• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Komposisi Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu Jeruk Siam Brastagi (Citrus Nobilis Lour Var Microcarpa) Se Penyimpanan Pada Suhu Ruang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Komposisi Udara Ruang Penyimpanan Terhadap Mutu Jeruk Siam Brastagi (Citrus Nobilis Lour Var Microcarpa) Se Penyimpanan Pada Suhu Ruang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jeruk Siam

Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan agak halus. Ujung buah bundar dan berpusar. Kulit buah berwarna kuning mengkilat dan sulit dikupas bila matang, ketebalan kulit sekitar 3,9 mm. Daging buah bertekstur lunak, mengandung banyak air, dan berwarna kekuningan. Rasa daging buahnya sangat manis dan baunya harum, ukuran jeruk ini tergolong besar, dengan berat buah jeruk antara 150-250 g/buah (Deptan, 2015).

Tanaman jeruk siam dapat tumbuh 1400 m di atas pemukaan laut. Ketinggian tempat tersebut sangat mempengaruhi kualitas serta rasa buah. Daerah penanaman jeruk siam sebaiknya menerima penyinaran matahari antara 50-60 % dengan perbedaan suhu siang dan malam lebih dari 10% (Sarwono, 1994).

Komposisi buah jeruk

(2)

Pada umumnya buah jeruk merupakan sumber vitamin C yang berguna untuk kesehatan manusia. Sari buah jeruk mengandung 40-70 mg vitamin C per 100 g bahan, tergantung jenisnya. Makin tua buah jeruk, biasanya makin berkurang kandungan vitamin C-nya. Vitamin C terdapat dalam sari buah, daging dan kulit, terutama pada lapisan terluar kulit buah (Pracaya, 1996).

Tabel 1. Komposisi kimia per 100 g sari buah jeruk

Komponen Jumlah

Sumber : Departemen kesehatan RI (1989).

Pasca Panen Jeruk Siam

Sebagai komoditas hortikultura, buah jeruk siam segar pada umumnya memiliki sifat mudah rusak karena mengandung banyak air dan setelah dipanen komoditas ini masih mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi, transpirasi dan pematangan. Buah jeruk siam harus mendapatkan teknologi pasca panen yang tepat supaya kesegaran buah sekaligus umur simpannya dapat bertahan lebih lama (Handoko, et al., 2000).

(3)

Jeruk siam dapat dipanen pada umur 6-8 bulan setelah bunganya mekar. Di samping umur, saat panen juga dapat dilihat dari ciri-ciri fisik buahnya antaranya adalah kulit buahnya kekuning-kuningan, buahnya tidak terlampau keras jika dipegang, dan bagian bawah buahnya agak empuk, dan bila dijentik dengan jari bunyinya tidak nyaring lagi (Tim penulis PS, 1995).

Kualitas buah yang baik dapat diperoleh dengan cara pemanenan yang hati-hati. Kebiasaan cara panen yang jelek sering menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pemetikan buah jeruk bisa dilakukan secara langsung dengan tangan atau menggunakan gunting pangkas. Pemetikan buah dengan tangan dilakukan dengan cara memegang buah kemudian diputar sedikit dan ditarik ke bawah hingga lepas dari tangkai. Pada cabang yang tinggi sebaiknya menggunakan tangga dalam pemetikan sebab pemetikan buah dengan memanjat pohon dapat menimbulkan kerugian antara lain pohon rusak, pohon dikotori tanah, dan mungkin kuman-kuman penyakit diplodia/phytoptora terbawa dari tanah. Waktu pemetikan buah hendaknya dilakukan pada saat matahari sudah bersinar dan tidak terdapat lagi sisa embun, sekitar jam 9 pagi sampai sore. Tangkai buah dikerat dengan gunting pangkas sekitar 1-2 cm dari buahnya. Tangkai yang terlalu panjang dapat merusak buah lain ketika dimasukkan dalam keranjang. Tiap pemetik sebaiknya membawa keranjang atau kantong yang dapat digantung di leher sehingga buah jeruk tidak perlu dijatuhkan ke bawah karena buah jeruk dapat rusak (Tim Penulis PS, 1995).

(4)

dan kerusakan lainnya. Suhu ruang penyimpanan dijaga agar stabil. Suhu optimum untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5–10oC. Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (Sutopo, 2011), berdasarkan Pangestuti, et. al (2007), buah jeruk kebanyakan disimpan dalam kondisi ruang apalagi dalam jumlah sangat besar, sehingga biasanya hanya dapat bertahan selama 2 minggu karena adanya resiko kebusukan sehingga perlakuan pelapisan lilin sangat dianjurkan.

Bahan-bahan pangan segar (belum terolah) misalnya biji-bijian, sayuran, buah-buahan, daging dan susu akan mengalami perubahan biokimia setelah bahan-bahan ini dipanen atau dipisahkan dari induknya. Bahan-bahan segar ini umumnya mengandung air yang cukup tinggi sehingga memungkinkan adanya akifitas enzim dan menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur, aroma dan nilai gizi bahan. Contoh perubahan biokimiawi yang terjadi pada bahan pangan adalah pencoklatan pada buah yang memar atau terkupas kulitnya, atau daging

segar yang berubah warna menjadi hijau dan berbau busuk (Julianti dan Nurminah, 2006).

Respirasi Buah

(5)

(Winarno, 1993). Laju respirasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ketersediaan substrat, ketersediaan oksigen, suhu serta tipe dan umur tumbuhan.

Selama respirasi, terjadi penurunan kadar gula, dan komponen lainnya, seiring terbentuknya karbondioksida, air, energi dan panas. Pembentukan energi melalui aktivitas sel selama penyimpanan, air digunakan untuk transpirasi. Karbondioksida dan panas dipindahkan melalui sirkulasi udara. Selama penyimpanan, respirasi diusahakan seminimum mungkin, untuk mengurangi perubahan tersebut (Calvin dan Donald, 1983).

Proses respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi: tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapisan alami dan jenis jaringan. Hubungan susunan kimiawi jaringan terhadap respirasi bervariasi. Semakin kecil produk, maka semakin besar laju respirasinya, adanya pelapisan alami menurunkan laju respirasi dan jaringan yang muda menunjukkan respirasi yang tinggi (Pantastico, 1993).

Faktor eksternal meliputi ketersediaan etilen, suhu tinggi dan oksigen yang besar, yang akan mempercepat laju respirasi. Sedangkan jumlah karbondioksida yang besar akan memperlambat laju respirasi. Adanya zat pengatur pertumbuhan pengaruhnya berbeda-beda terhadap komoditi yang berbeda (Pantastico, 1993).

(6)

Buah jeruk termasuk non klimaterik, sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir fase kemasakan buah agar daya simpannya lebih lama. Adanya respirasi menyebabkan buah menjadi masak dan tua yang ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi antara lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan bobot. Laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semakin tinggi laju respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang sehingga zat gizi hilang (Sutopo, 2011).

Menurut Saputera, et al. (2000), laju konsumsi O2 buah jeruk utuh tanpa dikupas yang berada dalam kemasan termodifikasi aktif pada suhu 10, 15 dan 27,50C berturut-turut yaitu 4,64; 5,92 dan 8,87 ml/kg-jam, sedangkan produksi CO2 berturut-turut adalah 5,10; 6,56 dan 10,17 ml/kg-jam.

Pada umumnya laju respirasi meningkat 2-2,5 kali setiap kenaikan suhu 100C. Kandungan O2 pada ruang penyimpanan juga perlu diperhatikan karena semakin tinggi kadar O2 maka laju respirasi semakin cepat. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan karena terjadi gangguan pada respirasinya (Pantastico,1993).

Penyimpanan dengan Udara Terkendali

(7)

tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih kecil dari oksigen yang tersedia di udara Konsentrasi oksigen yang rendah akan menurunkan laju respirasi dan oksidasi substrat menurunkan pematangan dan sebagai akibatnya umur komoditi menjadi lebih panjang, perombakan klorofil tertunda, produksi C2H4 rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang dan perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah (Pantastico,1993).

Setiap hasil tanaman mempunyai ketahanan sendiri-sendiri terhadap oksigen, apabila oksigen dalam udara lebih dari 5% kebanyakan buah-buahan ketahanannya kurang sehingga akan mengalami kerusakan. Beberapa buah akan mengalami kerusakan pada kadar oksigen yang rendah misalnya buah jeruk akan rusak pada kadar oksigen sekitar 3%, sedangkan pada buah apel mengalami kerusakan pada kadar oksigen di bawah 1% (Kartasapoetra, 1994).

Kerusakan terjadi pada hasil pertanian selama penyimpanan apabila terdapat oksigen, terutama apabila proses anaerobik masih berjalan. Pada umumnya kerusakan tersebut merupakan perubahan bau dan rasa. Tiap-tiap hasil pertanian mempunyai ketahanan tersendiri terhadap oksigen. Kebanyakan buah-buahan akan rusak apabila oksigen dalam udara lebih dari 5%, sedangkan buah jeruk sudah rusak pada kadar oksigen 3% dan buah apel rusak pada kadar oksigen dibawah 1% (Hadiwiyoto dan Soehardi, 1981).

(8)

metabolisme komoditi, dengan melakukan modifikasi atmosfer di sekitar komoditi tersebut dapat mengahasilkan beberapa keuntungan terhadap bahan hasil pertanian (Wardhanu, 2009).

Penghambatan respirasi dilakukan dengan memperhatikan faktor yang berpengaruh pada proses respirasi. Penghambatan penyimpanan buah pada suhu rendah dapat menghambat respirasi buah. Sehingga kematangan dapat dihambat. Namun penyimpanan pada suhu rendah ini dapat menyebabkan kerusakan buah (chilling injury) saat waktu yang digunakan terlalu rendah. Usaha lain adalah penyimpanan dengan udara terkendali (Dumadi, 2001).

Proses penyimpanan dengan udara terkendali (UT) merupakan teknologi yang paling penting dalam penyimpanan buah dan sayur seperti pendinginan. Cara ini bila dikombinasikan dengan pendinginan, dengan nyata menghambat kegiatan respirasi, dan dapat menunda pelunakan, penguningan, perubahan mutu, dan proses pembongkaran lain dengan mempertahankan atmosfer yang mengandung lebih banyak CO2 dengan lebih sedikit O2 daripada dalam udara biasa (Pantastico, 1993).

Penyimpanan dengan mengatur komposisi udara atau konsentrasi oksigen dan karbondioksida, dikenal dengan penyimpanan dengan pengendalian atmosfer. Beberapa metode penyimpanan dengan pengendalian atmosfer yaitu controled atmosphere storage (CAS) dan modified atmosphere storage (MAS). Controled

(9)

dimana perubahan komposisi udara disebabkan oleh aktivitas respirasi dari produk yang dikemas (Julianti dan Nurminah, 2006).

Prinsip pengawetan dengan udara terkendali adalah pengaturan jumlah gas oksigen dan gas karbondioksida di dalam ruang penyimpanan yang tertutup rapat, dimana kadar oksigen dikurangi sedangkan kadar gas karbondioksida dinaikkan, sehingga proses pernafasan sayur dan buah menjadi terhambat, sehingga proses pematangannya akan terhambat. Sistem penyimpanan ini, mula-mula sayur dan buah disimpan dalam ruang penyimpanan, kemudian ruang tersebut ditutup rapat. Komposisi udara di dalam ruangan tersebut diatur, sehingga diperoleh kadar oksigen yang jauh lebih rendah daripada udara di luar sedangkan kadar karbondioksida sebaliknya (Muchtadi, 1989).

Komposisi gas tersebut dapat dilakukan dengan cara menghisap udara di dalam ruangan dan menggantikannya dengan campuran gas oksigen dan gas karbondioksida dengan perbandingan tertentu, dalam mengimbangi tekanan gas dalam ruangan penyimpanan terkadang ke dalam ruangan tersebut dimasukkan gas nitrogen. Akhirnya suhu ruangan penyimpanan diturunkan menjadi lebih rendah daripada suhu udara di luar, agar proses pengawetan komoditi tersebut menjadi lebih tahan lama (Muchtadi, 1989).

(10)

karbondioksida diperoleh melalui pertukaran udara dalam kemasan (mengandalkan permeabilitas kemasan) (Julianti dan Nurminah, 2006).

Pengaruh CO2 terhadap Mutu Buah

Apabila kandungan CO2 dalam atmosfer ruang penyimpanan bertambah, maka jumlah CO2 yang terlarut dalam sel ataupun tergabung dengan beberapa zat penyusun sel pun akan meningkat. Kandungan CO2 dalam sel yang tinggi mengarah keperubahan Fisiologi berikut : (a) penurunan Reaksi-reaksi sintetis pematangan (misal : Protein dan zat warna), (b) penurunan produksi zat-zat atsiri, (c) gangguan metabolisme asam organik. Terutama penimbunan asam suksinat, (d) kelembaban pemecahan zat-zat pektin, (e) penghambat sintesis klorofil dan penghilang warna hujau, terutama setelah pemanenan dini, (f) perubahan perbandingan berbagai gula (misal, rasa buah menjadi lebih manis sesudah mengalami penyimpanan pada suhu rendah dan konsentrasi CO2 tinggi), dan (g) penghambatan beberapa kegiatan enzimatik (misalnya, suksinodehidrogen) (Pantastico, 1993).

(11)

menggunakan udara yang tidak mengandung CO2, tetapi hanya mengandung presentase O2 yang rendah (Pantastico, 1993).

Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi adalah tingkat perkembangan organ, susunan kimiawi jaringan, luas permukaan, ada tidaknya lapisan kulit alami dan jenis jaringan. Semakin banyak jumlah CO2 yang dihasilkan menandakan semakin tinngi tingkat perkembangan organ. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi pada buah-buahan yang mengandung karbohidrat, maka laju respirasi akan semakin cepat. Produk yang ukuran lebih kecil mengalami laju respirasi lebih cepat daripada buah yang besar, karena mempunyai permukaan yang lebih luas yang bersentuhan dengan udara sehingga lebih banyak O2 berdifusi ke dalam jaringan. Pada produk yang memiliki lapisan kulit yang tebal, laju respirasinya rendah dan jaringan muda, proses metabolisme akan lebih aktif dari pada jaringan lebih tua (Pantastico,1993).

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia per 100 g sari buah jeruk

Referensi

Dokumen terkait

Selain Kepala Kantor dan Kepala Seksi yang khusus membidangi pengelolaan persampahan di Kantor Kebersihan, Pasar dan Pemadam Kebakaran Kabupaten Merangin, dalam

Hasil-hasil penelitian lain juga menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Fe dalam larutan semakin tinggi kemungkinan keracunan besi pada tanaman dan bahwa skor

[r]

Penulisan Ilmiah ini menjelaskan mengenai Implementasi Teori Tree dan Linked List Pada Pemrograman Kamus Bahasa Inggris - Indonesia, dimana proses didalamnya meliputi proses

Sholat yang berbekas pada fikiran dan hati hanya sholat yang dilakukan dengan benar dan khusuk ini dijamin Allah dalam surat Al Mukmin ayat 1.. Bagaimana supaya sholat bisa

Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan perbandingan hasil pemeriksaan metode ICT dan ELISA pada demam tifoid dan menjelaskan perbedaan hasil antara metode ICT dengan

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL.

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha pemberian bimbingan atau asuhan terhadap peserta didik agar nantinya