BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rhizopus sp. merupakan kapang penyusun utama dalam pembuatan laru
tempe. Rhizopus sp. mampu menghasilkan enzim-enzim hidrolitik seperti protease dan lipase. Rhizopus sp. yang beredar di pasaran adalah dalam bentuk bubuk yang telah ditambahkan dengan substrat sebagai media penyuplai nutrisi. Substrat yang ditambahkan dapat menunjang pertumbuhan kapang. Kapang yang digunakan untuk pembuatan laru haruslah memenuhi beberapa persyaratan, yaitu; (1) produktivitas spora tinggi, (2) viabilitas spora yang dihasilkan seragam dan memiliki stabilitas genetik dalam waktu beberapa bulan, (3) spora cepat terdispersi pada substrat, (4) spora mampu bergerminasi dalam waktu singkat, dan (5) bebas dari organisme kontaminan (Syarief, 1999).
Sumber kapang Rhizopus sp. yang sering digunakan adalah usar. Usar sebenarnya berasal dari daun waru (Hibiscus tiliaceus) atau daun jati (Tectona grandis) yang telah ditumbuhi berbagai jenis kapang. Usar dibuat dengan cara menaburkan kedelai yang telah diberi laru pada permukaan bawah daun waru atau daun jati (Sudiarso, 1993). Menurut Azizah (2007), usar memiliki keragaman jenis kapang yang terdapat pada permukaannya. Beberapa jenis kapang yang umum terdapat pada permukaan usar antara lain; Rhizopus sp. dan Mucor sp.. Perbedaan jenis kapang ini akan menyebabkan
perbedaan tempe yang dihasilkan. Dalam prakteknya, fermentasi kacang kedelai yang dihasilkan dengan menggunakan usar kurang baik disebabkan banyaknya kontaminan.
Saat ini para produsen tempe lebih banyak mempergunakan laru tempe berbentuk serbuk dengan alasan kepraktisan penggunaan. Selain itu, di pasaran pun kini laru tempe berbentuk serbuk lebih mudah diperoleh. Pada umumnya, laru tempe berbentuk serbuk dapat dibuat dengan menggunakan beras sebagi substrat. Namun, penggunaan beras ini memiliki kendala terutama dari segi finansial sehubungan dengan tingginya harga beras (Azizah, 2007).
Dalam mengurangi penggunaan beras, Azizah (2007) sudah melakukan penelitian kombinasi substrat dari onggok dan beras. Kualitas laru yang dihasilkan kurang optimal disebabkan kedua substrat kurang disuplai oleh protein. Oleh karena itu, penggunaan substrat lain dengan harga yang terjangkau perlu diuji coba guna memperoleh laru tempe dengan kualitas yang jauh lebih baik dan harga yang terjangkau, salah satunya adalah dengan memanfaatkan ampas singkong dan ampas tahu. Sudiarso (1993) juga telah membandingkan kualitas laru tempe dengan menggunakan substrat beras yang dinilai kurang mendapat suplai protein. Dalam penelitian ini diharapkan proporsional kandungan karbohidrat dan protein dapat menghasilkan laru dengan kualitas yang lebih baik.
Menurut penelitian Fransiska (2007), kandungan karbohidrat pada tepung singkong cukup tinggi yakni mencapai 69,00%. Sedangkan menurut penelitian Supriapti (2005), kandungan protein pada ampas tahu mencapai 23,39%. Kedua komponen ini berpotensi sebagai substrat pada pembuatan laru tempe. Oleh sebab itu, penulis mengambil judul penelitian
“KOMBINASI AMPAS SINGKONG DAN TAHU SEBAGAI
SUBSTRAT DALAM PRODUKSI LARU TEMPE DARI ISOLAT
DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus) DAN APLIKASINYA PADA
FERMENTASI KACANG KEDELAI”.
1.2.Permasalahan
1. Apakah kombinasi ampas singkong dan tahu dapat dijadikan sebagai substrat dalam pembuatan laru tempe dari isolat daun waru (Hibiscus tiliaceius)?
2. Kombinasi substrat manakah yang lebih optimal dalam menghasilkan laru tempe yang paling baik?
3. Bagaimanakah karakteristik dari laru tempe yang dihasilkan dari isolat daun waru dan bagaimanakah pengaruhnya terhadap kualitas tempe yang dihasilkan?
1.3.Pembatasan Masalah
1. Ukuran ampas singkong dan tahu yang ditepungkan adalah 50 mesh. 2. Dalam membuat suspensi kultur murni Rhizopus sp, waktu inkubasi dalam
media PDB adalah 3 hari dalam suhu 28-30oC.
3. Dalam membuat laru, waktu inkubasi suspensi kultur murni dalam masing-masing kombinasi substrat adalah 3 hari pada suhu 30 ºC.
4. Lamanya waktu pengeringan laru adalah 2 hari pada suhu 37-40oC.
5. Penggunaan laru yang diaplikasikan dalam fermentasi kacang kedelai adalah 1,00 % dan waktu fermentasi 2 hari.
5.1.Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kombinasi substrat (ampas singkong : ampas tahu) yang paling baik dalam menghasilkan tempe yang paling berkualitas.
2. Mengetahui karakteristik laru tempe yang dihasilkan dari hasil isolat daun waru (Hibiscus tiliaceus) pada masing-masing substrat yang dikombinasikan dan mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas tempe yang dihasilkan.
5.2.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan laru tempe dengan kualitas
yang baik dan dapat dipergunakan untuk memproduksi tempe yang dapat
diterima konsumen.
5.3. Lokasi Penelitian
Penelitian dan analisanya (berupa TPC dan total kapang) dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA USU Medan. Analisa kadar air dan protein dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika dan
Laboratorium Mikrobiologi Industri, PTKI Medan.
5.4. Metodologi Penelitian
Ampas singkong dan ampas tahu ditepungkan kembali dengan cara
mengeringkannya pada suhu 40-50oC dan digiling hingga halus (± 50 mesh).
Kadar air tepung ampas singkong dan tahu tersebut kemudian diukur.
Sementara Rhizopus sp. diisolasi dari daun waru (Hibiscus tiliaceius)
dengan media PDA sampai diperoleh kultur murni. Kultur murni Rhizopus sp.
disuspensikan dalam media PDB. Suspensi tersebut kemudian ditanam dalam kombinasi substrat. Substrat yang dimaksud meliputi ampas singkong (AS)
dan ampas tahu (AT) dengan kombinasi AS 100%, AS:AT (3:1), AS:AT
(2:1), AS:AT (1:1), AS:AT (1:2), AS:AT (1:3), dan 100% AT. Kombinasi tersebut diinokulasi dengan suspensi kultur murni pada 30 ºC, selama 3 hari
kemudian dikeringkan pada 40-50ºC selama 24 jam dan digiling. Laru yang dihasilkan kemudian diukur kadar air, viabilitas spora dan TPC.
Masing-masing laru tersebut diaplikasikan dalam fermentasi kacang kedelai dalam
menghasilkan tempe dengan jumlah kapang 1,00% dan waktu fermentasi 2 hari. Tempe yang dihasilkan diuji kadar air dan protein.