• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan Aksesibilitas Masyarakat Dalam Penggunaan Pembayaran Non Tunai di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi dan Aksesibilitas Masyarakat Dalam Penggunaan Pembayaran Non Tunai di Kota Medan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sistem Pembayaran

Menurut Aulia Pohan (2011 : 71), sistem pembayaran adalah suatu sistem yang melakukan pengaturan kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis yang digunakan untuk penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui

pertukaran “nilai” antar perorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestik

maupun antarnegara (cross border).

Sistem pembayaran telah mengalami evolusi selama beberapa abad, sejalan dengan perubahan hakikat/sifat dan penggunaan uang sebagai alat pembayaran. Dengan semakin majunya teknologi dan adanya kebutuhan akan alat pembayaran yang praktis dan murah, dibeberapa negara telah mulai dikembangkan produk pembayaran elektronis yang dikenal sebagai Electronic Money (e-money) (Pramono dkk, 2006: 3).

Penetapan kebijakan sistem pembayaran umumnya mengacu pada prinsip-prinsip dasar yang berlaku umum. Ada tiga prinsip-prinsip dasar yang dipegang oleh lembaga yang mengendalikan sistem pembayaran yaitu bagaimana meminimalisasi risiko (Risk Reduction), bagaimana sebuah sistem pembayaran dapat meningkatkan efisiensi, prinsip kesetaraan dan prinsip perlindungan konsumen (consumer protection) (Pohan,2001 : 72-73).

(2)

1. Kebijakan: merupakan dasar pengembangan sistem pembayaran di suatu negara. Kebijakan di berbagai negara sangat bervariasi, mengingat masing-masing negara mempunyai sejarah, karakteristik, dan kebutuhan akan sistem pembayaran yang berbeda-beda.

2. Hukum (aturan): menjamin adanya aspek legalitas dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Hukum ini meliputi UU dan peraturan-peraturan yang mengatur aturan main berbagai pihak yang terlibat, misalnya antarbank, antarbank dan nasabah, antarbank dan bank sentral dan lain-lain.

3. Kelembagaan: merupakan seluruh lembaga (entitas) yang terlibat dalam sistem pembayaran.

4. Instrumen pembayaran: merupakan media yang digunakan dalam pembayaran.

5. Mekanisme operasional: merupakan mekanisme yang diperlukan untuk melakukan perpindahan dana dari satu pihak ke pihak lain. Contoh sistem/mekanisme operasional antara lain kliring, sistem transfer antarbank, dan settlement.

6. Infrastruktur: meliputi berbagai komponen teknis untuk memproses dan melakukan transfer dana seperti message format, jaringan komunikasi, sistem back-up, disaster recovery plan, dan lain-lain.

(3)

Secara garis besar, sistem pembayaran dibagi menjadi dua jenis, yaitu sistem pembayaran bernilai besar (Large Value Payment System) dan sistem pembayaran retail (Retail Payment System) (Untoro dkk, 2014 : 9-10).

1. Large Value Payment System

(4)

sisten registri otomatis terintegrasi yang menghubungkan Bank Indonesia dengan sub-pendaftar dan dengan klien lainnya secara langsung.

2. Retail Payment System (low-value payment system)

Sistem pembayaran ini sama penting dengan sistem pembayaran bernilai besar dalam hal pemberian kontribusi, baik stabilitas maupun efisiensi sistem keseluruhan. Sistem pembayaran ritel biasanya digunakan untuk sebagian besar pembayaran yang bernilai rendah dan penyelesaiannya biasanya dilakukan melalui mekanisme kliring.

Salah satu komponen penting dalam sistem pembayaran adalah instrumen (media) yang digunakan. Di Indonesia instrumen sistem pembayaran dibagi dalam dua bagian, yaitu instrumen tunai dan instrumen non tunai (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 35-44).

1. Instrumen Pembayaran Tunai

Instrumen pembayaran tunai menggunakan mata uang yang berlaku di Indonesia yaitu Rupiah, yang terdiri atas uang logam dan uang kertas. Masyarakat Indonesia masih menggunakan instrument ini, khususnya untuk transaksi pembayaran ritel (low-value payment).

2. Instrumen Pembayaran Non Tunai

(5)

2.1.1 Peran Sistem Pembayaran dalam Perekonomian

Peran sistem pembayaran dalam perekonomian semakin hari semakin penting seiring dengan semakin meningkatnya volume dan nilai transaksi, serta sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi. Dengan semakin meningkatnya transaksi tersebut, maka risiko yang ditimbulkan menjadi semakin besar karena dengan terganggunya sistem pembayaran dapat membahayakan stabilitas sistem dan pasar keuangan secara keseluruhan (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 4).

Menurut Sheppard 1996 (dalam Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5), peran penting sistem pembayaran dalam perekonomian adalah sebagai berikut:

a. Sebagai elemen penting dalam infrastruktur keuangan suatu perekonomian untuk mendukung stabilitas keuangan.

b. Sebagai channel (saluran) penting dalam pengendalian ekonomi yang efektif, khususnya melalui kebijakan moneter.

c. Sebagai alat untuk mendorong efisiensi ekonomi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pembayaran penting dalam suatu perekonomian, yaitu menjaga stabilitas keuangan dan perbankan, sebagai sarana transmisi kebijakan moneter, serta sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi ekonomi suatu negara (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 5). 2.2 Sistem Pembayaran Non Tunai

(6)

(settlement) sudah tersedia dan dapat berlangsung di Indonesia. Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan Sistem Kliring. Sebagai informasi, sistem BI-RTGS adalah muara seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia (Bank Indonesia, 2011).

Transaksi pembayaran non tunai dengan nilai yang besar diselenggarakan Bank Indonesia melalui sistem BI-RTGS (Real Time Gross Settlement) dan sistem kliring. Hampir 95% transaksi keuangan nasional bernilai besar dan bersifat mendesak. Contohnya, transaksi di Pasar Uang AntarBank (PUAB), transaksi di bursa saham, transaksi pemerintah, transaksi valuta asing, serta settlement hasil kliring dilakukan melalui sistem BI-RTGS. Pada tahun 2010, misalnya, BI-RTGS telah melakukan transaksi sedikitnya Rp174,3 triliun per hari. Sementara itu, sebagai perbandingan, transaksi nontunai dengan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan uang elektronik yang dilakukan bank atau lembaga keuangan bukan bank hanya sekitar Rp8,8 triliun per hari (Bank Indonesia, 2011).

(7)

oleh masyarakat luas. Sistem Kliring dan APMK termasuk dalam kategori SWIPS ini. Bank Indonesia juga peduli dengan SWIPS karena sistem ini digunakan secara luas oleh masyarakat. Jika terjadi gangguan, maka kepentingan masyarakat dalam melakukan pembayaran akan terganggu (Bank Indonesia, 2011).

Bank Indonesia tidak hanya peduli pada terciptanya efisiensi dalam sistem pembayaran, tapi juga kesetaraan akses dan perlindungan konsumen. Terciptanya efisiensi sistem pembayaran berarti memberi kemudahan bagi pengguna untuk memilih metode pembayaran yang dapat diakses di seluruh wilayah dengan biaya serendah mungkin. Kesetaraan akses berarti Bank Indonesia memperhatikan penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Sementara itu, aspek perlindungan konsumen dimaksudkan Bank Indonesia mewajibkan penyelenggara sistem pembayaran nontunai untuk mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya (Bank Indonesia, 2011).

2.2.1 Jenis-Jenis Pembayaran Non Tunai

Menurut Aulia Pohan (2011: 57-58), alat pembayaran non tunai dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yakni alat pembayaran untuk credit transfer dan alat pembayaran untuk debit transfer.

(8)

2. Debit transfer adalah sistem transfer dana di mana perintah transfer dibuat atau diotorisasi oleh pihak yang memiliki dana dan akan melakukan pengiriman dana tersebut kepada pihak lain.

Tabel 2.1

Perbandingan Alat Pembayaran

Credit Transfer Debit Transfer

Paper Based Card Based Electronic Based Paper Based

Dulu ada nota seperti berikut ini (Mulyati dan Ascarya, 2003 : 38-44).

1. Instrumen berbasis warkat (paper-based payment system)

a. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayarsejumlah uang tertentu.

b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bankpenyimpan dana untuk memindahbukukan (tidak berlaku untuk penarikan tunai) sejumlah dana dari rekening pemegang saham yang disebutkan namanya.

(9)

d. Nota Kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain untuk keuntungan bank atau nasabah bank yang menerima warkat tersebut.

e. Wesel Bank Untuk Transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer.

f. Surat Bukti Penerimaan adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank penerima dana transfer melalui kliring lokal.

2. Instrumen Berbasis Kartu (card-based payment system)

Dalam perkembangannya terdapat jenis kartu yang dananya telah tersimpan dalam chip elektronik pada kartu tersebut (dikenal sebagai smart card atau chip card), seperti kartu telepon prabayar, kartu kredit, kartu ATM, dan kartu debet.

3. Instrumen Melalui Kantor Pos

Instrumen Sistem pembayaran yang cukup penting yang disediakan oleh lembaga keuangan bukan bank (PT. POS INDONESIA) adalah giro pos dan pos wesel, baik dalam negeri maupun luar negeri.

4. Instrumen Berbasis Internet / Telepon

(10)

2.2.2 Fungsi dan Tujuan Sistem Pembayaran Non Tunai

Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang banyak dipakai oleh masyarakat merupakan bagian integral dari sistem pembayaran elektronik. Penggunaan alat pembayaran ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi berbagai sektor perekonomian, karena pada umumnya transaksi yang menggunakan sistem pembayaran elektronis berbiaya hanya antara sepertiga sampai separuh dari transaksi yang menggunakan sistem pembayaran berbasis kertas, sehingga penghematan substansial dalam pengeluaran dapat direalisasi melalui perubahan sistem dari yang berbasis kertas ke sistem yang bersifat elektronis dan dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi (Hancock dan Humphrey: 1998).

2.2.3 Manfaat dan Resiko Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Menurut Warjiyo (2006 : 24), alat pembayaran non tunai memberikan manfaat kepada perekonomian, antara lain:

a. Tingkat kepuasan konsumen yang semakin bertambah dengan berkurangnya biaya transaksi

b. Adanya sumber pendapatan bagi penyedia jasa pembayaran non tunai c. Peningkatan kecepatan transaksi, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat

kesejahteraan.

(11)

a. Peningkatan risiko default terutama pada instrumen kartu kredit (dan kartu pasca bayar). Hal tersebut dapat menimbulkan risiko sistemik dalam penyelesaian pembayaran antar bank.

b. Peningkatan risiko teknologi informasi yang dapat menimbulkan kekeliruan maupun kecurangan dalam proses penyelesaian transaksi. c. Peningkatan risiko instabilitas sistem keuangan.

2.3 Preferensi Konsumen

Preferensi konsumen didefinisikan sebagai selera subjektif (individu), yang diukur dengan utilitas, dari bundel berbagai barang. Konsumen dipersilahkan untuk melakukan rangking terhadap bundel barang sesuai dengan tingkat utilitas yang mereka berikan pada konsumen. Kemampuan untuk membeli barang-barang tidak menentukan menyukai atau tidak disukai oleh konsumen. Terkadang seseorang dapat memiliki preferensi untuk produk A lebih baik dari produk B, tetapi ternyata saran keuangannya hanya cukup untuk memiliki produk B (Besanko dan Braeutigam : 2008).

(12)

Model Sandhusen mencoba menjelaskan bagaimana respon yang diberikan oleh seorang pembeli saat melakukan proses pembelian. Pada dasarnya model sandhusen menjelaskan bahwa keputusan yang diambil seorang konsumen tidak semata mata merupakan keputusan yang dipengaruhi faktor internal konsumen seperti karakteristik diri konsumen dan proses pengambilan keputusan konsumen saja. Adanya faktor eksternal juga mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan. Integrasi antara faktor eksternal dan faktor internal itu dinamakan sandhusen sebagai Buyer’s Black Box (Sandhusen, 2000).

Faktor eksternal merupakan segala hal yang berasal dari luar diri konsumen yang mampu mempengaruhi konsumen dalam memberikan respon seperti menentukan pemilihan terhadap produk. Sandhusen membagi faktor eksternal menjadi dua, yaitu Marketing Stimuli dan Environmental Stimuli. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Solomon, bahwa faktor eksternal merupakan pembentuk dari persepsi, konsep diri dan gaya hidup konsumen (Sandhusen, 2000).

2.4 Aksesibilitas Konsumen

(13)

Aksesibilitas masih menjadi faktor penting masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan. Perluasan jaringan kantor menjadi agenda penting perbankan nasional dalam meningkatkan jangkauan layanannya ke seluruh penjuru tanah air. Keselamatan, kehandalan dan layanan yang baik tetap menjadi faktor penting bagi konsumen. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada suatu daerah maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989).

2.5 Peran Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian

2.5.1 Indikator Perkembangan Sistem Pembayaran Non Tunai di Indonesia Meskipun sejauh ini belum banyak terdapat indikator pengukur perkembangan alat pembayaran non tunai yang secara resmi digunakan di Indonesia, tetapi secara umum pengukuran perkembangan pembayaran non tunai dilakukan dengan menggunakan tiga indikator yaitu indikator perkembangan volume transaksi alat pembayaran non tunai, rasio antara konsumsi swasta terhadap uang kartal di masyarakat dan rasio uang tunai terhadap M1 (Hidayat dkk, 2006 : 19-20).

(14)

Sementara itu, tren yang sama juga terjadi dengan penyelesaian transaksi melalui mekanisme kliring. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan transaksi kliring adalah penerapan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) yang dapat mengakomodir kebutuhan pelaksanaan transfer kredit antarbank ke seluruh wilayah Indonesia tanpa kewajiban melakukan pertukaran fisik warkat (paperless) (Hidayat dkk, 2006 : 20).

Selain BI-RTGS dan kliring, perkembangan pembayaran non tunai juga dapat diindikasikan dengan perkembangan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). Kegiatan APMK merupakan aktivitas penggunaan instrumen pembayaran menggunakan kartu seperti kartu ATM, kartu kredit, kartu debet maupun kartu prabayar (e-money).Perkembangan transaksi APMK mengalamipeningkatan dari waktu ke waktu baik disisi volume dan nilai transaksi. Perkembangan tersebut diprediksikan terus berlangsung sejalan dengan semakin beragamnya fasilitas dan fungsi APMK (Hidayat dkk, 2006 : 21).

(15)

2.5.2 Peranan Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian Dan Kebijakan Moneter

1. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Perekonomian

Peningkatan pembayaran non tunai berpotensi untuk dapat memberikan manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui beberapa cara yakni: mengurangi opportunity cost masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pendapatan bunga dan fee base income dan pembiayaan tanpa bunga (khusus kartu prabayar/e-money) yang diterima Bank atau penerbit APMK, mendorong kenaikan tingkat konsumsi dan velocity of money serta mendorong aktivitas sektor riil dan pertumbuhan ekonomi (Hidayat dkk, 2006 : 24).

2. Peranan Pembayaran Non Tunai terhadap Kebijakan Moneter

Pengaruh inovasi dalam alat pembayaran non tunai dapat menimbulkan komplikasi dalam penggunaan target kuantitas dalam pengendalian moneter. Perkembangan alat pembayaran non tunai menggunakan kartu seperti kartu ATM dan kartu debet dengan tabungan sebagai underlying-nya dapat berimplikasi pada konsep perhitungan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). Hal ini terjadi karena pergeseran fungsi tabungan dari simpanan yang tidak dapat ditarik sewaktu-waktu (M2) menjadi jenis simpanan yang dapat ditarik sewaktu-waktu sebagaimana halnya simpanan giral (M1) (Hidayat dkk, 2006 : 25).

(16)

menggunakan kartu ATM atau kartu debet sebagai bagian dari M1 dalam kategori uang giral dan bukan lagi bagian dari M2. Pengklasifikasian yang kurang tepat terhadap besaran moneter dapat menimbulkan implikasi kesalahan dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter yang menggunakan besaran moneter sebagai operasional target. Sehingga untuk dapat mempertahankan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter maka perhitungan besaran moneter seyogyanya juga memperhitungkan perkembangan pembayaran non tunai (Hidayat dkk, 2006 : 25).

2.6 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, beberapa penelitian tersebut yaitu.

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Afrizal Yudhistira P Analisis Faktor yang

Mempengaruhi Preferensi responden terhadap penggunaan kartu pembayaran elektronik adalah manfaat yang diperoleh dalam penggunaan kartupembayaran elektronik. Dan segi aksesibilitas pada penelitian ini menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi adalah informasi terhadap penggunaan teknologi

(17)

tidak repot membawa uang tunai, dan transaksi aman. Pengalaman masyarakat dalam menggunakan instrumen non tunai bisa dikatakan kurang baik.

Sumber : Peneliti

2.7 Kerangka Konseptual

1. Hubungan Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Pembayaran Non Tunai

Preferensi akan menentukan perilaku seseorang dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Kotler (2002) berpendapat bahwa preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk dan/atau jasa yang ada. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan daya tarik pertama yang dapat mempengaruhi penggunaan pembayaran non tunai di kota Medan.

(18)

Dengan demikian dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Preferensi

Masyarakat

Aksesibilitas Masyarakat

Gambar

Tabel 2.1 Perbandingan Alat Pembayaran
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan pelaksanaan pembelajaran metode tutorial dalam kategori baik dan mempunyai kemandirian belajar

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi zakat (PSAK 109) yang menjadi dasar atau pedoman dalam menyusun laporan keuangan pada Lembaga Manajemen

Pengukuran secara langsung adalah ketika hasil pembacaan skala pada alat ukur secara langsung menyatakan nilai besaran yang diukur, tanpa perlu dilakukan penambahan,

127 Sehingga ayat ini mengakibatkan banyak terjadi ikhtilaf karena perbedaan penafsiran terhadap ayat tersebut sehingga melalui metode istinbath hukum ini KHI

Berserulah kini dari puncak-puncak bukit. Ingatkanlah setiap orang akan kebenaran ini. Abaikanlah segala ejekan itu. Namun jika kamu menjelaskan kepada anak-anakKu

Dalam hal hambatan yang dirasakan klien WPS adalah adanya konsekuensi negatif dari tindakan yang ada (tidak mengetahui harga kondom dan ketidaknyamanan dalam memakai

Berdasarkan uraian makna penetapan kinerja pemerintah tersebut maka untuk dapat mengukur tingkat capaian kinerja pelaksanaan pembangunan daerah diperlukan

Sistem pendidikan di sekolah sejatinya tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk memperoleh keterampilan kognitif yang ditandai dengan perolehan prestasi yang