• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi

Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pemberian air irigasi dapat dilakukan dalam lima cara: (1) dengan penggenangan (flooding); (2) dengan menggunakan alur, besar atau kecil; (3) dengan menggunakan air di bawah permukaan tanah melalui sub irigasi, sehingga menyebabkan permukaan air tanah naik; (4) dengan penyiraman (sprinkling); atau (5) dengan sistem cucuran (trickle) atau irigasi tetes (drip irrigation) (Hansen, dkk., 1992).

Irigasi adalah penambahan kekurangan kadar air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah itu akan merusakkan tanaman (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Irigasi Tetes

Irigasi cucuran disebut juga irigasi tetesan (drip) terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke daerah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut Emitter yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari pemancar air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gavitasi. Daerah yang dibatasi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah termasuk tekstur

(2)

tanah dan struktur tanah, kelembaban tanah dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Hansen, dkk., 1992).

Prastowo (2003) mengemukakan bahwa irigasi tetes merupakan cara pemberian air pada tanaman secara langsung, baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui tetesan secara sinambung dan perlahan pada tanah di dekat tanaman. Setelah keluar dari penetes (Emitter), air menyebar ke dalam profil tanah secara horizontal maupun vertikal akibat gaya kapilaritas dan gavitasi. Luas daerah yang dibasahi Emitter tergantung pada besarnya debit keluaran, jenis tanah (struktur dan tekstur), kelembaban tanah dan permeabilitas tanah.

Irigasi drip (tetes) merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskannya melalui pipa-pia secara setempat disekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi, tetapi hampir seluruh air yang ditambahkan dapat diserap dengan cepat oleh akar pada keadaan kelembaban tanah yang rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Hakim, dkk., 1986).

Prastowo (2003) mengemukakan beberapa kelebihan sistem irigasi tetes antara lain:

1. Efisiensi dalam pemakaian air irigasi relatif paling tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi lain, karena pemberian air dengan kecepatan lambat dan hanya pada daerah perakaran, sehingga mengurangi penetrasi air yang berlebihan, evaporasi dari permukaan tanah dan aliran permukaan

2. Pada beberapa jenis tanaman tertentu, kondisi tanaman yang tidak terbasahi akan mencegah penyakit leaf burn (daun terbakar), selain itu kegiatan

(3)

budidaya secara manual maupun mekanis dapat terus berjalan walaupun kegiatan irigasi sedang berlangsung

3. Dapat menekan aktivitas organisme pengganggu tanaman karena daerah yang terbasahi hanya di sekitar daerah perakaran saja

4. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberian pupuk dan pestisida, karena pemberiannya dapat diberikan bersamaan dengan air irigasi dan hanya diberikan di daerah perakaran

5. Pada sistem irigasi tetes dapat menghemat kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian irigasi maupun kegiatan pemupukan, karena sistem dapat dioperasikan secara otomatis

6. Pemberian air yang sinambung dapat mengurangi resiko penumpukan garam dan unsur-unsur beracun lainnya di daerah perakaran tanaman

7. Mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi topogafi dan sifat media tumbuh tanaman.

Walaupun mempunyai beberapa keuntungan operasional, namun sistem irigasi tetes memiliki beberapa kelemahan, terutama jika diterapkan secara luas di Indonesia, antara lain:

1. Investasi yang dikeluarkan cukup tinggi dan dibutuhkan teknik yang relatif tinggi dalam desain, instalasi dan pengoperasian sistem.

2. Penyumbatan emiter yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia dan biologi air yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja sistem

3. Pada daerah yang tidak terbasahi berpotensi terjadi penumpukan garam (Susanto, 2006).

(4)

Tekstur Tanah

Tekstur tanah ialah perbandingan relatif (dalam persen fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika-kimia dan kimia tanah (Hakim, dkk., 1986).

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel atau juga disebut separat penyusun tanah, yaitu pasir, debu, dan liat. Ketiga separat tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen secara bersama-sama menyusun tanah (Islami dan Utomo, 1995).

Hanafiah (2009) mengemukakan bahwa tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran di atas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA dan Sistem Internasional tertera pada Tabel 1.

Tekstur tanah penting diketahui karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut (pasir, debu, dan liat) akan menentukan sifat fisik tanah. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur ganular akan mempunyai bobot isi 1,0 sampai 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar mempunyai bobot isi antara 1,3 sampai 1,8 g/cm3 dan bobot isi air yaitu 1 g/cm3. Klasifikasi kelas tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2 (Hasibuan, 2011).

(5)

Tabel 1. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional

Separat Tanah Diameter (mm) Jumlah Partikel (g-1)

Luas Permukaan

USDA Internasional (cm2 g-1)

Pasir sangat halus 2,00 – 1,00 – 90 11

Pasir kasar 1,00 – 0,50 – 720 23

Pasir sedang 0,50 – 0,25 – 5.700 45

Pasir – 2,00 – 0,20 4.088 29

Pasir halus 0,25 – 0,10 – 46.000 91

Pasir sangat halus 0,10 – 0,05 – 722.000 227

Debu 0,05 – 0,002 – 5.776.000 454

Debu – 0,02 – 0,002 2.334.796 271

Liat*) <0,002 <0,002 90.250.853.000 8.000.000 Keterangan : separat bergaris-bawah/dicetak-tebal merupakan Sistem Internasional

*) untuk kedua system (Hanafiah, 2009).

Tabel 2. Klasifikasi kelas tekstur tanah

Nomor Nama tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

1 Pasir 85-100 0-15 0-10

2 Lempung liat berpasir 45-80 0-28 20-35

3 Pasir berlempung 70-90 0-39 10-15

4 Lempung berpasir 43-80 0-50 0-20

5 Lempung 23-52 28-50 7-27

6 Lempung berdebu 0-50 50-88 0-27

7 Debu 0-20 88-100 0-12

8 Lempung liat berdebu 0-20 40-73 27-40

9 Lempung berliat 20-45 15-53 27-40

10 Liat berpasir 45-65 0-20 35-45

11 Liat berdebu 0-20 40-60 40-60

12 Liat 0-45 0-40 40-100

(Hasibuan, 2011).

Tanah berpasir diklasifikasikan sebagai bertekstur kasar, tanah liat sebagai bertekstur menengah dan lumpur sebagai yang bertekstur halus. Tekstur suatu tanah memiliki pengaruh yang sangat penting pada aliran air, sirkulasi udara, dan besarnya transformasi kimia yang terjadi didalam tanah (Susanto, 2006).

United states Departement of Agriculture (USDA) mengklasifikasikan tekstur tanah berdasarkan atas dari fraksi-fraksi utama dari partikel tanah yaitu sebanyak 12 kelas tekstur. Berikut adalah gambar diagram segitiga tekstur tanah menurut USDA.

(6)

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA (Foth, 1994)

Bahan Organik Tanah

Bahan organik merupakan salah satu bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik merupakan bahan pemantap agegat tanah yang tiada taranya. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar

mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah (Hakim, dkk., 1986).

Bahan organik tanah adalah fraksi organik tanah yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa luar-tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan fauna tanah hidup serta bagian vegetasi yang hidup dalam tanah (akar). Biomassa luar-tanah adalah massa bagian vegetasi yang hidup di luar tanah (daun, batang, cabang, ranting, bunga, buah, dan biji). Bahan organik dibuat dalam organisme hidup dan tersusun atas banyak sekali senyawa karbon. Di dalam tanah, bahan organik bercampur dengan bahan mineral. Bahan organik tanah

(7)

(BOT) memajukan kebaikan struktur dan konsistensi tanah, dan dengan demikian memperbaiki keterolehan, aerasi, permeabilitas, dan daya tahan menyimpan air. BOT dapat menambat air sampai 20 kali lipat bobotnya sendiri (Notohadiprawiro, 1998).

Kerapatan Massa Tanah (Bulk density)

Kerapatan isi (massa) adalah berat persatuan volume tanah kering oven, biasanya ditetapkan sebagai g/cm3. Terganggunya struktur tanah dapat mempengaruhi jumlah pori-pori tanah, demikian pula berat persatuan volume. Empat atau lebih bongkah (gumpal) tanah biasanya diambil dari tiap horizon untuk memperoleh nilai rata-rata (Hakim, dkk., 1986).

Kerapatan massa adalah bobot per satuan volume tanah kering oven yang biasanya dinyatakan sebagai gam per centimeter kubik. Menurut Islami dan Utomo (1995), bobot volume tanah “bulk density” yaitu nisbah antara massa total tanah dalam keadaan kering dengan volume total tanah.

B𝑑=Mp Vt

...(1)

Dimana :

B𝑑 = kerapatan massa (bulk density) (g/cm3) Mp = Massa padatan tanah (g)

Vt = Volume total tanah (cm3)

Tanah-tanah yang tersusun dari partikel yang halus dan tersusun secara tidak beraturan, mempunyai struktur yang baik, ruang porinya tinggi sehingga bobot volumenya rendah (sekitar 1,2 g/cm3) (Foth, 1994).

(8)

Besarnya bobot volume atau kerapatan massa (bulk density) yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah atau lebih khusus bagian rongga pori tanah. Tanah yang baru berkembang dari abu vulkan, misalnya yang disebut Andosol atau Andept, dengan kandungan bahan organik 5 – 10%, mempunyai bobot volume kurang dari 1,0 g/cm3 (Islami dan Utomo, 1995).

Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density)

Bobot jenis partikel tanah (ρp) atau partcle density adalah nisbah antara massa padatan dengan volume padatan tanah, yang dihitung dengan persamaan:

ρ

p =

Mp

Vp ... (2)

dimana:

ρp= Kerapatan partikel (particle density) (g/cm3) Mp = Massa tanah (g)

Vp= Volume tanah kering (cm3)

Besarnya kerapatan partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2 g/cm3 sampai 2,8 g/cm3, dipengaruhi terutama oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel (ρp) rendah. Tanah Andosol misalnya, bobot jenis partikelnya hanya 2,2 – 2,4 g/cm3(Islami dan Utomo, 1995).

Particle Density atau Kerapatan Partikel ialah berat tanah kering persatuan volume partikel-partikel bagian padat tanah, tidak termasuk volume pori-pori tanah. Untuk menentukan particle density, yang diperhatikan adalah partikel-partikel dari bagian padat tanah. Oleh karena itu particle density dari setiap jenis

(9)

tanah adalah konstan, tidak bervariasi dengan jumlah antara partikel-partikel tanah. Pada kebanyakan tanah-tanah mineral nilai dari particle density adalah 2,65 g/cc (Hasibuan, 2011).

Porositas Tanah

Di dalam tanah terdapat sejumlah ruang pori-pori. Ruang pori-pori ini penting karena diisi oleh air dan udara. Berat tanah berhubungan dengan jumlah ruang pori-pori. Persentase ruang pori dalam tanah dapat dihitung dari kerapatan massa tanah dan kerapatan partikel tanah (Hakim, dkk., 1986).

Hardjowigeno (2007), menyatakan bahwa nilai bulk density dan particle density merupakan petunjuk kepadatan tanah atau porositas, makin padat suatu tanah maka makin tinggi nilai bulk densitynya, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar.

Nilai porositas pada tanah pertanian bervariasi dari 40 sampai 60 %, sedangkan nilai rasio rongga dari 0,3 – 0,2. Porositas dipengaruhi oleh ukuran partikel dan struktur. Tanah berpasir mempunyai porositas rendah (40%) dan tanah lempung mempunyai porositas tinggi. Jika strukturnya baik dapat mempunyai porositas 60%. Ditinjau dari ruang pori susunan secara acak mempunyai ruang yang paling tinggi, dan susunan terarah mempunyai ruang pori paling rendah (Islami dan Utomo, 1995).

Untuk menghitung persentase ruang pori atau porositas (n) adalah membandingkan nilai kerapatan massa dan kerapatan partikel dengan persamaan:

n = �1−ρb

Pp�x 100%...(3)

(10)

n = Porositas (%)

ρ

b = Kerapatan massa (g/cm3)

Pp = Kerapatan partikel (g/cm3)

(Hansen, dkk., 1992).

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk-keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak porous maka air dan udara tidak leluasa pergerakannya sehingga air dan udara akan tertahan di dalam tanah (Hanafiah, 2009).

Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke permukaan tanah. Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran di sungai. Secara fisik terdapat beberapa faktor yang berpengaruh, yaitu:

1. Jenis tanah 2. Kepadatan tanah 3. Kelembaban tanah 4. Tutup tumbuhan

Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenih tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju

(11)

infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat makin kecil laju infiltrasinya. Kelembaban tanah yang sealalu berubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air di dalam tanah, laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa kalau dalam satu jenis tanah terjadi infiltrasi, infiltrasinya makin lama makin kecil (Harto, 1993).

Kecepatan infiltrasi yang berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan umumnya disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi maksimum yang terjadi pada suatu kondisi tertentu disebut kapasitas infiltrasi (f). Kapasitas infiltrasi itu adalah berbeda-beda menurut kondisi tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasi itu berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan, suhu dan lain-lain (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).

Kapasitas Lapang

Kapasits lapang adalah jumlah air yang ditahan dalam tanah sesudah air yang berlebihan di drainase keluar dan kecepatan bergerak kebawah telah sangat diperlambat. Kapasitas lapang tidak tetap dan dipengaruhi oleh tekstur, struktur, kandungan bahan organik, keseragaman dan kedalaman lahan (Guslim, 1997).

Apabila air gavitasi telah habis, kadar kelembaban tanah disebut kapasitas lapang (field capacity). Air kapasitas lapang merupakan kapasitas dimana air oleh gaya gavitasi dengan daya ikat air oleh tanah sama besarnya. Kapasitas lapang dapat diukur dengan menghitung kadar kelembaban tanah sesudah suatu pemberian air yang cukup besar untuk menjamin pembasahan yang merata pada tanah yang akan diperiksa. Dengan mengamati pengurangan kelembaban tanah dengan menentukan kelembaban pada waktu yang berbeda-beda sesudah

(12)

pemberian air sangat berguna dalam memahami dan menginterpretasikan secara tepat karakteristik kapasitas lapang tanah. Namun demikian, tanah haruslah dikeringkan secara baik sebelum penentuan lapangan yang dapat dipercaya dapat dilakukan dengan cara ini. Konsep kapasitas lapang sangat berguna dalam mendapatkan sejumlah air yang tersedia dalam tanah untuk penggunaan oleh tanaman. Sebagai contoh, kapasitas lapang diukur 2 hari setelah kejadian hujan (Hansen, dkk., 1992).

Hasibuan (2011) menyatakan bahwa nilai-nilai pF yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah berkisar dari 2-4. Pada pF 2,0 keadaan air terlalu basah, keadaan udara mulai terbatas dan air mulai turun merembes. Pada pF 2,54 adalah keadaan air pada kapasitas lapang, sedang pada pF 4,2 atau 15 atm keadaan kritis, akar mulai tidak dapat mengisap air dan mulai layu secara permanen (titik layu permanen). Air yang tersedia bagi tanaman adalah pada keadaan diantara pF 2,54-pF 4,2.

Titik Layu Permanen

Kapasitas simpanan permanen suatu tanah diukur dengan kandungan air tanahnya pada titik layu permanen vegetasinya. Titik layu ini (kandungan air tanah terendah di mana tanaman dapat mengekstraksi air dari suatu ruang pori tanah terhadap gaya gavitasi) ditentukan untuk suatu tanah bila bagian atas tanaman berada pada atmosfer basah dan tidak terlalu panas. Ini adalah sama bagi semua tanaman pada tanah tertentu. Semua lengas tanah yang melebihi titik layu permanen disebut lengas tanah tersedia (Seyhan, 1990).

(13)

Kehilangan air

Sistem irigasi tetes dapat menghemat pemakaian air, karena dapat meminimumkan kehilangan-kehilangan air yang mungkin terjadi seperti perkolasi, evaporasi dan aliran permukaan, sehingga memadai untuk diterapkan di daerah pertanian yang mempunyai sumber air yang terbatas (Sumarna, 1998).

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan transpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui akar, batang dan daun. Salah satu perhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yang telah diubah seperti berikut:

U =K.P(45100,7t+813)...(4)

K = Kt × Kc...(5)

Kt = 0,0311t + 0,240...(6) dimana:

U = Evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = Koefisian suhu

Kc = Koefisien tanaman (caisim)

P = Persentase jam siang Lintang Utara (%) (Sosrodarsono dan Takeda, 2003)

Menurut Guslim (1997), suhu rata-rata bulanan diperoleh dari perhitungan suhu rata-rata harian selama satu bulan dengan rumus:

(14)

t =2T07.00+T13.30+T17.30

4 ...(7)

dimana:

t = Suhu rata-rata harian (°C) t07.00 = Suhu pada pukul 07.00

t13.30 = Suhu pada pukul 13.30

t17.30 = Suhu pada pukul 17.30

Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui volume evaporasi dari permukaan air bebas adalah dengan menggunakan panci evaporasi.Beberapa percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa evaporasi yang terjadi dari panci evaporasi lebih cepat dibanding dari permukaan air yang luas. Untuk itu hasil pengukuran dari panci evaporasi harus dikalikan dengan suatu koefisien seperti terlihat pada rumus dibawah ini :

E = k x Ep ... (8)

dimana :

E = evaporasi dari badan air (mm/hari) k = koefisien panci (0,8)

Ep= evaporasi dari panci (mm/hari)

koefisien panci bervariasi menurut musim dan lokasi, yaitu berkisar antara 0,6 sampai 0,8. Biasanya digunakan koefisien panci tahunan sebesar 0,7 (Triatmodjo, 2008 dalam Bunganaen, 2009).

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik.Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi

(15)

apabila tersedia cukup air.Kebutuhan air untuk tanaman adalah nilai Et0 dikalikan

dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Et0 ... (9)

dimana :

ET = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)

Et0 = Evaporasi tetapan / tanaman acuan(mm/hari)

kc = Koefisien tanaman (Limantara, 2010).

Menurut Allen, dkk (1998) dalam Kumar, dkk (2011), nilai Koefisien tanaman (Kc) untuk tanaman sawi pada periode awal pertumbuhan 0,3, periode tengah pertumbuhan 1,2, dan periode akhir pertumbuhan 0,6.

Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode tengah pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal pertumbuhan. Hal ini karena tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada periode tengah pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar. Sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil sehingga luas

permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil (Islami dan Utomo, 1995).

Perkolasi

Daya perkolasi p adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak di antara permukaan tanah dengan permukaan air tanah. Perkolasi tidak

(16)

mungkin terjadi sebelum zona tidak jenuh mencapai kapasitas lapang (field capacity). Perkolasi mempunyai arti penting dalam teknik pengisian buatan (artificial recharge) yang memerlukan proses infiltrasi terus menerus. Persamaan untuk perkolasi dengan rumus:

𝜌=ℎ1−ℎ2

𝑡2−𝑡1 ... (10)

dimana :

h1 = tinggi air awal

h2 = tinggi air akhir

t1 = waktu awal

t2 = waktu akhir

(Soemarto, 1995).

Tanah Andosol

Andosol merupakan tanah yang didominasi oleh aluminium silikat amorf dan/atau kompleks Al-humus. Tanah Andosol memiliki retensi fosfat yang tinggi (retensi fosfat >85%), sehingga ketersediaan fosfat bagi tanaman cukup rendah. Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk, didalam tanah diserap oleh bahan amorf menjadi tak tersedia bagi tanaman. Penambahan pupuk P dalam jumlah yang banyak justru menurunkan efisiensi, sedangkan pemberian bahan organik didaerah tropik tidak bertahan lama karena cepat terlapukkan.

Andosol memiliki struktur tanah yang dicerminkan oleh banyaknya bahan non-kristalin dan bahan organik serta kontribusi bulk density yang rendah. Permukaan tanah Andosol mempunyai struktur ganular dan kadang-kadang berstruktur gumpal bersudut. Ukuran dan tingkat kekuatan struktur cukup

(17)

bervariasi, dicerminkan oleh jenis bahan tanah, budi daya dan iklim. Andosol selalu mengandung banyak bahan-bahan non-kristalin yang mempengaruhi konsistensi dan secara nyata menyumbang perkembangan sifat fisika tanah yang baik untuk budi daya dan pertumbuhan akar tanaman. Andosol memiliki porositas, permeabilitas dan stabilitas agregat yang tinggi. Umumnya berkapasitas penyimpan air yang tinggi dan kaya akan unsur hara jika tidak tercuci berat.

Kebanyakan Andosol memiliki bulk density ≤0,90 g/cm3 pada retensi air 33 kPa. Bulk density yang rendah dan pori-pori makro yang besar di sub soil menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan akar tanaman dimana rambut-rambut akar dapat berkembang bebas tanpa pembatas. Rendahnya bulk density Andosol sebagian disebabkan oelh tingginya kadar bahan organik dan rendahnya partikel densiti, yaitu 1,4 hingga 1,8 g/cm3. Sifat fisika tanah Andosol yang kedua adalah tingginya kadar air pada saat kapasitas lapang (air tersedia bagi tanaman) (Mukhlis, 2011).

Kinerja Irigasi

Kinerja jaringan irigasi merupakan resultante dari kinerja manajemen operasi dan pemeliharaan irigasi dan kondisi fisik jaringan irigasi secara simultan. Antar keduanya terdapat hubungan timbal balik: kondisi fisik jaringan irigasi yang rusak mengakibatkan pengoperasiannya tidak optimal; di sisi lain jika operasi dan pemeliharaannya tidak memenuhi ketentuan teknis yang dipersyaratkan maka kondisi fisik jaringan irigasi juga tidak akan berfungsi optimal. Kinerja (operasi dan pemeliharaan) jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan luas areal sawah yang irigasinya baik berkurang. Secara umum, kinerja jaringan irigasi yang buruk mengakibatkan meningkatnya water stress yang dialami tanaman (baik akibat

(18)

kekurangan ataupun kelebihan air) sehingga pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman tidak optimal (Sumaryanto, dkk., 2006).

Efisiensi Pemakaian Air

Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen, dkk., 1992).

Efisiensi pemakaian air adalah rasio antara air yang tertampung di dalam daerah perakaran tanaman selama pemberian air dengan air yang disalurkan ke lahan. Efisiensi ini didapat dengan persamaan:

Ea = WsWf x 100%...(11) dimana:

Ea = Efisiensi pemakaian air(%)

Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi

Wf = Air yang disalurkan ke lahan

(Basak, 1999).

Efisiensi Penyimpanan Air

Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama

(19)

pemberian air irigasi. Keadaan ini biasa terjadi karena harga air yang mahal ataupun karena kelangkaan air.

Es = WnWs x 100%...(12) dimana:

Es = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%)

Ws = Air yang tersimpan didaerah perakaran selama pemberian air irigasi

Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air

irigasi

Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi

(Hansen, dkk., 1992).

Keseragaman Emisi

Desain yang tepat dari sistem irigasi harus mendapat keseragaman pemberian air pada tanah, sehingga mampu memberi air yang tepat selama selang waktu yang tepat. Desain sistem irigasi tetes ideal akan mencapai 100% keseragaman aliran emiter, sehingga setiap tanaman dapat menerima jumlah air yang sama untuk pertumbuhan. Namun pada kenyataan di lapang, keseragaman aliran tidak mungkin bisa mencapai 100% karena banyak faktor yang mempengaruhi (Prabowo, dkk., 2010).

Koefisien variasi menggambarkan kualitas dari alat penetes. Koefisien variasi ditentukan dari pengukuran laju aliran untuk beberapa alat penetes yang identik dan dihitung dengan persamaan :

Cv = (𝑞1 2+𝑞 2 2+⋯+𝑞 𝑛2−𝑛𝑞�2)1/2 𝑞�(𝑛−1)12 ... (13)

(20)

Dimana :

Cv = koefisien variasi pembuatan

q1, q2, …, qn= debit dari alat penetes (l/h, gph)

q = rata-rata jumlah debit dari alat penetes (l/h, gph) n = total alat penetes

Keseragaman penetes untuk point dan line source dari persamaan berikut :

EU = 100�1,0−�𝑁1,27 𝑒𝐶𝑣�

𝑄𝑚𝑖𝑛

𝑄𝑎𝑣𝑒...(14)

Dimana :

EU = emission uniformity dalam persen

Ne = banyaknya Emitterpoint source per titik penetes; jarak antara tanaman

dibagi atas panjang unit lateral digunakan untuk menghitung Cv atau 1,

untuk Emitterline source.

Cv = koefisien variasi pembuatan untuk Emitterpoint dan line source

Qmin = debit minimum laju Emitter pada system (l/h, gph)

Qave = debit rata-rata atau desain Emitter (l/h, gph)

(James, 1988).

Menurut ASAE (1985) dalam James (1988), keseragaman emisi (EU) yang disarankan oleh ASAE seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering (%)

Point source pada tanaman Seragam c 90-95

permanen a Bergelombang d 85-90

Point source pada tanaman Seragam 85-90

Permanen atau semi permanen b Bergelombang 80-90

Line source pada tanaman Seragam 80-90

(21)

Tipe emitter Topografi EU untuk daerah kering (%) a spasing > 4 m

b spasing < 2 m c kemiringan < 2 % d kemiringan > 2 %

Untuk daerah basah (humid) nilai EU lebih rendah hingga 10 %.

Kecukupan Air Irigasi

Pemakaian air konsumtif adalah jumlah air yang diperlukan untuk evapotranspirasi selama pertumbuhan. Besarnya pemakaian air konsumtif ini bervariasi menurut jenis tumbuhan dan daerah/zona iklim. Perbedaan jenis tumbuhan disebabkan oleh perbedaan masa pertumbuhan dan pematangan, sedangkan perbedaan tipe iklim disebabkan oleh perbedaan unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap evapotranspirasi. Banyaknya pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat membasahkan tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang. Jika air diberikan berlebih mengakibatkan penggenangan di tempat-tempat tertentu yang memperburuk aerasi tanah (Hakim, dkk., 1986).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Irigasi

Kedalaman air yang digunakan pada setiap pemberian air irigasi adalah faktor yang paling utama yang utama mempengaruhi efisiensi pemakaian. Meskipun air disebarkan secara seragam ke seluruh permukaan tanah, kedalaman pemakaian air yang berlebihan akan berakibat pada efisiensi yang rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti keseragaman tanah, metoda pemberian air irigasi, besarnya

(22)

aliran pemberian air irigasi, lamanya pengairan, tekstur tanah, permeabilitas, dan kedalaman mempengaruhi waktu pemberian air irigasi menjaga aliran air dengan demikian juga pada kedalamannya (Susanto, 2006).

Rancangan Irigasi Tetes

Jaringan Irigasi Tetes

Pipa yang digunakan pada irigasi tetes terdiri dari pipa lateral, sekunder, dan utama yang merupakan komponen penting dari irigasi tetes. Tata letak dari irigasi tetes dapat sangat bervariasi tergantung kepada berbagai faktor seperti luas tanah, bentuk dan keadaan topogafi. Irigasi tetes tersusun atas dua bagian penting yaitu pipa dan emiter. Air dialirkan dari pipa dengan banyak percabangan yang biasanya terbuat dari plastik yang berdiameter 12 mm (1/2 inci) – 25 mm (1 inci) (Hansen, dkk., 1992).

Penetes (Emitter) dipasang di pipa lateral, mempunyai tekanan operasi 0.15 – 1.75 kg/cm2 dan terbuat dari PVC, PE, keramik, kuningan, dan sebagainya. Tekanan air yang keluar dari Emitter hampir sama dengan tekanan atmosfir. Penetes yang baik harus mempunyai karakteristik:

a. Debit yang rendah dan konstan

b. Toleransi yang tinggi terhadap tekanan operasi c. Tidak dipengaruhi oleh perubahan suhu

d. Umur pemakaian cukup lama (Sapei, 2003).

Nozzle tetes (Emitter) digunakan pada interval tetap pada lateral. Emiter melewatkan air untuk menetes pada kecepatan yang sangat rendah, biasanya

(23)

dalam bentuk tetesan. Penetes (Emitter) dapat dibuat dalam tiga tipe : (i) air menetes terus menerus, (ii) air menetes dari Emitter, (iii) air disemprotkan atau menetes dari lubang yang dibuat pada pipa lateral. Jumlah air yang menetes dari Emitter tergantung tekanan di nozzle, ukuran pembukaan dan kehilangan akibat gesekan. Setiap lubang Emitter umumnya mengeluarkan 2 sampai 10 liter perjam. Nozzle memiliki variasi bentuk dan ukuran. Pipa PVC digunakan pada rancangan irigasi tetes dapat dianggap sebagai pipa halus.

(Lenka, 1991).

Debit

Air dikeluarkan melalui penetes dalam debit air yang rendah secara konstan dan kontiniu, kondisi ini tergantung pada tekanan dalam pipa untuk menghasilkan debit air yang diinginkan. Karakteristik dari penetes akan menunjukkan debit air yang dapat melewati penetes tersebut (Sumarna, 1998).

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Umumnya debit rata-rata dari emiter tersedia dari suplier peralatan. Debit untuk irigasi tetes

bergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum digunakan adalah 4 ltr/jam, namun ada beberapa pengolahan pertanian menggunakan debit

2,6,8 ltr/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi (Keller dan Bliesner, 1990).

Debit air keluaran emiter rata-rata adalah volume dari keseluruhan air yang tertampung dari semua emiter per satuan waktu dan jumlah emiter yang ada. Debit air keluar emiter rata-rata (Qa) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(24)

Np Ta G Qa . = ………...(15) dimana:

Qa = Debit rata-rata dari keseluruhan emiter (l/jam)

G = Volume air irigasi keseluruhan per tanaman per hari (l) Ta = Lama pemberian air (jam/hari)

Np = Jumlah emiter per tanaman (Sapei, 2003).

Lama pemberian air paling besar terdapatpada periode tengah pertumbuhan dan yang paling kecil terdapat pada periode awal. Hal ini menunjukkan bahwa waktu penyiraman berbanding lurus dengan kebutuhan air tanaman. Berdasarkan nilai kebutuhan air tanaman diatas, maka dapat ditentukan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyiraman pada tiap-tiap fase pertumbuhan. Waktu penyiraman ditentukan dengan membandingkan kebutuhan air tanaman setiap fase dengan debit rata-rata air yang keluar dari Emitter (Simangunsong, dkk., 2013).

Menurut Erizal (2003) dalam Pasaribu, dkk. (2013) mengemukakan bahwa debit air yang terbesar terdapat pada Emitter awal, sedangkan yang paling kecil yaitu pada Emitter akhir. Hal ini disebabkan karena tekanan yang diberikan untuk mengalirkan air pada Emitter akhir harus lebih besar dibandingkan Emitter awal. Semakin besar tekanan yang dihasilkan, debit yang dihasilkan juga akan semakin besar, karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi.

Selain itu, dapat dilihat bahwa debit air yang dihasilkan tidak konstan dimana besar debit yang keluar pada tiap Emitter bervariasi. Hal ini juga dapat disebabkan karena luas permukaan lubang Emitter dan letak Emitter pada pipa

(25)

lateral tidak sama, serta kondisi Emitter yang tidak persis sama menyebabkan adanya perbedaan kehilangan energi sehingga debit yang dihasilkan berbeda (Pasaribu, dkk., 2013).

Kecepatan Aliran

Secara hidraulik, variasi tekanan sepanjang sebuah pipa lateral akan menyebabkan aliran Emitter yang bervariasi sepanjang pipa lateral dan variasi tekanan pada pipa sub utama akan menyebabkan variasi aliran pada pipa lateral (pada setiap pipa lateral) sepanjang pipa sub utama. Emitter yang biasanya paling banyak digunakan dan juga diasumsikan aliran turbulensi pada pipa lateral, aliran pada Emitter (atau aliran pipa lateral pada pipa sub utama) dan tinggi tekanan (Michael, 1978).

Tanaman caisim (Brassica juncea L.)

Tanaman caisim (Brassica juncea L.) tampaknya berasal dari wilayah tengah asia, wilayah dekat kaki pegunungan Himalaya. Migasi terjadi ke pusat domestikasi sekunder di India, wilayah tengah dan barat Cina, dan wilayah pegunungan Kaukasus. Catatan dalam bahasa Sansekerta menunjukkan bahwa tanaman ini ditanam sejak tahun 3000 SM. Tanaman setahun yang dapat menyerbuk sendiri ini, umumnya tahan terhadap suhu rendah, juga dikenal luas

sebagai sawi India, sawi coklat atau sawi kuning. Klasifikasi anggota B. juncea amat membingungkan karena terdapat berbagai bentuk yang berbeda

dan karena beberapa jenis kadang-kadang disebut sebagai sawi Cina atau sawi Oriental (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

(26)

Adapun sistematika tanaman caisim adalah termasuk kedalam : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rhoeadales Family : Cruciferae Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea l. (Haryanto, dkk, 1996).

Caisim (Brassika sinensis L.) atau sawi merupakan jenis sayuran daun yang digemari oleh konsumen karena memiliki kandungan pro-vitamin A dan asam askorbat yang tinggi. Ada dua jenis caisim/sawi yaitu sawi putih dan sawi hijau. Keduanya dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (Rieuwpassa, 2011).

Setelah lahan pertanian siap dipakai dan umur benih (bibit) dipesemaian sudah mencukupi maka bibit siap dipindah ke lapang. Umur tanaman caisim dipesemaian siap pindah ke lapang pada 10-14 hari setelah pemindahan ke bumbunan atau setelah berdaun 5-7 helai. Waktu tanam yang baik pada pagi atau sore hari dalam keadaan udara sejuk (tidak panas) agar bibit yang digunakan tidak layu (Sumpena, 2005).

Penanaman di pot atau polybag dilakukan dengan cara pindah anakan caisim/sawi dari bedengan persemaian atau dari wadah plastik dan ditanam di dalam pot atau polybag dengan jumlah 2-3 anakan. Caisim/sawi mulai dipanen setelah tanaman berumur 45-50 hari. Panen dilakukan dengan cara mencabut atau

(27)

memotong pangkal batang. Bila panen terlambat dapat menyebabkan tanaman cepat berbunga. Caisim/sawi yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, agar tidak cepat layu. Untuk mempertahankan kesegaran sayuran ini perlu diberi air dengan cara dipercik (Rieuwpassa, 2011).

Berat Kering Tanaman Caisim (Brassica juncea L.)

Produksi tanaman bisa diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya diekringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tanamaan dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 600C hingga 800C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu, disarankan untuk mengovenkan tanaman pada tempertaur ± 700C selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Gambar

Tabel  1.  Klasifikasi  ukuran,  jumlah  dan  luas   permukaan   fraksi-fraksi   tanah   menurut Sistem USDA dan Sistem Internasional
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA (Foth, 1994)
Tabel 3. Keseragaman emisi (EU) yang disarankan

Referensi

Dokumen terkait

Nasr dengan tasawufnya bukan hanya ingin mempertemukan kembali dengan syari’ah tapi lebih dari itu, adalah untuk melihat fenomena keberagamaan agama yang bisa ditelaah dari

memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmad, hidayah dan karunia-Nya kepada kita semua, tak lupa sholawat selalu tercurah kepada Rasulullah SAW,

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) pemilihan lokasi gudang dengan menggunakan metode Brown Gibson ini memberikan hasil, yaitu alternatif akan menjadi prioritas tertinggi

PUSKESMAS Pembantu, perbaikan dan peningkatan PUSKESMAS, penyediaan sepeda, pembangunan sarana air minum pedesaan dan jamban keluarga dan sarana pembuangan air limbah,

Pada sektor jasa keuangan dana pensiun, lembaga pembiayaan dan pegadaian, indeks literasi keuangan rata-rata meningkat sebesar 3% pada tahun 2016 dapat disimpulkan terdapat

Sedangkan Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan untuk 5 tahunan yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala

Pada kelompok tersebut, sebelumnya usaha pengolahan susu, baik skala usaha kecil dan menengah pada umumnya masih dalam kondisi yang kurang memuaskan, maka hal yang