• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Klasifikasi Tanah Lahan Sawah Terassering di Desa Huta Hoatang Kecamatan Onan Runggu Berdasarkan Toposekuen"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Toposekuen

Secara umum kemiringan lereng menurut Hardjowigeno (1993) berpengaruh terhadap ketebalan solum tanah, ketebalan bahan organik pada horizon A, kandungan air tanah, warna tanah, tingkat perkembangan horizon itu sendiri, reaksi tanah, serta sifat dari bahan induk.

Bentuk lereng merupakan wujud visual lereng pada suatu sekuen lereng. Lereng biasanya terdiri dari bagian puncak (crest), cembung (convex), cekung (voncave), dan kaki lereng (lower slope). Daerah puncak (crest) merupakan daerah gerusan erosi yang paling tinggi dibandingkan dengan daerah dibawahnya, demikian pula lereng tengah yang kadang cembung atau cekung mendapat gerusan aliran permukaan relatif lebih besar dari puncaknya sendiri, sedangkan kaki lereng merupakan daerah endapan (Salim, 1998).

Sedangkan dari sudut topografi mikro Tan (1998) menyatakan, pengaruhnya sudah terasa pada perbedaan drainase, pencucian (run off) serta tingkat erosi yang dihasilkan. Pada daerah tertinggi umumnya berdrainase baik sedangkan pada daerah berdepresi memiliki drainase yang buruk dan lebih sering basah.

(2)

Topografi memodifikasi perkembangan profil tanah dalam tiga cara: (1) dengan mempengaruhi banyaknya presipitasi yang terserap dan yang dipertahankan dalam tanah, jadi mempengaruhi perkembangan tanah; (2) dengan mempengaruhi laju pembuangan tanah oleh erosi; (3) dengan mengarahkan gerakan bahan dalam suspensi atau larutan atau dari satu daerah ke daerah lainnya (Foth, 1994).

Daerah yang memiliki curah hujan tinggi, menyebabkan pergerakan air pada suatu lereng menjadi tinggi pula sehingga dapat menghanyutkan partikel partikel tanah. Proses penghancuran dan transportasi oleh air akan mengangkut berbagai partikel-partikel tanah, bahan organik, unsur hara, dan bahan tanah lainnya. Keadaan tersebut disebabkan oleh energi tumbuk butir-butir hujan, intensitas hujan, dan penggerusan oleh aliran air pada permukaan tanah yang memberikan pengaruh dalam proses pembentukan dan perkembangan tanah (Arsyad, 2000).

Sifat- sifat tanah yang umumnya berhubungan dengan relief adala tebal solum, tebal dan kandungan bahan organik horizon A. kandungan air tanah

(relative wetness), warna tanah tingkat perkembangan horizon, reaksi tanah pH, kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain

(Hardjowigeno, 2007) Perkembangan Tanah

(3)

terombak,kandungan tanah liat telah meningkat dan kelembutannya dapat telihat nyata; 4. Tahap tua–perombakan sampai pada tahap terakhir dan hanya kebanyakan mineral yang paling resisten dapat bertahan; 5. Tahap akhir– perkembangan tanah telah selesai dan tanah terkikis habis di bawah keadaan yang berlaku (Foth, 1994).

Proses-proses perkembangan tanah yang menimbulkan ciri asasi terdiri atas: (1) proses akumulasi bahan organik di permukaan bumi sambil membentuk horison O, antara lain termasuk proses yang menimbulkan ciri khas seperti pembentukan humus, gambut; (2) proses elluviasi sambil membentuk horison A, termasuk proses khas berupa antara lain pencucian basa, latosolisasi, podzolisasi; (3) proses illuviasi sambil membentuk haorison B, terdiri atas proses khas seperti antara lain akumulasi kapur, lempung (clay), besi, pembentukan ciri solonetz dan lain-lain; (4) proses diferensiasi horison yang teratur, sebagai akibat proses-proses (1), (2), dan (3) tersebut di atas (Darmawidjaya, 1990).

(4)

tanah ditentukan berdasarkan susunan mineral liat yaitu tanah dengan mineral

gibsit > kaolinit > montmorillonit > alofan berarti lebih berkembang. (Marpaung, 2015).

Lahan sawah

Tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk bertanam padi sawah baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan tanah perkebunan dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering dan di airi kemudian disawahkan atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo et al,2004).

Dalam semua tanah sawah terbentuk suatu lapisan bajak atau alas bajak tipis. Lapisan ini merupakan suatu laisan mampat yang berdaya lulus air buruk pada jeluk pengolahan tanah. Pada petak sawah yang di genangi di dataran alluvial yang mempunyai muka air tanah tetap yang dangkal, seluruh tubuh tanah berada dalam suatu taraf reduksi tertentu karena suasana anerob. Mungkin terdapat beberapa bercak karat. Hanya 1 cm teratas dari tanah mungkin dapat teroksidasi oleh oksigen sedikit yang ada dalam air genangan (Buring, 1993)

(5)

dan (v) penggenangan kembali setelah interval waktu, sekitar beberapa minggu hingga 8 bulan (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

Menurut (Agus, et al, 2004) faktor penting dalam proses pembentukan profil tanah sawah adalah genangan air permukaan dan pengenangan serta pengeringan yang bergantian. Proses pembantukan tanah sawah meliputi berbagai proses yaitu (a) proses utama berupa pengaruh kondisi reduksi-oksidasi (redoks) yang bergantian (b) penambahan dan pemindahan bahan kimia atau partikel tanah dan (c) perubahan sifat fisik kimia dan morfologi tanah akibat penggenangan pada tanah kering yang di sawahkan atau perbaikan drainase pada tanah rawa yang di sawahkan.

Perubahan sifat tanah selanjutnya, terjadi akibat pelumpuran/pengolahan tanah dalam keadaan tergenang dan penggenangan lapisan olah selama pertumbuhan padi, sehingga terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke lapisan bawah. Lama-kelamaan tanah dalam satu petak sawah akan mempunyai sifat morfologi dan sifat-sifat tanah lain, yang mendekati kesamaan terutama pada lapisan atas, atau bila sudah berumur ratusan tahun, pada seluruh solum tanah (Hardjowigeno et al 2004).

(6)

dari tanah mineral. Di bagian atas horizon B berhubungan dengan horizon A, tanah relative kurang padat karena adanya tekanan mekasnis oleh bajakan dan bagian ini pada umumnya 10-20 cm. Akumulasi besi dan mangan pada horizon ini sangat tidak tersusun sebagai solum utama dari horizon B (Tian-Ren, 1985).

Jenis tanah sawah adalah akibat persawahan yang menggenangi tanah sawah untuk waktu yang agak lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi tanah sawah adalah (a) cuaca reduksi yang menyebabkan drainase buruk,pH rendah dan ketersediaan bahan organic untuk diserap, (b) adanya sejumlah senyawa besi dan mangan dan (c) kemampuan perkolasi ke bawah (Darmawidjaya, 1990).

Terassering

Terasering adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Secara garis besar terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga tangga yang dapat digunakan pada timbunan atau galian yang tinggi dan berfungsi untuk:

1. Menambah stabilitas lereng

2. Memudahkan dalam perawatan (Konservasi Lereng) 3. Memperpanjang daerah resapan air

(7)

6. Dapat digunakan untuk landscaping (Kustantini, 2014).

Sistem irigasi berulang (Cascade irrigation system) telah menjadi pilihan utama untuk mengairi sejumlah besar teras sawah. Sistem irigasi berulang ini menunjukkan aliran air terus menerus dari atas ke bawah teras yang melewati bidang sawah. Karakteristik pergerakan unsur hara dipengaruhi oleh kualitas air irigasi, kegiatan pengelolaan lahan dan kondisi cuaca. Berdasarkan pernyataan ini, bagian atas dari sawah teras dapat diklasifikasikan sebagai areal pemurnian sawah dan yang lebih rendah adalah areal pemakaian. Studi ini menemukan bahwa jumlah sedimen dan kandungan hara serta debit dari lahan sawah dipengaruhi oleh posisi teras, kualitas air irigasi dan jumlah pupuk kimia yang diaplikasikan ke lahan.Teras atas yang langsung menerima air dari irigasi memiliki kecenderungan untuk menjadi areal sawah murni dimana keseimbangan nutrisi (hara) pada posisi teras ini kebanyakan bersifat negatif (Darma et al., 2011).

Klasifikasi tanah

Klasifiakasi tanah adalah pemilihan tanah yang di dasarkan pada sifat-sifat tanah yang dimilikinya tanpa menghubungkannya dengan tujuan penggunaan tanah tersebut klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat fisik ,kimia dan mineral tanah yang di miliki masing-masing kelas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi pengguna tanah (Hardjowigeno, 1993)

(8)

utama dengan system klasifikasi ini adalah ada tindaknya horizon penciri yang sangat membantu penempatan tanah dalam klasifiaksi (Soil Survey Staff, 1994).

Pencirian morfologi tanah dilakasanakan di lapangan ketika deskripsi profil tanah telah di lakukan. Data yang di peroleh dari pendeskripsian profil di lapangan antara lain warna, tekstur, konsistensi di samping itu juga di temukan sifat-sifat mikromorfologi tanah antara lain karatan, batas horizon pemadasan dan ketebalan lapisan .(Hardjowigeno, 1993).

Dalam klasifikasi tanah di kenal berbagai tingkat (kategori) klasifikasi .Pada kategori tinggi tanah dibedakan secra garis besar kemudian pada kategori berikutnya dibedakan lebih rinci. Jumlah sifat tanah pembeda semangkin bertambah dengan semangkin rendahnya kategori , sehingga menyerupai pyramid. Oleh karena itu pada kategori yang lebih rendah tidak hanya dibedakan berdasarkan atas sifat pembeda pada kategori yang lebih tersebut tetapi juga pembeda pada ketegori yang lebih tinggi (Hardjowigeno, 1993).

Berdasarkan system taksonomi tanah yang di terbitkan oleh usda (soil survey staff, 1975) mempunyai 6 kategori dengan sifat-sifat factor pembeda mulai dari kategori tertinggi ke kategori rendah:

Ordo : faktor pembeda adalah ada tidaknya horizon penciri serta jenis (sifat) dari horizon penciri tersebut

(9)

Grup :Faktor pembedanya adalah kesamman jenis, tingkat perkembangan dan susunan horizon , kejenuhan basa, rejim suhu da kelembapan ada tidaknya lapisan-lapisan penciri lain.

Sub grup : Faktor pembeda terdiri dari sifat – sifat grup (subgroup tipik), sifat-sifat tanah peralihan ke grup lain subordo atau ordo, sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah.

Berdasarkan Key to Soil taxonomy 2014 terdapat 8 epipedon penciri yaitu : A. Epipedon Mollik

Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat, terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma warna≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa > 50%, kandungan C-organik > 0.6%, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7.

B. Epipedon Antropik

Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 > 250 ppm.

C. Epipedon Umbrik

(10)

D. Epipedon Folistik

Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik tersusun dari bahan tanah organik. E. Epipedon Histik

Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi (selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase). Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik.

F. Epipedon Okrik

Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering, value dan kroma (lembab) ≥ 4. Epipedon okrik juga mencakup horison-horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan epipedon histik atau folistik.

G. Epipedon Plagen

(11)

A. Horison Agrik

Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah tereluviasi nyata.

B. Horison Argilik

Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Terdapat selaput liat terorientasi pada permukaan pori di mana pun dalam atau segera di bawah horison iluviasi. Horison tersebut mempunyai sifat adanya gejala iluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmo/kg).

C. Horison Duripan

Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau HCl.

D. Horison Fragipan

Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah lemah.

E. Horison Glosik

(12)

F. Horison Gipsik

Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya lebih dari 15 cm.

G. Horison Kalsik

Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata.

H. Horison Kandik

Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg).

I. Horison Kambik

Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut.

J. Horison Natrik

Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium, memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh natrium.

K. Horison Orstein

(13)

L. Horison Oksik

Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg) M. Horison Petrokalsik

Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.

N. Horison Petrogipsik

Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat, seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.

O. Horison Placik

Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik.

P. Horison Salik

Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak mengandung garam mudah larut.

Q. Horison Sombrik

(14)

R. Horison albik

Horison albik adalah horizon eluvial dengan ketebalan 1 cm atau lebih dan memgandung 85 persen (berdasarkan volume) atau lebih bahan labik.

S. horison Anhydritic

Horison anhydritic adalah horison akumulasi senyawa anhydrite yang signifikan.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, ordo tanah terdiri atas 12 ordo Yaitu :

A. Gelisol

Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah.

B. Histosol

Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm. C. Spodosol

Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik.

D. Andisol

(15)

E. Oksisol

Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.

F. Vertisol

Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih. G. Aridisol

Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.

H. Ultisol

Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.

I. Mollisol

(16)

J. Alfisol

Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian.

K. Inceptisol

Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.

L. Entisol

Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison penciri lain.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, sub-ordo tanah inceptisol terdiri atas 6 sub-ordo yaitu:

A. Aquepts

Pada lapisan diatas kotak densik, titik, atau paralitik, atau lapisan diantara kedalaman 40 cm dan 50 cm dari permukaan tanah mineral, mana saja yang lebih dangkal, memiliki kondisi akuik selama bagian waktu pada tahun-tahun normal.

B. Gelepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim suhu gelic. C. Cryepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim suhu cryic. D. Ustepts

(17)

E. Xerepts

Inceptisol lain yang memiliki rejim kelembapan xeric. F. Udepts

Inceptisol lain.

Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2014, grup dari sub ordo Udepts terdiri atas 6 sub-ordo yaitu:

A. Sulfudepts

Udepts yamg memiliki lapisan sulfuric pada kedalaman 50 cm dari permukaan tanah mineral

B. Durudepts

Udepts lain yang memiliki lapisan tersementasi dan duripan pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah

C. Fragiudepts

Udepts lain yang memiliki fragipan pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral.

D. Humudepts

Udepts lain yang memiliki epipedon umbric atau epipedon molik. E. Eutrudepts

Udepts lain yang memiliki kejenuhan basa lebih dari 60 persen pada kedalaman 25-75 cm dari permukaan mineral tanah

F. Dystrudept

Udepts yang memiliki penciri lain.

(18)

A. Humic lithic eutrudepts

Eutrudepts yang memiliki warna value lembab 3 atau kurang, kering 5 atau lebih. Memiliki kontak litik pada kedalaman 50 cm dari permukaan mineral tanah.

B. Litik Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kontak litik pada kedalaman 50 cm dari permukaan mineral tanah

C. Aquertic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik pada tahun-tahun normal.

D. Vertic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kontak litik, densik atau paralitik pada kedalaman 100 cm.

E. Andic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki bulk density 10 g/cm3 atau kurang pada 33kpa retensi air.

F. Vitrandic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki 35 persen lebih partikel yang memiliki iameter 2.0 mm

G. Antraquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kondisi anthraquic H. Fragiaquic Eutrudepts

(19)

I. Fluvaquentic Eutrudepts

Eutrudepts lain pada kedalaman 125 cm dari permukaan tanah mineral memiliki kandungan carbon organic 0.2 atau lebih,tidak ada kontak litik, paralitik.

J. Aquic Dystric Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik dan tidak terdapat karbonat bebas . K. Aquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lapisan deplesi redox pada kedalaman 60 cm dengan warna kroma 2 atau kurang dan berada kondisi aquik pada tahun-tahun normal.

L. Oxyaquic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang mengalami jenuh air sehingga kedalaman 100 cm dari permukaan tanah mineral selama 30 hari kumulatif

M. Fragic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki karakteristik tanah fragic, 30 persent atau lebih dari volume lapisan pada kedalaman 100 cm.

N. Lamellic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lamella sehingga kedalaman 200 cm dari permukaan tanah.

O. Dystric Fluventric Eutrudepts

(20)

P. Fluventic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki lereng lebih kecil dari 25 persen, pada kedalaman 125 cm kandungan carbon organic 0.2 persen atau lebih. Q. Arenic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki tekstur tanah liat berpasir,pasir,dan lempung liat berpasir, liat berpasir atau liat pada semau lapisan sehingga kedalaman 50 cm dari permukaan tanah.

R. Dystric Eutrudepts

Eutrudepts lain yang tidak memiliki karbonat bebas sehingga kedalaman 100 cm dari permukaan tanah.

S. Rendollic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki kandungan CaCO3 40 persen atau lebih pada kedalaman 100 cm dari permukaan tanah

T. Ruptic-Alfic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki horizon kambik 10-50 persen (berdasarkan volume) bagian illuviasi.

U. Humic Eutrudepts

Eutrudepts lain yang memiliki warna value lembab, 3 atau lebih rendah, kering 5 atau lebih rendah pada kedalaman 18 cm sebelum pencampuran.

V. Typic Eutrudepts

Referensi

Dokumen terkait

T APM yang berjudul Implementasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Pemberdayaan Fakir Miskin Kelompok Usaha Bersama di Kecamatan Nunukan adalah hasil karya

Selain itu dengan diterapkannya konsep kecerdasan majemuk pada pembelajaran PPKn dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan pada kondisi

Cara menggiring bola yang dibenarkan adalah dengan satu tangan (kiri

Tingkat pengetahuan tentang ca cervix adalah kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan kuisioner tentang deteksi dini kanker serviks dengan melakukan pemeriksaan pap smear

gala),  khususnya  Wayang  Orang  sriwedari.  Tulisan  ini  meru- pakan  rangkuman  hasil  wawancara  dengan  seniman  Wayang  Orang  sriwedari,  yang  terdiri 

Berdasarkan pernyataan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa metode eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian suatu treatment

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan hasil belajar renang gaya dada melalui permainan triangle bagi siswa kelas VIII E di SMP Negeri

“ Hubungan Kem andir ian Belaj ar dan Hasil Belaj ar pada Pendidikan Jarak Jauh”.. Jur nal Pendidikan Ter buka dan Jar ak