BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gizi Buruk
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas sumber daya
manusia. Peran gizi dalam pembangunan kualitas sumber daya manusia telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gangguan gizi pada awal kehidupan akan mempengaruhi kehidupan berikutnya. Gizi kurang pada balita tidak hanya
menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masal makro dan kura
Masalah makro adalah masal yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupa
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Takalar oleh Mahaeni pada tahun 2010 bahwa gizi buruk terjadi karena pemenuhan kebutuhan gizi balita masih sangat
minim, akibatnya rendahnya motivasi, kuatnya pengaruh budaya masyarakat, serta perilaku yang kurang mendukung karena ketidaktahuan, sikap kurang dan ketidak
Menurut WHO salah satu masalah gizi buruk terjadi akibat konsumsi
makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena adanya gangguan kesehatan. Anak disebut gizi buruk apabila berat badannya kurang dari
berat badan normal. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), gizi buruk adala dengan tanda-tanda klini
buruk juga diartikan seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit
tertentu (Supariasa et al, 2002).
Suhardjo (2003) berpendapat bahwa gizi kurang atau gizi buruk adalah kurangnya pemasukan energi dan protein sehingga mengakibatkan kelainan yang sulit
atau tidak disembuhkan dan menghambat dalam perkembangan selanjutnya. Menurut Almatsier (2004), kurang gizi adalah penyakit yang disebabkan kekurangan makanan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein. Gizi buruk adalah
keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG)
dan biasanya juga disertai adanya kekurangan dari beberapa zat gizi lainnya.
Aritonang (2012) menyebutkan salah gizi (malnutrisi) primer bila kejadian kurang energi akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh
masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahya pengetahuan di bidang gizi. Salah gizi sekunder bila kondisi masalah gizi karena adanya penyakit utama, seperti
mengakibatkan kebutuhan gizi meningkat, penyerapan gizi yang turun dan atau
meningkatnya kehilangan gizi.
2.2Klasifikasi Status Gizi
2.2.1 Status Gizi Berdasarkan Antropometri WHO 2005
Klasifikasi status gizi dengan pengukuran antropometri dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Klasisfikasi dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score) Berat badan menurut Umur
(BB/U)
Anak umur 0 – 60 bulan
Gizi Buruk < - 3 SD
Gizi Kurang -3 SD sampai dengan <-2 SD Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Berat Badan menurut Panjang Badan (PB/BB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (TB/BB)
Anak Umur 0-60 bulan
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/Umur)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus < - 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
2.2.2 Status Gizi Berdasarkan Antropometri WHO 2005 dengan Gejala Klinis Status Gizi dengan pengukuran antropomerti WHO 2005 dengan gejala-gejala klinis yaitu :
1. Marasmus
hanya terbungkus kulit, otot lemah, lunak, wajah tampa
pada bayi < 12 bula jaringan
longgar) kronis berulang) warna rambut tidak berubah.
2. Kwashiorkhor
anak usia 1-3 bulan,
punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab, pandangan mata sayu, rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung da
pembesaran hati
3.
Ada klinis kwashiorkor da
2.3Faktor-Faktor Penyebab Gizi Buruk
Unicef (1998), mengemukan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat di lihat dari penyebab langsung, tidak langsung, pokok permasalahan dan akar masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu :
a. Faktor Langsung
1. Kurangnya asupa
dibutuhkan karena alasan sosial da
2.
sehingga tidak bisa menyerap zat-zat b. Faktor tidak Langsung
1.
2.
3. Pengelolaan yang buruk da
Faktor lain yang dikemukan oleh Adriani & Wirjatmadi ( 2012) dalam buku mereka pengantar gizi masyarakat bahwa status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor
1. Faktor langsung dipengaruhi oleh : a. Asupan berbagai makanan
b. Penyakit
2. Faktor tidak langsung
a. Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor yang
memengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap status gizi
b. Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena kemampuan
menghasilkan produk pangan
c. Pola Asuh, salah satu kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang
d. Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu yang
dipandang dari segi sebenarnya mengandung zat gizi yang baik.
e. Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan memudahkan
anak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi saluran pencernaan. f. Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi
anak
Menurut
buruk pada
1.
2. Ketidaktahua
3.
Faktor lain yang mempengaruhi status gizi di kemukakan oleh Arisman
(2004), menurut beliau status gizi dipengaruhi oleh determinan biologis yang meliputi jenis kelamin, lingkungan dalam rahim, jumlah kelahiran , berat lahir, ukuran orang
tua, dan konstitusi genetik serta faktor lingkungan seperti keadaan sosial ekonomi keluarga.
2.3.1 Faktor Langsung
Faktor langsung penyebab gizi buruk adalah : 2.3.1.1Asupan Makanan
Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman, misalnya bayi tidak memperoleh ASI
Eksklusif.(Menko Kesra RI, 2013)
Gizi buruk banyak terjadi pada anak usia enam bulan hingga lima tahun pada umur tersebut tubuh anak memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila
kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan cadangan zat gizi yang ada dalam tubuh, yang akibatnya semakin lama cadangan semakin habis dan
akan menyebabkan terjadinya kekurangan yang akan menimbulkan perubahan pada gejala klinis.
Berdasarkan penelitian Arnisam (2006) di Kecamatan Ulee Kareng Kota
Banda Aceh, anak dengan asupan energi yang kurang mempunyai risiko 2,9 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang di banding dengan anak yang asupan
risiko 3,1 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang di bandingkan dengan
anak yang asupan proteinnya cukup. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pemberian makanan anak adalah umur, aktivitas, keadaan sakit dan jenis
kelamin.(Adriani & Wirjatmadi, 2012) 2.3.1.2Penyakit Infeksi
Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan
dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare, cacingan dan penyakit pernafasan akut (ISPA).
Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi merupakan hubungan timbal balik, yaitu hubungan sebab akibat. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang
umumnya terkait dengan masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak dan batuk rejan.
Pudjiadi (2000) berpendapat interaksi antara malnutrisi dan penyakit infeksi
sudah lama diketahui. Infeksi dapat mempengaruhi asupan makanan sehinggga akan kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaiknya malnutrisi berpengaruh negatif
terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Interaksi sinergistik antara malnutrisi da penyakit infeksi antara lain :
1. Dampak Penyakit Infeksi terhadap Status Gizi
Dampak penyakit infeksi terhadap pertumbuhan seperti menurunnya berat badan telah lama diketahui. Keadaan demikian disebabkan karena hilangnya nafsu makan
kebutuhannya. Pada penderita penyakit infeksi memerlukan kebutuhan energi dan
zat gizi yang meningkat karena katabolisme yang berlebihan dan suhu badan yang tinggi.
2. Dampak Malnutri terhadap Penyakit Infeksi
Menurunnya status gizi berakibat menurunya imunitas penderita terhadap berbagai infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan untuk menolak infeksi, yaitu :
a. Melalui sel (imunitas seluler) b. Melalui cairan (imunitas humoral)
c. Aktivitas leukosit polimorfonukleus
Hasil penelitian Hidayat dan Noviati Fuada (2011) mereka mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian penyakit diare dengan
status gizi anak balita berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB. Balita yang sering mengalami diare berpeluang satu kali lebih besar akan mengalami status gizi buruk, pendek dan kurus dibandingkan dengan balita yang normal atau berstatus gizi
baik.
2.3.2 Faktor tidak Langsung
Faktor tidak langsung penyebab gizi buruk antara lain ialah : 2.3.2.1 Ketersedian Pangan
Pertanian berpengaruh terhadap gizi melalui produksi pangan untuk keperluan
rumah tangga dan distribusi hasil tanaman perdagangan, ternak dan jenis pangan lain yang dijual di pasar lokal atau tempat lain. Jika pangan diproduksi dalam jumlah dan
masyarakat dan kalau keluarga memiliki uang yang cukup untuk membeli keperluan
pangan yang tidak ditanam di tempatnya, tidak akan banyak terjadi kurang gizi dan kurangnya pangan.
Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara timur menyimpulkan bahwa persediaan pangan yang kurang menjadi penyebab tidak langsung yang berpengaruh terhadap asupan makanan anak didalam keluarga. (Marut,
2007). Kurangnya pangan yang cukup untuk dimakam merupakan salah satusebab utama rendahnya keadaan penghidupan keluarga. Cara-cara bertani yang tidak baik
mengakibatkan rendahnya produksi tanaman, ternak dan produksi pertanian lainnya. Produksi pertanian yang rendah menyebabkan pendapatan petani berkurang. Kemiskinan dan kurangnya pangan yang tersedia untuk konsumsi rumah tangga
karena rendahnya produksi tanaman biasanya menyebabkan timbulnya kurang gizi.(Adriani & Wirjatmadi, 2012)
2.3.2.2 Pola Asuh
Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai indikator kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Pola asuh dapat dipakai sebagai
peramal atau faktor risiko terjadinya kurang gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Peran ibu dalam keluarga sangat besar dalam menanamkan kebiasaan makan pada anak dan proses tumbuh kembang yaitu kebutuhan emosi atau kasih sayang
Penelitian syahbuddin (2003) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
peran ganda ibu dengan kurang baiknya pola asuh terhadap anak. Terkadang tidak semua ibu atau pengasuh mengetahui bagaimana mengasuh anak tumbuh dan
berkembang secara optimal, padahal usia balita identik dengan peletakan fondasi suatu bangunan. Oleh karena itu, pengetahuan gizi dan perannya dalam mendukung tumbuh kembang anak sangat dibutuhkan oleh orang tua dan pengasuh
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triwinarti dan Anies Irawati (2004) di Kabupaten Bogor, mereka menyimpulkan pola asuh berpengaruh
pada gangguan pertumbuhan berat bayi sejak berumur satu bulan, dan berlanjut sampai bayi berumur sembilan bulan dan menurut mereka juga pola asuh mulai berpengaruh pada gangguan pertambahan panjang bayi ketika bayi berumur lima
bulan, dan berlanjut sampai bayi berumur sembilan bulan. 2.3.2.3 Sanitasi Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan
Kutipan Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dalam Soekirman dkk (2010)
mengatakan masalah gizi selain disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi, juga dapat terjadi akibat buruknya sanitasi lingkungan dan kebersihan diri. Sehingga
memudahkan timbulnya penyakit infeksi. Sanitasi lingkungan sehat secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan anak balita yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kondisi status gizi anak balita.
Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dalam penelitian yang mereka lakukan tentang hubungan sanitasi lingkungan, morbiditas dan status gizi balita di Indonesia,
lingkungan sehat dengan status gizi anak balita berdasarkan indikator BB/U. Balita
yang tumbuh di lingkungan tidak sehat berpeluang satu kali lebih besar akan mengalami status gizi buruk di bandingkan dengan balita yang normal atau status gizi
baik.
Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi anak. Fasilitas kesehatan harus mampu menampung dan menjangkau masyarakat di
daerah-daerah tertinggal. (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Penelitian dengan metode kualitatif yang dilakukan oleh Sihotang (2012) pada Keluarga Mandah Di
Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Jambi, dari hasil wawancara yang semua balita jarang dibawa ke Posyandu ataupun ke fasilitas kesehatan lainnya. Ada beberapa alasan yang membuat balita tersebut jarang dibawa ke Posyandu yaitu
sebagai berikut : pertama adalah akses ke sarana pelayanan kesehatan. Keberadaan lokasi mandah membuat keluarga kesulitan untuk sewaktu-waktu keluar untuk sekadar membawa balita mereka menimbang ke Posyandu.
2.3.3 Masalah Utama Penyebab Gizi Buruk 2.3.3.1 Kemiskinan
Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa masalah kemiskinan adalah akar dari masalah kekurangan gizi. Kemiskinan menyebabkan akses terhadap pangan di rumah tangga sulit dicapai sehingga orang akan kekurangan berbagai zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh. .(Menko Kesra RI, 2013)
Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah
protein) lebih rendah dibandingkan anak-anak dari keluarga berada (Khomsan, 2003).
Hal ini terkait dengan kemampuan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang ditentukan oleh faktor ekonomi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Suiraoka dkk (2011) pada keluarga miskin dan tidak miskin di Kecamatan Denpasar utara, dari hasil analisis mereka menunjukan ada perbedaan status gizi balita pada keluarga miskin dan tidak miskin. Perbedaan ini dapat disebabkan berbagai faktor
misalnya penyebab langsung yaitu pada balita keluarga miskin asupan zat gizi lebih rendah dibanding dengan balita keluarga tidak miskin demikian juga halnya dengan
keadaan sanitasi yang kurang baik pada keluarga miskin mengakibatkan terjadinya penyakit infeksi.
Tingginya angka prevalensi underweight dan stunting akibat kekurangan gizi
erat kaitannya dengan masalah kemiskinan. Kemiskinan dapat menjadi penyebab penting kekurangan gizi. Sebaliknya kekurang gizi dapat memiskinkan, anak kurus dan pendek karena kurang gizi mudah sakit, kurang cerdas dan tidak produktif.
Keadaan ini berdampak rendahnya daya saing kerja, tingkat kerja dengan pendapatan rendah yang dapat memiskinkan. Salah satu ciri kemiskinan adalah ketidak mampuan
untuk memperoleh makanan yang bergizi seimbang sehingga rentan terhadap berbagai kekurangan gizi.(Menko Kesra RI, 2013)
2.3.3.2 Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orangtua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer
Pada penelitian yang juga dilakukan di Manggarai oleh Marut (2007), menyatakan
semakin tinggi pendapatan perkapita maka status gizi anak akan semakin baik. Faktor pendapatan keluarga mempunyai peranan besar dalam masalah gizi dan kebiasaan
makan.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan makan yang selanjutnya berperan dalam penyediaan prioritas penyediaan pangan berdasarkan nilai
ekonomi dan nilai gizinya. Bagi mereka dengan pendapatan yang sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan pangan berupa sumber karbohidrat yang
merupakan pangan prioritas utama. Jika tingkat pendapatan meningkat maka pangan merupakan prioritas kedua. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak mampu membeli pangan (Suhardjo, 2003).
2.3.3.3 Tingkat Pendidikan
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik. Pendidikan formal dan informal diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
gizi ibu. Hasil penelitian yang dilakukan di Sumatera barat oleh Saputra & Rahmah HN (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin kecil resiko anak balita terkena gizi buruk.
Pendidikan formal sangat diperlukan oleh ibu rumah tangga dalam meningkatkan pengetahuan dalam upaya mengatur dan mengetahui hubungan antara
anggota keluarganya. Seorang ibu dengan pendidikan yang tinggi akan mendapat
akan dapat merencanakan menu makanan yang sehat dan bergizi bagi dirinya dan keluarganya dalam upaya memenuhi zat gizi yang diperlukan. (Adriani &
Wirjatmadi, 2012)
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Devi (2010) di 7 Provinsi di Indonesia, bahwa persentase status gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik
diderita balita dari ayah yang tidak bersekolah dan berpendidikan hanya sampai tamat SD dan Sekolah Menengah Pertama. Tetapi berbeda dengan pendidikan ibu,
persentase gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik pada balita dari ibu yang berpendidikan hanya sampai tingkat SD dan ibu yang tidak bersekolah.
2.3.3.4 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan dalam pengolahan dengan tujuan membersihkan kotoran, tetapi sering kali dilakukan berlebihan sehingga merusak dan mengurangi zat gizi yang dikandungnya.
Pengetahuan masyarakat tentang memanfaatkan potensi alam dan biologis untuk meningkatkan mutu gizi menu makanan keluarga.
Widiastuti dkk (2013) dalam penelitian mereka menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu memiliki hubungan yang positif dengan status gizi balita usia 6-24 bulan, dimana ibu yang memiliki pengetahuan tinggi memiliki kemungkinan
maka semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperoleh untuk
dikonsumsi.
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman diri seseorang. Tata cara pemeliharaan kesehatan dan pengetahuan tentang gizi meliputi: pemilihan bahan-bahan makanan
yang bergizi bagi kesehatan, manfaat makanan bergizi bagi kesehatan, pentingnya olahraga bagi kesehatan, penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya yang ditimbulkan
dari kurangnya asupan zat gizi, pentingnya istirahat yang cukup, rekreasi, relaksasi, dan sebagainya, bagi kesehatan (Arisman, 2004).
Pengaruh Pengetahuan gizi dalam proses persepsi, sikap dan perilaku orang
atau masyarakat untuk mewujudkan kehidupan dengan status gizi yang baik, sebagai bagian dalam kesehatan jasmani dan rohani. Pengetahuan gizi memegang peranan penting dalam menggunakan pangan yang tepat. Pengetahuan tentang gizi juga dapat
diperoleh melalui media cetak, media elektronik, serta ceramah-ceramah dikelompok sosial. Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan berkurangnya kemampuan dalam
menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi. Pengetahuan bahan makanan perlu sebagai dasar untuk menyusun hidangan. Selain dipengaruhi besarnya pendapatan. Pendapatan dan
kebiasaan makan memegang peran penting dalam konsumsi bahan makanan penduduk. Semakin tinggi taraf ekonomi seseorang, pola konsumsi terhadap bahan
2.4 Pencegahan Gizi Buruk
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya
1. Memberika
it yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.
2.
minimal 10% dari tota
sisanya
3. Rajin menimbang dan mengukur tinggi
Posyandu. Cermati apaka
tidak sesuai, segera konsultasikan hal itu ke dokter.
4. Jika
petugas pola da
5. Jika
yang tinggi dalam bent proteinnya bisa diberikan setelah sumber-sumber mampu meningkatka
penting lainnya kondisi yang sudah berat, terapi bisa dilakukan dengan meningkatkan kondisi
kemudian hari.
2.5 Perawatan Gizi Buruk Pengobatan gizi adalah :
1. Pada stadium ringan dengan perbaika
2.
2.6 Landasan Teori
Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait.
Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling mempengaruhi. Faktor lain yang berpengaruh yaitu ketersedian pangan di keluarga. Semuanya itu terkait pada kualitas
pola asuh anak. Pola asuh, sanitasi lingkungan, akses pangan keluarga dan pelayanan kesehatan, dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan dan akses informasi
Gambar 2.1. Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita (UNICEF, 1998)
2.7Kerangka Pikir
Kerangka pikir penelitian saya tulis berdasarkan asumsi-asumsi yang diperoleh dari survei awal yang dilakukan dan berdasarkan literatul-literatur
kepustakaan. Kerangka pikir ini mungkin akan mengalami perubahan dalam pelaksanaan penelitian nantinya. Temuan-temuan baru mungkin akan muncul dalam
mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian gizi buruk di Kota Lhokseumawe sebagai berikut :
STATUS GIZI
Kemiskinan, Pendidikan, dan Pengetahuan Rendah, Keterampilan, Ketersediaan
Pangan dan Kesempatan Kerja
Krisis Politik, Sosial dan Ekonomi
Gizi Buruk Karakteristik Keluarga
• Pendidikan • Pengetahuan • Pendapatan • Pekerjaan
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian
Pola Asuh • Pola Asuh Makan • Pola Asuh Perawatan
Kesehatan