Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota1. Dilihat dari pandangan yang lain, yayasan merupakan kumpulan dari sejumlah orang yang terorganisasi dan dilihat dari
segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial2. Jika dikaji dari awal bahwa sebuah yayasan di dirikan bukan untuk tujuan komersial atau untuk mencari
keuntungan, akan tetapi tujuannya tidak lebih dari membantu atau meningkatkan
kesejahteraan hidup orang lain yang fungsi pokoknya berperan sebagai wujud
kepedulian sosial masyarakat, karena program kerja dan kegiatannya bergerak di
bidang sosial kemasyarakatan, kemanusiaan dan keagamaan.
Yayasan sebagai suatu lembaga di kelola atau terdiri dari pribadi-pribadi atau
kelompok masyarakat umum maupun masyarakat kolegial, yang memiliki kesamaan
visi dan akumulasi dari rasa saling peduli terhadap sesama dalam suatu wadah untuk
menjalankan misi kepedulian sosial. Yayasan dikenal sebagai suatu badan hukum
yang bersifat nirlaba, dimana telah di pisahkan suatu harta dari harta kekayaan pribadi
seseorang, yang kemudian dipergunakan untuk suatu tujuan sosial dan keagamaan,
dan pengurusannya diserahkan kepada suatu badan pengurus untuk dikelola dengan
1
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Pasal 1 ayat 1 2
baik dan penuh tanggung jawab. Ali Rido mengemukakan bahwa untuk dapat
dikatakan sebagai badan hukum, suatu yayasan harus memenuhi unsur-unsur, yaitu:
“mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan,
mempunyai tujuan sendiri (tertentu), dan mempunyai alat perlengkapan
(organisasi)”3.
Suatu badan hukum yang mengandung unsur sosial dalam setiap kegiatannya,
dan sangat identik dengan unsur ekonomi sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
membuat yayasan menjadi bentuk usaha yang strategis dan cepat mengalami
perkembangan di dalam masyarakat. Selain itu dipicu juga karena proses
pendiriannya yang mudah karena belum adanya aturan yang mengatur.
Pemerintah akhirnya menerbitkan Undang-Undang yang mengatur tentang
yayasan pada tanggal 6 Agustus 2001 (setelah 56 tahun Indonesia merdeka) yaitu
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 Tentang Yayasan, Lembaran Negara Nomor
112 tahun 2001 Tambahan Lembaran Negara 4132 (untuk selanjutnya disebut sebagai
Undang-Undang Yayasan) yang mulai berlaku satu tahun terhitung sejak
diundangkan yaitu tanggal 6 Agustus 2002. Kemudian empat tahun kemudian
Undang-Undang tersebut mengalami revisi dalam beberapa pasalnya dengan
disahkannya undang nomor 28 tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan LN No. 115 TLN 4430 (yang selanjutnya
3
disebut dengan Perubahan Undang- Undang Yayasan) dan mulai berlaku sejak
tanggal 6 Oktober 2005, satu tahun setelah diundangkan4.
Setelah keluarnya Undang-Undang Yayasan, maka secara otomatis penentuan
status badan hukum yayasan yang sudah berdiri sebelum adanya Undang-Undang
Yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Yayasan
tersebut. Kepastian dan ketertiban hukum dalam menjalankan yayasan mulai dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam Undang-Undang Yayasan disebutkan bahwa
yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh
pengesahan dari Menteri (berdasarkan pasal 11 ayat 1). Undang-Undang Yayasan
juga menentukan bahwa pendirian yayasan dilakukan dengan akta Notaris dan dibuat
dalam bahasa Indonesia (berdasarkan Pasal 9 ayat 2).
Beberapa tahun kemudian Pemerintah mengeluarkan Peraturan tentang
Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan yakni Peraturan Pemerintah No. 63
Tahun 2008, Yayasan tersebut yang sebelumnya belum melakukan penyesuaian maka
berdasarkan Undang-Undang Yayasan sudah tidak dapat lagi menggunakan kata
“Yayasan” di depan namanya. Beberapa tahun berjalan, ternyata masih banyak
yayasan yang belum melakukan penyesuaian, dengan demikian pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2013 yang mulai berlaku sejak
tanggal 2 Januari 2013, yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan. Dalam Peraturan terbaru ini
terdapat suatu perubahan mendasar dalam kaitannya dengan kedudukan yayasan yang
4
belum melakukan penyesuaian.Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun
2013 kembali dimungkinkan untuk menyesuaikan anggaran dasarnya.
Peraturan Pemerintah No. 2 tahun 2013 mempunyai fungsi untuk memberikan
kemungkinan bagi yayasan-yayasan yang semula sudah tidak ada lagi secara
kelembagaan masih dimungkinkan kembali untuk melakukan penyesuaian anggaran
dasarnya terhadap Undang-Undang Yayasan sehingga tetap eksis. Artinya Peraturan
Pemerintah nomor 2 Tahun 2013 ini berlaku khusus untuk kepentingan yayasan yang
lahirnya sebelum Undang-Undang Yayasan yang belum sempat melakukan
penyesuaian, atau melaporkan kepada menteri dan yayasan yang tidak diakui sebagai
badan hukum agar dapat eksis kembali secara kelembagaan5. Setelah terbitnya Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013 ini banyak yayasan-yayasan yang tertolong,
sesuai pasal 37A Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2013, yaitu dengan cara
memenuhi beberapa persyaratan yaitu paling sedikit selama 5 (lima) tahun
berturut-turut sebelum penyesuaian Anggaran Dasar masih melakukan kegiatan sesuai
Anggaran Dasarnya, dan belum pernah dibubarkan. Perubahan anggaran dasar
yayasan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara mengubah seluruh anggaran
dasar yayasan dan mencantumkan seluruh kekayaan yayasan yang dimiliki pada saat
penyesuaian, yang dibuktikan dengan laporan keuangan yang dibuat dan
ditandatangani oleh Pengurus Yayasan tersebut, laporan keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan publik bagi Yayasan yang laporan keuangannya wajib diaudit sesuai
5
dengan Undang-Undang, pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan
disampaikan kepada Menteri oleh pengurus.Kenyataannya banyak yayasan-yayasan
pada saat sebelum berlakunya Undang-Undang yayasan telah ada dan telah
melakukan kegiatan-kegiatannya yang mendasarkan pada kebiasaan, doktrin dan
yurisprudensi dan kelahiran yayasan pada waktu itu sekaligus memberikan status
badan hukum yayasan artinya kelahiran yayasan itu sekaligus melahirkan subyek
hukum. Bagi yayasan yang sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, pernah
didaftarkan tetap diakui sebagai badan hukum. Hal ini merupakan hak yang telah
diperoleh yayasan sebelumnya, oleh karena itu, sesuai dengan prinsip hukum yang
berlaku, hak tersebut tidak dapat hilang begitu saja6. Pendaftaran yang telah dilakukan oleh yayasan pada Pasal 71 ayat (1) ditetapkan, terbatas pada yayasan
yang:
a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI,
b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan
kegiatan dari instansi terkait7.
Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum mempunyai
kewajiban-kewajiban untuk melakukan penyesuaian dan memberitahukan kepada Menteri agar
yayasan tersebut tetap eksis. Sedangkan bagi yayasan yang tidak diakui sebagai
badan hukum, harus melakukan penyesuaian anggaran dasarnya dan selanjutnya
6
Gatot Supramono,Op.Cit,halaman 19 7
mohon pengesahan kepada Menteri di dalam jangka waktu tertentu, artinya bagi
yayasan tersebut agar berstatus sebagai badan hukum masih memerlukan otoritas dari
pemerintah yang berupa pengesahan. Dalam proses pengesahan yayasan, Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2016 tentang tata cara pengajuan permohonan pengesahan badan
hukum dan persetujuan perubahan anggaran dasar serta penyampaian pemberitahuan
perubahan anggaran dasar dan perubahan data yayasan.
Undang-Undang Yayasan mengamanatkan bahwa pendirian yayasan harus
dengan akta Notaris, ini berarti bahwa apabila pendirian yayasan tidak dilakukan
dengan akta, maka perbuatan hukum tersebut bukan perbuatan hukum pendirian
yayasan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Yayasan8. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian mendapat pengesahan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar
penataan administrasi pengesahan suatu yayasan sebagai badan hukum dapat
dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya yayasan tanpa melalui prosedur
yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Disamping pengesahan itu yayasan yang
telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negera Republik
Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi yayasan dengan pola
penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktek perbuatan hukum
yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan masyarakat.
8
Dalam praktiknya banyak yayasan saat ini yang pengurusnya sudah tidak ada,
hal ini biasanya terjadi pada yayasan yang sudah lama berdiri jauh sebelum adanya
Undang-Undang Yayasan sehingga aktifitas dari yayasan tersebut sudah tidak bisa
berjalan sesuai dengan visi dan misinya. Yayasan yang sudah berdiri puluhan tahun
mengakibatkan yayasan ini tidak mempunyai kegiatan rutin dan tergolong pasif
sehingga pengurus yayasan bersepakat mengalihkan aset dengan cara menjual aset ke
pihak lain.
Kenyataannya dilapangan, banyak ditemui masalah-masalah yayasan yang
sudah lama berdiri tetapi belum disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 2
Tahun 2013, Yayasan yang belum menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
tersebut, tidak dapat menggunakan kata Yayasan didepannya. Sehingga pengurusnya
membentuk Yayasan yang baru dan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia, dengan anggaran dasar yayasannya tidak mencantumkan seluruh
nama pengurus yang tertera pada anggaran dasar sebelumnya. Sehingga ketika aset
yayasan dialihkan dengan cara dijual kepada pihak ketiga maka pengurus lama yang
namanya tidak diikut sertakan dalam anggaran dasar yang baru menuntut dan
menggugat yayasan tersebut ke Pengadilan.
Terdapat juga yayasan yang pendiriannya sudah cukup lama, dan para
pengurusnya mau melakukan pembaharuan terhadap yayasan tersebut tetapi dalam
anggaran dasar yang baru tidak semua nama pengurus diikut sertakan. Dalam kasus
ini beberapa pengurus yang terlibat dalam penyusunan anggaran dasar yang baru
diketahui keberadaannya. Tetapi selang beberapa waktu ketika nama pengurus yang
tidak diikut sertakan tersebut mengetahui hal itu, sehingga pengurus tersebut
melaporkan ke pihak yang berwajib.
Maraknya keberadaan Yayasan yang saat ini mengatasnamakan kegiatan
sosial, keagamaan dan kemanusiaan tetapi pada kenyataannya sangat disayangkan
ternyata banyak yang mempunyai tujuan untuk mencari keuntungan saja. Sehingga
kesenjangan yang terjadi tersebut bertentangan dengan tujuan Yayasan berdasarkan
Undang-Undang.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
tentang aset yayasan, karena itulah penelitian ini diberi judul “Pelaksanaan
Pengalihan Aset Yayasan Yang Belum Disesuaikan Dengan Undang-Undang
Yayasan (Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Sebagaimana Diubah dengan
Undang-Undang No.28 Tahun 2004)”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, pada latarbelakang tersebut diatas maka terdapat
beberapa hal yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini, yakni:
1. Bagaimana kedudukan aset Yayasan sebelum terbitnya Undang-Undang
No.16 Tahun 2001 tentang yayasan sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No.28 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No.16
2. Bagaimana kedudukan aset Yayasan sesudah terbitnyaUndang-Undang No. 16
Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
No.28 Tahun 20014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.16 Tahun
2001?
3. Bagaimana proses pengalihan aset Yayasan yang belum disesuaikan dengan
Undang-Undang No.16Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana diubah
dengan Undang No.28 Tahun 2004 tentang Perubahan
Undang-Undang No.16 Tahun 2001?
C. Tujuan Penelitian
Berpedoman pada topik penelitian permasalahan yang diajukan diatas, maka
tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang kedudukan aset yayasan sebelum terbitnya
Undang No.16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang No.16
Tahun 2001.
2. Untuk mengetahui kedudukan aset yayasan sesudah terbitnya Undang-Undang
No.16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 28
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.16 Tahun 2001.
3. Untuk mengetahui proses pengalihan aset Yayasan yang belum disesuaikan
Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No.16 Tahun 2001.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
a. Secara teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya perbendaharaan teori-teori dibidang
ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan Yayasan serta secara umum dapat
berguna dalam membangun fakta yang ada dan ditemukan dalam penelitian ini.
Secara teoritis penulisan tesis ini dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan terutama mengenaipelaksanaan proses pengalihan aset
Yayasan yang belum disesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan.
b. Secara Praktis
Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi misalnya
Notaris dalam menjalankan jabatan serta kewenangannya dalam membuat akta
yayasan, maupun masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak
yang ingin melakukan penelitian di bidang yang sama.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Fakultas
Hukum Program Magister Kenotariatan dan Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Pengalihan Aset Yayasan yang Belum Disesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan
(Undang-Undang No.16 Tahun 2001 Sebagaimana Diubah dengan Undang-Undang
No. 28 Tahun 2004)”. Akan tetapi ada beberapa yang menyangkut masalah yayasan
adalah:
1. Tengku Marwiati Oktaviani Hamid (NIM. 087011123), dengan judul penelitian
“Analisis Yuridis Terhadap Yayasan Yang Tidak Didaftarkan Menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004”, dengan rumusan permasalahan:
a. Bagaimanakah kedudukan hukum Yayasan yang tidak didaftarkan sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku?
b. Bagaimanakah tanggungjawab hukum dari pengurus Yayasan terhadap
kegiatan Yayasan yang belum didaftarkan?
2. Ade Surya Meliya (NIM.087005108), dengan judul penelitian “Perubahan Akta
Pendirian Yayasan Setelah Keluarnya UU No.16 Tahun 2001 JO UU No. 28
Tahun 2004 Tentang Yayasan”, dengan rumusan permasalahan:
a. Bagaimanakah perubahan akta terhadap pendirian Yayasan setelah keluarnya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan?
b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap perubahan akta pendirian yayasan
setelah keluarnya Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo.
c. Bagaimanakah sanksi hukum terhadap yayasan apabila tidak melaksanakan
perubahan akta pendirian setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?
3. Syahrul Sitorus (NIM. 097005067) dengan judul penelitian “ Tinjauan Yuridis
Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 Tentang Yayasan”,dengan rumusan permasalahan:
a. Bagaimana tanggung jawab dari para Pengurus Yayasan Terhadap Yayasan
yang sudah didirikan sebelum lahirnya UU No.16 Tahun 2001 jika ditinjau
dari UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008?
b. Bagaimana status hukum dari harta kekayaan Yayasan jika ditinjau dari UU
Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008?
c. Bagaimana sikap Pemerintah terhadap keberadaan Yayasan yang belum
menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun
2008?
Berdasarkan penelitian yang diatas, tidak ada yang menyangkut dengan
penelitian yang berjudul “Pelaksanaan Prosedur Pengalihan Aset Yayasan Yang
Belum Disesuaikan Dengan Undang-Undang Yayasan (Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 sebagaimana diubah dengan No.28 Tahun 2004)”, dengan demikian
penelitian ini asli adanya dan dapat dipertanggung jawabkan kemurniannya karena
belum ada yang melakukan penelitian ini sebelumnya dan tidak ada kesamaan
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kerangka teori yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kerangka
yang menjadi dasar pemikiran penulis guna menerangkan atau menjelaskan
permasalahan penelitian. Kerangka teori ini kemudian dijadikan sebagai pisau
analisis objek penelitian dalam rangka penyelesaian masalah yang dilakukan.
Perlunya pegangan teoritis ini mengingat teori merupakan alur penalaran atau
logika (flow of reasoning/logic), terdiri dari seperangkat konsep atau variabel,
defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis9. Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ronny H.Soemitro, bahwa untuk memberikan landasan yang mantap pada umumnya
setiap penelitian harus selalu disertai dengan pemikiran teoritis10. Seiring dengan perkembangan masyarakat hukum yang sifatnya dinamis mengalami perkembangan
dengan perubahan. Dalam hubungannya dengan perkembangan tersebut maka timbul
teori-teori yang baru. Suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada
aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori
adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi11. Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga
9J.Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik,Rineka Cipta, Jakarta, 2003. halaman 194 10
Ronny H.Soemitro,Metodologi Penelitian,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1992, halaman 37 11
menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu
variabel dan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel
tersebut12.
Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistematiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan-penemuan dan
menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori
merupakan penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan
harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar13.
Teori yang digunakan dalam tesis ini adalah teori-teori Badan Hukum.
Menurut Friedmann teori ini mengkaji dan menganalisa tentang badan hukum, yang
terbagi menjadi lima teori, yaitu teori fiksi, teori realis atau organ, teori konsesi, teori
zweckvermogen, dan teori kekayaan bersama. Adapun yang digunakan dalam tesis
ini, yaitu :
1. Teori Kekayaan Bersama
Teori yang dicetuskan oleh Rudolf von Jhering, teori kekayaan bersama ini
menganggap badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan
hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya14. Subyek-subyek hak badan hukum adalah manusia-manusia secara nyata ada di belakang badan hukum,
12Maria S.W. Sumardjono.Pembuatan Usulan Penelitian,, Gramedia, Yogyakarta, 1989,
halaman 12-13.
13M. Solly Lubis.Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, halaman 80.
anggota-anggota badan hukum, pihak yang mendapat keuntungan dari suatu
yayasan.
2. Teori Kekayaan bertujuan
Teori kekayaan bertujuan (Collectiviteitstheorie) mengajarkan bahwa yang
terpenting dalam suatu subjek hukum adalah kekayaan yang diurus untuk
suatu tujuan tertentu. Maka kekayaan tersebutlah yang menjadi subjek hukum
(pemangku hak dan kewajiban), bukan organisasi dan bukan pula
orang-orang. Teori kekayaan bertujuan ini dipelopori oleh A. Brinz dan kemudian
diikuti pula oleh Van der Heijden.15 3. Teori realis atau orgaan.
Reaksi dari adanya ajaran teori fiksi adalah munculnya teori realitas atau yang
lebih dikenal dengan nama teori orgaan. Pencetus ajaran teori ini adalah Von
Gierke. Menurut ajaran ini, badan hukum itu merupakan suatu realitas
sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia di dalam
pergaulan hukum16. Teori ini badan hukum merupakan suatu realitas yang nyata bukan fiksi, sama seperti sifat kepribadian alam manusia di dalam
pergaulan hukum. Inti teori ini difokuskan pada pribadi-pribadi hukum yang
nyata sebagai sumber kepribadian hukum.
“Teori ini sekaligus menggambarkan tidak adanya perbedaan antara manusia dengan
badan hukum. Pengikut ajaran ini di Belanda yaitu L.C. Polano yang terkenal dengan
15
Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory)Dalam Hukum, Kencana, Jakarta, 2014, halaman177
16
ajarannyaleer der volledige realiteit (ajaran realitas sempurna)”17. Meskipun terdapat banyak teori tentang badan hukum, tetapi tidak semua teori tersebut cocok untuk
diterapkan pada badan hukum. Teori tersebut haruslah disesuaikan dengan
karakteristik yang dimiliki oleh suatu badan hukum.
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peran konsepsi dalam
penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan
kenyataan, sedangkan konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
disebut definisi operasional18. Pada penelitian ini dikemukakan beberapa konsep dasar sebagai berikut:
a. Pengalihan aset adalah Proses, cara, perbuatan mengalihkan harta kekayaan.
b. Kekayaan atau aset yayasan merupakan modal bagi usaha yayasan yang
berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentusk uang atau
barang, dan kekayaan yang berasal dari sumber-sumber lain, dan yang dapat
diperoleh dari sumbangan atau bantuan tidak mengikat, wakaf, hibah, wasiat,
dan perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.
17Anwar Borahima.Kedudukan Yayasan di Indonesia: Eksistensi, Tujuan, dan Tanggung Jawab
Yayasan. Kencana, Jakarta, 2010, halaman 60. 18
d. Yayasan yang belum disesuaikan adalah yayasan yang belum disesuaikan
dengan Undang-Undang Yayasan dan tidak dimohonkan pengesahannya
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
e. Badan Hukum adalah suatu badan yang dapat mempunyai harta kekayaan, hak
dan kewajiban seperti orang pribadi. Badan hukum merupakan istilah hukum
yang resmi di Indonesia dan merupakan terjemahan istilah hukum Belanda
yaiturechtspersoon, juga merupakan terjemahanpersona moralis(latin),legal
persons(inggris).
G. Metode Penelitian
Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang di
dasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari beberapa gejala hukum tertentu dengan jelas menganalisanya19.
Langkah-langkah penelitian mencakup apa yang diteliti, bagaimana penelitian
dilakukan serta untuk apa hasil penelitian digunakan:
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang
bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan,
menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum20. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan pendekatan yang bersifat kualitatif.
19
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,1981, halaman43. 20
Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada
norma-norma hukum yang terdapat dalam perundang-undangan.Dalam penelitian
yuridis normatif yang dipergunakan adalah merujuk pada sumber bahan hukum,
yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
berbagai perangkat hukum.
2. Sumber Data
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah
dari hasil penelitian kepustakaan. Dengan demikian bahan hukum yang dipergunakan
adalah :
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
sebagai landasan utama, yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No.28 tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia nomor 16 tahun
2001 tentang Yayasan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63 tahun 2008 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 tahun 2013 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 63 tahun
2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang Yayasan.
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan
karya dari kalangan hukum, serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan
dengan Yayasan.
c. Bahan-bahan Tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahanhukum primer dan bahan hukum sekunderseperti
kamus hukum, ensiklopedia, dan lain sebagainya21.
3. Alat Pengumpulan Data
Bahan atau materi yang dipakai dalam tesis ini diperoleh melalui penelitian
kepustakaan atau Library Research, yaitu mempelajari dan menganalisa secara
sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan dan juga sumber lainnya yang
berhubungan dengan materi tesis yang berkaitan dengan tesis ini meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu diadakan
pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan baik bahan
hukum primer, sekunder maupun tersier, untuk mengetahui validasinya. Setelah itu
keseluruhan data akan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras
dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
memperoleh jawaban yang baik pula. Analisis data dilakukan dengan pendekatan
kualitatif, artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus
21 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis
untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.
Sistem penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan sistem
deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak dari yang umum dan abstrak menuju suatu yang