• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Keluarga Petani Dalam Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Keluarga Petani Dalam Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berdasarkan Karakteristik keluarga di Kelurahan Baru Ladang Bambu Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2015"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Household Dietary Diversity (keragaman konsumsi pangan rumah tangga) merupakan jumlah jenis makanan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode

tertentu yang ditetapkan. Keragaman konsumsi pangan adalah indikator yang baik

untuk alasan sebagai berikut (Swindale & Bilinsky 2006):

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan peningkatan

hasil pada berat kelahiran, status anthropometrik anak, dan peningkatan

konsentrasi hemoglobin.

- Konsumsi pangan yang lebih beragam berkaitan erat dengan faktor seperti:

kecukupan energi dan protein, persentase protein hewani (protein kualitas

tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Bahkan pada rumah tangga yang

sangat miskin, peningkatan pengeluaran untuk makanan yang dihasilkan

dari penghasilan tambahan berhubungan dengan peningkatan kualitas dan

kuantitas konsumsi pangan.

Menurut FAO (2007) keragaman konsumsi pangan adalah jumlah pangan

atau kelompok pangan yang berbeda yang dikonsumsi selama periode tertentu

yang ditetapkan yaitu dapat bertindak sebagai indikator alternatif dari keamanan

makanan pada berbagai keadaan, termasuk negara dengan pendapatan sedang atau

menengah, daerah pedesaan dan urban, serta untuk berbagai musim.

Penganekaragaman konsumsi pangan adalah proses pemilihan pangan

(2)

terhadap bermacam-macam bahan pangan. Penganekaragaman konsumsi pangan

merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi

pangan yang beragam dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi

kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif (Baliwati, dkk,

2010).

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan

konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi

sumber daya lokal (UU RI No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan).

Sedangkan pada sisi lain, kesadaran akan pentingnya konsumsi pangan

beranekaragam menyebabkan ketergantungan terhadap satu jenis pangan dapat

dicegah sehingga akan memantapkan ketahanan pangan rumah tangga (Khomsan,

2012). Semakin banyak jenis pangan yang dikonsumsi, semakin kuat ketahanan

pangan (Khaeron, 2012).

Penganekaragaman pangan atau diversifikasi pangan terbagi menjadi 3

(tiga) golongan yaitu (Cahyani, 2008) :

1. Diversifikasi horizontal merupakan upaya penganekaragaman produk yang

dihasilkan (dari sisi penawaran) dan produk yang dikonsumsi (dari sisi

permintaan) pada tingkat individu, rumah tangga maupun perusahaan.

Secara prinsip diversifikasi horizontal adalah pengekaragaman antar

komoditas.

2. Diversifikasi vertikal merupakan upaya pengembangan produk pangan

pokok menjadi produk baru untuk keverluan pada tingkat konsumsi.

(3)

produk setelah panen didalamnya termasuk kegiatan pengolahan hasil dan

limbah pertanian. Diversifikasi vertikal ini dimaksudkan untuk

meningkatkan nilai tambah dari komoditas pangan agar lebih berdaya guna

bagi kebutuhan manusia.

3. Diversifikasi regional merupakan diversifikasi antara wilayah dan sosial

budaya. Yaitu upaya penganekaragaman pangan yang dikonsumsi

berdasarkan potensi pangan lokal.

2.2 Upaya Pencapaian Percepatan Penganekaragaman Konsumsi

Pangan

Upaya pencapaian percepatan penganekaragaman konsumsi pangan

diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Tahap I (2008-2011)

a. Kampanye, sosialisasi, advokasi dan promosi percepatan

penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal baik

untuk aparat pemerintah dan pemerintah daerah, individu, kelompok

masyarakat maupun industri.

b. Pendidikan penganekaragaman konsumsi pangan secara sistematis melalui

pendidikan formal dan non formal kepada anak usia dini.

c. Penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil, ibu

menyusui, dan wanita usia subur tentang manfaat mengkonsumsi pangan

(4)

d. Pembinaan kepada pengusaha kecil bidang pangan guna meningkatkan

kesadaran untuk memproduksi, menyediakan dan memperdagangkan

keanekaragam pangan yang aman.

e. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap

saji yang berbasis sumberdaya lokal, fasilitasi akses permodalan serta

fasilitasi produksi dan pemasaran.

f. Pengembangan dan diseminasi serta aplikasi paket teknologi terapan

terhadap aneka pengolahan pangan.

g. Pemanfaatan pekarangan dan potensi pangan di sekitar rumah

tangga/tempat tinggal.

h. Pemberian penghargaan kepada kelompok masyarakat yang dinilai telah

berperan sebagai pelopor dalam menjalankan dan memajukan upaya

percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbahan baku lokal.

i. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap I.

2. Tahap II (2012 – 2015)

Untuk kurun waktu tahun 2012 – 2015, upaya-upaya percepatan

penganekaragaman konsumsi pangan adalah melanjutkan kegiatan Tahap I

dengan penambahan kegiatan dan penekanan pada pembinaan pengembangan

bisnis dan industri pangan, sebagai berikut :

a. Fasilitasi pengembangan bisnis pangan baik segar, olahan maupun siap

saji berbasis sumberdaya lokal dalam hal dukungan infrastruktur

(5)

b. Penerapan standar mutu dan keamanan pangan pada Usaha Mikro Kecil

dan Menengah (UMKM) pangan berbasis sumberdaya lokal.

c. Pemberian penghargaan kepada UMKM pangan lokal.

d. Evaluasi pencapaian penganekaragaman konsumsi pangan Tahap II.

2.3 Faktor–faktor yang Mempengaruhi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kepemilikan lahan

Kepemilikan lahan sangat berpengaruh terhadap penghasilan petani karena

umumnya petani dengan lahan milik sendiri mempunyai pendapatan yang

lebih baik daripada petani dengan lahan sewa/ milik orang lain. Pengaruh

ini secara langsung/ tidak langsung akan berdampak terhadap pola

pemenuhan gizi keluarga. Pola penguasaan lahan dalam suatu masyarakat

merupakan penentu penting dalam pola pertanaman dan kemampuan untuk

mengusahakan tanaman yang dapat memberikan keuntungan besar pda

tingkat setempat. Petani yang memiliki lahan sendiri dapat lebih leluasa

dalam menentukan apa yang mereka tanam dan kapan serta bagaimana

menjual hasilnya. Penyewa atau buruh tani haknya terbatas untuk

menentukan apa yang ditanam dan bagaimana sebaiknya melakukan

(6)

2. Pendidikan

Perilaku penganeakaragaman konsumsi pangan seseorang atau keluarga

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau pengetahuan tentang pangan itu

sendiri, dalam satu keluarga biasanya ibu yang bertanggung jawab

terhadap makanan keluarga. Karena pengetahuan gizi bertujuan untuk

mengubah perilaku konsumsi masyarakat kearah penganeakaragaman

konsumsi pangan yang sehat dan bergizi (Ampera, dkk, 2005).

Tingkat pendidikan seseorang dapat dilihat berdasarkan lamanya atau jenis

pendidikan yang dialami baik formal maupun informal. Menurut Suhardjo

(1986), tingkat pendidikan seseorang umumnya dapat mempengaruhi sikap

dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Syarief

(1988) diacu dalam Hardinsyah (2007) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan seseorang untuk

memahami berbagai aspek pengetahuan, termasuk pengetahuan gizi.

3. Pendapatan

Kenaikan tingkat pendapatan perorang, akan menyebabkan perubahan

dalam susunan pangan yang dikonsumsi. Akan tetapi, pengeluaran untuk

pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi

pangan. Kadang-kadang, perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan

makanan adalah pangan yang dimakan itu lebih mahal (Suhardjo,dkk,

(7)

Terdapat kecenderungan dengan semakin tingginya pendapatan terjadi

perubahan dalam pola konsumsi pangan, yaitu pangan yang dikonsumsi

akan lebih beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak

menyebabkan jenis pangan yang dikonsumsi menjadi beragam, tetapi

justru yang sering terjadi adalah pangan yang dibeli harganya lebih mahal

(PSKPG, 2002).

Tingkat pendapatan juga menentukan pola konsumsi pangan atau jenis

pangan yang akan dibeli. Orang miskin biasanya akan membelanjakan

sebagian pendapatan tambahannya untuk pangan, sedangkan pada orang

kaya porsi pendapatan untuk pembelian pangan lebih rendah. Porsi

pendapatan yang dibeli untuk jenis pangan padi-padian akan menurun

tetapi untuk pangan yang berasal dari susu akan bertambah jika

pendapatan keluarga meningkat. Semakin tinggi pendapatan, semakin

besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk

buah-buahan, sayur, dan jenis pangan lainnya (Berg, 1986).

4. Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi jumlah dan pembagian

ragam pangan yang dikonsumsi dalam keluarga. Semakin banyak anggota

keluarga,maka makanan untuk setiap orang akan berkurang terutama pada

keluarga dengan ekonomi lemah (Suhardjo, dkk,1986).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fransiska (2013) tentang analisis

(8)

bahwa jumlah anggota rumah tangga berpengaruh nyata dan positif

terhadap konsumsi pangan rumah tangga.

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bangun

(2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata

dengan tingkat konsumsi beras dimana semakin banyak anggota keluarga

semakin banyak beras yang dikonsumsi.

2.4 Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan implementasi dari Rencana

Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian. Salah satu dari

Empat Sukses tersebut adalah Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan

salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik

Indonesia pada tahun 2009- 2014. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini

merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber

Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor

43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman

Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi

acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat

melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah

(9)

tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan

Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota) (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

2.5 Tujuan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Secara umum tujuan program P2KP adalah untuk memfasilitasi dan

mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang

diindikasikan dengan meningkatnya skor PPH (Badan Ketahanan Pangan, 2014).

Adapun tujuan khusus program P2KP adalah untuk (Badan Ketahanan Pangan,

2014):

a. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam

mewujudkan pola konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan

Aman (B2SA) serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan

pokok beras;

b. Meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber

pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan

sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk

konsumsi keluarga; dan

c. Mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro

Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat selain beras dan terigu

yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.

2.6 Pedoman Umum Gizi Seimbang

Menurut Arnawa, dkk, (2013), negara kita yang telah memasuki era

globalisasi, ternyata masih menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi

(10)

itu diperlukan suatu acuan edukasi atau pendidikan tentang perilaku gizi yang baik

dan benar, yakni Pedoman Umum Gizi Seimbang.

Pedoman Umum Gizi Seimbang terdiri dari 13 pesan dasar gizi seimbang yaitu :

1. Makanlah aneka ragam makanan

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung

unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya.

2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,

agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari. Kebutuhan energi

dipenuhi dengan mengkonsumsi makana sumber karbohidrat, protein dan

lemak.

3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi

Makanan sumber karbohidrat terdiri dari 2 yakni karbohidrat kompleks

dan karbohidrat sederhana. Untuk sumber karbohidrat jumlah yang

diperlukan untuk tubuh kita adalah 50-60% dari kebutuhan energi kita.

4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan

energi

Bagi kebanyakan penduduk pedesaan konsumsi lemak atau minyak sangat

rendah sehingga masih perlu ditingkatkan, sedangkan konsumsi lemak

pada penduduk perkotaan sudah harus diwaspadai karena cenderung

(11)

yang mengadung sumber lemak nabati dan 1 bagian lagi sumber lemak

hewani.

5. Gunakan garam beryodium

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan kalium lodat

sebanyak 30-80 ppm. Gangguan kekurangan yodium dapat menyebabkan

penyakit gondok dan juga kerdil.

6. Makanlah makanan sumber zat besi

Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel

darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan

zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat

menimbulkan penyakit anemia yang dikenal kurang darah. Kesulitan

utama untuk memenuhi kebutuhan Fe adalah rendahnya tingkat

penyerapan zat besi didalam tubuh, terutama zat besi nabati hanya diserap

1-2%. Sedangkan tingkat penyerapan zat besi makanan hewani dapat

mencapai 10-20%.

7. Pemberian ASI eksklusif 0-6 bulan dan tambahkan MP-ASI sesudahnya

Manfaat ASI begitu besar baik itu manfaat pemberian ASI bagi ibu

maupun pemberian ASI bagi bayi itu sendiri. Pada umur 6-12 bulan, ASI

masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari

60% kebutuhan bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu

ditambah dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).

(12)

Makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi kesehatan setiap orang.

Adanya citra makan pagi sebagai suatu kegiatan yang dirasakan

menjengkelkan perlu diubah menjadi salah satu kebiasaan yang disukai.

Kebiasaan makan pagi dapat membantu seseorang memenuhi kebutuhan

gizinya sehari-hari. Jenis hidangan untuk makanan pagi dapat dipilih dan

disusun sesuai dengan keadaan, lebih baik lagi jika terdiri dari makanan

sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur.

9. Minumlah air yang bersih, aman dan cukup jumlahnya

Air minum harus bersih dan aman, aman berarti bersih dan bebas kuman.

Untuk mendapatkannya, air minum harus didihkan terlebih dahulu. Air

berfungsi untuk melancarkan transportasi zat gizi dalam tubuh, mengatur

suhu tubuh dan melancarkan dalam proses buang air besar dan kecil.

Untuk memenuhi fungsi tersebut cairan yang dikonsumsi

sekurang-kurangnya 2 liter atau setara 8 gelas perhari.

10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur

Aktivitas fisik dan olah raga sangat bermanfaat bagi kesehatan karena

dapat mengendalikan berat badan, mengurangi kolesterol dan lain

sebagainya.

11. Hindari minuman beralkohol

Minuman beralkohol meningkatkan resiko penyakit yang dapat merusak

(13)

12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan

Makanan yang dikonsumsi harus cukup gizi dan aman bagi kesehatan atau

terbebas dari pengawet, penyedap rasa dan lain sebagainya.

13. Bacalah label pada makanan yang dikemas

Makanan kemasan yang baik mencantumkan label nutrisi yang berisi

bahan-bahan dan kandungan nutrisi. Makanan yang baik juga menetapkan

batas kadaluarsa pada kemasan. Memperhatikan label nutrisi pada

kemasan membantu konsumen secara seksama memilih makanan yang

sehat dan aman.

2.7 Piramida Makanan

1. Pada baris pertama terdiri dari air putih dimana kita mengetahui tentang

kebutuhan air minum kita sehari, yakni +8 gelas.

2. Pada baris kedua, itu merupakan 'Sumber Karbohidrat' yang biasanya juga

disebut sebagai makanan pokok. Dari gambar piramida diatas itu, selain

kita bisa mengetahui kalau kebutuhannya paling besar diantara makanan

yang lain, kita juga bisa melihat makanan pokok itu tidak selalu nasi. Bisa

diganti dengan roti, sereal, biskuit, bahkan pasta.

3. Pada tingkat ketiga, kebutuhan terbesar kedua adalah sayuran dan

buah-buahan. Kedua bahan makanan ini sangat penting sebagai sumber vitamin

dan mineral, juga serat. Karena keduanya berada dalam satu baris,

memang lebih baik keduanya memiliki porsi yang lebih besar. Lebih baik

mengkonsumsi keduanya secara bersamaan, karena semakin

(14)

dapatkan. Karena pada kenyataannya, tidak ada satu jenis makanan yang

mengandung semua zat gizi secara sempurna kecuali ASI.

4. Tingkat keempat terdiri dari makanan yang mengandung protein, yakni

protein hewani seperti daging, ayam dan telur. Protein nabati seperti

kacang kedelai, kacang hijau, dan olahannya dan dairy product seperti

susu, keju dan yoghurt.

5. Tingkat kelima, posisi puncak yang menandakan kebutuhan yang sangat

sedikit atau bahkan lebih baik dihindari, yang dihuni oleh minyak, garam,

gula , suplemen dan vitamin tambahan. Beberapa jenis makanan disini,

biasanya memang tidak berdiri sendiri, melainkan bercampur dengan

bahan makanan lainnya (Arnawa, dkk, 2013).

2.8 Pola Pangan Harapan (PPH)

Untuk menilai keberhasilan upaya percepatan penganekaragaman pola

konsumsi pangan diperlukan suatu parameter. Parameter yang digunakan adalah

Pola Pangan Harapan. Pola Pangan Harapan adalah susunan beragam pangan atau

kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut

maupun relatif terhadap total energi baik dalam hal ketersediaan maupun

konsumsi pangan. Sehingga mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan

penduduk sekaligus mempertimbangkan keseimbangan gizi yang didukung

dengan citarasa, daya cerna, daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan

daya beli masyarakat (Baliwati, dkk, 2010).

PPH mencerminkan susunan konsumsi pangan anjuran untuk hidup sehat,

(15)

berdasarkan skor pangan dari 9 bahan pangan. Ketersediaan pangan sepanjang

waktu, dalam jumlah yang cukup dan hanya terjangkau sangat menentukan tingkat

konsumsi pangan di tingkat rumah tangga (Depkes RI, 2014).

Tiap Negara mempunyai potensi dan sosial budaya yang berbeda-beda.

Bagi Indonesia menurut hasil Workshop on Food and Agriculture Planning for

Nutritional Adequacy di Jakarta tanggal 11-13 Oktober 1989 direkomendasikan sebagai berikut: Kelompok padi-padian sekitar 50%, makanan berpati sekitar 5%,

pangan hewani sekitar 15-20%, minyak dan lemak lebih dari 10%,

kacang-kacangan sekitar 5% , gula 6-7%, buah dan sayur 5% (FAO-MOA, 1989).

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VII tahun 2004,

susunan PPH Nasional yang telah disepakati terdapat pada table 2.1 dengan target

pencapaian energi sebesar 2000 Kkal/kapita/hari.

Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional

No Kelompok

Sumber: Pusat Penganekaragaman Konsumsi Dan Keamanan Pangan, 2013 Dalam konsep PPH, setiap kelompok pangan dalam bentuk energi

(16)

masing-masing kelompok terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia. Sebagai

contoh, pembobot pada kelompok padi-padian, umbi-umbian dan gula hanya 0,5

karena pangan tersebut hanya sebagai sumber energi untuk pertumbuhan manusia.

Sebaliknya pangan hewani dan kacang-kacangan sebagai sumber protein yang

berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai

pembobot 2 dan sayur/buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serat, dan

lain-lain mempunyai pembobot 5. Dengan mengkalikan proporsi energi dengan

masing-masing pembobotnya, maka dalam konsep PPH akan diperoleh skor

sebesar 100. Dalam arti penganekaragaman konsumsi pangan sesuai konsep PPH

harus mempunyai skor 100 (Ariani, 2005).

Penilaian untuk keberhasilan penganekaragaman konsumsi pangan

berdasarkan skor mutu PPH yang dicapai dibagi dalam 3 (tiga) kategori sebagai

berikut (Suhardjo dalam Sembiring (2002)) :

a. Segitiga perunggu

Skor mutu pangan kurang dari 78, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian masih tinggi diatas norma PPH

- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih

rendah dibawah norma PPH

- Energi dari minyak dan gula relatif sudah memenuhi norma PPH

b. Segitiga Perak

Skor mutu pangan 78-87, dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian dan umbi-umbian makin menurun, namun masih

(17)

- Energi dari pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan masih

rendah masing- masing antara 8-12 % dan 4-5%

- Energi dari minyak, kacang-kacangan dan gula relatif sudah memenuhi

norma PPH

c. Segitiga Emas

Skor mutu pangan 88 keatas dengan ciri-ciri antara lain :

- Energi dari padi-padian sedikit diatas norma PPH atau relatif sama

- Energi dari pangan hewani diatas 12 % atau relatif sama dengan norma

PPH

- Energi dari kelompok pangan lain sudah relatif memenuhi norma PPH

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rosida tentang pola konsumsi

pangan keluarga dan pola pangan harapan (PPH) di Desa Kampong Jeumpa

Kecamatan Glumpang Tiga Kabupaten Pidie ditemukan bahwa rata-rata konsumsi

energi penduduk Desa Kampong Jeumpa sebesar 2045 kalori lebih tinggi dari

kecukupan energi yaitu 2000 kalori. Komposisi pangan yang dikonsumsi belum

berimbang antar kelompok pangan dan gizi, dimana konsumsi padi-padian dan

pangan hewani cukup tinggi sebesar 67,2% dan 15,5%. Sedangkan kelompok

pangan lain sangat rendah dibanding PPH Nasional yang telah ditetapkan.

Sehingga komposisi pangan yang tidak seimbang tersebut menyebabkan skor

mutu PPH menjadi rendah yaitu 68,2. Hal ini mengindikasikan bahwa sekalipun

(18)

2.9 Perilaku

Menurut Blum (1974) dalam Soekidjo (2003) mengemukakan bahwa

perilaku merupakan faktor yang dominan mempengaruhi kesehatan setelah

lingkungan, dimana perilaku selalu berperan dalam lingkungan, baik lingkungan

fisik, sosial, juga sosial budaya dan kemudian baru ditunjang oleh tersedianya

fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh masyarakat, dan terakhir adalah faktor

keturunan, dimana faktor ini erat kaitannya dengan gen yang diturunkan terhadap

individu.

Perilaku menurut Notoatmodjo (2003), adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar. Perilaku diartikan sebagai suatu reaksi organisme

terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada

sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut

rangsangan dan rangsangan tersebut dapat menimbulkan suatu perubahan perilaku

(Ensiklopedi Amerika, Notoadmodjo, 2003).

Blum (1908) membedakan menjadi tiga bentuk perilaku yaitu kognitif,

afektif, dan psikomotor. Ahli lain menyebut pengetahuan (knowledge), sikap

(attitude), dan tindakan (practice). Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan.

Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar.

Oleh karena peilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

(19)

disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan

respons ini dalam dua bentuk yaitu

1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.

2. Operant respon atau Instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau rein-forcer, karena

memperkuat respon.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua antara lain :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau

tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada

perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap orang yang terjadi pada

orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau

terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan

atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang

(20)

2.9.1 Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar

menjawab pertanyaan “What”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan

sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab apa sesuatu itu (Notoatmodjo,

2005).

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour)

(Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan, yakni :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

(21)

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi lainnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.9.2 Sikap (attitude)

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007).

Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakkan bahwa sikap

itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

(22)

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan, yakni :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sampai tingkat tinggi.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan

segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.9.3 Tindakan atau Praktik (Practice)

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan praktik mempunyai beberapa tingkatan, yakni :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

(23)

2. Respons terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh.

3. Mekanisme (mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan secara otomatis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.9.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Kesehatan Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku

ditentukan 3 faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi (Predisforsing Factors)

Faktor yang dapat memudahkan atau memprodisposisi terjadinya perilaku

pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang

atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,

sarana dan prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku

(24)

3. Faktor Penguat (Reinforsing Factors)

Tokoh masyarakat merupakan faktor penguat bagi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat, peraturan perundang-undangan, Surat Keputusan

dari para pejabat pemerintah daerah atau pusat juga termasuk faktor penguat

perilaku.

2.10 Perilaku Keluarga Petani

Perilaku adalah segala bentuk tanggapan dari individu terhadap

lingkungannya dan merupakan suatu perwujudan dari adanya kebutuhan. Untuk

mewujudkan sikap dalam pemberian makanan bergizi menjadi suatu perbuatan

nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu yang memungkinkan antara lain

adalah fasilitas. Tingkatan praktik adalah mulai dari persepsi, respon terpimpin,

mekanisme dan adaptasi.

Dimana dalam perilaku pemberian makanan bergizi ini dapat terlihat dari

keluarga petani bisa memilih makanan yang bergizi bagi keluarganya, serta

keluarga petani dapat pula memilih bahan makanan yang bergizi tinggi

berdasarkan bahan yang murah dan sederhana (Notoatmodjo, 2005).

2.10.1 Pengetahuan Keluarga Petani

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan merupakan hasil

tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

(25)

Selanjutnya perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih

permanen dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan.

Menurut Cahyani (2008) pengetahuan tentang penganekaragaman konsumsi

pangan, sebaiknya petani mendapat bimbingan dan pengawasan dari orang yang

lebih mengerti tentang masalah tersebut. Sehingga petani semakin tahu dan

mengerti tentang penganekaragaman konsumsi pangan dan dapat

melaksanakannya dengan baik. Pengetahuan keluarga petani tentang

penganekaragaman konsumsi pangan yang baik akan mendukung konsumsi

makanan yang baik juga sehingga dapat mengoptimalkan derajat kesehatan.

Pengetahuan penganekaragaman konsumsi pangan merupakan proses

untuk merubah perilaku masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sehat

jasmani dan rohani. Pengetahuan keluarga petani ada kaitannya dengan

pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan

akan kesehatan keluarganya (Soekirman, 2000).

2.10.2 Sikap Keluarga Petani

Newcomb dalam Notoatmodjo (2005), sikap merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan suatu keadaan mental dan

saraf dari kesiapan, yang diatur melalui respon individu pada semua obyek dan

(26)

Dalam penentuan sikap, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah

kepribadian, intelegensia, minat dan motivasi individu tersebut (faktor intrinsik).

Sedang faktor ekstrinsik adalah faktor lingkungan, pendidikan, idiologi, ekonomi,

politik serta pertahanan dan keamanan (Hankam). Sikap dapat dipelajari dan

dibentuk sehingga sikap akan mencerminkan kepribadian dan karakter seseorang.

Kebutuhan sikap yang cenderung dinamis tentu dibarengi dengan perubahan sikap

melalui beberapa tahapan yaitu perhatian, mengerti, menerima dan keyakinan

(proses rasional). Sikap keluarga petani terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan

dan perhatian keluarga petani terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. Merespon

dengan memberikan jawaban ketika ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan. Kemudian mengajak tetangga untuk pergi menimbangkan

anaknya ke posyandu adalah menunjukkan keluarga petani mempunyai sikap

positif terhadap gizi keluarganya. Sehingga diharapkan kepada keluarga petani

dapat meningkatan atau mempertahankan gizi dengan baik yang meliputi :

1. Keluarga petani dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi

keluarganya.

2. Ibu dapat memasak dan memilih makanan yang bergizi tinggi berdasarkan

beragam bagi keluarga nya.

3. Timbulnya kebiasaan makan yang baik.

(27)

2.11 Keluarga Petani

Keluarga merupakan dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan di hidupnya

dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan sesuai perannya

masing-masing, menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan (unit terkecil dari

masyarakat yang saling ketergantungan) (Salvicion dan Celis, 1998).

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian

utamanya dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk

menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain),

dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan

sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain (Khaeron, 2012).

Keluarga petani merupakan kumpulan yang terdiri dari ayah, ibu dan anak

yang mata pencariannya bercocok tanam baik di sawah atau di ladang untuk

menyambung hidup (Khairuddin, 2000)

2.12 Kerangka Konsep

Gambar 2.1 Kerangka konsep

Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa karakteristik keluarga

(28)

anggota keluarga akan dapat mempengaruhi tindakan penganekaragaman

konsumsi pangan keluarga petani. Serta pengetahuan dan sikap dapat

Gambar

Tabel 2.1. Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang Nasional Pola Pangan Harapan Nasional
Gambar 2.1 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui metode konstruksi dinding mana yang lebih efisien dari segi biaya dan waktu, antara menggunakan dinding bata merah atau dinding

Pada data primer yang saya dapat dan saya teliti dengan mengambil sampel pada kuku pada anak usia 1-5 tahun telah di temukan telur cacing Ascaris lumbricoides

[r]

Musik indie merupakan salah satu jenis musik yang berpengaruh di perkembangan musik Indonesia, di mana musik indie tidak terikat kontrak dengan para pemilik

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran IPA menggunakan model inkuiri terbimbing yang layak (valid. Praktis, dan efektif) berbasis literasi sains

Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, yang selanjutnya disebut PPK-BLUD, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan

Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik

Dari data-data yang diperoleh oleh penulis berdasarkan analisis Balanced Scorecard dapat diketahui bahwa kinerja perusahaan berada dalam kondisi yang cukup baik. Hal ini dapat