• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Dalam Rangka Pencegahan Pembiayaan Terorisme"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BENTUK KETERLIBATAN BANK DALAM PEMBIAYAAN TERORISME

A. Pembiayaan Terorisme di Indonesia

1. Pengertian terorisme

Terorisme berasal dari kata teror. Dalam bahasa Latin berarti ketakutan, kengerian, dan kegelisahan. Teror digunakan oleh penguasa yang tidak mempunyai legitimasi untuk membuat suasana ketakutan, mencari dukungan, menarik perhatian dunia internasional atau sebagai kegiatan anarkis yang

bertujuan merusak.27 Sedangkan untuk kata teror yang tertulis dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia memiliki arti usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang dan golongan. Dengan demikian arti terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan. Mengacu pada makna teror secara bahasa, bahwa terorisme adalah suatu tindakan, ucapan, provokasi atau segala yang dilakukan untuk menimbulkan rasa takut pada diri seseorang atau orang banyak, maka segala bentuk hal atau tindakan, yang bukan dalam bentuk pelaksanaan jihad sesuai syariat, bukan dalam wujud melakukan persiapan fisik dan mental, dan

bukan pula dalam wujud melaksanakan qishash atau hukum-hukum Allah adalah

tergolong dalam bentuk terorisme.28

Motivasi terorisme memang cenderung ke arah politik. Hal inilah yang menyebabkan PBB nyaris tidak dapat merumuskan batas atau definisi teroris saat diskusi panjang yang dilakukan selama 10 tahun. Menurut Hermawan Sulistyo prakarsa forum yang sangat penting ini mempunyai 2 (dua) arti penting. Pertama, keperluan untuk merinci anatomi terorisme, dan kedua yaitu sebagai keperluan

untuk menelusuri implikasinya terhadap Indonesia.29

27

Abu Umar Basyir, Teroris Melawan Teroris (Mawizin), hlm. 37.

28

Muzakkir Samidan Prang. Terorisme dalam Perspektif Hukum Pidana Indonesia

(Medan: Pustaka Bangsa Press, 2011), hlm 9.

29

Hermawan Sulistyo, Dampak dan Strategi pada Masa Depan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), hlm. 3.

Definisi tentang terorisme belum mencapai kesepakatan yang bulat dari semua pihak, karena disamping banyak elemen terkait juga dikarenakan semua pihak berkepentingan melihat atau

menerjemahkan permasalahan (term of terrorism) dari sudut pandang kepentingan

(2)

yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional. Seseorang dalam pengertian diatas dapat bersifat perseorangan, berkelompok, orang sipil, militer, maupun polisi yang

bertanggung jawab secara individual atau korporasi.30

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan maklumat perihal terorisme. Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, ancaman terhadap keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme merupakan bentuk kejahatan terorganisir, bersifat transnasional dan

termasuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak

membeda-bedakan sasaran.31

Memerangi aksi terorisme tidak hanya dimaknai dengan bagaimana upaya mengkriminalisasikan perbuatan teror yang dilakukan oleh sekelompok teroris akan tetapi juga mengkriminalisasikan segala bentuk pembiayaan terorisme atau pembiayaan kepada kelompok terorisme. Saat ini Indonesia telah mendeklarasikan terorisme tidak hanya sebagai ancaman terhadap keamanan dan keselamatan

warga negara, tetapi juga keamanan nasional.32 Secara umum, strategi

penaggulangan terorisme di Indonesia saat ini dapat dikelompokkan menjadi dua

pendekatan, yakni pendekatan hard power (keras) dan soft power (lunak) yang

mana nantinya akan dikombinasikan menjadi pendekatan yang komprehensif. Salah satu prinsip pokok strategi penanggulangan terorisme Indonesia menurutnya adalah bahwa Pemerintah Indonesia memperlakukan aksi terorisme sebagai

tindakan kriminal, sehingga yang digunakan adalah pendekatan hukum.33

Terdapat dua elemen memerangi terorisme dalam kerangka penegakan hukum, yaitu pendeteksian dan pencegahan sebelum tindak teroris terjadi dan penindakan atau pemrosesan secara hukum setelah tindak teroris terjadi. Pendeteksian dan Penyelenggaraan penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme diatur oleh UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menetapkan Perpu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagai Undang-Undang.

30

Moch. Faisal Salam, Motivasi Tindakan Terorisme (Bandung: Mandar Maju, 2005), hlm. 3.

31

(3)

pencegahan tindak teroris dinyatakan oleh Paul Wilkinson sebagai resep rahasia

pertarungan melawan terorisme di negara liberal.34

Perkembangan teroris di Indonesia pada tahun 1970 mulai diketahui bahwa kelompok teroris membutuhkan dana dalam setiap aksi teror yang mereka lakukan. Hal ini diketahui dengan adanya kelompok teror Warman yang melakukan serangan teror untuk mencari dana sebanyak-banyaknya guna membiayai aksinya. Perkembangan pembiayaan terorisme berlanjut hingga tahun 2000an, dilakukan dengan aksi fai’, yakni perampokan. Pengungkapan aksi pembiayaan teroris terbaru ditemukan pada Maret 2015, dimana Densus 88 berhasil menangkap penyandang dana sekaligus perekrut ISIS dari Indonesia.

Sedangkan di Indonesia, tugas dan wewenang untuk mendeteksi dan mencegah tindak terorisme bertumpu pada komunitas intelijen Indonesia, terlebih unit intelijen yang berada dibawah Detasemen Khusus (Densus 88).

2. Pembiayaan terorisme di Indonesia.

35

Pendanaan jaringan teroris di indonesia juga sebagian merupakan

pendanaan hasil dari tindak pidana money laundering. Hal inilah yang

menyebabkan peraturan pengawasan terhadap tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan. Proses pencucian uang untuk mendanai sebuah organisasi tersebut seringkali diterapkan oleh organisasi kejahatan termasuk jaringan terorisme. Tujuan dari pencucian uang tersebut antara lain:

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (selanjutnya disebut UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme) menyatakan kalau pendanaan terorisme adalah segala perbuatan dalam rangka menyediakan, mengumpulkan, meberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.

36

a. Menghapus keterkaitan antara kejahatan dengan uang.

b. Menghapus keterkaitan antarta pemasok dana dengan penerima

dana.

34

Paul Wilkinson, Terrorism and Democracy (London and New York: Routledge, 2002).

(4)

c. Melindungi dana dari kemungkinan adanya penyitaan atau pengambilalihan.

Adapun tahap-tahapan pencucian uang sebagai sumber dana terorisme adalah

sebagai berikut:37

a. Tahap pertama, dana diperoleh melalui kegiatan kriminal, baik itu

pencurian maupun perampokan. Hasil dari kegiatan tersebut disimpan ke bank. Tahap ini sangat rawan karena tidak menutup kemungkinan bank dapat mendeteksi transaksi mencurigakan.

b. Tahap kedua, melakukan beberapa transaksi finansial perbankan

terhadap uang yang sudah disimpan di bank. Tujuannya adalah untuk menyesatkan deteksi dari penyidik. Dana tersebut terlihat seakan-akan berasal dari sumber yang sah.

c. Tahap ketiga dana sudah dinyatakan sah sumbernya dan bebas dari

kecurigaan transaksi, maka dana tersebut dikumpulkan melalui kegiatan ekonomi yang sah seperti misalnya jual-beli barang mewah, investasi

dan penanaman saham pada aset seperti perusahaan maupun real estate,

maupun investasi di sektor ekonomi lain.

Pelaksanaan pengumpulan dana yang dilakukan oleh para teroris sangat terorganisir, baik dalam kelompok kecil maupun besar. Hal tersebut dilakukan teroris dengan melakukan pembagian tugas kepada masing-masing anggotanya serta mempermudah pengumpulan dana. Terdapat dua bentuk pengumpulan dana teroris, yakni legal dan ilegal. Kegiatan legal dilakukan dengan bentuk kegiatan seperti sumbangan anggota jaringan teror dan simpatisan baik yang berada di dalam maupun luar negeri. Kegiatan illegal dilakukan dengan perbuatan tindak pidana seperti perampokan bank dan lembaga keuangan milik pemerintah, toko

emas, pengusaha non muslim, kejahatan ITE/cyber serta pencucian uang dengan

menyelenggarakan usaha yang nampak legal.

Para teroris mulai masuk dalam sektor perbankan dengan menggunakan nama samaran untuk menyembunyikan identitas asli dan tujuan penggunaan dana

dalam rekening. Ada beberapa tipologi dalam pendanaan terorisme yaitu:38

(5)

a. rekening dibuka atas nama pelajar atau tanpa pekerjaan yang jelas yang memiliki pola transaksi diluar profil;

b. beberapa rekening atas nama berbeda yang memiliki alamat yang sama;

c. rekening dormant39

d. dana yang ditarik segera setelah terdapat setoran (transaksi pass-by),

penarikan tunai lewat ATM dengan nilai relatif kecil namun sering, hingga nilai saldo minimal;

yang aktif kembali dengan adanya Incoming transfer

dengan nilai yang relatif besar yang kemudian ditarik tunai atau transfer dalam beberapa kali transaksi;

e. peningkatan aktifitas transaksi setelah terjadinya aksi teror, diduga dana

digunakan untuk membantu proses kaburnya pelaku;

f. underlying transactions berupa donasi (ke/dari yayasan, organisasi amal, LSM), hasil penjualan buku, investasi usaha, dan biaya hidup anggota keluarga.

Cara yang dianggap tepat dalam mengatasi masuknya teroris dalam sistem perbankan ialah dengan melakukan pembekuan terhadap aset dan harta teroris,

seperti yang telah tercantum dalam special recommendation FATF.

B. Pengaturan dan Pengawasan Bank di Indonesia

1. Fungsi, dan tujuan perbankan.

Bank sangat penting dan berperan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah :

a. pengumpul dana dari SSU (Surplus Spending Unit) dan penyalur kredit

kepada DSU (Defisit Spending Unit);

b. tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat;

c. pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengaan aman,

praktis, dan ekonomis;

d. penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C (Letter of

Credit);

39

(6)

e. penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.

Mohammad Hatta mengemukakan bahwa bank adalah sendi kemajuan masyarakat dan sekiranya tidak ada bank maka tidak akan ada kemajuan seperti saat ini. Negara yang tidak mempunyai banyak bank yang baik dan benar adalah negara yang terbelakang. Perusahaan saat ini diharuskaan memanfaatkan jasa-jasa

perbankan dalam kegiatan usahanya jika ingin maju.40

Sesuai dengan isi UU Perbankan, pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan didasarkan pada fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang ciri-ciri utamanya sebagai berikut:

Asas perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Sedangkan untuk fungsi utama dari perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Tujuan perbankan Indonesia adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan rakyat banyak.

41

a. Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit (SSU), bank hanya

memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu.

b. Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit (DSU), bank tidak

selalu meminta agunan berupa barang sebagai jaminan atas pemberian kredit yang diberikan kepada DSU yang memiliki reputasi baik.

c. Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan dana

masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan dengan modal dari pemilik atau pemegang saham bank.

Bank sebagai lembaga kepercayaan dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat disamping kepentingan bank itu sendiri dalam mengembangkan usahanya. Bank juga harus bermanfaat bagi pembangunan

ekonomi nasional sesuai dengan fungsinya sebagai agent of development dalam

rangka mewujudkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas.

2. Pengaturan sistem perbankan menurut Undang-Undang Bank Indonesia. Sejak berlakunya UU OJK pengaturan dan pengawasan mengenai

40

Malayu S.P Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan (Jakarta: Bumi Aksara 2006)hlm. 3.

(diakses

(7)

kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan

lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential menjadi tugas dan

wewenang OJK.42 Sedangkan lingkup pengaturan dan pengawasan

macroprudential43, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam Pasal 7 UU OJK, merupakan tugas dan wewenang BI. Pada bagian konsideran huruf d UU BI, Bank Sentral diperlukan untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah berupa uang, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi sistem perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lembaga pemberi

pinjaman terakhir (the Lender of the Last Resort/LoLR).44 Dengan demikian bank

sentral merupakan suatu bank yang berfungsi sebagai pengatur dan pengawas bagi

bank-bank yang ada dalam suatu negara tertentu.45 Berdasarkan Pasal 24 UU BI

diketahui bahwa BI bertugas menetapkan peraturan pemberian dan pencabutan izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Termasuk dalam hal menetapkan peraturan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian dalam Pasal 25 UU BI. Dengan pencantuman ketentuan kewenangan BI untuk mengatur prinsip kehati-hatian dalam pasal ini

agar melalui prinsip ini BI dapat melakukan fungsi pengawasannya.46

42

Penjelasan Pasal 7 UU OJK.

43

Pada penjelasan Pasal 7 Undang-Undang OJK disebutkan bahwa “Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan, kesehatan, aspek kehati-hatian, dan pemeriksaan bank merupakan lingkup pengaturan dan pengawasan microprudential adalah menjadi tugas dan wewenang OJK.

44

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006) hal. 118.

45

Ismail, Manajemen Perbankan Dari Teori Menuju Aplikasi(Jakarta: Kencana 2010),hlm. 13.

46

Muhammad Djumhana, Op. Cit., hlm. 327.

(8)

Selanjutnya menurut Pasal 28 UU BI, BI berwenang menetapkan kewajiban bank untuk menyampaikan laporan, keterangan dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh BI, baik terhadap perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafilisi dari bank jika diperlukan. Tujuannya adalah untuk melaksanakan pengawasan BI terhadap bank yang dimaksud. Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap bank, BI juga berwenang melakukan pemeriksaan terhadap bank baik itu secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Hal ini ditentukan dalam Pasal 29 UU BI. Pengawasan yang dilakukan guna memperoleh kebenaran atas informasi kegiatan usaha bank yang disampaikan kepada BI dan untuk mengetahui kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku yang meliputi pemeriksaan terhadap buku-buku, berkas-berkas, catatan, dokumen, dan data-data elektronik, termasuk salinan-salinannya, dan lain-lain.

Pasal 30 UU BI menentukan bahwa BI dapat memberikan kuasa atau menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan pemeriksaan. Pihak yang dimaksud tentunya adalah pihak yang dianggap BI memiliki kemampuan untuk melaksanakan pemeriksaan, misalnya akuntan publik yang dapat dilakukan secara sendiri atau bersama-sama dengan pemeriksaan dari BI. Bahkan BI juga berwenang untuk memerintahkan bank memberhentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu jika menurut penilaian BI terhadap suatu transaksi patut diduga merupakan tindak pidana di bidang perbankan berdasarkan Pasal 31 UU BI. Mengenai hal mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank, BI juga berwenang mengatur hal tersebut yang dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan, atau dapat dilakukan sendiri oleh BI dan atau oleh pihak lain dengan persetujuan BI. Ketentuan Pasal 32 UU BI merupakan satu-satunya pasal yang secara tegas menentukan kewenangan BI untuk mengeluarkan peraturan yang berkenaan dengan pelaksanaaan pengawasan. BI juga berwenang memberikan penilaian terhadap bank sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 33 UU BI. Terutama bagi bank yang dianggap membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional

3. Pelaksanaan pengaturan dan pengawasan bank.

(9)

dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam hal demikian, tentu pengaturan dan pengawasan bank juga mengacu pada UU Perbankan.

Fungsi pembinaan dan pengawasan bank oleh BI dapat kita lihat dalam UU Perbankan. Penjelasan Pasal 29 memberikan pengertian fungsi pembinaan

dan pengawasan bank tersebut sebagai berikut:47

a. Pembinaan adalah upaya-upaya yang dilakukan dengan cara

menetapkan peraturan yang menyangkut aspek-aspek:

a) kelembagaan bank;

b) kepemilikan bank;

c) kepengurusan bank

d) kegiatan usaha bank;

e) pelaporan bank; serta

f) lainnya yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank.

b. Pengawasan meliputi pengawasan tidak langsung, yang terutama

dalam bentuk pengawasan dini melalui penelitian, analisis dan evaluasi laporan bank. Pengawasan langsung dalam bentuk pemeriksaan yang disusul dengan tindakan-tindakan perbaikan. Pengawasan tidak langsung dimaksudkan untuk melakukan penilaian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan perkembangan bank, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku,

serta penerapan early warning system (deteksi dini) untuk

mengetahui tingkat kesulitan yang dihadapi bank secara lebih

awal.48

Pelaksanakan tugas pengaturan bank dalam hal ini BI berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehari-hatian (prudential banking) yang ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia

(selanjutnya disebut PBI).49

47

Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 127.

48

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hlm. 224.

49

Hermansyah, Op. Cit., hlm. 174.

(10)

didukung pula dengan sanksi-sanksi yang adil serta harus disesuaikan pula dengan

standar yang berlaku secara internasional.50 Pengawasan bank pada prinsipnya

terbagi dua, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong bank-bank untuk ikut

menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (

macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan

baik (prudential supervision).51

Bank Indonesia dalam rangka melakukan pengawasan dapat menjalankan pemeriksaan secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali untuk setiap bank. Di samping itu, pemeriksaan dapat dilakukan secara insidentil setiap waktu apabila diperlukan untuk meyakinkan hasil pengawasan tidak langsung dan

apabila terdapat indikasi adanya penyimpangan.52 Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan yang tercantum dalam Pasal 29 ayat (1) UU BI. Hal-hal yang terdapat dalam pemeriksaan adalah pemeriksaan buku-buku, berkas-berkas, warkat, catatan, dokumen dan data elektronik, termasuk salinan-salinannya. Pemeriksaan ini pula apabila diperlukan untuk memperoleh hasil yang menyeluruh, maka dapat dilakukan terhadap perusahaan induknya, anak perusahaannya, pihak terkait, juga

terhadap pihak terafiliasi dari bank yang bersangkutan.53 Melalui pengaturan dan

pengawasan bank diharapkan dunia perbankan Indonesia selalu menaati kewajiban-kewajibannya yang telah ditetapkan dalam peraturan

perundang-undangan, seperti yang tercantum dalam UU Perbankan, yaitu:54

a. Memelihara kesehatannya sesuai dengan ketentuan tentang aspek

permodalan, kualitas aset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas dan aspek lainnya yang berhubungan dengan usaha bank, serta setiap kegiatannya didasarkan kepada prinsip kehati-hatian (Pasal 29 ayat (2)).

b. Menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah

yang mempercayakan dananya kepada bank, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah serta kegiatan usaha lainnya (Pasal 29 ayat (3)).

50

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perbankan di Indonesia: Bank Umum (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 135.

(11)

c. Menyediakan informasi untuk kepentingan nasabah mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank (Pasal 29 ayat (4)).

d. Menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan

(Pasal 37 B ayat (1)).

e. Merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya

(Pasal 40 ayat (1)).

f. Memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya

apabila diperintahkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan tertentu (Pasal 42 A).

g. Memberikan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya

kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut apabila diminta atau atas persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan (Pasal 44 A).

Kewajiban lainnya yang masih diatur dalam UU Perbankan, yaitu:55

a. Menyampaikan segala keterangan dan penjelasan mengenai

usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 30 ayat (1)).

b. Memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan

berkas-berkas yang ada padanya, serta memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan (Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia).

c. Menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan

laba rugi tahunan serta penjelasannya, juga laporan berkala lainnya dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 34 ayat (1)).

d. Mengaudit neraca dan perhitungan laba rugi oleh Akuntan Publik

(Pasal 34 ayat (2)).

e. Mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan

bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (Pasal 35).

55

(12)

Pelaksanaan tugas pengaturan, dalam hal ini BI mengeluarkan pokok-pokok

ketentuan, antara lain yang berkaitan dengan masalah:56

a. perizinan bank;

b. kelembagaan bank, termasuk kepengurusan dan kepemilikan;

c. kegiatan usaha bank pada umumnya;

d. kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah;

e. merger, konsolidasi, dan akuisisi;

f. sistem informasi antar bank;

g. tata cara pengawasan bank;

h. sistem pelaporan bank kepada Bank Indonesia;

i. penyehatan perbankan;

j. pencabutan izin usaha, likuidasi, dan pembubaran bentuk hukum bank;

k. lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan.

Di bidang perizinan, cakupan wewenang BI meliputi:57

a. memberikan dan mencabut izin usaha bank;

b. memberikan izin pembukaan, penutupan, dan pemindahan kantor bank;

c. memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;

d. memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha

tertentu.

C. Bentuk Keterlibatan Bank dalam Pembiayaan Terorisme

Aktivitas yang bernuansa terorisme mengalami peningkatan di berbagai tingkatan. Modus operandinya dan senjata yang dipakai semakin canggih dan memiliki daya perusak misalnya dengan korban manusia secara massal. Selain kerugian material, aksi terorisme itu berdampak luas dalam berbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, dan keamanan, baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Lembaga keuangan khususnya perbankan, sangat

56

Soedjono Dirdjosisworo, Op. Cit., hlm. 136.

57

(13)

rentan terhadap kemungkinan digunakan sebagai media pembiayaan terorisme dan bahkan pencucian uang. Kedua tindak pidana ini sangat relevan dan tidak dapat dipisahkan pengawasannya. Hal tersebut karena keduanya merupakan suatu tidank pidana yang memanfaatkan jasa keuangan.

Perbankan yang rentan digunakan sebagai media untuk melakukan tindak kejahatan pembiayaan terorisme dikarenakan dalam perbankan tersedia banyak pilihan transaksi bagi pelaku yang hendak melancarkan kegiatan tindak kejahatannya seperti halnya pembiayaan terorisme. Perbankan menjadi pintu masuk harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana atau merupakan pembiayaan kegiatan terorisme ke dalam sistem keuangan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pelaku kejahatan. Untuk pelaku pembiayaan terorisme, harta kekayaan yang disimpan tersebut dapat digunakan untuk membiayai kegiatan terorisme. Namun terkadang, hasil dari kegiatan pencucian uang juga dapat dijadikan sumber dana untuk menjalankan tindak kejahatan terorisme .Dana untuk aksi terorisme yang bersumber dari hasil pelaku pencucian uang, dimana harta kekayaan yang telah disimpan di bank tersebut dapat ditarik kembali sebagai harta kekayaan yang seolah-olah sah dan tidak lagi dapat dilacak asal usulnya.

Memerangi aksi terorisme tidak hanya harus dimaknai bahwa bagaimana upaya mengkriminalisasikan perbuatan teror yang dilakukan oleh kelompok teroris akan tetapi juga mengkriminalisasikan segala bentuk pembiayaan terorisme atau pembiayaan kepada kelompok terorisme. Berdasarkan pertemuan FATF pada tanggal 19-20 September 2001 yang berlangsung di Wellington Selandia Baru ada

dua metode yang dilakukan dalam pembiayaan bagi kegiatan teroris yaitu:58

a. Metode pertama adalah melibatkan perolehan dukungan keuangan dari negara

dan selanjutnya menyalurkan dana tersebut kepada organisasi teroris,

b. Metode kedua adalah memperoleh secara langsung dari berbagai kegiatan

yang menghasilkan uang.

Dua metode diatas merupakan metode yang sering dilakukan dalam mendukung aksi terorisme dari segi pembiayaan. Jaringan terorisme di seluruh dunia bergantung pada sistem kerahasiaan bank dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang mereka. Struktur ini lebih dimungkinkan karena adanya kesepakatan diantara bank-bank di dunia dan karena kekuatan-kekuatan uang dunia. Banyak orang yang memperoleh uang dari hal tersebut, termasuk diantaranya adalah para pemilik dan para manajer bank-bank yang

(14)

menyembunyikan simpanan nasabah mereka dari otoritas perpajakan. Tetapi konsekuensi tidak diinginkan yang timbul adalah bahwa hal tersebut memungkinkan untuk membantu jaringan terorisme dunia.

Suatu sistem keuangan dunia mengenal adanya sistem yang disebut dengan clearinghouse atau lebih dikenal dengan istilah clearstream. Sistem ini melakukan kegiatannya mentransfer dana untuk bank-bank internasional dan perusahaan-perusahaan besar. Para nasabahnya terdiri atas banker, para manajer investasi perusahaan-perusahaan lepas pantai, para pengelak pajak, para pejabat yang

kegiatannya memberikan jasa-jasa rahasia (secret service) para CEO dari

perusahaan-perusahaan multinasional atau para teroris. Dengan demikian, clearstream digunakan pula untuk melakukan kegiatan yang terkait dengan pembiayaan kepada teroris. Selain itu juga sistem ini memungkinkan bagi

nasabahnya untuk membuka rekening non-published account (rekening-rekening

yang tidak dipublikasikan) yang tidak muncul di setiap dokumen (printed

document). Apabila para penegak hukum meminta untuk melihat catatan-catatan tersebut, rekening-rekening tersebut tidak akan dijumpai pada saat transaksi

keuangan. Selain itu juga tidak seperti halnya sebuah bank, clearstream tidak

memiliki pengawas eksternal yang efektif.

Perusahaan-perusahaan multinasional dan bank-bank internasional ternama jika memanfaatkan sistem pembukaan rekening rahasia dan tidak terpublikasikan

sebagaimana yang terdapat pada sistem clearstream, maka lebih-lebih bukan saja

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dalam penelitian ini metode klustering digunakan dalam mengolah data calon peserta didik untuk mengetahui kelompok peserta didik yang dapat diterima di SMA

Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Suwarnabhumi.Kedua kerajaan bukan hanya memainkan peran penting dalam sejarah politik di kawasan ini,melainkan juga dalam bidang pelayaran

Adapun fungsi RTRWK adalah sebagai Acuan dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD, acuan dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, acuan untuk mewujudkan keseimbangan

Adapun apabila dihubungkan dengan hasil penelitian Jumly dan Diah (2009), memang dalam penelitian sebelumnya tidak terdapat hubungan antara pendapatan dan keputusan pembelian, hal

Setelah perenungan selesai, saya tutup dengan doa, agar menyadarkan mereka kalau menjadi orang sukses harus memiliki rasa Ketuhanan Yang Maha Esa.. Yach menjadi anak-anak

Lokasi pengambilan sampel ikan di Sungai Kreung Sabee yang berbeda mempengaruhi rata-rata jumlah sel hati ikan Seurukan yang mengalami nekrosa namun tidak untuk sel

penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

Mengkatagorikan data dan menentukan hubungannya, selanjutnyanya disimpulkan dengan urutan dari yang sederhana sampai pada yang lebih kompleks terkait dengan : Peraturan