• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian adalah kemampuan untuk melakukan kegiatan atau tugas sehari–hari sesuai dengan tahapan perkembangan dan kapasitasnya (Lie, 2004).

Kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapai berbagai situasi dilingkungan, sehingga individu mampu berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat memilih jalan hidupnya untuk berkembang yang lebih mantap (Mu’tadin, 2002).

Kemandirian seperti halnya psikilogis yang lain, dapat berkembang dengan baik jika diberikan kesempatan untuk berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus menerus dan dilakukan sejak dini, latihan tersebut berupa pemberian tugas tanpa bantuan. Kemandirian akan memberi dampak yang positif bagi perkembangan anak, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak sedini mungkin sesuai kemampuan anak. Seperti telah diakui segala sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan semakin berkembang menuju kesempurnaan (Mu’tadin, 2002).

(2)

Kemandirian seorang anak diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara anak dengan teman sebaya. (Hurlock 1991) mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, anak belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri. Dalam mencapai keinginan untuk mandiri sering kali anak mengalami hambatan–hambatan yang disebabkan oleh masih adanya kebutuhan untuk tetap tergantung pada orang lain (Mu’tadin 2002). 2. Peran Orang Tua dalam Memandirikan Anak Usia Sekolah

Pada masa sekolah perkembangan anak mulai beranjak menjadi manusia sosial dan belajar bergaul dengan orang lain. Ada beberapa peran orang tua adalah membina kemandirian anak usia sekolah yaitu : (Lie, 2004)

a.Ajari anak untuk merawat tubuhnya sendiri

Walaupun anak hidup dalam keluarga kecukupan, orang tua perlu mendidik anak untuk bersikap mandiri terutama pada perawatan dirinya sendiri. Dalam keluarga yang berkecukupan, pelayanan yang diberikan oleh pengasuh bisa berlebihan. Hal ini hanya merugikan anak dan menghambat perkembangan kedewasaan. Orang tua perlu meminta anak melakukan kegiatan kegiatan rutin seputar perawatan tubuhnya sendiri dan mengkomunikasikan harapan ini kepada pengasuh agar bisa ikut mendukung proses kemandirian anak.

(3)

b.Biarkan anak menyiapkan sarapan sendiri

Banyak orang tua mengeluh mengenai kesulitan makan anak. Sebetulnya orang tua perlu menyikapi permasalahan ini dengan lebih bijak. Orang tua perlu membedakan apakah anak menolak makan atau memprotes hilangnya otonominya dalam menentukan dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Dengan memberi anak kesempatan untuk menyiapkan sarapannya sendiri, orang tua bisa mengajar untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhan fisiologi mereka sendiri.

c.Ajari anak untuk menata buku sekolahnya sendiri

Pada beberapa keluarga kelas menengah dan keatas, keberadaan pengasuh bisa membatasi anak dalam mengembangkan kemandirian. d.Jangan mengerjakan pekerjaan rumah anak

Disekolah dasar, anak mulai mendapatkan pekerjaan rumah dari sekolah. Jumlah dan tingkat kesulitan pekerjaan rumah ini bisa bervariasi dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Dibeberapa sekolah, anak bisa mendapatkan pekerjaa rumah yang cukup berat dan banyak. Walaupun orang tua merasa kasihan dan tidak tega melihat beban anak, tidaklah bijak jika orang tua mengambil alih dan mengerjakan pekerjaan rumah anak.

(4)

e.Ajari anak menyelesaikan masalahnya sendiri

Orang tua wajib mengasuh dan melindungi anak. Tapi hal ini tidak berarti orang tua perlu mengambil alih setiap permasalah anak. Orang tua yang membiasakan diri untuk ikut campur dan menyelasaikan permasalah anak sebenarnya kurang mendidik anak bersikap mandiri.

f.Ajari anak merapikan mainanya sendiri

Orang tua dapat mulai menumbuhkan rasa mandiri anak dengan memberikan tugas–tugas sederhana seperti membereskan mainannya sendiri.

g.Ajari anak untuk merapikan / melipat bajunya sendiri

Pada masa ini, anak juga diminta untuk merapikan dan melipat pakaiannya sendiri. Kegiatan ini bermanfaat bagi perkembangan motorik anak dan juga meningkatkan kemandirian anak.

h.Hargai kebebasan anak dalam memilih pakaiannya

Ketika anak akan mulai menginjak usia belasan tahun, dia sudah mulai enggan mengenakan pakaian dengan model yang kekanak– kanakan. Dia ingin memakai model–model yang memberikan kesan pra remaja. Padahal orang tua masih memandang anaknya kekanak–kanak. Orang tua perlu bersikap bijak dan menghargai kebebasan anak dalam memilih gayanya sendiri sepanjang dia tidak melanggar norma-norma kesantunan dan budaya setempat.

(5)

i.Ajak anak untuk merapikan dan membersikan kamar sendiri

Kamar adalah teritori tanggung jawabnya secara langsung. Mungkin orang tua beranggap mereka masih terlalu muda untuk membersihkan kamarnya sendiri. Tetapi tidak berarti orang tua mengambil alih tanggung jawabnya atas kamar anak. Secara bertahap anak bisa diajak untuk mandiri terhadap ruangannya sendiri.

j.Ajari anak untuk mengembalikan buku yang sudah dibaca pada tempatnya Jika keluarga gemar membaca dan mempunyai banyak buku. Anak juga dilibatkan dalam menata buku–buku dan majalah yang dikoleksi keluarga. Kemandirian anak terus berkembang jika orang tua terus meningkatkan harapannya.

k.Ajari anak untuk menabung dan berhemat

Ketika anak sudah terbiasa menggelola keuangan sendiri, anda bisa mendorong dia untuk menabung dan berhemat. Tidak seluruh uang saku harus dibelanjakan. Ajari anak mengenai berbagai manfaat menabung dan berhemat.

l.Libatkan anak dalam kegiatan masak memasak

Orang tua bisa melibatkan anak dalam memberikan kesempatan anak untuk ikut membantu dan terlibat. Keterlibatan anak bisa menggarahkan untuk lebih mandiri.

(6)

m.Ajak anak untuk menyiapkan hidangan makan malam

Menyiapkan hidangan makanan dalam beberapa keluarga biasanya dilakukan oleh satu orang tertentu yakni ibu atau pembantu rumah tangga. Sekali–sekali ajak anak untuk menyiapkan hidangan makan malam agar anak tidak tergantung kepada orang lain.

n.Minta anak untuk beberapa pekarjaan rumah tangga

Sejak usia dini anak bisa diajarkan untuk ikut melakukan beberapa pekerjaan rumah tangga. Ketika pembantu pulang orang tua tidak perlu terlalu repot karena anak bisa diharapkan untuk ikut membantu dalam pekerjaan rumah.

o.Libatkan anak dalam kegiatan belanja

Keterlibatan anak dalam kegiatan belanja ini bisa ditingkatkan menjadi proses pendewasaan anak dan peningkatan kemandirian.

p.Libatkan anak dalam perencanaan acara liburan keluarga

Acara liburan akan menjadi lebih menyenangkan jika setiap anggota keluarga ikut terlibat dan merasa menjadi bagian yang penting. Perencanaan liburan keluarga ini bukan hanya urusan orang tua saja. Anak juga bisa diberikan kesempatan untuk ikut terlibat sejak awal. Keterlibatan anak akan mengajarkannya untuk menjadi lebih mandiri.

(7)

3. Faktor–Faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian anak usia sekolah

Faktor–faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian anak usia sekolah terbagi 2 adalah : (Soetjiningsih, 1995 & Mu’tadin 2002 ).

1.Faktor Internal adalah faktor yang ada dari diri anak itu sendiri yang meliputi:

a) Emosi

Faktor ini ditunjukan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua.

b) Intelektual

Faktor ini ditunjukan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.

2.Faktor Eksternal adalah hal–hal yang datang atau ada dari luar diri anak itu sendiri meliputi :

a) Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya atau tidak tingkat kemandirian anak usia sekolah. Lingkungan yang baik akan meningkatkan cepat tercapainya kemandirian anak.

b) Karekteristik sosial

Karekteristik sosial dapat mempengaruhi kemandirian anak misalnya : tingkat kemandirian anak dari keluarga miskin berbeda dengan anak dari keluarga kaya .

(8)

c) Stimulasi

Anak yang mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat mandiri dibanding dengan anak yang kurang atau tidak mendapat stimulasi.

d) Pola asuh

Anak dapat mandiri akan membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan. Peran orang tua sebagai pengasuh sangat diperlukan bagi anak sebagai penguat perilaku yang yang telah dilakukannya. Oleh karena itu pola pengasuhan merupakan hal yang penting dalam pembentukan kemandirian anak.

e) Cinta dan Kasih Sayang

Cinta dan kasih sayang kepada anak hendaknya diberikan sewajarnya karena ini akan mempengaruhi kemandirian anak bila diberikan berlebihan akan menjadi anak kurang mandiri.

f) Kualitas interaksi anak–orang tua

Interaksi dua arah anak–orang tua dapat menyebabkan anak menjadi mandiri.

g). Pendidikan orang tua

Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala info dari luar terutama cara memandirikan anak.

(9)

B. Pola Asuh Orang Tua 1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku orang tua yang diterapkan pada anak yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative maupun positif (www.E Psikologi. Com).

Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang baik. Terlihat bahwa pengasuhan anak menunjuk kepada pendidikan umum yang diterapkan. Pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi antara orang tua dengan anak. Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.

Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara–cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua anak cenderung menggunakan cara–cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Disuatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan situasi anak, disisi lain sebagai orang tua

(10)

juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya (Jas & Rahmadiana, 2004).

Setiap upaya yang dilakukan dalam mendidik anak, mutlak didahului oleh tampilnya sikap orang tua dalam mengasuh anak meliputi :

a. Perilaku yang patut dicontoh.

Artinya setiap peilakunya tidak sekedar perilaku yang bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan dijadikan lahan peniruan dan identifikasi bagi anak anaknya.

b. Kesadaran diri.

Ini juga harus ditularkan pada anak anak dengan mendorong mereka agar perilaku kesehariannya taat kepada nilai–nilai moral. Oleh sebab itu orang tua senantiasa membantu mereka agar mampu melakukan observasi diri melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun non verbal tentang perilaku.

c. Komunikasi

Komonukasi dialogis yang terjadi antara orang tua dan anak–anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalahnya.

(11)

Menurut Baumrind (1997) dalam www. E psikologi.com, terdapat 3 macam pola asuh orang tua :

1. Pola asuh Otoriter

Para orang tua cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya bersamaan dengan ancaman–ancaman. Misalnya kalau tidak mau makan, maka tidak akan diajak bicara. Orang tua cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tidak senggan menghukum anaknya. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah dan orang tua tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh Otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah dan menarik diri.

2. Pola asuh Demokratis

Pola asuh yang mempentingkan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu– ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran pemikiran dan orang tua bersikap realitis terhadap kemampuan anak, memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan pendekatannya pada anak bersifat hangat.

(12)

Pola asuh Demokratis akan menghasilkan karekteristik anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan temannya dan mempunyai minat terhadap hal–hal baru.

3. Pola asuh Permisif

Orang tua memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Namun orang tua tipe ini biasanya hangat sehingga sering disukai anak.

Pola asuh Permisif akan menghasilkan karekteristik anak yang impulsiv, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.

2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Adapun faktor yang mempengaruhi pola asah anak adalah : a.Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua serta pengalaman sangat berpengaruh dalam mengasuh anak.

b. Lingkungan

Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola–pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.

(13)

c. Budaya

Sering kali orang tua mengikuti cara–cara yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan–kebiasaan masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola–pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak kearah kematangan. Orang tua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima dimasyarakat dengan baik, oleh karena itu kebudayaan atau kebiasaan masyarakat dalam mengasuh anak juga mempengaruhi setiap orang tua dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya (Anwar, 2000).

C. Anak Usia Sekolah

1. Perkembangan anak sekolah

Menurut Erik Erikson, pada masa usia 6–12 tahun anak belajar untuk menjalankan kehidupan sehari harinya secara mandiri. Jika orang tua bisa membimbing anak dengan baik, anak akan belajar menjadi rajin dan bersemangat melakukan kegiatan–kegiatan yang produktif bagi kemajuan dirinya sendiri (Lie, 2004).

Jika kemandirian tidak tercapai anak akan menjadi ragu dan malu. Pada masa ini anak sedang belajar untuk menegakkan kemandirian namun anak belum berfikir secara diskriminatif oleh karena itu masih perlu mendapat bimbingan yang tegas. Meskipun lingkungan mengharapkan anak untuk mandiri, anakpun masih perlu dilindungi terhadap pengalaman yang dapat menimbulkan rasa ragu

(14)

dan malu. Secara bertahap anak belajar untuk memngendalikan diri, bila anak berhasil mengendalikan diri tanpa harus kehilangan harga diri, maka akan timbul kebanggaan dan percaya diri padanya (Soetjiningsih, 1995).

Sebaliknya bila anak tidak diberikesempatan untuk bisa mengendalikan diri secara mandiri melainkan terlalu banyak dikendalikan dari luar maka akan timbul keraguan dan rasa malu yang berlebihan. Anak pada umur ini sangat aktif dan banyak bergerak, anak mulai belajar mengembangkan kemampuan untuk bermasyarakat dan inisiatifnya mulai berkembang pula. Bersama teman– temannya mulai belajar merencanakan sesuatu dan melakukan dengan gembira.

Untuk memenuhi kebutuhan sosial, teman harus berperan sebagai teman bermain. Meskipun anak mempunyai hubungan yang erat dengan beberapa anggota kelompok tertentu, namun anak menganggap semua anggota kelompok sebagai ” teman ” walaupun anak berperan sebagai anggota kelompok bermain. Keakraban disekolah atau dilingkungan tetangga adalah penting karena untuk memilih teman. Lingkungan anak–anak terbatas pada daerah yang relatif sempit. Terdapat kecenderunagn yang kuat bagi anak untuk memilih teman dari kelasnya sendiri disekolah (Soetjiningsih, 1995).

Minat dan kegiatan bermain pada masa ini lebih sedikit dibanding dengan ketika ia masih berada dalam tahun-tahun pra sekolah. Bermain sangat penting untuk perkembangan fisik dan psikologis sehingga semua anak diberi waktu dan kesempatan untuk bermain dan juga didorong untuk bermain, tanpa memperdulikan status sosial ekonomi keluarga. Dalam membahas akibat

(15)

sosialisasi dari bermain, (Lever) mengatakan ”selama bermain dapat mengembangkan berbagai ketrampilan sosial sehingga memungkinkannya untuk menimati keanggotaan kelompok dan dalam masyarakat anak–anak” (Hurlock, 1990).

Selama masa anak–anak baik laki maupun perempuan sangat sadar akan kesesamaan jenis pemainan dengan kelompok seksnya. Oleh karena itu, anak menghindari kegiatan bermain yang dianggap tidak sesuai untuk kelompok seksnya. Terlepas dari perbedaan bagi sebagian besar anak bermain menjadi kurang aktif dengan berjalannya masa kanak–kanak. Perubahan ini disebakan bertambah banyaknya tugas–tugas dirumah (Hurlock, 1990).

D. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kemandirian Anak Usia Sekolah

Keluarga merupakan tempat pertama kali anaknya seseorang anak memperleh pendidikan dan mengenal nilai–nilai maupun peraturan–peraturan yang harus diikutinya yag mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan. Namun adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentinagan orang tua maka terjadilah keanekaragaman mendidik.

Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang tua terhadap anaknya. Lewat pola asuh anak – anak akan merasakan bagaimana orang tua bersikap memandang yang baik dan buruk (Amaliana, 2006)

(16)

Kemandirian pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Didalam keluarga, orang tualah yang berperan dalam mengasuh, membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Masa anak–anak merupakan masa yang paling penting dalam proses perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan orang tua kepada anak–anaknya dalam meningkatkan kemandirian amatlah krusial. Meskipun dunia sekolah juga turut berperan dalam memberikan kesempatan kepada anak untuk mandiri, keluarga tetap merupakan pilar utama dan pertama dalam pembentukan anak untuk mandiri.

Beberapa sikap orang tua yang berkaitan dengan kemandirian seorang anak : ( Mu’tadin, 2002 & Jas & Rahmadiana, 2004).

a.Komunikasi

Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal–hal yang tidak diinginkan. Komunikasi harus bersifat dua arah artinya kedua belah pihak harus saling mau mendengarkan pandangan satu dengan yang lain. Dengan melakukan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan–pandangan dan kerangka pikir anaknya, dan sebaliknya anak–anak juga mengetahui apa yang diinginkan orang tuanya. b.Kesempatan

Orang tua memberikan kesempatan kepada anaknya untuk membuktikan atau melaksanakan keputusan yang diambilnya. Biarkan anak mengusahakan dirinya sendiri apa yang diperlukan dan biarkan juga anak mengatasi

(17)

masalahnya sendiri. c.Tanggung jawab

Bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dibuat merupakan kunci untuk menuju kemandirian. Dengan berani bertanggung jawab anak akan belajar untuk tidak mengulangi hal–hal yang memberikan dampak negative bagi dirinya.

d.Konsistensi

Konsistensi orang tua dalam menerapkan disiplin dan menanamkan nilai– nilai kepada anak sejak dini didalam keluarga akam menjadi panutan bagi anak untuk mengembangkan kemandirian.

e.Perlindungan yang berlebihan

Sering tanpa disadari, rasa kasih sayang yang berlebihan membuat orang tua menjadi pelindung yang berlebihan bagi anak. Kemampuan dan apapun yang dilakukan anak akan selalu didampingi, karena cemas sesuatu akan terjadi. Mungkin anak terlalu dibatasi ruang geraknya karena harus selalu dalam kawasan perlindungan orang tua. Apabila perelindungan terlalu berlebihan anak akan tergantung dan tidak mandiri.

(18)

E. Kerangka Teori

Sumber : Soetjiningsih, 1995 Gambar 2.1 Kerangka Teori 1. Faktor Internal a. Emosi b. Intelektual 2. Faktor Eksternal a. Lingkungan b. Sosial c. Stimulasi d. Pola asuh e. Cinta dan kasih

sayang

f. Interaksi orang tua anak

g. Pedidikan orang tua

(19)

F. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.2 Kerangka Teori

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independent

Dalam penelitian ini sebagai variabel independent adalah pola asuh. Pola asuh merupakan sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent (variabel terikat) yaitu kemandirian anak atau dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah variabel yang mempengaruhi variabel yang lain (Alimul Aziz, 2006).

2. Variabel Dependent

Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah tingkat Kemandirian Anak

Pola Asuh a. Otoriter b. Demokratis c. Permesif

(20)

kemandirian anak, karena variabel tersebut dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Nursalam, 2003).

H.Hipotesis

Hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah :

Ada hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian anak usia sekolah di SDN Panjang Wetan 01 Pekalongan.

Referensi

Dokumen terkait

selaku Ketua Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.. Bapak Agus Subaqin, M.T, Bapak Arief Rakhman Setiono, M.T

Terdapat hubungan bermakna pada tingkat kualitas hidup antara anak dengan sindrom nefrotik primer kelainan minimal dan bukan kelainan minimal menurut persepsi orang tua

Mendapatkan kode biss key tv one melalui penyedia di situs jejaringan seperti sosial media seperti Facebook dan Forum lainnya yang menyajikan khusus tentang biss key, cara

kelompok dan bukan individunya. Alasan penulis menggunakan kelas VIII C sebagai kelompok eksperiment dan kelas VIII B sebagai kelompok kontrol didasarkan pada

KOD PENGETAHUAN & KEMAHIRAN PENGURUSAN PERNIAGAAN INDIKATOR YANG BOLEH DIUKUR CONTOH LUGHATUL FASLI 4.3 Menggunakan sumber yang pelbagai/ sumber alternatif/ sumber

Mengacu pada hasil analisis dan penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sikap guru terhadap game based learning positif dan mereka bermaksud untuk menggunakan kembali game

Amaria, dkk (2007) melakukan penelitian adsorpsi Zn(II) dengan menggunakan biomassa Saccharomyces cerevisiae yang berasal dari limbah hasil fermentasi industri bir

Dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri harus dimanfaatkan dengan disertai kebijaksanaan serta langkah-langkah guna membantu,