BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
2.1.1 Uraian umum
Istilah bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang berarti tongkat atau batang.Sekarang istilah bakterion sering dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu (Adam, 1991). Menurut Dwijoseputro (1978) morfologi bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu bentuk basil, kokus, dan spiral:
a. Bentuk basil
Berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat dibedakan atas:
1. Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung tumpul.
2. Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul. 3. Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung
tajam. b. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil. Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:
1. Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua-dua. 2. Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok berempat.
3. Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok merupakan satu untaian.
5. Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus. c. Bentuk spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral . 2.2 Bakteri Patogen dan Non Patogen
Bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan kualitasnya yang merugikan atau menguntungkan yaitu, bakteri patogen dan bakteri non patogen (Fong dan Elvira, 1987).
2.2.1 Bakteri Patogen
Bakteri patogen berbahaya karena menyerang tanaman atau jaringan tubuh hewan dan sering mensekresi enzim atau racun ke dalam jaringan (Fong dan Ferris, 1987). Bakteri patogen juga menyerang sistem pencernaan manusia, beberapa bakteri patogen yang sering menginfeksi saluran cerna manusia diantaranya adalah genus Escherichia yaitu Escherichia coli, genus Citrobacter, genus Shigella yaitu Shigella sonnei ataupun Shigella dysenteriae dan genus Salmonella yaitu Salmonellatyphi (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).
2.2.1.1 Salmonella typhi
Genus salmonella lebih kompleks dan terdiri dari bermacam-macam grup.Salmonella mempunyai bentuk batang, dan biasanya bergerak dengan flagel peritrif, Salmonella typhi tidak pernah membentuk gas (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).
Salmonella didasarkan pada susunan antigennya (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).
Salmonella typhosa berbentuk batang pendek gemuk dengan diameter 0,5-0,8 mikron dan panjang 1-3 mikron. Bergerak karena memiliki flagella peritrika tidak berselubung, tidak berspora dan Gram negatif (-).Salmonella typhosa bersifat aerob dan fakultatif aerob dan dapat tumbuh hampir di semua media dengan pH 7,2 dan suhu 370C (Misnadiarly dan djajaningrat, 2014).
2.2.2 Bakteri Non Patogen
Bakteri non patogen melakukan banyak fungsi yang berguna seperti pembuatan yoghurt, keju, dan susu acidophilus. Bakteri probiotik merupakan mikroorganisme non patogen yang memberikan pengaruh positif terhadap fisiologi dan kesehatan.Bakteri Probiotik utama adalah genus Lactobacillus dan genus Bifidobacterium (Schrezenmeir dan de Vrese, 2001; Fong dan Ferris, 1987).
2.2.2.1 Genus Lactobacillus
Genus Lactobacillus merupakan kelompok bakteri gram positif berbentuk batang, biasanya non motil, tidak membentuk spora, dan anaerob fakultatif.Bakteri ini menghasilkan asam laktat atau campuran asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2
(bergantung pada spesies) melalui fermentasi karbohidrat (Wardah, 2013).
Bakteri Lactobacillus plantarum digunakan dalam fermentasi daging dan sayuran serta dapat memproduksi asam laktat (Wardah, 2013).Lactobacillus plantarum termasuk dalam bakteri heterofermentasi fakultatif.Lactobacillus plantarum memiliki toleransi yang tinggi pada kondisi lingkungan dengan pH rendah.Lactobacillus plantarum sering ditemukan dalam makanan hasil fermentasi yang biasanya memiliki pH dibawah 4,0 dan juga mampu hidup dalam kondisi asam di dalam perut manusia. Lactobacillus plantarum merupakan flora normal dalam saluran cerna manusia, yang terdapat pada hampir sepanjang saluran cerna (Molin, 2010).
2.3 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme menurut Pratiwi (2008), yaitu fase lag, fase log, fase stasioner, dan fase dead.
a. Fase lag
Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan.
b. Fase log
c. Fase stationer
Pada fase ini, pertumbuhan mikroorganisme terhenti dan terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.Kematian sel diimbangi oleh pembentukan sel-sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan. d. Fase dead
Pada fase ini, jumlah sel yang mati meningkat.Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi produk buangan yang toksik.
2.4 Faktor-faktor Pertumbuhan dan Perkembangan Bakteri
Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti zat makanan (nutrisi), temperatur, oksigen dan pH (Pratiwi, 2008).
a. Zat makanan (nutrisi)
Kebanyakan bakteri memerlukan zat-zat anorganik seperti garam-garam yang mengandung natrium (Na), kalium (K), magnesium (Mg), besi (Fe), klor (Cl), sulfur (S), dan fosfor (P), sedang beberapa spesies tertentu masih membutuhkan tambahan mineral seperti mangan (Mn) dan molybdenum (Mo) (Dwijoseputro,1978).
b. Temperatur
1. Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperature maksimal 200C, optimal 0-150C.
2. Bakteri psikrofil fakultatif, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperatur maksimal 300C, optimal 20-300C, serta dapat tumbuh pada 00C.
3. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperatur minimal 450C, optimal 55-600C, optimal 55-650C, maksimal pada temperatur 1000C.
4. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada temperatur minimal 15-200C, maksimal 450C, optimal pada 20-450C (Pratiwi, 2008) c. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, dikenal mikroorganisme yang bersifat aerob dan anaerob. Mikroorganisme aerob memerlukan oksigen untuk bernafas, sedangkan mikroorganisme anaerob tidak memerlukan oksigen, adanya oksigen justru akan menghambat pertumbuhannya (Pratiwi, 2008).
d. pH
2.5 Zat yang Bersifat Antibakteri 2.5.1 Antibiotik
Pada awalnya istilah yang digunakan adalah antibiotis, yang berarti substansi yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Namun pada perkembanganya, antibiotis ini disebut antibiotik dan istilah ini tidak hanya terbatas untuk substansi yang diketahui memiliki kemampuan untuk menghalangi pertumbuhan organisme lain khususnya mikroorganisme. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan menjadi antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) dan antibiotik berspektrum luas (broad spectrum).Antibiotik berspektrum sempit hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja.Sedangkan antibiotik berspekrum luas dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif (Pratiwi, 2008).
Mekanisme aksi antibiotik meliputi dengan cara menghambat sintesis dinding sel, merusak membran plasma, menghambat sintesis protein, menghambat sintesis asam nukleat dan menghambat sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).
2.5.2 Zat Non Antibiotik
hambat pertumbuhan bakteri Salmonella yang cukup kuat dan pada konsentrasi 25% hasil hirolisis minyak kelapa murni telah mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi (Manurung, 2015; Elysa, 2015).
2.6 Kitosan
2.6.1 Uraian Umum
Kitosan adalah suatu polisakarida yang diperoleh dari hasil deasetilasi kitin.Kitosan merupakan turunan kitin yang tidak larut dalam air dan pelarut organik, tetapi larut dengan cepat dalam asam organik encer seperti asam asetat, asam sitrat, dan asam mineral lain (Se-kwon, 2011). Kitosan memiliki sifat relatif lebih reaktif dari kitin dan mudah diproduksi dalam bentuk serbuk, pasta, film, serat (Hafdani, 2011). Kitosan merupakan bahan bioaktif, kitosan sebagai bahan bioaktif dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada ikan teri kering yang diasinkan. (Agustin, 2009; Se-kwon, 2011).
Gambar 2.1 Rumus Struktur kitosan.
dimetil acetamida dan litium klorida (Se-kwon, 2011).Rumus struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Rumus Struktur kitin. 2.6.2 Aktivitas Antibakteri Kitosan
Tabel 2.1. Sifat antimikroba dari kitosan
No. Mikroorganisme Konsentrasi Produk Result Ref.
1. Staphylococcus
a: MBC (Minimum Bactericidal Concentration), b: MIC (Minimum Inhibitory Concentration) (mg/ml), c: diameter zona hambat (mm),
(A): P. Chhabra, et al., 2006, (B): Yadav dan Bishe, 2004, (C): Liu, et al., 2005, (D): Killay, 2013, (E): Mahatmanti, et al., 2010.
2.7 Minyak Kelapa Murni (VCO) 2.7.1 Uraian Umum
Tabel 2.2 Standar mutu minyak kelapa virgin
No Jenis Persyaratan Satuan
1. Keadaan:
3. Bilangan penyabunan 250,07-260,67 mgKOH/g minyak
4. Bilangan iod 4,1-11,0 g iod/100 gram
5. Asam lemal bebas (dihitung
sebagai asam laurat) Maks 0,2 %
7. Cemaran mikroba
7.1 Angka lempeng total Maks 10 Koloni/ml 8. Cemaran Logam :
2.7.2 Manfaat Kandungan Gizi VCO
Minyak kelapa yang dijadikan sebagai obat biasanya disebut minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO).Berbagai penyakit yang berasal dari virus dan belum ditemukan obatnya dapat ditangkal dengan mengonsumsi VCO, seperti flu burung, HIV/AIDS, hepatitis, dan jenis virus lainnya.Bukan itu saja VCO juga dapat mengatasi kegemukan, penyakit kulit, hingga penyakit yang tergolong kronis, misalnya jantung, darah tinggi, dan diabetes (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Dalam VCO terdapat MCFA. MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu merangsang produksi insulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat berjalan normal (Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek, seperti asam kapriat, kaprilat, dan miristat yang terkandung dalam VCO berperan sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa.VCO relatif tahan terhadap panas, cahaya, dan oksigen singel sehingga memiliki daya simpan yang lama (Sutarmi dan Rozaline, 2005).Rumus struktur asam laurat dan monolaurin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Rumus Struktur asam monolaurin dan asam laurat. 2.7.3 Hidrolisis Trigliserida
Hidrolisis minyak atau lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak, atau
Monolaurin
mereaksikan dengan KOH atau NaOH (lebih dikenal dengan proses penyabunan) (Ketaren, 2005). Hidrolisis secara enzimatik juga terjadi di dalam tubuh, yaitu dengan bantuan enzim lipase.Enzim lipase ini terdapat pada mulut, lambung, dan usus halus. Ketiga enzim tersebut akan menghidrolisis trigliserida pada posisi sn-1 dan sn-3. Hidrolisis trigliserida secara enzimatik dengan lipase spesifik pada posisi sn-1 dan sn-3 adalah dengan menghidrolisis trigliserida hanya pada posisi sn-1,3 sehingga akan menghasilkan 2-monogliserida dan asam lemak bebas. Hasil hidrolisis kemudian dipisahkan dengan larutan non polar yang terikat pada asam lemak bebas, ataupun juga dilakukan dengan cara disentrifugasi pada kecepatan dan waktu tertentu (Silalahi, 2002).
2.7.4 Penentuan Bilangan Asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak.Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 2005).
Asam lemak bebas merupakan salah satu standar mutu VCO yang dinyatakan sebagai persen dari asam lemak. Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat) maksimumnya adalah 0,2%. Prinsip kerja penentuan asam lemak bebas adalah pelarutan contoh miyak/lemak dalam pelarut organik tertentu (alkohol 96% netral) dilanjutkan dengan titrasi menggunakan basa NaOH atau KOH (Badan Standarisasi Nasional, 2008).
Rumus Penetuan Bilangan Asam
Bilangan asam= ���� 56,1
Keterangan: A = JumLah mL KOH untuk titrasi N = normalitas larutan KOH G = bobot contoh (gram) BM KOH = 56,1
Rumus Pembakuan KOH (Normalitas KOH) miligrek K.Biftalat = miligrek KOH
mg K. Biftalat
BE = V X N KOH
N KOH =mg K. Biftalat BE X V
Keterangan: BE k.Biftalat = Bobot Ekuivalen = BM = 204,2
V = Volume titrasi KOH N = Normalitas
Normalitas rata-rata :
N
=
N1+N2+N33
Deviasi (%) = (Ni – N ) / N x 100% 2.7.5 Aktivitas Antibakteri VCO
MCFA dimanfaatkan secara alami oleh tubuh kita sendiri yaitu ditemukan dalam air susu ibu untuk melindungi dan memberikan nutrisi kepada bayi (Enig, 1996).
Tabel 2.3. Sifat antimikroba dari asam laurat, monolaurin dan minyak kelapa murni
No. Sampel (Bahan Uji) Konsentrasi
Bakteri Gram Negatif Bakteri Gram positif
Jamur C.
aureus S. epidermidis S. subtilis P.
14. VCO hasil hidrolisis
penyabunan 100% 0
a: Zona hambat (mm), b: MIC (Minimum Inhibitori Concentration) (mg/ml), c: cfu
2.8 Uji Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap agen antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan metode difusi.
a. Metode dilusi
Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media yang telah ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18 – 24 jam.Media yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008). b. Metode difusi agar
Metode yang paling sering digunakan yaitu metode difusi agar, lazimnya dikenal dengan sebutan test Kirby & Bauer. Disc yang diresapi agen antimiroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami oleh mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih menandakan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agan antimikroba pada perumbuhan media agar (Pratiwi, 2008).
2.9 Kombinasi Zat yang Bersifat Antibakteri
antibakteri (antibiotik) dimungkinkan dengan tujuan untuk menghadapi campuran infeksi bakteri.Dengan kombinasi diharapkan mendapatkan hasil yang sinergisme.Sehingga perlu dicari terapi alternatif yang lebih aman dengan melakukan kombinasi zat yang bersifat antibakteri dan diharapkan memberikan efek yang sinergis.Sinergisme adalah kerja sama antara dua obat dan dikenal dengan dua jenis:
a. Adisi (penambahan). Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing-masing obat.
b. Potensiasi (peningkatan potensi). Kedua obat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang melebihi jumlah matematis dari a + b.
Untuk melihat sifat sinergisme antibakteri dapat dilakukan dengan perhitungan sebagai berikut:
��������������������������+��������������������������
�
= ��
Jika hasil penjumlahan kedua diameter zona hambat obat A dan obat B melebihi dari jumlah diameter zona hambat secara tunggal maka dapat dipastikan bahwa kombinasi obat A dan B bersifat sinergisme potensiasi (Chin, 2000; Mulyantono dan Isman, 2008; Tan dan Rahardja, 2007).
atau tunggal. Kombinasi dikatakan bersifat sinergisme jika menunjukkan peningkatan atau membentuk seperti jembatan pada atau dekat persimpangan dari dua zona hambat, atau hambatan dari pertumbuhan yang merupakan efek kombinasi dari kedua agen antimikroba (Schwalbe, et al., 2007).Kombinasi yang bersifat sinergisme dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Gambaran efek kombinasi agen antimikroba secara DDT Keterangan: A= Kombinasi bersifat aditif
B= Kombinasi bersifat sinergis C= Kombinasi bersifat antagonis
D= Kombinasi bersifat sinergis (Sumber: Schwalbe, et al., 2007).
A B