• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Sekam Padi Terhadap Stabilitas Tanah Lempung Ditinjau dari Nilai CBR dan Penggunaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

2.1.1 Tanah

Tanah dapat didefenisikan sebagai akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. (Craig, 1989)

Tanah sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut (Das, 1995).

(2)

udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated).

Tanah terdiri dari 3 (tiga) fase elemen yaitu: butiran padat (solid), air dan udara. Ketiga fase elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.1 .Dalam tanah yang jenuh juga terdapat dua bagian, yaitu bagian padat atau butiran dan air pori. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah

Dalam hal ini:

V = Isi (Volume) (cm3)

Va = Isi udara (Volume of air) (cm3)

Vw = Isi air (Volume of water) (cm3)

(3)

Vs = Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)

W = Berat (Weight) (gr)

Wa = Berat udara (Weight of air) (gr)

Ww = Berat air (Weight of water) (gr)

Ws = Berat butir-butir padat (Weight of solid) (gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:

V = Vs + Vv = Vs + Vw + Va (2.1)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh tanah (W) dapat dinyatakan dengan:

W = Ws + Ww (2.2)

2.1.2 Sifat-Sifat Fisik Tanah

2.1.2.1 Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

W(%) = Ww

Ws

x 100 (2.3)

Dimana:

(4)

Ww = Berat air (gr)

Ws = Berat butiran (gr)

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori (e) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs), biasanya dinyatakan dalam desimal.

e = Vv

Vs (2.4)

Dimana:

e = angka pori

Vv = volume rongga (cm3)

Vs = volume butiran (cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)

Porositas (n) merupakan perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V). Nilai n dapat dinyatakan dalam persen atau desimal.

n = Vv

V (2.5)

Dimana:

n = porositas

(5)

V = volume total (cm3)

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)

Berat volume lembab atau basah (γb) merupakan perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara(W) dengan volume tanah (V).

γb =

Bila ruang udara terisi oleh air seluruhnya (Va = 0), maka tanah menjadi jenuh.

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (γd) merupakan perbandingan antara berat butiran

(6)

Ws = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (γs) merupakan perbandingan antara berat

butiran tanah (Ws) dengan volume butiran tanah padat (Vs).

γs =

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada temperature 4º.Nilai suatu berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).

(7)

γw = berat volume air (gr/cm3)

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan

Derajat kejenuhan (S) merupakan perbandingan volume air (Vw) dengan volume total rongga pori tanah (Vv), biasanya dinyatakan dalam persen.

S(%) = Vw

Vv x100 (2.10)

Macam Tanah Berat Jenis

Kerikil 2,65 – 2,68

Pasir 2,65 – 2,68

Lanau tak organic 2,62 – 2,68

Lempung organic 2, 58 – 2,65

Lempung tak organic 2,68 – 2,75

Humus 1,37

(8)

Dimana:

S = derajat kejenuhan

Vw = volume air (cm3)

Vv = volume total rongga pori tanah (cm3)

Bila tanah dalam keadaan jenuh air, maka S=1. Derajat kejenuhan dan kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 – 0,25

Tanah lembab 0,26 – 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 – 0,75

Tanah basah 0,76 – 0,99

(9)

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Batas-batas Atterberg digunakan untukmengklasifikasikan jenis

tanahuntuk mengetahuiengineering konstan tanpa adanya retak ataupunremuk.

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis.Sifat plastis tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage limit).

(10)

Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg

1. Batas cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya, tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis. Batascairditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk dapat dilihat pada gambar 2.3 sedemikian rupa yang telah

berisisampeltanah yang telah dibelah olehgroovingtooldandilakukandenganpemukulansampeldenganjumlahdua sampel

dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan

agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan

nilaikadarairpada25kalipukulan.Batascairmemilikibatasnilaiantara0–

(11)

ketinggian 10 mm. Batas cair ditetapkan sebagai kadar air apabila alur bertaut

selebar 12,7 mm (1

2��) pada 25 pukulan. Alat uji batas cair dapat dilihat pada

Gambar 2.3 di bawah ini.

Alat pengujian untuk batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

(12)

2. Batas Plastis (Plastic Limit)

Batasplastis(plasticlimit)merupakankadarairtanah padakedudukanantara daerahplastisdansemipadat,yaitupersentasekadarairdi

manatanahdengandiametersilinder3,2 mmmulaimengalamiretak-retakketika digulung.Tanah dianggap dalam keadaan plastis apabila dapat dibentuk atau diolah menjadi bentuk baru tanpa retak-retak.Kadar air terendah dimana tanah dianggap dalam keadaan plastis disebut batas plastis (PL) dari tanah itu.Batas plastis ditentukan dengan menggulung segumpal tanah menjadi sebuah batangan.

Apabila batangan tersebut mulai retak-retak pada diameter 3,18 mm (1

8��), kadar

airnya adalah batas plastis (ASTM D-424). 3. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) merupakan kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam berikut:

SL = �(m1−m2)

m2 −

(v1−v2)γw

m2 �x 100 % (2.11)

(13)

m1 = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

m2 = berat tanah kering oven (gr)

v1 = volume tanah basah dalam cawan (cm3)

v2 = volume tanah kering oven (cm3)

γw = berat jenis air (gr/cm3)

4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat plastis. Indeks Plastisitas(plasticityindex) adalahselisih batas cairdan batas plastis.Adapunrumusandalammenghitung besarannilaiindeksplastisitasadalah sesuai dengan Persamaan2.12 , sepertiyangditunjukkan pada rumusan dibawah.

IP=LL -PL (2.12)

Dimana:

PI = indeks plastisitas

LL = batas cair

PL = batas plastis

(14)

kadar air daerah plastisyang besar disebuttanahgemuk.

Klasifikasi jenis tanah berdasarkan indeks plastisitasnya dilihat pada Tabel 2.3:

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

5. Indeks Kecairan (Liquid Indeks)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Berikut persamaannya:

PI Tingkat Plastisitas Jenis Tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Kohesif

(15)

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

6. Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama 7.

8.

Gambar 2.4 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL (Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN= LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan 1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL>WN >PL. Nilai Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN>LL akan mempunyai LI> 1.

2.1.4Gradasi Ukuran Butiran

Sifat-sifat jenis tanah tertentu banyak tergantung pada ukurannya. Besarnya butiran juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama pada macam tanah.

Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial Size Distribution Cueve). Suatu tanah yang mempunyai kurva distribusi ukuran

(16)

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa saringan (Sieve Analysis).

Gambar 2.5 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)

Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.

Karakteristik pengelompokkan tanah :

(17)

• Cu (uniformity coefficient) adalah koefiseien keseragaman dimana menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform) tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam. Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :

Cu =D60

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

• Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi -Tanah bergradasi sgt baik bila Cu >15 .

- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan

-Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.15 berikut :

Cc = D230

(18)

2.1.5 Sistem Klasifikasi Tanah

2.1.5.1 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur / Ukuran Butir Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu.Seperti diketahui bahwa di alam ini tanah terdiri dari susunan butir-butir antara lain: pasir, lumpur, dan lempung yang persentasenya berlainan. Klasifikasi tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat (U.S. Departement of Agriculture) dan deskripsi batas-batas susunan butir tanah di bawah sistem U.S.D.A. Kemudian dikembangkan lebih lanjut dan digunakan untuk pekerjaan jalan raya yang lebih dikenal dengan klasifikasi tanah berdasarkan persentase susunan butir tanah oleh U.S. Public Roads Administration.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir 2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

(19)

Gambar 2.6 Diagram Klasifikasi Tekstur

2.1.5.2 Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)

(20)

Ada dua golongan besar tanah-tanah yang berbutir kasar, < 50% melalui ayakan No.200 dan tanah-tanah berbutir halus > 50% melalui ayakan No.200.Sistem ini pada awalnya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang, diuraikan oleh Casagrande (1948). Ia telah dipakai sejak tahun 1942 , tetapi diubah sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya. Simbol-simbol yang digunakan untuk mengklasifikasikan tanah dengan sistem unified ini adalah sebagai berikut:

Huruf pertama: Huruf kedua:

G = kerikil (Gravel) W = bergradasi baik (Well graded)

S = pasir (Sand) P = bergradasi buruk (Poor graded)

W & P dari lengkung gradasi

M = kelanauan (Muddy)

C = kelempungan (Clayey)

dari diagram plastisitas

M = lanau (Mud) L = batas cair rendah (Low LL)

C = lempung (Clay) H = bataas cair tinggi (High LL)

(21)
(22)
(23)

2.1.5.3Sistem Klasifikasi AASHTO

Klasifikasi tanah sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public

Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh

Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road

of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no. 200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :

1. Analisis ukuran butiran.

2. Batas cair dan batas plastis dan IP yang dihitung. 3. Batas susut.

(24)
(25)

2.1.6Sifat-Sifat Mekanis Tanah

2.1.6.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan (compaction) merupakan proses naiknya kerapatan tanah dengan memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pada dasarnya pemadatan merupakan usaha mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis untuk menghasilkan pemampatan partikel. Energi pemadatan di lapangan dapat diperoleh dari mesin gilas, alat-alat pemadatan getaran dan dari benda-benda berat yang dijatuhkan. Di dalam laboratorium digunakan alat-alat pemadatan tanah untuk percobaan. Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).

(26)

Gambar 2.7 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah

2.1.6.2 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio).CBR untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar 0,1”/0,2” denganbeban yang ditahan batu pecah standar padapenetrasi0,1”/0,2”.(Sukirman,1995)

(27)

dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan yang diperoleh apakah sudah sesuai dengan yang diinginkan. CBR lapangan direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan (swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasistandard besarnya 70,37 kg/cm2(1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

(28)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa rendaman.

Gambar 2.8 Alat Pemeriksa Nilai CBR di Laboratorium (Sumber : Soedarmo, Edy Purnomo, Mekanika Tanah I, 1997)

2.1.6.3 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

(29)

bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%.Bilamaksudpengujianadalah untuk menentukanparameterkuatgeser tanah,pengujian ini hanya cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana padapembebanancepat,airtidaksempatmengalirkeluardaribendauji.

Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

Gambar 2.9 Skema Uji Tekan Bebas

Teganganaksialyangditerapkandiatasbendaujiberangsur-angsurditambah sampaibendaujimengalamikeruntuhan.Padasaatkeruntuhannya,karen3=0,maka:

τf = σ21= qu

2 = cu (2.16)

Dimana:

(30)

σ1 = tegangan utama (kg/cm2)

qu = kuat tekan bebas tanah (kg/cm2)

cu = kohesi (kg/cm2)

Gambar 2.10 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).

(31)

Tabel 2.6 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung

Konsistensi qu (kN/m2)

Lempung keras > 400

Lempung sangat kaku 200 – 400

Lempung kaku 100 – 200

Lempung sedang 50 – 100

Lempung lunak 25 – 50

Lempung sangat lunak < 25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs, 1981):

1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga kekuatan benda uji bertambah.

(32)

3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah lempung.

4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

2.2 Bahan-Bahan Penelitian

2.2.1 Tanah Lempung

2.2.1.1 Defenisi Lempung

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengan air” (Grim, 1953).

(33)

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat

2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakansenyawasilikat yangkompleksyang terdiri darialuminium,magnesium danbesi.Duaunitdasardariminerallempungadalah silika tetrahedradan aluminium oktahedra. Setiap unittetrahedra terdiri dari empatatom oksigenyangmengelilingisatuatom silikondanunitoktahedraterdiri darienamgugusionhidroksil(OH)yangmengelilingiatomaluminium(Das, 2008).

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium octahedron.Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.

(34)

Bilalembaransilikaituditumpukdiataslembaranoktahedra,atom-atomoksigen

tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 2.11StrukturAtomMineral Lempung (a )silicatetrahedra; (b)silica sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e )lembaran

(35)

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group)

1. Kaolinite

Kaolinite adalahhasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonatpadatemperatursedang. Dimanakaolinitemurniumumnya berwarnaputih,putihkelabu,kekuning-kuningan ataukecoklat-coklatan. Mineralkaoliniteberwujudseperti lempengan-lempengantipisdengan

diameter1000Åsampai20000Ådanketebalandari100Åsampai1000 Å denganluasanspesifikperunit massa±15m2/gr.

Silikatetrahedramerupakanbagiandasar daristrukturkaoliniteyangdigabungdengansatu

(36)

(OH)8Al4Si4O10

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.12

Gambar 2.12 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

2. Montmorillonite

(37)

Gambar 2.13 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

Dimana:

nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng aluminium oktahedral ditengahnya.

(38)

lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yangmengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya.

3. Illite

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite.Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2.13).Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 . Fe6)O20

(39)

 Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai penyeimbang muatan.

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng tetrahedral.

 Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite. Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.14

Gambar 2.14 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953 )

2.2.1.3 Sifat Umum Lempung

Bowles (1984) menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain:

1. Hidrasi.

(40)

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya memiliki tebal dua molekul.Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Hasil pengujian indexproperties dapat digunakanuntukmengidentifikasi tanahekspansif.Hardiyatmo(2006) merujukpadaSkempton(1953) mendefinisikanaktivitastanah lempungsebagaiperbandinganantaraIndeks Plastisitas(IP)denganpersentasebutiranyanglebihkecildari0,002mmyangdinotasika ndenganhurufC,disederhanakandalampersamaan:

A = PI

fraksitanahlempung (2.17)

Dimana untuknilai A >1,25 tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Pada nilai1,25<A <0,75 tanah digolongkan normalsedangkan tanahdengannilaiA <0,75 digolongkantidak aktif.

Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Aktivitas Tanah Lempung

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

(41)

(Sumber: Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1984)

3. Flokulasi dan Disperse

Flokulasimerupakanperistiwa penggumpalanpartikellempung didalam larutanair akibatminerallempung umumnyamempunyaipH>7. Flokulasilarutandapat dinetralisir denganmenambahkanbahan-bahan

yangmengandungasam (ionH+), sedangkan penambahanbahan-bahanalkaliakanmempercepatflokulasi.Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zatasam. Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di sekitar tiang tersebut. Kapasitas beban awal biasanya sangat rendah, tetapi sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4. Pengaruh Zat Cair

(42)

berbedadariapayangdidapatkandari tanahdi lapangandenganairyang telah terkontaminasi.Airyang berfungsisebagai penentu sifat plastisitas dari lempung.Satu molekulair memilikimuatan positif danmuatannegatifpada ujungyang berbeda(dipolar).Fenomenahanyaterjadipadaairyangmolekulnyadipolar dantidakterjadipadacairanyangtidakdipolarsepertikarbontetrakolrida

(Ccl4)yangjikadicampurlempungtidakakanterjadiapapun. Sifat dipolar air dapat

dilihat pada Gambar 2.15 berikut

Gambar 2.15 Sifat Dipolar Molekul Air (Das, 2008)

Terdapat 3 mekanisme yang menyebabkan molekul air dipolar dapat tertarik oleh permukaan partikel lempung secara elektrik:

1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel lempung yang bermuatan negatif.

(43)

Gambar 2.16 Tarik Menarik Molekul Dipolar Pada Lapisan Ganda

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kekuatan tanah kohesif. Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya.

2.2.2 Abu Gunung Vulkanik (AGV)

2.2.2.1 Umum

Abu vulkanik merupakan material yang dikeluarkan dari perut bumi ketika terjadi erupsi gunung berapi serta dapat terangkut air dan angin hingga jarak berkilometer dari letak gunung berapi berada. Pada penelitian ini digunakan

Mekanisme 1

Mekanisme 2

(44)

abu gunung vulkanik Gunung Sinabung. Gunung Sinabung tidak pernah tercatat meletuts sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali sejak tahun 2010. Letusannya tercatat pada 2010, 2013, 2014 hingga terakhir meletus 26 Februari 2016.Diperkirakan telah memuntahkan material 80-100 juta meter kubik.

Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan.

Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa, sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam (natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis, tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia. Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi kesuburan tanah seperti seng, mangan, zat besi dan selenium. Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:

(45)

dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu subur.

- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, dan abu vulkanik untuk pembuatan batu bata. Dengan penggantian materi batu bata dengan abu vulkanik pembuatan batu bata lebih mudah, harga relatif murah, ketersediaannya berlimpah dan mempunyai kualitas yang baik. Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan campuran untuk membuat semen dan material beton.

Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya.Pengujian dilakukan di Badan Riset dan Standarisasi Industri.Berdasarkan pengujian, diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Vulkanik

No. Parameter Hasil Metode

(Sumber : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri)

(46)

2.2.3 Abu Sekam Padi (ASP)

Negara Indonesia sendiri mempunyai sekitar 60.000 mesin penggiling padi yang tersebar di seluruh daerah yang menghasilkan limbah berupa sekam padi 15 juta ton per tahun.Dalam jumlah besar, beberapa mesin penggiling padi dapat menghasilkan limbah 10-20 ton sekam padi per hari. Sekam padi yang sering dikatakan sebagai limbah pengolahan padi ini sering diartikan sebagai bahan buangan/bahan sisa dari proses pengolahan hasil pertanian. Proses penghancuran limbah ini pun secara alami berlangsung lambat, sehingga limbah tidak saja mengganggu lingkungan sekitarnya tetapi juga mengganggu kesehatan manusia.

Pada saat penggilingan padi selalu kita lihat tumpukan bahkan gunungan sekam yang semakin lama semakin tinggi.Namun pemanfaatan sekam padi tersebut masih sangat sedikit, sehingga sekam tetap menjadi bahan limbah yang mengganggu lingkungan. Alternatif pengolahan sekam sangatlah terbatas karena massa jenisnya yang rendah, dekomposisi secara alami sangat lambat, dapat menimbulkan penyakit pada tanaman padi maupun tanaman lain, kandungan mineral yang tinggi. Hal yang paling sering dilakukan petani terhadap sekam padi adalah dengan digunakan kembali sebagai pupuk alami oleh para petani-petani.

(47)

pakan ternak dan energi atau bahan bakar ataupun sebagai adsorpsi pada logam-logam berat. Sekam tersusun dari jaringan serat-serat selulosa yang mengandung banyak silika dalam bentuk serabut-serabut yang sangat keras. Pada keadaan normal, sekam berperan penting melindungi biji beras dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan jamur, dapat mencegah reaksi ketengikan karena dapat melindungi lapisan tipis yang kaya minyak terhadap kerusakan mekanis selama pemanenan, penggilingan dan pengangkutan. ( Haryadi. 2006).

Tabel 2.9 Hasil Pengujian Analisis Kimia Abu Sekam Padi

No Parameter Hasil Satuan Metode

1 Silika Oksida (SiO2) 89,8 % Gravimetri

2 Aluminium Oksida (Al2O3))

2,24 % Perhitungan

3 Kalsium Oksida (CaO) Tak Ternyata % Kualitatif

4 Magnesium (MgO) 0,10 % Gravimetri

5 Kadar Air 2,14 % Gravimetri

(Sumber: : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri)

2.3 Stabilitas Tanah

(48)

sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif tanah lempung disaat basah.Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka waktu yang relatif cepat.Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula, stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.

Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Merendahkan permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut. Proses stabilisasi tanah ada 3 cara yaitu :

1. Mekanis

(49)

(roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,

tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Fisis

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna mencapai gradasi yang rapat.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkan bahan kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat berupa portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen, aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

2.3.1 Stabilitas Tanah dengan Abu Gunung Vulkanik

(50)

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan negatif. Ion positif seperti ion Hidrogen (H+), ion Sodium (Na+), dan ion Kalium (K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya (repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.

2.3.2 Stabilitas Tanah dengan Abu Sekam Padi

Gambar

Gambar 2.1 Elemen Tanah Dalam Keadaan Asli dan Tiga Fase Elemen Tanah
Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah
Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Gambar 2.2 Batas-Batas Atterberg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengenai kesesuaian kedua fungsi 'rersebut dengan status akimtan pubiik yang seharusnya independen, 58% dari kelompok pemakai dan 22% dari kelompok akuntan juga

[r]

Hasil analisis data sampai pada kesimpulan, bahwa penyingkapan diri lebih sering dilakukan ketika berkaitan dengan hal-hal yang memang lazim di dalam perbincangan

Segala tindakan redaksi Okezone.com dalam menerjemahkan baik pada judul, lead, paragraf pertama, tubuh berita dan penutup dan akhirnya pada keseluruhan teks dalam upaya mencapai

[r]

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa konsonan yang mengalami interferensi bahasa Jawa yaitu bunyi konsonan hambat atau stop, ﺽ [ ɖ ] yang berdistribusi di awal kata,

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa konsonan yang mengalami interferensi bahasa Jawa yaitu bunyi konsonan hambat atau stop, ﺽ [ ɖ ] yang berdistribusi di awal kata,

Dalam proses ini, beberapa kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sikap dan perilaku demokratis siswa, yaitu (1) pembelajaran yang berpusat pada siswa; (2) membantu