida (amikasin, gentamisin, netilmisin, tobramisin dan isepamisin) secara sendiri-sendiri dan kombinasi dengan fosfomisin terhadap 28 isolat P. aeruginosa dengan metode checkerboad microdillution dan time-kill assay menunjukkan kombinasi amikasin dan fosfomisin atau isepamisin dan

fosfomisin mempunyai efek sinergistik yang paling signifikan dibandingkan kombinasi yang lain.

Khaleq et al., 2011 Efficacy of Combination of Meropenem with Gentamicin, and Amikacin against Resistant E. coli Isolated from Patients with UTIs : in vitro Study

Kombinasi meropenem dan amikasin terhadap 25 isolat Escherichia coli, yang diisolasi dari urin pasien-pasien ISK di Baghdad selama 22/11/2009 -15/3/2010, memperlihatkan efek sinergistik tertinggi tercapai pada konsentrasi masing-masing antibiotik yang digunakan 1/4+1/4 MIC.

Le et al., 2011 In Vitro Activity of Carbapenems Alone

Metode time-kill assay terhadap isolat KPC-Producing Klebsiella pneumoniae

(10)

and in Combination With Amikacin Against KPC-Producing Klebsiella pneumoniae

menunjukkan monoterapi dengan karbapenem (imipenem, ertapenem, meropenem) maupun amikasin tidak dapat mempertahankan aktivitas bakterisidal ≥ 99.9% atau > 3 log10 terbunuh. Sinergi terjadi pada

kombinasi meropenem dan imipenem dengan amikasin setelah 24 jam pada semua isolat dan mencapai akifitas bakterisidal (≥ 99.9% terbunuh) pada 24 jam. Ertapenem tidak menunjukkan aktivitas bakterisidal maupun efek sinergi.

Pai, 2010 In Vitro Effects of Combined Antibiotics against Multidrug-resistant Pseudomonas aeruginosa

Kombinasi seftazidim, sefepim,

aztreonam, pipirasilin-tazobaktam, atau meropenem dengan amikasin

memperlihatkan efek sinergistik

terhadap 10 isolat P. aeruginosa dengan resistensi yang beragam terhadap setiap antibiotik, tanpa memperhatikan MIC amikasin. Efek sinergistis amikasin dan meropenem terjadi terhadap isolat dengan resistensi tingkat tinggi terhadap amikasin (MIC hingga μg/mL)

Falagas et al., 2009

Fosfomycin for the treatment of infections caused by multidrug-resistant non-fermenting Gram-negative bacilli : a systematic review of microbiological , animal and clinical studies

Fosfomisin menunjukkan efek sinergis pada kombinasi dengan β-laktam, aminoglikosida atau siprofloksasin terhadap 46/84 (53,5%) isolat MDR P. aeruginosa. Satu studi pada heawn coba menemukan efek terapi kombinasi fosfomisin/gentamisin yang baik terhadap endokarditis MDR P. aeruginosa. Pada 6 studi klinik, 33 pasien dengan infeksi MDR P. aeruginosa mendapatkan terapi fosfomisin (25/33 dalam kombinasi dengan antibiotik lain), 91%

menunjukkan perbaikan klinis. Cai et al., 2009 Synergistic effects of aminoglycosides and fosfomycin on Pseudomonas

aeruginosa in vitro and biofilm infections in a rat model

Kombinasi aminoglikosida (amikasin, gentamisin, netilmisin, tobramisin dan isepamisin) dan fosfomisin

memperlihatkan efek sinergis secara in vitro dan memperbaiki efek terapeutik pada model tikus yang diinfeksi biofilm.

(11)

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada. Penelitian ini menggunakan isolat P. aeruginosa dari berbagai spesimen klinik yang resisten maupun masih sensitif terhadap amikasin, meropenem dan fosfomisin. Penelitian ini mengombinasikan amikasin dan meropenem serta amikasin dan fosfomisin terhadap isolat-isolat klinis P. aeruginosa dan pengujian efek sinergi dengan metode broth microdilution checkerboard.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pengembangan mirobiologi klinik maupun untuk kepentingan terapi pasien. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Memahami manfaat kombinasi antibiotik untuk pengobatan terutama terhadap bakteri yang telah resisten terhadap berbagai kelas antibiotik.

2. Hasil kombinasi antibiotik dapat dijadikan dasar dalam menentukan pilihan antibiotik untuk terapi empiris baik dalam penentuan jenis antibiotik maupun dosisnya.

3. Memberikan wawasan bahwa penggunaan kombinasi antibiotik akan menghambat terjadinya resistensi antibiotik.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis filogenetik bakteri Aeromonas dengan menggunakan sikuen gen 16S rRNA menunjukkan bahwa genus Aeromonas terdiri dari kelompok yang memiliki hubungan

Diabetes tipe II ditandai dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin lelatif karena para pasien sering memiliki insulin dalam jumlah bervariasi yang mencegah hiperglikemia

Apakah senyawa yang terkandung pada ekstrak tanaman obat yang menghasilkan zona hambat tertinggi dalam meningkatkan aktivitas antibiotik gentamisin terhadap bakteri

coli multiresisten antibiotik dengan metode dilusi padat serta untuk mengetahui senyawa yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap kedua bakteri tersebut

4 ESBL adalah enzim yang dapat menyebabkan resistensi terhadap hampir seluruh antibiotik beta laktam, termasuk penisilin, sefalosporin, dan..

nukleotida gen yang menyandi enzim pendegradasi inulin bakteri tersebut berbeda. dengan urutan basa nukleotida gen penyandi yang

Kadar terkecil yang memberikan larutan jernih merupakan KHM.Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam medium baru yang tidak mengandung antibiotik maupun

pembawa gen kepada sel yang sakit (paru-paru).Virus dapat dimanfaatkan untuk membuat vaksin, membuat antitoksin, melemahkan bakteri, dan lain-lain Namun, karena