• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah Pada Agroforestri Karet (Hevea brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Desa Marjanji Asih, Kabupaten Simalungun dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai Oktober 2016.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System) untuk mengambil titik kordinat di lapangan, parang

atau gunting rumput untuk memotong bagian-bagian tumbuhan bawah, timbangan untuk menimbang berat sampel, kantong plastik sebagai tempat penyimpanan sampel yang diambil di lapangan, kertas label untuk melabeli setiap sampel yang diampil pada setiap plot, oven untuk mengovenkan sampel, kamera untuk dokumentasi kegiatan, alat tulis untuk mencatat data dilapangan, kalkulator untuk menghitung data. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan bawah di bawah tegakan karet.

Metode Penelitian

Penentuan Daerah Penelitian

(2)

daerah penelitian ini dilaksanakan di kawasan Desa Marjanji Asih yang terletak di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

Desain plot penelitian

Penelitian dilakukan pada 6 plot pada 2 tempat yang berbeda, yaitu pada agroforestri karet dan lahan monokultur karet, masing-masing 3 plot .Plot yang digunakan berukuran 40×60 m2. Pada setiap plot dibuat 3 petak contoh berukuran 1×1 m2, sehingga jumlah petak contoh yang dibuat sebanyak 18 petak contoh. Peneliti membuat 18 petak contoh dianggap sudah dapat mewakili luasan yang diteliti.Dari 20.000 m2 luasan areal hutan yang diteliti diperoleh Intensitas Sampling sebesar 40%, berdasarkan (P.103/Menhut-II/2014) intensitas sampling sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen). Petak contoh pengamatan dilakukan secara systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 1.

60 m

40 m

(3)

Prosedur Penelitian

A. Stratifikasi dan komposisi tumbuhan bawah

Identifikasi jenis tumbuhan bawah

Identifikasi jenis tumbuhan bawah dilakukan dengan mengacu pada buku Taksonomi Tumbuhan (Citrosupomo, 1991). Identifikasi jenis yang dilakukan dengan mengamati bunga, bentuk daun, komposisi daun dan batang tumbuhan bawah. Identifikasi jenis tumbuhan bawah dilakukan sampai pada tingkat genus.

Analisis vegetasi tumbuhan bawah

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).

a. Kerapatan

kerapatan =Jumlah individu suatu jenis Luas plot contoh

Kerapatan Relatif = kerapatan suatu jenis

Kerapatan total seluruh jenis× 100%

b. Frekuensi

Frekuensi = Jumlah plot yng ditempati suatu jenis Jumlah seluruh plot pengamatan

Frekuensi relatif = Frekuensi suatu jenis

Frekuensi total seluruh jenis× 100%

c. Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR

Dimana:

(4)

KR = Kerapatan Relatif (%) FR = Frekuensi Relatif (%)

d. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

H′ = − �pi ln pi n

i=1

Dimana:

H′= Indeks Keanekaragaman ni = Jumlah individu suatu jenis.

N = Jumlah total individu seluruh jenis.

Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh spesies (ni/N).

E = H′ H maks

Dimana:

E = Indeks Keseragaman S = Jumlah Spesies H′ = Indeks Keanekaragaman

H maks = Indeks Keanekaragaman Maksimum (Lns)

B. Pengukuran biomassa

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling). Pemanenan dilakukan dengan mengambil seluruh tumbuhan bawah yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan menggunakan petak contoh dengan ukuran 1x1 m2 (Hairiah, 2011).

1. Pengumpulan data di lapangan

(5)

sebanyak 18 petak contoh. Model plot yang digunakan adalah persegi. Peletakan petak contoh pada penelitian ini adalah secara sistematis (Systematic sampling). Semua sampel tumbuhan bawah tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap plotnya. Berat basah tumbuhan bawah adalah hasil penjumlahan semua berat basah semua plot tumbuhan bawah (Hairiah, 2011).

Tahapan kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Penempatan petak contoh pada tumbuhan bawah dibawahtegakan yang berbeda yang terletak di kawasan Desa Marjanji Asih, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.

2. Pemanenan semua tumbuhan bawah yang terdapat dalam petak contoh dan kemudian contoh uji sebanyak 300 gram dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label sesuai kode titik contohnya.

3. Penimbangan berat basah tumbuhan bawah yaitu daun dan batang lalu dicatat dalam tally sheet.

4. Penyimpanan semua sampel tumbuhan bawah ke dalam kantong plastik untuk mempermudah pengangkutan ke laboratorium.

2. Analisis di laboratorium

Kadar air

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat keringnya.

(6)

Pengukuran Kadar Karbon

Kadar karbon diukur di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor dengan tahapan sebagai berikut :

1. Kadar zat terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American society for Testing Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Sampel dari tumbuhan bawah dicincang.

b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.

c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willeymill).

d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (meshscreen) berukuran 40-60 mesh.

e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ±2 gr, dimasukkan kedalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan timbang Sartorius.

f. Contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2

menit. Kemudian didinginkan dalam eksikator dan selanjutnya ditimbang. g. Selisih berat awal dan beratakhir yang dinyatakan dalam persen terhadap

(7)

2. Kadar abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut:

a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan kedalam tanur

listrik bersuhu 900oC selama 6 jam.

b. Selanjutnya didinginkan di dalam eksikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya.

c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji (ASTM, 1990b).

Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3. Kadar karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tumbuhan bawah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Pengolahan Data

(8)

1. Perhitungan Kadar Air

Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:

% KA = BB−BKT

BKT × 100%

Dimana :

% KA = Persentase Kadar Air (%)

BB = Berat Basah contoh sampel (gram) BKT = Berat Kering Tanur (gram)

2. Perhitungan Biomassa

Biomassa tumbuhan bawah dihitung dengan rumus:

B = BB tot × BKc BBc × A

Dimana :

B = Biomassa

BB tot = Berat basah total (kg) A = Area Contoh (m2)

BK c = Berat kering contoh uji (gr) BB c = Berat basah contoh uji (gr)

3. Perhitungan Karbon

Kadar Zat Terbang

Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus sebagai berikut :

Kadar zat terbang = A−B

A × 100%

Dimana :

(9)

B = Berat contoh uji dikurangi berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan dan sisa contoh uji pada suhu 950oC

Kadar Abu

Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar abu = Berat abu

Berat contoh uji kering oven× 100%

Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon terikat (fied carbon) ditentukan berdasarkan rumus berikut ini :

Kadar karbon terikat arang = 100%−kadar zat terbang arang−kadar abu

Analisis Data

(10)

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, Kab. Simalungun, Kec. Hotunduhan, Kampung Saribu Asih desa Marjanji Asih. Kabupaten Simalungun ini memiliki luas 1450 ha dengan batas wilayah sebelah tara dengan Desa Maligas Tonga, batas sebelah selatan dengan Desa Bt. Turunan, sebelah barat dengan Desa T. Batu dan sebelah timur dengan Desa Jawa Tengah, jarak dari kota Medan sekitar 152 km terletak antara 2,36° – 3,18° LU dan 98,32° – 99,35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas permukaan laut. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah selatan dengan Kabupaten Toba Samosir.

Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertempratur sedang, suhu tertinggi terdapat pada bulan juli dengan rata-rata 26,4°C. Rata – rata suhu udara tertinggi pertahun adalah 29,3°C dan terendah 20,6°C. Kelembapan udara rata-rata perbulan 84,2 % dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan Desember 87,42% dengan penguapan rata-rata 3,35 mm/hari. Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 Km² atau 6,12% dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 31 Kecamatan, 343 desa /nagori dan 24 Kelurahan dengan jarak rata-rata ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten antara 13 km s/d 97 km.

(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Tumbuhan Bawah

Hasil pengamatan jenis-jenis tumbuhan bawah yang dilakukan di Hutan Desa Marjanji Asih Kabupaten simalungun, di peroleh 20 jenis tumbuhan bawah.

Jenis tumbuhan bawah yang di temukan yaitu Rumput Setawar (Borreria latifolia), Andor Kobun (Micania miranatha), Appang – appang

(Cyperus globulus), Antalobung (Digitaria sp), Simarbulu-bulu (Brachiaria mutica), Ombung-ombung (Blumea balsamifera), Rumput italia (Paspalum distichum), Rumput pahit (Paspalum conyugatum), Meniran (Phylanthus ninuri), Pteris (Pteris quadriaunita), Apus tutung (Clidemia hirta), Sanggar (Pennisetum purpureum), Putri malu (Mimusa pudica), Gadung Duri (Smilax zeylanica), Pakis payung (Portula quadrifolia), Halosi (Galinsoga quadriradiata), Kacang asu (Colopogonium mucunoides), Alang-

alang (Imperata cylindrical), Rumput kerisan (Scleria sp ), Belimbing-belimbing(Oxaclis barrelier).

(12)

Tabel 1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet.

1 Rumput setawar Borreria latifolia 81 2 Andor kobun Micania miranatha 37

3 Appang-apang Cyperus globulus 54

4 Antalobung Digitaria sp 57

5 Simarbulu-bulu Brachiaria mutica 25

6 Ombung-ombung Blumea balsamifera 47

7 Rumput italia Paspalum distichum 6

8 Rumput pahit Paspalum conyugatum 12

9 Meniran Phylanthus ninuri 2

10 Pteris Pteris quadriaunita 7

11 Apus tutung Clidemia hirta 4

12 Sanggar Pennisetum purpureum 1

Jumlah tumbuhan bawah yang terdapat pada monokultur karet sebanyak 16 jenis, dengan beberapa jenis yang sama di temui pada agroforestri karet. Hasil dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Tumbuhan Bawah pada Monokultur Karet.

No

1 Rumput setawar Borreria latifolia 97

2 Antalobung Digitaria sp 53

3 Simarbulu-bulu Brachiaria mutica 16

4 Rumput italia Paspalum distichum 6

5 Putri malu Mimusa pudica 2

6 Rumput kerisan Scleria sp 5

7 Gadung duri Smilax zeylanica 8

8 Ombung-ombung Blumea balsamifera 11

9 Pteris Pteris quadriaunita 34

10 Apus tutung Clidemia hirta 4

11 Pakis payung Nephrolepis exaltata 4

12 Rumput pahit Paspalum conyugatum 49

13 Kacang asu Colopogonium mucunoides 8

14 Alang-alang Imperata cylindrical 14

15 Halosi Galinsoga quadriradiata 6

(13)

Berdasarkan jumlah dari 20 jenis tumbuhan bawah, sebanyak 8 jenis selalu di jumpai pada kedua lokasi. Adanya jenis-jenis yang sama pada kedua lokasi menunjukkan bahwa jenis-jenis ini kemungkinan memiliki batas toleransi yang cukup luas terhadap intensitas cahaya dan zat allelopati yang dianggap sebagai beberapa faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tumbuhan dibawah tegakan. Sehingga adanya perbedaan intensitas cahaya dan zat allelopati seperti pada agroforestri karet dan monokultur karet, menyebabkan jenis-jenis tersebut tetap dijumpai pada kedua lokasi. Perbedaan intensitas cahaya dan zat allelopati ini juga dapat menyebabkan adanya jenis-jenis tertentu yang hanya dijumpai pada salah satu lokasi.

Pada agroforestri karet, jenis tumbuhan bawah yang mendominasiyaitu Rumput Setawar (Borreria latifolia) dengan jumlah 81, Antalobung (Digitaria sp) dengan jumlah 57, Appang-appang (Cyperus globulus) dengan jumlah 54, sedangkan pada monokultur karet jenis tumbuhan bawah yang mendominasi yaitu Rumput setawar (Borreiria latifolia) dengan jumlah 97, Antalobung (Digitaria sp) dengan jumlah 53, Rumput pahit (Paspalum conyugatum) sebanyak 49.

a b c

keterangan: a. Rumput setawar (Borreiria latifolia) b. Antalobung (Digitaria sp)

(14)

Indeks Nilai Penting (INP)

Berdasarkan hasil analisis jenis umbuhan bawah pada agroforestri karet dan monokultur karet diperoleh data Indeks Nilai Penting (INP) tumbuhan bawah yang dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet

No Nama Lokal Nama Ilmiah KR (%) FR (%) INP (%)

1 Rumput setawar Borreria latifolia 24,32 22,80 47,12 2 Andor kobun Micania miranatha 11,11 9,64 20,75 3 Appang-appang Cyperus globullus 16,21 3,21 19,42 4 Antalobung Digitaria sp 17,11 16,08 33,19 5 Simarbulu-bulu Brachiaria mutica 7,50 9,64 17,14 6 Ombung-ombung Blumea balsamifera 14,11 12,86 26,97 7 Rumput italia Paspalum distichum 1,8 6,43 8,23 INP = Indeks Nilai Penting

Berdasarkan data jumlah tumbuhan bawah pada monokultur karet, maka indeks nilai penting dapat dihitung. Data indeks nilai penting dapat dilihat sebagai berikut pada tabel 4.

Tabel 4 . Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Monokultur Karet

No Nama Lokal Nama Ilmiah KR (%) FR (%) INP (%)

1 Rumput setawar Borreria latifolia 30,21 22,12 52,33 2 Antalobung Digitaria sp 16,51 17,03 33,54 3 Simarbulu-bulu Brachiaria mutica 4,98 7,30 12,28 4 Rumput italia Paspalum distichum 1,86 2,43 4,29 5 Putri malu Mimusa pudica 0,62 2,43 3,05 6 Rumput kerisan Scleria sp 1,55 4.,86 6,41 7 Gadung duri Smilax zeylanica 2,49 4,86 7,35 8 Ombung-ombung Blumea balsamifera 3,42 7,30 10,72 9 Pteris Pteris quadriaunita 10,59 9,73 20,32 10 Apus tutung Clidemia hirta 1,24 2,43 3,67 11 Pakis payung Nephrolepis exaltata 1,24 2,43 3,67 12 Rumput pahit Paspalum conyugatum 15,24 4,86 20,12 13 Kacang asu Colopogonium mucunoides 2,49 4,86 7,35 14 Alang-alang Imperata cylindrical 4,36 2,43 6,79 15 Halosi Galinsoga quadriradiata 1,86 2,43 4,29 16 Belimbing-belimbing Oxaclis barrelier 1,24 2,43 3,67

Total 100 100 200

(15)

Berdasarkan Tabel 3 dan 4, jenis tumbuhan bawah yang memiliki kerapatan relatif paling rendah pada agroforestri Karet yaitu Sanggar (Penissetum pupereum) sebesar 0,3% dan pada monokultur karet yaitu Putri malu (Mimosa pudica) sebesar 0,62%. Kerapatan relatif yang tertinggi pada agroforestriKaret adalah Rumput setawar (Borreria latifolia) dengan jumlah

24,32% dan pada tanaman monokultur karet adalah Rumput setawar (Borreria latifolia) yakni sebesar 30,21%.

Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada agroforestri Karet adalah Rumput setawar dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 47,12% dan pada monokultur karet adalah Rumput setawar (Borreria latifolia) dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 52,33%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis tumbuhan bawah ini lebih banyak ditemukan dan sering ditemukan pada kedua petak contoh. Menurut Pananjung (2013) jenis dominan pada suatu komunitas adalah jenis yang dapat beradaptasi dan memanfaatkan lingkungan yang ditempatinya secara efisien daripada jenis-jenis lainnya. Untuk mengetahui jenis-jenis dominan digunakan parameter indeks nilai penting (INP) dimana jenis yang memiliki INP paling tinggi merupakan jenis yang paling dominan dalam suatu komunitas.

Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

(16)

dari 3 berarti keanekaragaman jenistinggi.

Indeks Keseragaman (E) tumbuhan bawah pada tegakan agroforestri karet diperoleh 0,3989 dan pada monokultur karet sebesar 0,5208. Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman tumbuhan bawah termasuk dalam kategori tinggi. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks Keseragaman rendah 0<E<0,5 dan keseragaman tinggi apabila 0,5<E<1.

Kadar Air

Berdasarkanjenislokasi,kadar airtumbuhanbawah bervariasi pada kedua tegakan.Dilihat darijenistegakannya,kadarairyang paling besarterdapatpadatumbuhanbawah pada tanaman monokultur karet sebesar 183.30% sedangkankadar airyang lebihkecilyaitu pada agroforestri karet sebesar160.02%.Halinidikarenakanjenistumbuhanbawah

yangberbedapadakedualokasi,sehinggakadarairyangberbedadarisetiap

jenistumbuhanberpengaruh terhadapkadar airtumbuhanbawahpadakedua lokasi tersebut.

Kadarairtumbuhanmerupakanperbandinganberatairyang terkandung padatumbuhandenganberatkering tumbuhan tersebut.Berdasarkandatapada tabel5menunjukkanbahwa kandunganair pada tumbuhanbawah±3kalilipat berat keringnya. Berdasarkanhasillaboratoriumdiperolehkadar airtumbuhanbawahpada keduategakanyangdisajikan dalam Tabel 5.

Tabel5.RekapitulasiKadarAirTumbuhanBawahPadaAgroforestri Karet dan Tegakan Monokultur Karet

No No Plot KA tumbuhan bawah pada

agroforestri karet (%)

KA tumbuhan bawah pada tegakan Monokultur Karet (%)

1 I 137,11 174,92

2 II 149,02 225,12

3 III 193,93 149,86

(17)

BiomassaTumbuhanBawah

Biladibandingkan biomassatumbuhan bawah pada

kedualokasi,rata-ratabiomassayang palingtinggiterdapatpadaagroforestri karet yaitusebesar3,64ton/hadanpaling rendahpadamonokultur karet sebesar2,29 ton/ha.

Perbedaanbesarnilaibiomassatumbuhanbawahpada kedua lokasi sebesar 1,35ton/ha. Perbedaanbiomassa tumbuhanbawahyangbesar padakedua lokasidiakibatkankarena lebihbanyaknyatumbuhanbawahyangterdapatpada agroforestri karet. Hal ini dapat terjadi karena rapatnya jarak tanam pada lahan monokultur karet dan adanya perlakuan fisik yang dilakukan pada lahan monokultur karet seperti penyemprotan gulma pada saat usia pohon karet sekitar 1-5 tahun yang intensif dilakukan. Berbeda dengan lahan agroforestri karet yang dibiarkan tumbuh sekaligus dimanfaatkan dengan menanami berbagai jenis tanaman lain yang juga akan membantu tanaman utama karet tumbuh menghasilkan getah karet dan hasil dari tanaman lain nya seperti pisang, durian, jengkol, dan lainnya.

Lokasi tempat tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan jumlah biomassa, hal ini sesuai dengan pernyataan junaidah (2014) kualitas tempat tumbuh sangat berpengaruh pada tumbuhan bawah seperti halnya dengan pertumbuhan pohon, dimana pohon yang memiliki tempat tumbuh yang baik akan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman dengan baik pula bagi tumbuhan bawah sehingga tumbuhan bawah akan semakin baik.

(18)

jenis tumbuhan maka tingkat kerapatan tumbuhan pada petak ukur penelitian semakin tinggi. Semakin tinggi kerapatan tumbuhan maka potensi biomassa yang didapat juga akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahyuni (2014) bahwa nilai Indeks Nilai Penting (INP) berpengaruh nyata terhadap nilai biomassa apabila dilakukan analisis regresi dengan hasil berkorelasi positif. Berdasarkanhasilanalisisyang dilakukandiperolehbiomassatumbuhan bawah padakedualokasipadaTabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi Rataan Biomassa Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet

Tegakan Plot Rataan Biomassa (ton/ha)

Agroforestri Karet

Rata-ratakarbontumbuhanbawahpada agroforestri Karet (0,75ton/ha) lebih besar dibandingkandengantumbuhanbawahpada monokultur karet sebesar (0,52ton/ha). Halinidipengaruhiolehbiomassatumbuhanbawahpada agroforestri karet lebih besar dari tumbuhan bawah pada tanaman monokultur karet. Disamping itu jumlah tumbuhan bawah pada agroforestri karet lebih besardibandingkan pada tegakan monokultur karet.Sehingga kandungankarbonnya juga lebihbesardibandingkan tumbuhanbawahpada tegakanmonokultur karet.

(19)

besarnyasimpanan karbonyangtersimpan di dalam areal agroforestri. Berdasarkanhasilanalisisyang dilakukandiperolehkandungankarbon tumbuhan bawahpadakeduategakan padaTabel 7.

Tabel 7. Rekapitulasi R a t a a n Karbon TumbuhanBawahPadaAgroforestri Karet dan Tanaman monokultur Karet

Tegakan Plot Rataan Karbon (ton/ha)

Agroforestri Karet

BerdasarkanTabel7,dapatdiketahuibahwa kadar karbonyangdihasilkan padakedua tegakanberbeda.Rata-rata karbonpada agroforestri karet yangdiuji yaitu sebesar 0,75ton/ha dan pada tanaman monokultur karet 0,52 ton/ha. Bedarata-rata karbonpada kedua tegakanyangdiuji yaitusebesar0,23ton/ha

Tabel 8. Perbandingan Nilai Biomassa dan Karbon Agroforestri Karet dan Monokultur Karet dengan Penelitian Lain.

No. Tumbuhan

Lokasi Penelitian Sumber

1 Mindi 6,15 1,59 Arboretum USU Sihaloho,2014 2 Eukaliptus hybrid

umur 0-3 tahun

(20)

dan pada monokultur karet lebih kecil dibandingkan dengan beberapa penelitian lain. Halinidikarenakan jumlah tumbuhan bawah yang didapat pada penelitian ini lebih sedikitdibandingkan beberapa penelitian lain.Sehingga nilai biomassa dan karbon yang didapat juga lebihsedikit dibandingkan nilai biomassa dan karbon beberapa penelitian lain tersebut. Lokasi penelitian juga menentukan banyak nya jumlah biomassa dan karbon yang ditemukan di karenakan pada kelima penelitian diatas bertepatan dengan areal hutan sehingga banyak ditemukan biomassa dan karbon yang terdapat pada lokasi penelitian tersebut, dibandingkan dengan lokasi agroforestri karet yang memiliki jumlah biomassa yang sedikit.

Snoeck (2005) menyatakan bahwa jarak tanam ganda dengan jarak antar-barisan tanaman karet seluas 16 m dapat meningkatkan produktivitas tumpangsari antara kedua tanaman dan efek kompetisi naungan tidak terjadi hingga umur tanaman mencapai 17 tahun. Selain itu, pola intercropping memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan pola monokultur tanaman karet saja, antara lain optimalisasi lahan perkebunan karet, penurunan jumlah tenaga kerja untuk perawatan gulma, dan peningkatan pendapatan petani. Sementara itu, terdapat penambahan penyerapan karbon sebesar 9,3% atau 0,92 ton C/ha/tahun akibat adanya tumbuhan bawah dan tanaman lain di antara tanaman karet dibanding dengan pola monokultur.

(21)

dibandingkan dengan lahan monokultur karet yang selalu mendapat perlakuan seperti penebasan gulma, penyemprotan herbisida serta pemupukan yang berlebih.

Uji Beda Rata - Rata Kandungan Karbon

Berdasarkan Data hasil uji t karbon tumbuhan bawah pada agroforestri karet dan Monokultur Karet diproleh hasil sebagai berikut. Uji tdilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS.

Tabel 9. Rekapitulasi uji t karbon tumbuhan bawah pada agroforestri dan monokultur karet

Karbon Tumbuhan bawah Rata-rata karbon (ton/ha)

Beda Rata-rata karbon Agroforestri karet 0,75

0,23** Monokultur Karet 0,52

Ket: ** = berbeda secara signifikan

(22)

KESIMPULANDANSARAN

Kesimpulan

1. Jenistumbuhanbawahyangditemukandi kawasan Desa Marjanji Asih kabupaten simalungun ada 20 jenis, 12 jenis ditemukan pada agroforesti karet dan tanaman monokultur karet juga ditemukan 16 jenis. Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi pada agroforestri Karet adalah Rumput setawar (Borreria latifolia)denganindeksnilaipenting (INP)sebesar 47,12% dan yang mendominasi pada tegakan monokultur Karet adalah rumput setawar (Borreria latifolia) dengan indeks nilai penting (INP) sebesar 52,33%.

2. Rata-rata karbon tumbuhan bawahpada agroforestri karet sebesar 0,75ton/ha dan pada monokultur karet sebesar 0,52 ton/ha. Bedarata-rata karbonpada kedua tegakanyangdiuji yaitusebesar0,23ton/ha.

Saran

Gambar

Gambar 1. Desain plot penelitian
Tabel 1. Jenis Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet.
Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet
Tabel 6. Rekapitulasi Rataan Biomassa Tumbuhan Bawah pada Agroforestri Karet dan Monokultur Karet
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pola laju pertumbuhan daun lamun secara umum sangat terkait dengan pola dasar perairan yang terpapar pada saat surut rendah.. Pertumbuhan dan Produksi Lamun

Adapun permasalahan yang dibahas dalam karya tulis ini adalah system pengadaan barang, system penyimpanan minuman, pengendalian pengadaan dan penyimpanan minuman,

Perancangan Aktiviti Tahunan 2013 Panitia Bahasa

Metode pembelajaran partisipatif atau dikenal dengan nama students centered learning akan lebih efektif jika didukung dengan sistem digital learning terintegrasi.. Sistem

Penghasilan Panduan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) ini ialah usaha Lembaga Peperiksaan untuk memastikan pelaksanaan Pentaksiran Berasaskan Sekolah (PBS) yang

2.1 Semua murid terlibat dan mengambil bahagian dalam pertandingan membuat kad ucapan Hari Raya Aidilfitri yang mengandungi nilai-nilai Pendidikan Moral.. Hadiah disediakan untuk

Pada dasarnya Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi

Direktur, pemilik, tim member dan manajer proyek dapat melakukan pengontrolan proyek terhadap ruang lingkup, waktu, biaya, kualitas, dan sumber daya manusia dengan